Share

Bab 159

Penulis: Clarissa
last update Terakhir Diperbarui: 2024-11-17 18:00:06
Setiap patah yang dilontarkan para wanita itu sungguh menyayat hati Tiffany. Tangannya yang memegang gelas mulai bergetar. Dia semula merasa senang karena punya suami yang begitu pintar berbisnis. Siapa sangka, malah ada yang mengatainya seperti ini di belakang.

Namun, yang dikatakan mereka tidak salah. Sejak Tiffany menjabat sebagai presdir, dia tidak pernah melakukan apa pun untuk Grup Maheswari.

Bahkan, ketika Sean sibuk bernegosiasi semalam, Tiffany sibuk dengan urusannya sendiri. Sesudah Sean meraih kesuksesan, Tiffany malah menikmati pujian dan hasilnya begitu saja. Sepertinya ... dia memang tidak berguna.

"Bu ... Bu Tiffany!" panggil seseorang yang tidak sengaja membenturnya. Seketika, suasana di ruang pantri pun menjadi hening.

Tiffany menyapa staf itu, lalu memasuki ruang pantri. Para wanita yang menggosipi Tiffany tadi pun hanya bisa berdiri di tempat sambil menatapnya. Penampilan mereka cukup modis, berbeda dengan Tiffany.

Di bawah tatapan para wanita itu, Tiffany mengambil
Bab Terkunci
Membaca bab selanjutnya di APP

Bab terkait

  • Dimanja Suami Pembawa Sial   Bab 160

    "Kita berbeda! Aku bisa lihat, kamu nggak bisa! Di sini sangat bahaya!" Tiffany menggigit bibirnya."Kalau tahu bahaya, kamu seharusnya menemaniku." Sean mendongak, merasakan angin di rooftop. "Aku sudah lama nggak datang ke tempat tinggi seperti ini dan menikmati angin dingin."Tiffany sontak terperangah. Dia bertanya, "Sayang, kamu mau menikmati angin di sini?"Sean mengangguk. "Kamu harus menemaniku. Aku nggak bisa lihat. Kamu mataku."Tiffany termangu. Sesaat kemudian, dia menunduk dengan kecewa. "Sebenarnya Chaplin yang lebih pantas disebut begitu. Dia kuat. Dia bukan cuma bisa jadi matamu, tapi juga bisa melindungimu. Aku ....""Di mataku, nggak ada yang bisa dibandingkan denganmu." Sean tersenyum dan menyentuh tangan Tiffany yang memegang kursi rodanya. "Tiff, kamu tahu berapa banyak kritikan dan hinaan yang kudapat sejak kecil?"Tiffany tidak merespons. Dia tentu tahu. Liam saja bisa mengatakan di depan Sean bahwa nasib Sean tidak bagus, apalagi orang lain.Suara Sean terdengar

  • Dimanja Suami Pembawa Sial   Bab 161

    Tersentuh oleh kata-kata bijak Sean, suasana hati Tiffany pun membaik. Dia mengusap hidungnya dan berkata dengan tegas, "Sayang, yang kamu bilang memang benar. Sejak awal, cita-citaku hanyalah menjadi seorang dokter bedah jantung."Tiffany teringat pada neneknya yang menderita penyakit jantung. Sejak kecil, dia telah menyaksikan berkali-kali saat neneknya harus mengatasi nyeri dada dengan minum obat. Tujuannya sederhana ... menjadi dokter yang bisa menyelamatkan nyawa, agar lebih banyak orang yang mengalami hal serupa bisa hidup sehat.Menjadi presdir sebenarnya hanyalah sebuah kebetulan. Wajar saja jika dia tidak mengerti apa pun tentang bisnis. Lagi pula, pada akhirnya perusahaan ini akan dia serahkan kembali kepada Taufik.Memikirkan hal itu, Tiffany merasa lebih lega. Dia menoleh dan tersenyum pada Sean. "Suamiku memang lebih bijak!"Sejak menikah dengan Sean, Tiffany merasa semakin mudah terpengaruh oleh orang lain. Mungkin, karena dari lubuk hatinya, dia merasa bahwa dunia bisnis

  • Dimanja Suami Pembawa Sial   Bab 162

    Sean mengangkat tangannya, mengusap lembut kepala Tiffany. Karena "keputusan bijaknya", Tiffany dan Sean bahkan mendapat salam hormat dari para karyawan saat berjalan ke mobil.Setelah melambai ke para karyawan dari balik jendela, Tiffany duduk santai dan menghela napas panjang. "Mereka semua antusias sekali!""Itu karena kamu ini seorang pemimpin yang manusiawi." Sean tersenyum lembut padanya. "Apa yang membuatmu kepikiran untuk mengajak semua orang bersantai setelah jam kerja?"Selama ini, dia sudah sering memberi penghargaan kepada karyawan, tetapi biasanya dalam bentuk uang atau cek. Baginya, uang adalah bentuk pengakuan terbaik untuk kinerja mereka.Sean bahkan tidak pernah membayangkan bahwa acara makan malam dan karaoke yang mungkin hanya menghabiskan beberapa puluhan juta bisa membuat para karyawan yang terbiasa menerima miliaran itu begitu gembira.Tiffany tersenyum malu, "Mungkin karena dulu aku adalah ketua kelompok belajar di kelas. Setiap kali selesai ujian, aku selalu mem

  • Dimanja Suami Pembawa Sial   Bab 163

    Sean berdeham pelan, lalu berkata, "Pak Genta, jalan."Tidak ada yang tahu, Sean memejamkan matanya dengan erat di balik kain hitam tersebut. Dia tidak sanggup menatap mata Tiffany yang begitu tulus dan polos. Tatapan Tiffany murni hingga dia tidak tega berbohong.Sean yang biasanya dingin dan tegas, kali ini bahkan tidak berani bertatapan dengan Tiffany. Selama masih belum yakin sepenuhnya, Sean tidak mungkin membeberkan semua rencananya pada Tiffany. Baginya, Tiffany lebih baik tidak tahu apa pun dan hanya menjalani perannya sebagai istri. Dengan begitu, dia akan tetap aman.Tiffany yang polos tidak tahu kerasnya dunia luar. Sean khawatir suatu saat Tiffany tidak akan sanggup menyimpan rahasia. Jika hal itu terjadi ... Sean tidak sanggup membayangkan akibatnya.Tanpa mengetahui pemikiran Sean yang rumit, Tiffany tetap tersenyum cerah padanya. "Sayang, jangan lupa janjimu, ya! Kalau nanti matamu sudah sembuh, kamu harus temani aku ke kampus!"Sean tersadar dan tersenyum lembut. "Baik.

  • Dimanja Suami Pembawa Sial   Bab 164

    "Aku yang jaga tempat, kamu yang antre beli dua porsi makanan. Aku juga mau kamu dan aku minum dari satu gelas boba dengan dua sedotan .... Terus, kamu harus suapin aku di depan semua orang ...."Sean mengusap dahinya, lalu tertawa pelan. Apa yang harus dia lakukan? Godaan untuk pamer kemesraan benar-benar terlalu besar.....Saat Tiffany berlari masuk ke kelas, waktu menunjukkan dua menit sebelum kelas dimulai. Julie menyodorkan tisu basah sambil memandangnya dengan sedikit mencemooh, "Kamu ngapain aja? Orang yang nggak pernah telat ini sampai bolos, tadi dosen sejarah nanyain kamu berkali-kali. Aku sampai bilang kalau kamu sakit.""Terima kasih!" Tiffany tersenyum sambil mengelap keringatnya. "Untung masih sempat ikut kelas!""Coba ceritain, kamu tadi ngapain saja? Jangan-jangan tadi pagi kamu nggak bisa bangun karena Sean terlalu hebat semalam?"Tiffany terdiam.Dia mengambil buku dari tasnya sambil berkata, "Kamu ini suka sekali berimajinasi, ya?"Julie tersenyum nakal. "Siapa tahu

  • Dimanja Suami Pembawa Sial   Bab 165

    Julie memutar matanya. Raiyen telah menculik Tiffany dan bukti-buktinya juga sudah sangat jelas, jadi pantas saja dia ditahan. Apa alasannya Tiffany tidak boleh menjalani kuliah dengan tenang?Tiffany mengatupkan bibir karena tidak ingin memperpanjang pembicaraan dengan orang tua Raiyen. "Paman, Bibi, menurutku, daripada datang ke sini mencariku, lebih baik bicara langsung sama Raiyen. Kalau dia benar-benar menyadari kesalahannya, aku sebenarnya bisa memaafkannya.""Asalkan aku memaafkan Raiyen, setidaknya dia cuma akan ditahan beberapa hari. Nggak akan terjadi apa-apa."Namun, ibu Raiyen malah tertawa sinis."Menyadari kesalahan dan memohon maaf sama kamu?! Besar kepala sekali kamu! Anak kami sudah bilang, kamu yang ingkar janji dan berniat meninggalkan mereka semua begitu saja, makanya dia jadi terpaksa melakukan semua itu!" ujar Ibu Raiyen dengan penuh percaya diri.Julie tak kuasa menahan tawa. "Ingkar janji? Kenapa dia nggak sekalian bilang, dia mau memeras orang? Dia melihat tema

  • Dimanja Suami Pembawa Sial   Bab 166

    "Kulihat dia mau menyakitimu dengan kursi, jadi aku nggak bisa tinggal diam." Garry tersenyum lega. "Syukurlah kalau kamu nggak terluka."Entah mengapa, nada bicara dan tatapannya yang lembut membuat Tiffany merasa tidak nyaman. Dia mengalihkan pandangan ke arah ruang kesehatan sambil berkata, "Kuantarkan ke ruang kesehatan untuk diobati dulu, ya."Tanpa menunggu jawaban, Tiffany mulai membantu Garry berjalan menuju ruang kesehatan."Aku saja yang bantu." Julie tiba-tiba datang dan langsung menyelipkan diri di antara mereka untuk menyingkirkan Tiffany. Sambil memapah Garry, Julie melirik ke arah Tiffany dengan tatapan setengah mengejek, "Kamu lambat sekali kalau jalan."Tiffany mengatupkan bibirnya, lalu diam-diam mengikuti mereka dari belakang. Jujur saja, dia merasa lebih lega Julie yang membantu Garry, sehingga suasananya tidak terlalu canggung. Sejak kejadian terakhir, Tiffany memang merasa agak kikuk bila harus berinteraksi dengan Garry.Sejak insiden itu ... Tiffany jarang menghu

  • Dimanja Suami Pembawa Sial   Bab 167

    Tak lama kemudian, polisi pun tiba. Sebagai saksi, Tiffany ikut pergi ke kantor polisi bersama kedua orang tua Raiyen. Setelah mengetahui seluk-beluk kejadiannya, bahkan polisi yang bertugas untuk mencatat keterangan pun tertawa."Jadi, setelah anak kalian tertangkap karena melukai orang kemarin, hari ini kedua orang tuanya ke sekolah untuk buat keributan?"Keluarga Raiyen terdiam.Luka di leher Tiffany dan keterangan dari teman-teman yang menyaksikan kejadian itu cukup menjadi bukti mengenai perbuatan orang tua Raiyen. Namun, tindakan Raiyen sendiri membutuhkan saksi lain.Tiffany mengambil ponselnya, "Aku akan hubungi teman-teman yang ada di tempat kejadian malam itu." Selain dia dan Raiyen, ada satu kelas penuh yang bisa menjadi saksi!"Nggak usah." Polisi itu melambaikan tangannya, "Kami sudah hubungi manajer restoran, dia akan sampai sebentar lagi."Begitu ucapan itu dilontarkan, terdengar suara ketukan dari pintu depan. Tiffany langsung refleks menoleh ke arah datangnya suara.Di

Bab terbaru

  • Dimanja Suami Pembawa Sial   Bab 188

    Tiffany mendongakkan pandangan ke arah Sean dan bertanya, "Kamu benaran suruh aku pergi main?""Iya," jawab Sean."Baiklah!" seru Tiffany. Dia memegang wajah Sean dan mengecup pipinya. "Aku pergi main, ya! Sayang, kamu duduk di sini dan jangan gerak!""Iya," sahut Sean.Setelah memastikan Sean tidak akan marah, Tiffany dengan girang menggulung kaki celana dan berlari ke dalam sungai. Tiffany berseru, "Chaplin, kamu nggak bisa tangkap ikan kalau begitu! Lihat aku!"....Sean duduk di pinggir sungai. Senyuman menghiasi wajahnya ketika melihat gadis bermata cerah itu asyik bermain dengan Chaplin. Sudah berapa lama dia tidak sesenang ini? Dia sendiri pun lupa.Sean sepertinya tidak pernah merasakan sensasi girang semacam ini lagi sejak kakak meninggal dalam kebakaran 13 tahun yang lalu. Tiffany-lah yang membuatnya merasa masih ada banyak kemungkinan yang ada jika kita masih hidup. Sean mengeluarkan ponselnya sambil tersenyum. Dia menelepon Sofyan untuk menanyakan kemajuan masalah."Pak Se

  • Dimanja Suami Pembawa Sial   Bab 187

    Indira melirik Sean yang berada di kejauhan. Ekspresi wajahnya agak suram. Dia merendahkan suara dan berkata, "Belakangan ini, Santo yang tinggal di sebelah bertengkar dengan pamanmu. Dia setiap hari bergosip di desa. Dia bilang pamanmu nggak berguna sampai harus nikahkan kamu dengan orang lumpuh baru bisa obati penyakit nenekmu."Indira menatap pada Tiffany dengan ekspresi menegur. Dia bertanya, "Kenapa kamu nggak kabari dulu sebelum kamu pulang? Orang-orang di desa tertawakan keluarga kita dalam beberapa hari terakhir. Akhir-akhir ini, pamanmu juga diam di rumah saja karena itu. Kamu malah bawa Pak Sean pulang sekarang. Mau tambah masalah?"Santo adalah ayahnya Wenda. Mendengar omongan Indira, Tiffany akhirnya paham mengapa Wenda sengaja mencari masalah dengannya di kota barusan. Ternyata karena konflik antara Santo dan pamannya.Tiffany merapatkan bibir dan bertanya, "Gimana ini ...."Tiffany terlalu girang karena Sean bisa meluangkan waktu untuk menemaninya. Dia sama sekali tidak m

  • Dimanja Suami Pembawa Sial   Bab 186

    Melihat rombongan itu memasuki kedai mi, bos buru-buru menyambut dengan antusias. Dia memuji, "Nak, kamu benar-benar hebat!"Bos mengambilkan buku menu untuk Tiffany dan berujar, "Suaminya Wenda sudah lama menjadi tiran di kota ini. Nggak nyangka akhirnya ketemu lawan tangguh juga!"Tiffany sering makan di kedai mi itu saat duduk di bangku SMA. Dia cukup akrab dengan bos. Sambil memesan makanan, Tiffany mengernyit dan menjawab, "Benaran?""Iya." Bos mengembuskan napas dan melanjutkan, "Wenda hamil. Beberapa waktu lalu, mereka bikin acara dan minta setiap keluarga pergi ke acara. Sebenarnya, bukan karena kami dekat, tapi minta kami kasih uang."Tiffany tercengang, lalu bertanya, "Bos pergi nggak?"Bos mengembuskan napas lagi. Dia menjawab, "Kalau berani nggak pergi, mampus nanti. Lebih baik kayak kamu, pergi dari kota ini. Dunia di luar lebih baik. Rumah makanku ini juga nggak tahu bisa bertahan sampai kapan ...."Setelah Tiffany memesan makanan, bos pergi ke dapur. Entah mengapa, Tiffa

  • Dimanja Suami Pembawa Sial   Bab 185

    Sean memicingkan mata. Orang lain berpikir dia tidak bisa melihat. Pada kenyataannya, dia dapat melihat gerakan semua orang dengan jelas dari balik kain hitam. Sean menarik Tiffany ke dalam pelukan untuk melindunginya. Dia berkata, "Ternyata warga desa terpencil memang biadab. Kalian semua punya orang tua dan anak, tapi kalian mengintimidasi kami. Kalian nggak takut karma?"Detik berikutnya, terdengar bunyi guntur nyaring dari langit yang mendung dari tadi, seolah-olah menjawab omongan Sean. Orang yang penakut tidak berani bergerak. Orang yang berani tetap mendekat ke arah Tiffany dan Sean. Akan tetapi, mereka hanya mengelilingi, tidak berani benar-benar memukul Sean. Suami Wenda yang bertubuh kekar pun dipelintir tangannya hingga terkilir."Hajar mereka! Aku traktir kalian minum nanti!" teriak Wenda. Dia memegang pergelangan tangan suaminya yang terkilir dan menangis karena sakit hati! Suaminya yang selalu mengintimidasi orang lain. Kapan suaminya pernah dikalahkan? Hajar! Harus ha

  • Dimanja Suami Pembawa Sial   Bab 184

    Tiffany melanjutkan, "Kalau kamu kebanyakan tenaga, rawat janin dalam kandunganmu saja. Nggak usah cari masalah di mana-mana, oke?"Kemarahan Tiffany sudah memuncak. Akan tetapi, Wenda tidak menyerah. Wenda memprovokasi, "Kenapa? Kamu mau pukul aku? Coba saja! Aku ini ibu hamil. Memangnya kamu bisa tanggung konsekuensinya?" Tiffany menarik napas dalam-dalam. Dia menggertakkan gigi dan mencibir, lalu berkata, "Kamu yang minta."Plak! Tiffany langsung menampar Wenda dengan keras. Tiffany berseru, "Aku tampar wajahmu. Kamu nggak bisa bilang janin dalam kandunganmu tersakiti, 'kan? Aku kuliah jurusan kedokteran. Kamu nggak bisa tipu aku."Wenda terbengong karena tamparan itu. Sama sekali tak terpikir olehnya ... Tiffany yang dulunya pasrah dia ejek dan marahi, yang hanya fokus belajar akhirnya melawan! Bahkan berani menamparnya!Tiffany mendongakkan kepala dan memelototi Wenda dengan ekspresi mata dingin. Dia mengangkat tangan untuk menampar lagi. Wenda mundur secara refleks. Seorang pri

  • Dimanja Suami Pembawa Sial   Bab 183

    Tiffany mengenal wanita itu. Dia adalah Wenda yang berasal dari desa yang sama dengannya. Saat mengungkit kampung halamannya pada Sean dua hari lalu, Tiffany sudah memberitahukan bahwa dia dan Wenda tidak akur sejak kecil. Wenda selalu ingin menjatuhkannya di setiap kesempatan yang ada.Untungnya, Tiffany diterima di Universitas Srinen karena nilai ujian nasionalnya yang tinggi. Sementara itu, Wenda tidak diterima di universitas mana pun. Setelah lulus SMA, Wenda langsung pulang ke rumah dan menikah dengan jodoh kencan buta. Sejak itu, dunia Tiffany menjadi jauh lebih tenang. Namun, Tiffany tidak menyangka ketika dia bisa bertemu dengan Wenda ketika dia mendadak membawa Sean keluar dari mobil untuk pergi makan. Benar-benar kebetulan.Pada saat ini, Wenda yang memakai gaun ibu hamil berjalan menuju Tiffany dengan sikap dingin. Sambil berjalan, Wenda mencibir dan mengejek, "Beberapa hari lalu, keluargaku bilang Tiffany nikah dengan orang lumpuh setelah masuk kuliah."Wenda menyindir, "L

  • Dimanja Suami Pembawa Sial   Bab 182

    Tiffany berjanji, "Sayang, jangan khawatir. Aku pasti akan jauh-jauh kalau ketemu dia lagi!"Sean tertawa dengan suara rendah. Dia berkata, "Oke."Usai sarapan, Tiffany mulai mengemas barang-barang yang akan dibawa pulang ke kampung halaman. Hadiah untuk keluarganya memenuhi satu mobil."Aku ikut," kata Chaplin yang sudah melihat Tiffany untuk waktu yang lama dari pintu.Tiffany tidak bisa menahan senyum ketika mendengar suara pemuda yang lantang itu. Dia berucap, "Kamu boleh ikut kalau nggak keberatan kampungku miskin!"Lebih banyak orang lebih ramai! Selain itu, ada banyak kamar di rumah paman, pasti muat! Oleh karena itu, pemuda berpakaian biru itu kembali ke kamar dengan girang untuk mengemas barang.Setelah barang-barang selesai dikemas, Tiffany mendorong Sean untuk naik ke mobil. Begitu mobil berjalan, Tiffany bahkan bersenandung karena girang.Mungkin karena kampung halamannya terpencil, lagu yang disenandungkan oleh Tiffany adalah lagu tren puluhan tahun yang lalu. Chaplin yan

  • Dimanja Suami Pembawa Sial   Bab 181

    Sean terbangun karena ditelepon oleh Mark. Dia menjawab telepon dengan mata terpejam. Dia bertanya, "Ada apa?""Sean, apa maksudmu?" bentak Mark dengan marah. "Aku suruh kamu kirimkan pelayan wanita paling muda di rumahmu. Kenapa kamu kirim Kak Rika?""Mungkin karena Kak Rika memang yang paling muda," jawab Sean sambil menguap. Dia tidak tahu-menahu soal umur pelayan di rumahnya."Omong kosong!" teriak Mark dengan galak di telepon. "Kemarin aku jelas lihat ada satu yang lebih muda lagi di rumahmu!""Seberapa muda?" tanya Sean. Dia turun dari ranjang dan pergi mandi. "Aku nggak ingat ada pelayan muda di rumahku.""Ada!" teriak Mark dengan marah. "Yang aku lihat di halaman kemarin, yang siram tanaman itu! Dia muda dan cantik, lugu, dan imut banget! Aku mau yang itu!"Sean mengernyit. Wanita yang muda, cantik, lugu, dan imut. Sean teringat akan gadis kemarin yang melempar diri ke dalam pelukannya dalam keadaan basah."Deskripsimu benar." Sean membuang air kumur. "Tapi dia bukan pelayan."

  • Dimanja Suami Pembawa Sial   Bab 180

    Tangan Sean yang memeluk Tiffany berangsur-angsur mengerat. Dia berkata, "Sebenarnya, yang penting hidupmu sendiri dijalani dengan baik."Tiffany menggelengkan kepala dan membantah, "Itu terlalu egois. Paman, Bibi, dan Nenek sudah besarkan aku. Aku harus rawat mereka dan beri kehidupan yang lebih baik pada mereka!"Tiffany melanjutkan, "Aku belum punya kemampuan besar sekarang, tapi kalau aku sudah jadi dokter hebat nanti, aku bisa menghidupi mereka!"Sean menatap wajah mungil Tiffany dan mengembuskan napas. Jika bukan karena Tiffany, anak orang kaya seperti Sean tidak akan pernah memahami betapa sukarnya kehidupan orang miskin.Belum pernah Sean bertemu dengan orang seperti Tiffany. Tiffany begitu gigih, mencintai kehidupan dan seluruh dunia. Sementara itu, kehidupan Sean dalam 13 tahun terakhir hanya dipenuhi kesepian dan kebencian.Sean membenci ketidakpedulian Keluarga Tanuwijaya terhadapnya. Sean membenci dirinya karena tidak bisa membunuh musuhnya. Sean membenci dunia ini yang te

DMCA.com Protection Status