Share

Bab 207

Penulis: Clarissa
Suasana di vila menjadi menegangkan. Untungnya, tidak ada siapa pun di sini selain Tiffany dan Sean. Jika tidak, Tiffany akan malu setengah mati!

Tiffany melepaskan kaus dan celana jeans-nya. Hanya tersisa singlet berenda dan legging yang sangat pendek. Sean memicingkan mata melihat tubuh seksi itu perlahan-lahan terpampang di hadapannya. Napasnya mulai menjadi berat.

"Apa yang kamu lakukan?" tanya Sean sambil menatap Tiffany dengan tatapan suram. Suaranya terdengar serak.

Tiffany yang gugup pun memegang kursi dengan erat. "Aku ... agak panas."

Sean memicingkan matanya. "Cuma panas?"

"Ya." Setelah merespons dengan wajah memerah, Tiffany tidak tahu harus melakukan apa lagi. Pada akhirnya, dia duduk kembali dan makan.

Setelah makan beberapa suap, Tiffany baru menyadari kebodohannya. Jika dia memang ingin menguji Sean, kenapa tidak mencoba mendeteksi detak jantungnya setelah melepas pakaian?

Tiffany adalah seorang mahasiswa bedah jantung sehingga sangat sensitif terhadap frekuensi detak j
Bab Terkunci
Lanjutkan Membaca di GoodNovel
Pindai kode untuk mengunduh Aplikasi
Komen (1)
goodnovel comment avatar
Fenty Izzi
Sean mungkin tau Tiffany taruhan sama Garry...sehingga dia melakukan ini
LIHAT SEMUA KOMENTAR

Bab terkait

  • Dimanja Suami Pembawa Sial   Bab 208

    Mungkin karena terlalu panik, Tiffany tidak memperhatikan bahwa jari tangannya tergores pecahan piring. Darah mulai mengalir.Sean mengernyit, lalu menariknya dan bertanya, "Apa terjadi sesuatu pada Julie?"Tiffany jelas-jelas bersikap normal sore tadi. Sementara itu, Sean sangat sibuk dan Charles mengganggunya tadi. Dia tidak punya waktu untuk Tiffany.Setelah Tiffany pulang, sikapnya menjadi seperti ini. Makanya, Sean mengira perubahannya ini berkaitan dengan Julie.Bagaimanapun, dengan sikap Tiffany yang pemalu, dia tidak mungkin tiba-tiba melepas pakaiannya saat makan.Tiffany menggigit bibirnya dan tidak berbicara. Sean menggenggam tangannya dan berujar, "Nggak usah dipungut lagi."Kemudian, Sean menggendong Tiffany dan menurunkannya di sofa. Dia berbalik untuk mengambil kotak obat.Tiffany teringat pada hari ulang tahun Sean. Saat itu, tangan Tiffany juga tergores. Sean juga menggendongnya seperti ini dan mencari kotak obat untuk mengobatinya.Tiffany juga mencurigai Sean saat it

  • Dimanja Suami Pembawa Sial   Bab 209

    Sean mengernyit, lalu hendak mendekapkan Tiffany ke pelukannya. "Tiff, sebenarnya aku ingin memberitahumu semuanya malam ini."Sean menyuruh Sofyan mengusir semua pelayan supaya dia membahas bisa masalah ini dengan Tiffany. Sayangnya, dia terlambat selangkah."Karena aku menemukannya duluan?" Tiffany tersenyum getir dan menolak pelukan Sean. "Kalau aku nggak menyadarinya bukankah kamu akan terus merahasiakannya dariku?""Nggak begitu." Sean berusaha memeluk Tiffany. Dia mencium daun telinga Tiffany, lalu menegaskan, "Tiff, dengarkan aku. Bukan seperti yang kamu pikirkan! Aku punya alasanku. Aku nggak bermaksud menipumu. Sebelum menikahimu, aku sudah berpura-pura cacat selama 13 tahun. Aku nggak mungkin langsung memberitahumu semuanya, 'kan?"Tiffany memejamkan matanya. "Dengan kata lain, kamu memang nggak percaya padaku."Tiffany lagi-lagi menepis tangan Sean. "Hari itu, Valerie bilang dia jauh lebih memahamimu daripada aku. Dia juga menanyakanku soal matamu. Aku kira dia sengaja supay

  • Dimanja Suami Pembawa Sial   Bab 210

    Sayangnya, rumah ini tidak bisa menerimanya. Pria yang dirawatnya dengan sepenuh hati juga tidak menganggapnya sebagai istri.Hujan turun dengan deras di luar. Ketika Tiffany berdiri di depan pintu, tangannya tiba-tiba ditarik oleh seseorang. Dia menoleh, lalu menatap Sean dengan tatapan hampa. "Lepaskan aku."Sean mengernyit menatapnya, lalu menyerahkan payung kepadanya. "Jangan sampai kamu sakit."Tiffany tersenyum getir. "Jarang-jarang Pak Sean mencemaskan orang luar sepertiku.""Kamu istriku." Sean menatap Tiffany lekat-lekat. "Cepat pulang."Tiffany tersenyum sedih, lalu melemparkan payung itu dan berlari ke tengah hujan. Sean sekalipun tidak bisa menghalanginya. Dia hanya bisa memejamkan mata, lalu menghubungi seseorang.....Hujan masih turun dengan deras. Tiffany menyusuri jalanan. Di belakangnya, Chaplin yang berbaju biru perlahan-lahan mengikutinya sambil memayunginya.Tiffany berujar, "Kamu pulang saja, nggak usah ikut aku."Chaplin menggeleng dan terus mengikuti. Sikapnya y

  • Dimanja Suami Pembawa Sial   Bab 211

    Tiffany mengerlingkan matanya dengan kesal, lalu mendesak Chaplin untuk segera mandi.Mark dipenuhi minat. Dia bersandar di sofa sambil menatap wajah Tiffany lekat-lekat. "Kamu benaran nggak mau menikah denganku?"Sebelumnya, Mark mengira Tiffany adalah pelayan di rumah Sean. Saat itu, dia memang merasa heran, bagaimana bisa Sean menerima pelayan seperti ini?Setelah Sean meneleponnya tadi, Mark baru tahu bahwa Tiffany ternyata adalah istri Sean. Dia pun merasa kesal saat teringat pada Sean dan Charles yang sok misterius saat dirinya bertanya tentang Tiffany.Mark terkekeh-kekeh dan terus menggoda, "Ayolah, pertimbangkan dulu. Aku nggak bakal pernah menipumu. Aku pasti memperlakukanmu dengan sangat baik!"Tiffany hanya mencebik dan tidak meladeni Mark. Setelah terkena hujan tadi, pikirannya menjadi lebih jernih. Namun, dia tidak pernah berpikiran untuk bercerai dari Sean.Perceraian adalah topik yang sangat berat baginya. Ketika menikah, paman dan bibinya telah berpesan untuk tidak per

  • Dimanja Suami Pembawa Sial   Bab 212

    Tiffany menggigit bibirnya. Setelah ragu-ragu sejenak, dia akhirnya mengangguk.Keduanya sama-sama menuju ke balkon. Hujan sudah berhenti. Udara di balkon terasa lembap dan segar.Mark memindahkan dua kursi, lalu membuka dua botol anggur merah dan minum bersama Tiffany."Ayo cerita dulu, kenapa kamu begitu sedih? Bukannya cuma masalah mata?" Setelah minum beberapa gelas, Mark mulai membahas tentang Sean.Tiffany menggeleng. "Ini masalah kepercayaan. Dia nggak percaya padaku."Dengan mata memerah, Tiffany meneguk anggurnya sebelum meneruskan, "Waktu aku menyembunyikan sesuatu darinya, dia bilang hal terpenting di antara suami istri adalah kepercayaan. Sekarang aku seratus persen memercayainya, tapi dia ...."Mark terkekeh-kekeh. "Tiff, aku harus bantu Sean menjelaskannya kepadamu. Dia seharusnya bukan ingin menipumu, tapi dia nggak punya pilihan lain."Tiffany memanyunkan bibirnya. "Kenapa begitu?"Mark mengembuskan napas panjang, lalu memandang langit dan menyahut, "Sebenarnya kamu san

  • Dimanja Suami Pembawa Sial   Bab 213

    Tiffany memegang gelas anggurnya dengan erat. Dia menggigit bibirnya sambil mengenang satu per satu momen yang dilewatinya bersama Sean.Sean memang baik padanya. Sean membujuknya, membuatnya tertawa. Sean tidak pernah membiarkannya sedih.Baik itu Vernon ataupun Leslie, bahkan Wenda, semua mendapat ganjaran atas perbuatan mereka yang menyakiti Tiffany.Sean melakukan begitu banyak hal untuk Tiffany. Bagaimana bisa Tiffany merasa dirinya tidak berarti bagi Sean? Namun, jika Sean mencintainya, kenapa ....Apa mungkin yang dikatakan Mark memang benar? Waktu yang diberikannya kepada Sean belum cukup banyak?Kini, Tiffany merasa tindakannya agak gegabah, Setelah tenang kembali, perasaannya malah makin kacau."Kalau nggak bisa ngerti, biar waktu yang menjawab semuanya." Mark menghela napas, lalu membenturkan gelasnya ke gelas Tiffany. Terdengar dentingan yang nyaring."Kehidupan Sean sangat rumit. Dia nggak pernah berhubungan dengan wanita mana pun. Dia juga jarang berinteraksi dengan orang

  • Dimanja Suami Pembawa Sial   Bab 214

    Pada saat yang sama, terdengar suara mesin mobil di lantai bawah. Mark memandang ke bawah, lalu melihat sesosok berpakaian hitam.Mark bersiul sambil menghampiri. "Aku nggak nyangka masih bisa melihatmu mengemudikan mobil."Sean memutar bola matanya. "Di mana Tiffany?"Mark menunjuk ke arah balkon. "Baru saja tidur.""Hujan baru reda. Ngapain kamu bawa dia ke balkon?" Sean memutar bola matanya lagi, lalu bergegas menuju ke balkon.Tampak Tiffany berbaring di meja sambil tertidur lelap. Bulu matanya yang lentik membuatnya terlihat makin cantik.Sean menghela napas lega dan mengelus kedua mata Tiffany yang bengkak. Kemudian, dia langsung menggendong Tiffany ke kamar.Mark bersandar di pintu dengan culas dan bertanya, "Sudah malam sekali. Kamu masih mau bawa dia pulang? Sebaiknya kalian menginap di sini saja. Sisanya dibicarakan besok."Sean mengernyit dan merenung sejenak. Pada akhirnya, dia menggendong Tiffany ke kamar utama. Mark hanya bisa mengikuti di belakang dan mengeluh, "Kamu ini

  • Dimanja Suami Pembawa Sial   Bab 215

    Tangan Sean yang memegang ponsel perlahan-lahan mengerat. Dia tahu Tiffany tidak mungkin tiba-tiba mencurigai penglihatannya, apalagi menggunakan cara semacam itu untuk mengujinya. Ternyata Garry biang keroknya.Sean terkekeh-kekeh, lalu menghapus pesan itu. Setelah menghapusnya, dia merenung sejenak. Pada akhirnya dia memblokir nomor Garry dengan ponsel Tiffany.Sesudah semuanya beres, Sean kembali berbaring dengan tenang. Dia memeluk Tiffany sambil tidur. Malam itu, Tiffany tidur dengan sangat lelap.Keesokan pagi setelah matahari bersinar terang, Tiffany membuka matanya. Seperti biasa, dia menyingkirkan lengan Sean yang berada di atas tubuhnya. Kemudian, dia meregangkan tubuhnya dan hendak turun dari ranjang untuk mandi dan membuat sarapan.Begitu turun, Tiffany baru menyadari dekorasi kamar ini berbeda. Pikirannya hampa untuk beberapa saat. Kemudian, dia akhirnya mengingat semua yang terjadi kemarin malam.Ternyata dia sedang berada di rumah Mark? Kalau begitu, pria di atas ranjang

Bab terbaru

  • Dimanja Suami Pembawa Sial   Bab 509

    Ucapan Niken tidak bisa meyakinkan Tiffany. Saat Tiffany hendak bertanya lagi, Kendra dan Indira sudah menyajikan makanan.Niken yang duduk di samping Tiffany berujar, "Kita jarang bisa makan bersama. Panggil anak-anak dan ibumu kemari."Kendra tertegun sejenak, lalu mengangguk dan menyahut dengan hormat, "Oke."Tak lama kemudian, suasana menjadi ramai. Jonas dan Jones duduk bersama. Mereka yang penasaran memandangi wanita paruh baya di samping Tiffany.Bertha yang duduk agak jauh melihat Niken dan Tiffany sambil tersenyum lebar. Dia berkomentar, "Benar-benar mirip! Sudah kubilang, Tiffany sangat cantik. Dia pasti mewarisi gen ibunya yang bagus."Niken tersenyum kepada Bertha dan membalas, "Terima kasih. Tapi, cuma parasnya yang mirip denganku. Kepintarannya masih kalah jauh dariku."Bertha langsung merasa tidak senang. Dia menanggapi, "Tiffany sangat pintar!"Niken menimpali, "Kepintarannya nggak mirip denganku. Mungkin dia mirip ayahnya."Bronson dan Tiffany sama-sama tidak tahu keke

  • Dimanja Suami Pembawa Sial   Bab 508

    Sewaktu Niken baru sampai ke kediaman Keluarga Rimbawan, Xavier belum genap berusia 10 tahun. Kala itu, dia masih polos.Ibu Xavier sudah meninggal dan ayahnya sering mabuk-mabukan. Hanya pembantu yang menjaga Xavier dan Jayla di rumah.Suatu hari, Xavier tersesat saat bermain sendirian di halaman. Dia sampai di ruang bawah tanah tempat Niken dikurung. Itu adalah pertama kalinya Xavier mempunyai ingatan yang mengerikan.Ruang bawah tanah itu lembap dan gelap. Hanya ada cahaya lampu kuning. Seorang wanita yang rambutnya berantakan dikurung dalam kandang.Sepertinya wanita itu disiksa dengan kejam. Sekujur tubuhnya dilumuri darah. Xavier yang baru berusia 7 tahun berteriak, "Hantu!"Niken mendongak. Kedua matanya sangat jernih. Dia memandang Xavier dan berucap sembari tersenyum, "Nak, di sini nggak ada hantu. Jangan takut."Suara Niken sangat lembut hingga membuat Xavier hampir meneteskan air mata. Suaranya sangat mirip dengan suara ibunya Xavier, begitu pula tatapannya yang lembut. Namu

  • Dimanja Suami Pembawa Sial   Bab 507

    Tiffany memandang Niken dengan ekspresi terkejut sambil berucap, "Jadi ...."Sejak menyuruh Xavier kembali ke Kota Aven, Niken sudah berencana untuk mengakui Tiffany? Jadi, sejak awal Niken tidak berniat mencelakai Kendra. Niken hanya ingin Kendra membantunya dan Tiffany saling mengakui.Niken meminum teh, lalu menimpali, "Iya. Karena kita sudah saling mengakui, aku nggak usah mengganggu Kendra lagi. Kalau dia mau lanjut jadi pengawalku, juga nggak masalah. Kalau nggak, dia juga bisa buka toko kecil bersama istrinya."Niken tersenyum dan menambahkan, "Mungkin waktu aku hampir mati, aku bisa hidup bersama mereka. Bagaimanapun, sekarang margaku juga Maheswari."Tiffany mengatupkan bibirnya seraya mengepalkan tangannya dengan erat. Mereka baru duduk di sini kurang dari 10 menit, tetapi Niken sudah mengungkit tentang kematian 3 kali.Tiffany mempunyai firasat Niken tidak mungkin berbicara seperti ini tanpa alasan. Apa ....Tiffany merasa sedih. Dia ingin menggenggam tangan Niken. Namun, Ni

  • Dimanja Suami Pembawa Sial   Bab 506

    Xavier mengingatkan, "Tiffany baru mengakuimu. Kalau kamu bicara begini, Tiffany mengira kamu mengidap penyakit parah."Niken tertegun sejenak, lalu berbalik dan tersenyum kepada Xavier. Dia menyahut, "Benar juga. Kita jangan bahas tentang kematian dulu."Selesai bicara, Niken melihat Tiffany dan bertanya, "Tadi kamu panggil aku apa?"Tiffany menjawab, "Aku panggil kamu ... ibu."Tiffany memandang Niken dengan wajah memucat seraya bertanya, "Tadi ... apa maksudmu?"Niken meletakkan cangkir teh dan menyahut, "Nggak apa-apa. Aku cuma merasa mati di tempat seperti ini cukup bagus kalau ke depannya aku punya kesempatan."Kemudian, Niken tersenyum kepada Tiffany sembari menambahkan, "Semua orang pasti akan mati, 'kan?"Tiffany mengatupkan bibirnya. Dia merasa gelisah. Kenapa Niken malah membicarakan tentang kematian pada suasana yang bagus seperti ini? Apa karena dia sudah terbiasa dengan perpisahan atau karena alasan lain?Niken berucap, "Setelah makan malam, kamu beri tahu Bronson aku gan

  • Dimanja Suami Pembawa Sial   Bab 505

    Seperti Indira, Tiffany juga merasa sangat terkejut. Dia berdiri di belakang Indira, memandang Kendra dan Niken dengan tatapan tak percaya.Barusan pamannya mengatakan ... Niken datang ke sini untuk mengganti nama dan mengakui Kendra sebagai adiknya? Bukan cuma mengganti nama, tetapi juga mengganti marga?!"Hei, kenapa bengong?"Xavier mendekat dan menyenggol bahunya pelan sambil berbisik di telinganya. "Apa kamu merasa sangat tersentuh?""Kemarin setelah kamu cerita semuanya ke aku, aku langsung kasih tahu Niken. Niken bilang itu bukan masalah.""Kalau kamu benar-benar ingin tetap menggunakan nama Tiffany Maheswari dan tetap mempertahankan margamu, dia akan mengganti marga dan namanya, asalkan itu membuatmu bahagia."Hati Tiffany menghangat seketika. Dia mendongak, menatap wanita yang berdiri di pintu masuk itu.Musim gugur mulai membawa hawa dingin, tetapi Niken mengenakan gaun ketat berwarna putih gading dengan bordiran elegan dan dilapisi jaket tipis berwarna putih transparan. Ramb

  • Dimanja Suami Pembawa Sial   Bab 504

    Sikap Jonas yang gugup justru membuat Indira semakin curiga. Dia mengerutkan alis, langsung mendorong Jonas ke samping, lalu berjalan cepat menuju ruang makan di mana Tiffany berada.Dengan suara keras, pintu ruang makan terbuka lebar.Tiffany yang duduk di dalam, terkejut dan langsung menoleh ke arah pintu. Di sana, berdiri Indira dengan tatapan dingin yang bercampur dengan kemarahan."Tiffany, tempat ini nggak menyambutmu! Aku sudah bilang dengan jelas, aku nggak mau datang ke pernikahanmu dan aku juga nggak mau berurusan denganmu lagi!"Tiffany menggigit bibirnya sambil menatap Indira dengan tatapan penuh rasa sakit. Dia tahu, alasan Indira berbicara seperti itu adalah agar Tiffany bisa melupakan masa lalu dan menerima keluarga barunya.Namun, tatapan dan nada bicara yang dingin itu tetap membuat hati Tiffany terasa seperti dihancurkan. Dengan suara lirih, Tiffany berkata, "Bibi, apa Bibi benar-benar sebenci itu sama aku?"Indira mendengus dan memutar matanya. "Ya, benar!""Tapi ...

  • Dimanja Suami Pembawa Sial   Bab 503

    "Kak Tiffany?" Jonas tampak sangat bersemangat begitu melihat Tiffany."Apa yang kamu lakukan di sini?" Tiffany yang sama-sama terkejut langsung berdiri dari kursinya, lalu memeluk Jonas dengan penuh emosi."Sudah lama sekali kita nggak ketemu! Kenapa kamu bisa ada di sini? Lalu, di mana Bibi?"Jonas menjawab dengan antusias, "Tempat ini adalah restoran pedesaan yang dikelola Ibu! Aku dan Jones lagi libur musim panas, jadi kami membantu di sini!"Wajah remaja itu bersinar dengan kegembiraan. "Kak Tiffany, kenapa kamu bisa datang ke sini? Apa kamu sengaja datang untuk menemui kami karena tahu ini restoran keluarga kami?""Aku ...." Tiffany menggigit bibirnya. "Aku datang ke sini karena ada yang mengundangku makan siang."Tiffany menarik napas dalam-dalam, lalu melanjutkan, "Bibi nggak mau kasih tahu aku di mana kalian berada. Aku bahkan nggak tahu kalian tinggal di sini. Kalau bukan karena undangan makan siang hari ini, aku nggak akan tahu kalian ada di sini dan bahkan membuka restoran

  • Dimanja Suami Pembawa Sial   Bab 502

    "Tentu saja!" Tiffany melanjutkan dengan suara lembut dan memohon belas kasihan, "Mana mungkin aku tega memaki kamu, kamu itu hebat banget ....""Kalau begitu ...." Sean tersenyum tipis, mendekatkan bibirnya ke telinganya, lalu berbisik dengan suara rendah, "Mari kubuat kamu lebih merasakan betapa hebatnya suamimu."Tiffany terkejut. Dasar pria jahat! Cukup sudah!....Tiffany bangun dengan tubuh lelah dan nyaris kehabisan tenaga pada pukul sembilan pagi lebih. Pukul setengah sepuluh, dia dibangunkan oleh dering telepon dari Xavier."Kelinci kecil, aku sudah di depan rumahmu. Bersiaplah, Niken ingin bertemu denganmu."Tiffany menguap dan melihat waktu di ponselnya, "Aku baru saja bangun, tunggu sebentar ya."Dia masih ingat, kemarin Xavier sudah meneleponnya untuk membuat janji makan siang bersama Niken hari ini. Setelah menutup telepon, Tiffany bergegas berganti pakaian, menyikat gigi, mencuci muka, dan mengoleskan pelembap wajahnya.Hanya dalam waktu sepuluh menit, Tiffany yang sudah

  • Dimanja Suami Pembawa Sial   Bab 501

    Tiffany mengangguk pelan."Aku mau tidur." Bronson tersenyum tipis."Kalian juga sebaiknya segera istirahat. Anak muda jangan bergadang terlalu larut."Setelah berkata demikian, dia berbalik dan pergi. Tiffany berdiri di tempatnya, wajahnya tiba-tiba memerah. Dia tahu Bronson mungkin hanya ingin menyuruhnya untuk tidur lebih awal.Namun, kenapa ... kenapa dia tiba-tiba memikirkan hal-hal yang tidak senonoh? Apakah ini karena dia terlalu lama bersama Sean, sehingga pikirannya jadi tidak murni lagi?"Apa yang kamu pikirkan?" Saat Tiffany berusaha menenangkan diri dan hendak menepuk-nepuk wajahnya yang panas, suara Sean yang rendah dan penuh tawa tiba-tiba terdengar di telinganya."Tadi Paman bilang, jangan bergadang terlalu larut. Apa yang kamu pikirkan, hm?"Tiffany terdiam. Kamu sudah mendengar dan melihat semuanya, apa masih perlu bertanya?!"Dasar gadis kecil berpikiran jorok." Sean tersenyum, lalu mengangkatnya dengan mudah dan menggendongnya dalam pelukan horizontal. "Kenapa kamu d

Pindai kode untuk membaca di Aplikasi
DMCA.com Protection Status