Jarak Desa Maheswari cukup jauh dari Kota Aven. Meskipun Tiffany dan Sean berangkat pagi-pagi sekali, mereka baru tiba di Kota Aven lewat dari pukul 3 sore.Chaplin yang kelelahan setelah perjalanan panjang segera masuk ke kamarnya untuk tidur. Sementara itu, Sofyan juga sudah menunggu Sean untuk menangani beberapa masalah.Tiffany meregangkan pinggangnya. Sambil mencamil sedikit makanan, dia memberi tahu paman dan bibinya bahwa dia sudah pulang dengan selamat. Setelah itu, dia masuk ke kamar untuk beristirahat.Tiffany tidur hingga pukul 4 sore lewat. Telepon dari Garry membangunkannya."Tiffany, kamu sudah pulang, 'kan? Kamu di mana sekarang?" tanya Garry."Tidur di rumah," jawab Tiffany sambil meregangkan pinggangnya.Pria di ujung telepon berdecak pelan, lalu berkata, "Bukannya aku sudah memintamu untuk menemuiku segera setelah kamu pulang?"Tiffany menguap dan menyahut dengan canggung, "Kupikir kita bisa bertemu besok ...." Sekarang sudah sore hari, dia juga masih sangat lelah.Di
Bukankah yang seharusnya dipeluk dan dipuji oleh Tiffany adalah Charles? Mengapa dia malah memuji Sean yang buta? Hebat? Apanya yang hebat?Charles-lah yang pergi mencari spesialis dan mengarang kebohongan yang masuk akal. Dialah yang sudah bekerja keras.Sementara itu, Sean hanya menemani Tiffany ke desa dan tidak melakukan apa pun. Alhasil, gadis itu malah memeluk Sean dan memujinya hebat?Charles menggeleng tanpa daya. Sudahlah, jalan pikiran Tiffany memang unik. Apalagi saat gadis itu tengah dimabuk cinta begini. Terserah dia sajalah."Sudah, sudah." Sean mengusap kepala Tiffany dengan lembut dan melepaskan pelukan eratnya sambil bertanya, "Kenapa tiba-tiba bangun?"Tiffany menjawab dengan bibir mengerucut, "Julie mencariku."Sean tidak menyukai Garry. Tiffany tidak mau merusak momen bahagia pria itu dengan menyebut nama seniornya."Pergilah, tapi jangan pulang terlalu malam. Aku dan Charles masih ingin membicarakan sesuatu," ucap Sean sambil mengecup pipi Tiffany.Tiffany mengiaka
Atmosfer di kafe berubah hening.Tiffany menatap Garry dengan alis berkerut dan berkata, "Kak Garry, kamu bilang ... suamiku nggak buta dan dia berbohong padaku?"Garry mengangguk dengan serius dan membalas, "Ya. Bukannya nggak bisa disembuhkan, diagnosis Pak Suganda menunjukkan kalau dia nggak buta."Garry menjelaskan sekali lagi, "Dia nggak buta. Dia berbohong padamu.""Nggak mungkin. Dia nggak akan bohong," bantah sambil Tiffany menggelengkan kepalanya dengan tegas.Tiffany tersenyum dan menambahkan, "Kak Garry, kamu salah paham sama suamiku. Dia bukan pembohong, apalagi bohong padaku. Kami suami istri, nggak ada alasan baginya untuk membohongiku."Tiffany berucap dengan mata berbinar, "Biarpun suamiku seorang pembohong, dia nggak akan pernah berbohong padaku."Sean pernah berkata bahwa hal terpenting dalam hubungan suami dan istri adalah kepercayaan. Untuk mendapatkan kepercayaan, dibutuhkan kejujuran.Berhubung Sean menasihatinya tentang kejujuran, artinya pria itu juga memegang p
'Semoga nggak ada badai yang terjadi setelah malam ini. Entah apa yang ada di pikiran Tuan Sean. Dokter Charles jelas-jelas sudah menyusun rencana pengobatan mata yang diakui bisa membuatnya sembuh dalam tujuh hari, tapi dia malah ingin memberi tahu Nyonya Tiffany kebenarannya malam ini,' batin Sofyan.Sofyan tak kuasa menghela napas. Dia merasa majikannya tidak perlu repot-repot seperti itu. Namun, Sean khawatir Tiffany salah paham jika mengetahui kebenarannya dari orang lain.Padahal dengan karakter Tiffany, seharusnya dia tidak akan marah setelah mengetahui kebenarannya, 'kan? Sofyan hanya bisa menuruti instruksi Sean. Dia lanjut mengusir para pelayan. Mereka tidak berhak mencampuri urusan majikan.Setengah jam kemudian, setelah Tiffany selesai memasak ikan, vila menjadi sunyi senyap. Sepertinya, Sofyan telah mengusir semua pelayan.Tiffany melepaskan celemeknya, lalu menaiki tangga. Di ruang kerja, Sean sedang duduk di kursinya sambil merenungkan sesuatu. Entah mengapa, dia tidak m
Suasana di vila menjadi menegangkan. Untungnya, tidak ada siapa pun di sini selain Tiffany dan Sean. Jika tidak, Tiffany akan malu setengah mati!Tiffany melepaskan kaus dan celana jeans-nya. Hanya tersisa singlet berenda dan legging yang sangat pendek. Sean memicingkan mata melihat tubuh seksi itu perlahan-lahan terpampang di hadapannya. Napasnya mulai menjadi berat."Apa yang kamu lakukan?" tanya Sean sambil menatap Tiffany dengan tatapan suram. Suaranya terdengar serak.Tiffany yang gugup pun memegang kursi dengan erat. "Aku ... agak panas."Sean memicingkan matanya. "Cuma panas?""Ya." Setelah merespons dengan wajah memerah, Tiffany tidak tahu harus melakukan apa lagi. Pada akhirnya, dia duduk kembali dan makan.Setelah makan beberapa suap, Tiffany baru menyadari kebodohannya. Jika dia memang ingin menguji Sean, kenapa tidak mencoba mendeteksi detak jantungnya setelah melepas pakaian?Tiffany adalah seorang mahasiswa bedah jantung sehingga sangat sensitif terhadap frekuensi detak j
Mungkin karena terlalu panik, Tiffany tidak memperhatikan bahwa jari tangannya tergores pecahan piring. Darah mulai mengalir.Sean mengernyit, lalu menariknya dan bertanya, "Apa terjadi sesuatu pada Julie?"Tiffany jelas-jelas bersikap normal sore tadi. Sementara itu, Sean sangat sibuk dan Charles mengganggunya tadi. Dia tidak punya waktu untuk Tiffany.Setelah Tiffany pulang, sikapnya menjadi seperti ini. Makanya, Sean mengira perubahannya ini berkaitan dengan Julie.Bagaimanapun, dengan sikap Tiffany yang pemalu, dia tidak mungkin tiba-tiba melepas pakaiannya saat makan.Tiffany menggigit bibirnya dan tidak berbicara. Sean menggenggam tangannya dan berujar, "Nggak usah dipungut lagi."Kemudian, Sean menggendong Tiffany dan menurunkannya di sofa. Dia berbalik untuk mengambil kotak obat.Tiffany teringat pada hari ulang tahun Sean. Saat itu, tangan Tiffany juga tergores. Sean juga menggendongnya seperti ini dan mencari kotak obat untuk mengobatinya.Tiffany juga mencurigai Sean saat it
Sean mengernyit, lalu hendak mendekapkan Tiffany ke pelukannya. "Tiff, sebenarnya aku ingin memberitahumu semuanya malam ini."Sean menyuruh Sofyan mengusir semua pelayan supaya dia membahas bisa masalah ini dengan Tiffany. Sayangnya, dia terlambat selangkah."Karena aku menemukannya duluan?" Tiffany tersenyum getir dan menolak pelukan Sean. "Kalau aku nggak menyadarinya bukankah kamu akan terus merahasiakannya dariku?""Nggak begitu." Sean berusaha memeluk Tiffany. Dia mencium daun telinga Tiffany, lalu menegaskan, "Tiff, dengarkan aku. Bukan seperti yang kamu pikirkan! Aku punya alasanku. Aku nggak bermaksud menipumu. Sebelum menikahimu, aku sudah berpura-pura cacat selama 13 tahun. Aku nggak mungkin langsung memberitahumu semuanya, 'kan?"Tiffany memejamkan matanya. "Dengan kata lain, kamu memang nggak percaya padaku."Tiffany lagi-lagi menepis tangan Sean. "Hari itu, Valerie bilang dia jauh lebih memahamimu daripada aku. Dia juga menanyakanku soal matamu. Aku kira dia sengaja supay
Sayangnya, rumah ini tidak bisa menerimanya. Pria yang dirawatnya dengan sepenuh hati juga tidak menganggapnya sebagai istri.Hujan turun dengan deras di luar. Ketika Tiffany berdiri di depan pintu, tangannya tiba-tiba ditarik oleh seseorang. Dia menoleh, lalu menatap Sean dengan tatapan hampa. "Lepaskan aku."Sean mengernyit menatapnya, lalu menyerahkan payung kepadanya. "Jangan sampai kamu sakit."Tiffany tersenyum getir. "Jarang-jarang Pak Sean mencemaskan orang luar sepertiku.""Kamu istriku." Sean menatap Tiffany lekat-lekat. "Cepat pulang."Tiffany tersenyum sedih, lalu melemparkan payung itu dan berlari ke tengah hujan. Sean sekalipun tidak bisa menghalanginya. Dia hanya bisa memejamkan mata, lalu menghubungi seseorang.....Hujan masih turun dengan deras. Tiffany menyusuri jalanan. Di belakangnya, Chaplin yang berbaju biru perlahan-lahan mengikutinya sambil memayunginya.Tiffany berujar, "Kamu pulang saja, nggak usah ikut aku."Chaplin menggeleng dan terus mengikuti. Sikapnya y
"Aku mengenalmu lebih baik dari siapa pun."Ketika kalimat itu diucapkan dengan suara rendah oleh Sean, hati Tiffany tak kuasa bergetar. Baik lima tahun yang lalu maupun sekarang, kalimat ini selalu membawa kehangatan aneh setiap kali mendengar Sean mengatakannya.Terutama di saat seperti ini. Mereka telah terpisah selama lima tahun penuh. Lima tahun sudah cukup untuk mengubah banyak hal, cukup lama untuk membuat seseorang menjadi pribadi yang benar-benar berbeda.Namun, setelah bertemu lagi dan di saat dirinya difitnah, Sean masih bisa duduk dengan tenang di kursi belakang mobilnya dan berkata, "Aku mengenalmu lebih baik dari siapa pun."Perasaan dan ketulusan seperti ini membuatnya tersentuh. Tiffany menarik napas dalam-dalam. Senyuman tipis terukir di sudut bibirnya. "Kalau begitu, terima kasih, Pak Sean.""Sama-sama, Dok Tiff." Sean menyandarkan kedua lengannya di belakang kepala. "Tapi, kulihat tadi ada beberapa mahasiswa yang mengambil foto di kelas. Aku rasa masalah ini nggak ak
"Malam ini aku masih ingin makan pangsit buatanmu."Tiffany memutar matanya. "Nggak mood buat."Dia benar-benar tidak mengerti kenapa tiba-tiba muncul seseorang yang ingin memperjuangkan keadilan untuk Zion, seolah-olah dia adalah orang jahat di sini.Cedera tangan Tiffany sangat parah dulu. Setiap beberapa waktu, dia harus pergi ke Elupa untuk menjalani perawatan.Suatu kali, saat dia sedang dalam perjalanan untuk berobat, rumah sakit menerima pasien dengan kondisi medis yang sangat kompleks.Tanpa mengabari Tiffany, Zion merasa kondisi pasien sangat mirip dengan salah satu kasus yang pernah dia tangani bersama Tiffany sebelumnya.Demi membuktikan kemampuannya, dia nekat mengajukan diri untuk menangani operasi, bahkan berbohong kepada rumah sakit bahwa rencana operasinya adalah hasil arahan Tiffany.Saat itu, kondisi pasien cukup mendesak. Karena pihak rumah sakit tidak dapat menghubungi Tiffany, mereka pun memercayai Zion.Akibatnya, terjadi insiden medis yang cukup besar. Jika bukan
Quinn tertegun sejenak, baru menyadari bahwa Sean sedang menyindirnya dengan kata-katanya sendiri. Wajahnya langsung memerah karena marah. "Aku hanya nggak tahan melihat ini terjadi!""Kalau begitu, ada satu pertanyaan." Sean tersenyum tipis. "Bahkan kamu, seorang mahasiswa biasa, bisa nggak tahan dan tahu soal 'kebenaran' ini. Tapi anehnya, rahasia sebesar ini bisa tersembunyi begitu dalam, sampai-sampai seluruh dunia medis Kota Kintan nggak mengetahuinya dan butuh mahasiswa sepertimu menegakkan keadilan?"Wajah Quinn langsung pucat pasi. Dia menggigit bibirnya, ingin mengatakan sesuatu lagi, tetapi Tiffany sudah melangkah naik ke podium dengan ekspresi tenang. Hanya alisnya yang berkerut sedikit."Tentang insiden malapraktik Zion, aku jarang membicarakannya. Dia adalah murid pertamaku dan dulu adalah rekan terbaikku. Saat insiden itu terjadi, aku benar-benar sedih dan terpukul.""Aku nggak ingin orang lain menghakimi dirinya dan aku juga memahami perasaannya saat itu. Tapi, dia mema
Semakin berbicara, Quinn semakin emosi. Hingga akhirnya, dia langsung menangis tersedu-sedu.Dia menepis tangan satpam yang menahannya, suaranya penuh dengan isak tangis. "Tiffany! Jangan kira aku nggak tahu rahasiamu! Kamu punya dua anak! Kamu juga punya seorang suami!""Tapi, pria yang selalu ada di sisimu ini sudah mengejarmu sejak lama! Kamu bukan hanya tidak menolaknya, tapi bahkan pernah masuk hotel bersamanya!"Setelah berkata demikian, Quinn langsung menunjukkan sebuah foto dari ponselnya. Di foto itu, terlihat Tiffany sedang membantu Sean masuk ke hotel setelah makan malam di restoran. Saat itu, Sean mengalami sakit perut karena makan makanan yang terlalu pedas.Karena sudut pengambilan gambar, foto itu tampak seperti Tiffany tersenyum bahagia sambil menggandeng lengan Sean dengan mesra.Foto itu ditambah dengan tuduhan yang dilontarkan Quinn, membuat seluruh kelas langsung gempar!Di Kota Kintan, Tiffany adalah ahli bedah jantung nomor satu. Dia adalah sosok yang dihormati da
Menghadapi tuduhan tak berdasar dari Quinn, Tiffany tersenyum dingin. Tak ada lagi kelembutan di matanya seperti sebelumnya.Tiffany tahu bahwa bersikap terlalu baik hanya akan membuat seseorang dimanfaatkan dan dirugikan.Dia menatap Quinn dengan tatapan dingin. "Aku bermain dengan banyak orang? Aku bahkan nggak ingat aku pernah 'bermain' denganmu. Apa aku perlu membuktikan dengan fakta bahwa aku sudah punya anak untuk memberitahumu aku ini bukan lesbian?"Kata-kata Tiffany membuat seluruh ruangan kelas tiba-tiba sunyi. Sesaat kemudian, para mahasiswa mulai tertawa terbahak-bahak.Quinn tertegun, mungkin dia tidak menyangka Tiffany akan menanggapinya dengan kalimat seperti itu.Namun, dia segera tersenyum sinis, menatap Tiffany dengan dingin. "Akhirnya kamu menunjukkan sisi aslimu. Aku sudah berkali-kali bilang pada Kak Zion kalau kamu ini munafik, tapi dia nggak percaya!""Sekarang akhirnya kamu memperlihatkan wajah aslimu, 'kan? Kamu sama sekali nggak baik, nggak manis, dan cuma wan
Namun, tak pernah sekali pun Xavier mengirimkan mawar, apalagi buket sebesar ini.Selain itu, sejak setahun yang lalu, setelah Tiffany meminta Xavier untuk tidak lagi mengirimkan bunga, dia memang tidak pernah lagi menerima bunga dari Xavier."Bu, ini dari suamimu ya?" Seorang mahasiswi di barisan terdepan tersenyum menatap Tiffany. "Kamu beruntung sekali!"Tiffany tertawa dengan canggung. Karena dia memiliki dua anak, banyak orang sering bertanya tentang ayah dari anak-anaknya.Akhirnya, Tiffany dan Xavier sepakat bahwa di depan orang lain, mereka akan mengaku sebagai pasangan suami istri. Dengan begitu, Tiffany bisa menolak para pria yang mencoba mendekati, sekaligus menghindari pertanyaan tentang mengapa dia menjadi ibu tunggal.Jadi, di mata banyak orang, Xavier memang adalah suaminya. Hanya beberapa orang yang tahu bahwa hubungan mereka sebenarnya lebih seperti saudara."Cih." Mahasiswi yang tadi bertanya, Quinn, tersenyum mencela. Di tengah kerumunan yang merasa iri terhadap Tiff
Sore itu, Tiffany memiliki kelas di Universitas Kedokteran Kintan. Seperti biasa, dia mempersiapkan materi sesuai dengan kebiasaan mahasiswa dan memulai kelas tepat pukul 2 siang.Sebagai dokter bedah jantung terbaik di Kota Kintan, Tiffany sangat percaya diri bahwa dia bisa memberikan materi dengan baik.Namun, di kelas sore itu, dia bertemu dengan seorang mahasiswi yang sengaja mencari gara-gara. "Bu."Saat sesi tanya jawab, seorang mahasiswi berdiri dan menatap Tiffany. "Apakah semua penyakit jantung bisa disembuhkan?"Tiffany mengangguk. "Secara teori, kalau jantungnya nggak hancur total, dengan kemajuan medis saat ini, semua penyakit jantung dapat diobati."Mahasiswi itu menyipitkan matanya. "Tapi, kalau sejak awal sebuah jantung sudah rusak, apakah jantung itu bisa diperbaiki dengan keahlianmu?"Tiffany segera menyadari bahwa yang dimaksud oleh mahasiswi itu bukan "jantung" yang sedang dibahas dalam kelas.Namun, dia tetap tersenyum lembut. "Nggak ada jantung yang sejak awal rusa
Tiffany mengernyit, keluarga Sanny?"Maksudmu Conan?" Dia mengerutkan kening dan hendak membuka data rawat inap Sanny. "Kenapa? Perlu menghubungi keluarganya untuk pembayaran? Kenapa nggak langsung ke bangsalnya saja?""Bukan, bukan!" Suster muda itu buru-buru menggeleng, wajahnya memerah karena gugup.Suster lain tersenyum penuh arti ke arah Tiffany. "Kami bukan membicarakan suaminya! Tapi ... adiknya. Kudengar adiknya masih lajang lho!"Tiffany tertegun. "Adiknya?" Sean?"Ya." Para suster mulai saling mendorong dengan wajah memerah. "Dia ganteng banget!""Kudengar dia juga kaya raya. Uang itu nomor dua, yang penting itu wajahnya! Apalagi, auranya begitu luar biasa. Setiap gerak-geriknya buat orang jatuh hati ...."Setelah bergosip panjang lebar, mereka akhirnya memandang Tiffany dengan penuh harapan. "Dok Tiff, kamu 'kan sudah nikah. Kamu pasti nggak ngerti perasaan kami para jomblo saat melihat pria berkualitas tinggi ....""Kami sudah berdiskusi lama dan akhirnya memutuskan untuk m
"Karena aku bukan bagian dari Keluarga Tanuwijaya. Aku tahu kapan harus bersikap profesional."Tiffany tersenyum menatap Conan dengan tatapan sedingin es. "Jangan berpikir terlalu jauh. Aku bersedia mengoperasi Sanny bukan karena ingin berdamai dengan Keluarga Tanuwijaya, juga bukan karena aku memilih untuk memaafkan.""Pertama, aku adalah seorang dokter dan dia adalah pasien. Tugas seorang dokter adalah merawat pasien. Karena kalian datang ke rumah sakit kami, sudah menjadi kewajibanku untuk memberikan yang terbaik.""Kedua, penyakitnya hampir sama dengan yang dialami ibuku dulu. Aku mengoperasinya karena penyakit ini sangat langka dan aku telah meneliti kasus ini selama hampir lima tahun. Aku butuh praktik."Setelah mengatakannya, Tiffany mendongak menatap Conan. "Masih ada pertanyaan?"Conan membuka mulutnya, tetapi tidak bisa berbicara. Sesaat kemudian, dia menarik napas dalam-dalam. "Kalau begitu, karena penyakit istriku sama seperti yang dialami ibumu, ke depannya ...."Tiffany m