Bab16Mobil berhenti di depan kediaman Olivia. "Kamu cukup hebat, Olivia. Kamu bukan hanya terlihat mendekati Pamanku, tapi juga ibuku ...."Olivia hanya terdiam, ketika mendengar ucapan Dion."Suntikkan dana yang diberikan perusahaan keluarga Rajasa, aku sudah mengetahuinya," lanjut Dion."Apa yang sudah kamu lakukan, Olivia? Aku kamu sedang memohon belas kasihan pada Pamanku?" Dion terus menodong Olivia, dengan berbagai macam pertanyaan."Bukan urusanmu," jawab Olivia tegas.Mobil berhenti mendadak, Dion menatap marah pada Olivia."Jelas ini urusanku, Olivia. Seluruh orang di kota ini, jelas sangat tahu bahwa kamu mengejar- ngejar aku. Pamanku memberikan dana bantuan pada keluargamu, itu pasti karena menghargai aku, Olivia. Jangan coba- coba, kamu menggunakan namaku, untuk kepentingan keluarga kalian," tegas Dion, membuat Olivia benar- benar merasa muak.Andai saja Dion tahu faktanya, bahwa Olivia, kini sudah menikah dengan Ammar. Entah bagaimana tanggapan lelaki di depannya kini.
Bab17"Cerai?" Ammar terkekeh, membuat wajah Olivia semakin masam."Kamu nggak baca kontrak nikahnya? Memang boleh kita bercerai ....""Harus boleh, saya nggak mau ada masalah, Pak."Ammar menggeleng."Kalau kamu sanggup, untuk membayar dendanya tidak masalah. 50 kali lipat, dari dana yang aku keluarkan, untuk perusahaan ayahmu ...."Olivia tercengang, mendengar ucapan Ammar.Lelaki itu tersenyum penuh kemenangan, melihat wajah Olivia yang nampak tidak berdaya."Keterlaluan. Kalau begini, sama saja Anda mencelakai saya," lirih Olivia."Kamu sendiri yang menyanggupinya, apakah sebelumnya, saya ada memaksa kamu?"Olivia menggigit bibirnya."Kenapa harus saya, Pak?" Suara wanita itu melemah, putus asa."Kamu tidak perlu tahu alasannya. Dan 1 lagi, kenapa kamu bertemu dengan Dion? Apakah kamu masih ada hubungan dengannya?""Kenapa Bapak tanya begitu?""Saya bukan Bapakmu! Dari tadi, kamu panggil saya Bapak!" cetus Ammar mulai kesal."Memang sudah Bapak- bapak, apa mau dipanggil Abang?" ej
Bab18Melihat tangan Olivia, yang dipegang Dion, perasaan Ammar menjadi tidak karuan.Dia ingin sekali marah, dan melayangkan pukulan pada wajah keponakannya itu. Namun sayangnya, posisi mereka sedang di tempat umum, hal yang tidak mungkin dia lakukan."Lepas!" titah Olivia, berusaha melepaskan pegangan tangan Dion."Aku tahu kamu marah, aku paham kamu kecewa. Kali ini dengerin aku, ayo pulang ...."Olivia benar- benar muak dengan tingkah Dion yang diluar nalar ini."Apaan sih? Kamu datang bersama Karina, kenapa malah mau ngantar aku pulang?" Dion refleks langsung melepaskan tanganku, dan melihat ke arah Karina yang menunduk."Aku nggak apa- apa kok, Dion. Seharusnya, aku memang gak ada diantara kalian," lirih Karina, dengan mata yang mulai memerah.Tiba- tiba Karina pingsan, membuat Dion panik."Olivia, bantu aku bawa Karina ke rumah sakit," pinta Dion."Duh, maaf. Aku ada urusan sama Paman. Maaf ya," jawab Olivia, sembari meraih tangan Ammar.Ammar menahan senyum, karena dipegang O
Bab19Dion merasa malas banyak berpikir. Dia juga tahu, wanita yang sedang diberitakan dengan Pamannya itu, adalah Olivia.Hanya saja, Dion malas banyak bicara sama mama nya. "Dion, ingat tujuan kita! Jangan sampai lengah, oke." Dion tidak menanggapi, dia memilih menaiki anak tangga, dan masuk ke kamarnya.Sementara itu, nyonya Alisa menatap geram, pada foto yang dikirim seseorang ke ponselnya.****Ammar sendiri, sedang sibuk memikirkan Olivia. Dia bingung, kenapa wanita itu sangat mengganggu pikirannya.Ammar tidak pernah merasakan, perasaan sekacau ini, selain perasaan kehilangan, yang pernah dia alami saat bersama Zoya.Ammar tahu, yang dia lakukan saat ini, akan berdampak buruk pada Olivia. Namun, dia berusaha tidak mau ambil pusing, dan fokus pada tujuan awalnya saja.Nenek Lisa menghampiri cucunya itu, yang sedang duduk termenung di halaman belakang rumah mereka."Sepertinya sibuk berpikir," ujar Nenek Lisa, sambil mengambil posisi duduk, tepat di sebelah Ammar."Nenek belum
Bab20"Iya, benar sekali. Sebelum Dion melanjutkan kuliah ke LN, saya berniat ingin mengikat Olivia secara resmi. Dan setelah Dion kembali nanti, kita adakan prosesi pernikahan mereka, bagaimana?" tanya nyonya Alisa.Mona, yang merupakan ibu dari Olivia pun menyambar dengan cepatnya."Wah, saya setuju sekali. Anak- anak ini, memang sudah lama dekat, dan harus segera diberikan sebuah status yang jelas," ujarnya dengan bahagia."Ya, saya juga setuju. Sebuah kehormatan bagi saya, bisa berbesanan dengan keluarga Rajasa yang begitu di hormati semua orang," timpal Baskoro.Olivia terdiam, menatap dingin kepada Dion, yang bertingkah acuh tak acuh."Maaf, saya menolak." Ucapan Olivia, mengejutkan mereka semua, termasuk Dion.Lelaki itu tidak menyangka, jika Olivia akan menolaknya. Yang dia tahu selama ini, Olivia begitu tergila- gila padanya.Bahkan demi mendapatkan perhatiannya, Olivia selalu rela menjadi pesuruhnya, dan memberikan semua perhatian padanya. Meskipun sering Dion abaikan, Oliv
Bab21"Bukannya dia cinta mati ya sama Dion. Aku sih yakin, dia bakal terima, apapun permintaan nyonya Alisa."Wajah Ammar masam, mendengar ucapan Zaky."Akhir- akhir ini, aku sudah banyak mendapatkan info, kalau gadis bodoh itu, mulai menjauhi Dion. Dan aku sengaja memasukan diri, diantara mereka. Cukup lama aku menunggu hari ini terjadi," tutur Ammar."Nyonya Alisa bakal mati kutu, kalau tahu kamu sudah menikah," kata Zaky sambil terkekeh."Aku hanya khawatir dia hamil." Mendengar ucapan Ammar, Zaky tercengang."Kamu menindurinya? Bukannya kamu bilang, kamu hanya menikah kontrak, agar membuat Nenek kamu tenang dan nyonya Alisa panik, kenapa malah ditiduri?" "Jangan- jangan, kamu memang suka wanita itu kan?" tuduh Zaky seenaknya, membuat Ammar mencibir."Semua ulah Nenekku, dia menjebak kami berdua malam itu. Kami diminta nginap, kemudian diracuni. Aku sudah minta dia menjauh, dan mengurung diri di dalam kamar mandi. Tapi dia malah terus menerus menggedor pintu. Aku yang mulai panas
Bab22"Olivia, kenapa kamu jadi seperti ini?" Suara Karin terdengar.Olivia melihat ke arah mobil itu. Dion dan Karina ada di dalam sana, wanita itu gegas keluar dari mobil, disusul Dion dari sebelahnya."Olivia, wajah kamu juga luka, kamu kenapa? Siapa yang melakukan ini, kenapa kamu di jalanan seperti ini?" Karina terus melayangkan pertanyaan, karena diburu rasa penasaran."Aku tidak apa- apa," jawab Olivia, dan menjauhkan tangan Karina, yang memegang lengan Olivia."Tapi, tapi kamu seperti ini, aku kasihan sama kamu, Liv," lirih Karina, yang mencoba meraih lengan Olivia lagi. Namun, dengan cepat Olivia menepisnya."Akkh, sakit," ujar Karina. Padahal Olivia tidak menggunakan banyak tenaga, tapi Karina seakan kesakitan."Olivia, berhenti!" teriak Dion."Minta maaf pada Karina," titahnya."Dion, aku tidak apa- apa, jangan diperpanjang, aku yakin Olivia tidak bermaksud," kata Karina, memasang wajah yang sedih.Yang membuat siapa saja, akan kasihan padanya."Tidak, dia harus minta maaf.
Bab23"Setelah kita menikah resmi, kamu tidak perlu memikirkan banyak hal lagi, termasuk melanjutkan pendidikan. Kamu hanya harus fokus mengurus anak, dan melayaniku ...."Kini ucapan Ammar tidak lagi seformal tadi, dia kembali ramah."Saya tidak setuju. Pendidikan itu penting, dan wajib bagi saya. Karena saya tidak mau, anak- anak memiliki ibu yang bodoh nantinya," ujar Olivia dengan tegas."Boleh jika itu emang maumu. Aku izinkan, setelah kamu melahirkan anak kita," ujar Ammar. Akhirnya, Olivia pun tersenyum simpul."Terimakasih, Paman." Ammar menatap masam."Aku bukan Paman-mu."Olivia terkekeh, dan Ammar pun keluar dari kamar wanita itu. Di depan pintu kamar, nenek Lisa sudah menyambutnya sambil tersenyum manis."Bagaimana, dia sudah bangun?""Ya, dia ada di dalam." Tanpa bicara apa- apa lagi, nenek Lisa menerobos masuk ke dalam kamar. Ammar memang membawa Olivia, ke kediaman neneknya.Karena rumah yang dia tempati, sudah beberapa hari ini dia renovasi."Olivia, cucu menantuku s
Bab62"Sayang, hei ...." Ammar mendekat sembari membelai pipi Olivia. Wanita itu menundukkan wajah, membuat Ammar semakin kebingungan."Kamu kenapa? Jangan buat aku khawatir," ujar Ammar. Dia benar- benar kebingungan, melihat Olivia."Ammar," lirih Olivia, yang masih terisak, tanpa mau bersitatap dengan Ammar."Ya, sayang. Kamu kenapa?"Ammar begitu antusias, mendengarkan ucapan istrinya."Aku capek," ungkap Olivia. Ammar terdiam."Aku kesulitan menjalani hubungan ini, aku tidak bahagia, aku menderita, Ammar.""Jadi? Kamu mau meninggalkan aku lagi, Olivia?"Ammar mulai meninggikan suara."Apakah ini yang kamu mau, Olivia? Meninggalkan aku, membuat aku hancur, kemudian aku gila dan mati dalam keadaan memalukan?"Seketika Olivia langsung mendongakkan wajahnya."Tidak, Ammar. Kamu tidak mungkin hancur, apalagi gila," kata Olivia meyakinkan."Tahu apa kamu? Yang merasakan aku, bukan kamu.""Hubungan kita sudah lama tidak sehat, Ammar.""Tidak sehat? Kamu jangan banyak beralasan, Olivia. K
Bab61Ammar mendengkus, Olivia melihat kemarahan di mata Ammar.Ammar beringsut turun dari ranjang, dan berjalan ke arah pintu. Saat dia membuka lebar daun pintu, Dewa langsung menerobos masuk, berlari ke arah ibunya."Ibu, ibu tidak apa- apa? Apakah ayah menyakiti ibu lagi?"Dewa kecil bertanya dengan panik. Ammar menutup daun pintu."Memangnya ayah pernah memukul ibumu?" tanya Ammar, yang tidak senang dengan pertanyaan anaknya pada Olivia.Dewa mengabaikan pertanyaan Ammar, membuat Ammar murka dan berniat menarik tubuh Dewa, dari pelukan Olivia."Jangan, Ammar. Kamu boleh menyakiti aku, tapi jangan Dewa. Ingat, Ammar. Dia anak kita," lirih Olivia. Ammar urung menarik Dewa dari Olivia."Memangnya aku pernah memukulmu?""Pernah, kamu memukul wajahku. Kamu menyiksaku dengan meniduriku secara kasar," ujar Olivia, dengan mata berkaca- kaca."Cukup!" bentak Ammar."Aku bisa mengulanginya lagi, jika kamu melanjutkan. Dan Dewa, kenapa kamu kemari sendirian? Kamu terlalu berani," geram Amma
Bab60Plakk!!Ammar menampar keras anaknya. Untuk pertama kalinya, dia melakukan hal sekasar ini pada Dewa.Dewa sangat syok, dan memegangi pipinya yang sakit dan panas. Ammar tega menampar keras wajah anaknya.Ammar seperti orang gila, bersaing dengan anaknya sendiri. Seakan emosi dihatinya belum habis, dia mendorong kasar Dewa, hingga menabrak dinding."Dengarkan, ayah! Olivia itu milik ayah," tegas Ammar. Air mata terlukanya berjatuhan, karena tidak terima dengan ucapan anaknya tadi."Tidak akan pernah ada kata mantan diantara kami, paham!" lanjut Ammar."Tuan." Pak Danu masuk menerobos ke dalam ruang perawatan, karena mendengar suara mereka bertengkar."Tuan hentikan," pinta pak Danu, karena Ammar kembali berniat mendekati Dewa lagi."Bawa dia pulang!" titah Ammar, yang langsung dipatuhi oleh pak Danu. Ammar berjalan, mendekati brankar istrinya. Ammar meraih tangan putih milik istrinya itu, kemudian menangis terisak."Kamu milikku, dan selamanya akan tetap jadi milikku."Ammar me
Bab59"Eh, Dewa. Kenapa diam aja sih? Kamu ada masalah apa?""Nggak ada.""Kamu jangan bohong deh. Ayo cerita.""Habisin makan kamu, sih. Nggak usah tanya- tanya. Suasana hatiku memang sedang buruk saat ini."Berkali- kali Dewa menghembuskan napas berat.Dewa tidak mungkin menceritakan masalah pribadi keluarganya pada teman- temannya. Dia juga tidak suka ditanya- tanya.Setelah pulang sekolah, pak Danu sudah menunggu Dewa di dekat gerbang sekolah. Dewa mengernyit, melihat kedatangan pak Danu."Kemana ayah, Pak?" tanya Dewa. Karena biasanya memang Ammar, yang selalu datang menjemput Dewa. Bukan hanya menjemput, bahkan mengantar Dewa sekolah pun selalu Ammar.Sesibuk apapun Ammar, dia selalu berusaha meluangkan waktunya untuk keluarga.Dewa dahulu merasa beruntung memiliki Ammar dalam hidupnya. Meskipun selama 5 tahun tanpa sosok ibunya, Dewa cukup bahagia.Tapi berbeda dengan sekarang, dia selalu merasa resah dan gelisah, jika Ammar selalu di rumah. Karena Dewa tahu, ayahnya akan sel
Bab58"Ammar," lirih Olivia, yang mulai gugup.Tiba- tiba lelaki itu mulai merapat, dan menindih Olivia. Tatapan mata bening Olivia yang berkaca- kaca, membuat Ammar seakan merasa terpancing.Emosi karena pikiran membuatnya bergejolak. Teringat senyuman ceria Olivia, yang pernah dia berikan pada Dion, membuat hati Ammar mulai tercemar rasa sakit lagi.Olivia ingin menghindar, namun teganya Ammar malah menahannya."Jangan coba menolak, apalagi melawan!" bisik Ammar, sembari tangannya mulai menjelajah."Hentikan, hentikan. Aku, aku tidak bisa, akh ...."Ammar meremas kasar persik Olivia, membuat wanita itu kesakitan.Sebenarnya Ammar tidak sepenuhnya tega. Tapi tatapan Olivia seakan jijik padanya, membuat Ammar tersinggung."Tolong jangan, akh." Ammar dengan kasar, merobek baju tidur Olivia, dan kacing baju itu rusak dengan sempurna.Tubuh indah itu terlihat jelas, dan Ammar pun langsung melepaskan baju rusak itu dari tubuh Olivia. Hingga hanya menyisakan bra coklat yang masih melekat s
Bab57"Ammar, sakit ....""Kamu kejam, Olivia. Setelah kamu mengambil semua perasaanku, dengan teganya kamu merusak- rusaknya."Olivia menangis, dan menggeleng lemah."Aku tidak berniat untuk berkhianat, Ammar. Kamu pun tahu, ingatanku sedang terganggu saat itu.""Jangan jadikan semua itu alasan, Olivia! Aku tidak akan pernah rela, dan bisa memakluminya, karena kamu bersentuhan fisik dengannya," bentak Ammar.Olivia menangis lirih. Sedangkan Ammar bersikap tidak perduli, dan menatap marah pada Olivia."Katakan padaku! Apakah kamu merasa senang di pelukannya? Apakah wajah ini sudah ada dia sentuh? Bibir ini, atau kedua bola ini?" Ammar menyentuh kasar, kedua persik bulat milik Olivia."Ammar," pekik Olivia. Dan Ammar tidak perduli.Lelaki itu semakin kehilangan kesabarannya, ketika mengingat Olivia dan Dion saat itu. Dengan kasarnya, Ammar meniduri Olivia. Bahkan, lelaki itu mulai meninggalkan banyak jejak merah, di leher jenjang Olivia.-------------------Hal itu terus terjadi, hing
Bab56"Ammar, jangan lakukan ini, aku mohon," lirih Zoya."Terserah kamu, Darto." Ammar bersuara, dan mengabaikan permohonan Zoya."Ammar, kenapa harus sejahat ini?" tanya Zoya dengan suara yang terdengar pilu dan putus asa.Ammar menulikan telinga, dan dengan langkah lebarnya, meninggalkan gubuk tua ditengah hutan itu.Perasaan Ammar benar- benar mati rasa. Dia dendam, sangat dendam kepada Zoya saat ini, karena Zoya, membuatnya nyaris kehilangan kekuatan hidupnya, yaitu Olivia.Wanita yang saat ini, setiap harinya membuat dia tergila- gila.Tapi kini, ingatan Olivia sedang terganggu. Hal itu, cukup membuat kekhawatiran di benak Ammar.Lelaki tampan itu, melajukan mobilnya, meninggalkan hutan diujung kota tersebut. Tidak ada rasa kasihan sama sekali dihatinya, yang ada hanyalah rasa marah yang mendalam pada Zoya.Dengan segala kekuatan dan kekuasaannya, hilangnya Zoya dari kota Luky tanpa diketahui siapapun. Bahkan kedua orang tua Zoya, dia blokir dari kota Luky. Membuat kedua orang
Bab55Ammar tersentak, ketika mendapati pertanyaan dari Olivia."Paman, kenapa saya ada di rumah sakit ini ya. Saya benar- benar tidak ingat apapun sebelumnya. Dan kenapa, ada Paman disini?"Sebelum Ammar bisa menjawab, tiba- tiba Melvin masuk, dan berbisik."Mobil nyonya, rem nya dirusak seseorang."Ammar terkejut, dan menarik Melvin keluar dari ruangan."Terus?""Pelakunya juga sudah ditemukan.""Siapa pelakunya?""Orang suruhan, Tuan. Dan orang itu sudah mengaku, bahwa nona Zoya, yang menyuruhnya," kata Melvin."Apa? Zoya dalangnya?""Benar, Tuan."Ammar mengepalkan tinju, mendengar nama Zoya sebagai pelakunya. Berani sekali, wanita itu mau merenggut nyawa istrinya.Dia pun menghubungi anak buahnya, dan meminta mereka menangkap Zoya, serta mengurung wanita itu di dalam gudang tengah hutan.Melvin yang mendengarkan perintah Ammar pada anak buahnya itu, merasa merinding dan menganggap Ammar orang yang kejam.Namun perbuatan Zoya juga bukan perbuatan yang mudah dimaafkan, karena nyari
Bab54"Vin, siapkan mobil!!" Ammar berteriak, membuat semuanya panik."Istriku kecelakaan, istriku kecelakaan ...." Ammar langsung berdiri, kemudian dia berlari, dan Melvin pun mengejarnya.Saat Ammar mau memasuki kemudi mobil, Melvin menariknya dengan paksa, memasukkan Ammar ke kursi belakang."Saya yang nyetir! Anda diam dibelakang!" tegas Melvin, kemudian menutup pintu mobil.Ammar jatuh tersungkur di kursi penumpang, masih dalam keadaan yang tidak sabaran."Cepat gas mobilnya!" teriak Ammar, ketika Melvin masuk."Baik, Pak."Melvin menghidupi mobil, dan menginjak pedal gas.Ammar memberitahukan rumah sakit tujuan mereka. Sepanjang jalan, lelaki itu benar- benar ketakutan, membayangkan keadaan istrinya saat ini.Entah kenapa, dia merasa semakin takut kehilangan, semakin pula kejadian yang nyaris merenggut nyawa istrinya terus berdatangan."Baru 1 bulan keluar dari rumah sakit, dan kini harus balik lagi ke rumah sakit. Kesialan apa ini, Melvin? Apa salah saya, kenapa harus Olivia te