Seorang bayi laki-laki lahir di rumah sakit tempat Danendra bekerja. Rasa senang dan haru melengkapi Danendra, melihat putra pertamanya lahir dengan sehat.Bayi mungil itu belum bisa dibawa ke ruang rawat ibunya untuk diperiksa."Selamat, ya, anak kita sudah lahir."Cempaka yang masih sulit bergerak hanya tersenyum memandang Danendra, dia tahu betapa gembira suaminya saat ini."Mana anaknya?" "Nanti suster akan bawa kemari."Pintu ruang rawat terbuka, menampilkan sosok Lukito dan Qonita dengan paras girang."Selamat buat Dane dan Cempaka. Cucu Mama mana?"Bersamaan dengan itu mereka saling bersalaman. "Sedang diperiksa dulu, Ma. Nanti dibawa kemari oleh suster."Keluarga itu terbawa arus percakapan yang menyenangkan satu sama lain.Di sela itu, ponsel Danendra berbunyi. Dia merogoh kantong kemeja, tampil nama Natali di sana."Aku keluar sebentar, ya, mengangkat telepon."Yang lain mengangguk, tidak begitu mempedulikan dengan siapa Danendra berkomunikasi. "Halo, Dane. Selamat buat k
Cempaka telah diperbolehkan pulang setelah menginap tiga hari di rumah sakit. Qonita dan Lukito turut mendampingi kepulangan menantu dan cucu pertama mereka "Ini cucu dari Danendra yang telah lama kami nantikan. Moga kamu bisa mengasuh dengan penuh cinta, ya, Cempaka. Mama tahu tidak akan mudah selama perempuan bernama Natali itu masih menjadi istri Dane," ujar Qonita saat mereka hanya berdua di kamar."Ya, Ma. Pada Dane aku minta Natali tidak berkunjung kemari.""Baguslah, anak itu susah melihat keburukan Natali. Dia seolah-olah tersihir oleh perempuan itu."Putra Cempaka ditidurkan dalam kotak bayi yang tidak begitu jauh dari mereka. Sengaja Cempaka membedakan agar si bayi terbiasa dengan keadaan seperti itu."Mama harus menceritakan ini pada kamu, Cempaka." Qonita menggenggam tangan menantunya."Mama berulang kali mengatakannya jangan pernah tinggalkan Danendra apapun yang terjadi. Natali itu orang yang buruk, dia lihai mengendalikan Danendra dengan tipu daya sama seperti ibunya."
Lukito dan Qonita telah kembali ke rumah mereka di Pulau Kalimantan. Hanya lima hari waktu yang dihabiskan di Bekasi.Danendra dan Cempaka memaklumi pekerjaan Lukito yang padat sehingga kehadiran Qonita menjadi sangat penting untuk mendampingi sang suami."Aku juga akan kembali ke Jakarta lusa, Saras akan bersekolah."Berat rasa hati Danendra melepas kepergian keluarga tercinta."Kamu di sini saja, mengapa harus ke Jakarta lagi. Siapa yang akan jaga kamu di sana dan mengurus Saras?""Aku bisa mempekerjakan orang sekitar," jawab Cempaka menoleh pada Danendra."Tidak baik lama-lama menyimpan kemarahan," ujar Danendra tanpa tahu Cempaka sebenarnya telah menyusun rencana baru."Siapa yang marah? Aku?" tunjuk Cempaka pada diri sendiri."Terus siapa lagi kalau bukan kamu?"Lantaran Danendra mengira dirinya marah, Cempaka mengikuti saja alur dugaan Danendra. "Mau tahu gimana agar aku tidak marah?""Sebutkan! Bukan hanya tidak marah, apa yang harus aku lakukan biar kamu balik tinggal bersama
Malam hari saat Saras dan Keenan telah tertidur, Cempaka dihubungi oleh pekerja di toko bunga."Bu, besok yang akan bantu- bantu ibu di rumah akan datang, namanya Mbok Sumarni usianya 50 tahun, masih cekatan bekerja dan orangnya lembut," jelasnya. "Baik, terima kasih... bagaimana perkembangan di toko?""Semua lancar, Bu. Laporan bulan ini lusa akan saya kirim ke email Ibu."Cempaka senang karena memiliki pekerja yang bisa diandalkan.Ketukan pintu mengalihkan perhatian Cempaka dari ponselnya. Sekali lagi ketukan itu terdengar.Melihat jam dinding menunjukkan pukul setengah sepuluh malam, Cempaka memutuskan untuk tidak membuka pintu.Dia takut kalau yang datang adalah tamu tak diundang. Ponsel Cempaka berbunyi, mengeluarkan suara yang cukup besar. Cepat-cepat dia menurunkan volume. Tertera nama Danendra di situ.Lantaran takut dan khawatir mendadak menyerang, Cempaka berbisik menjawab ponselnya."Halo.""Aku ada di depan, buka pintunya."Butuh beberapa detik bagi Cempaka untuk menge
Selama sepekan Danendra bolak balik bekerja ke rumah sakit dari Jakarta. Dia ingin memastikan bila Cempaka mendapat layanan yang bagus dari kedua orang yang dipekerjakan.Cempaka berhasil mendapatkan orang yang membantu kebutuhan dirinya dan Keenan, tidak lain tetangga sekitar tempat tinggalnya. Lebih tenang Danendra meninggalkan anak istrinya, walaupun demikian hampir tiap hari Danendra meminta Cempaka bersedia tinggal di Bekasi lagi bersama dirinya.Saat Danendra selesai bekerja dan akan kembali ke Jakarta, di parkiran telah menunggu Natali yang berdiri dengan sorot tajam padanya."Kamu kemana seminggu ini? Lupa punya istri?"Danendra membuang napas perlahan, dari nada bicara Natali, Danendra tahu perempuan itu sedang marah."Ke sini naik apa? Ayo masuk ke mobil.""Tidak perlu! Aku bertanya sama kamu, kemana seminggu ini?!"Nada suara Natali meninggi seperti orang menghardik. Danendra melihat ke sekitar, ada beberapa pasien sedang berdiri menatap ke arah mereka."Natali, jangan mem
Terdiam Cempaka mendengar pertanyaan Danendra, mereka hanya saling pandang."Tidak. Ada bukti menuduhku melakukannya?" tanya Cempaka ia pergi ke arah pintu kamar lalu menutupnya."Aku hanya bertanya," sahut Danendra khawatir bila Cempaka menjadi tersinggung."Aku tidak tertarik mengurusi hubungan kamu dengan Natali. Apa kamu lupa apa yang pernah aku katakan, kalau mau pergi dariku, ya, silakan... selesaikan pernikahan secara hukum," ucap Cempaka dengan tenang.Danendra menghela napas panjang dan dalam."Maaf, aku baru menyadari kalau nomor Natali telah diblokir dari ponselku," sesal Danendra tanpa mengubah suasana menjadi lebih baik."Sudah, tidurlah," ujar Cempaka tak bersemangat. Dia pergi ke sudut tempat tidur.Danendra melakukannya juga, ia merebahkan diri dan hanya bisa melihat punggung Cempaka.Cempaka memejamkan mata, hanya saja pikirannya menerawang ke segala penjuru mata angin.***Pagi ini Cempaka irit bicara, Danendra menyesali pertanyaan yang dilontarkan malam lalu."Saras
Usai praktek di rumah sakit, saat Danendra makan siang, dia merasa ada orang di sampingnya. Begitu mendongak, Danendra malah terkejut melihat sosok Natali menjulang di sampingnya."Kamu ada jadwal kontrol?" tanya Danendra, seingatnya dengan kondisi Natali yang semakin membaik, istrinya hanya perlu sekali dua bulan kontrol ke dokter. Dan itu, bukan hari ini."Mau temui kamu," ucapnya mengulas senyum lalu menarik kursi untuk duduk di samping Danendra."Lantas?"Natali mencomot begitu saja lauk dari kotak makanan Danendra pakai jari."Belum cuci tangan, jorok," tegur Danendra menggeser kotak makanan menjauh.Natali tertawa. "Bercanda, kamu terlalu serius, ah." Dia membersihkan jari dengan tisu yang terletak di atas meja."Jadi, ke rumah sakit untuk apa?" tanya Danendra saat Natali ltak kunjung buka suara.Danendra melihat arloji, dia harus segera menyelesaikan makan siang mendekati jadwal tindakan operasi seorang pasien anak.Natali menyerahkan sebuah kotak berpita merah pada Danendra.
Natali mengecek ponselnya, ada panggilan berulang dari Danendra yang diabaikan olehnya. Ia tersenyum miring sembari membayangkan kepanikan Danendra. Perempuan itu memutuskan pergi sejenak dari rumah, sementara Danendra menunggu di kediaman Natali dengan resah.Memutuskan menemui Natali adalah pilihan Danendra, ia perlu menuntaskan persoalan baru yang muncul di antara mereka."Kamu ke mana, sih?" Kekesalan Danendra memuncak, ia menemukan rumah Natali dalam keadaan kosong tanpa penghuni.Setelah panggilan dari Danendra berakhir, Natali mengulir ponselnya dan menghubungi seseorang, yakni Cempaka. Dia mengirimkan sebuah pesan singkat, padat, terpercaya disertai lampiran bukti foto. Natali merasa hidup yang dilakoninya cukup menarik. Dia butuh kemajuan.Di tempat lain, keadaan kesehatan Cempaka semakin baik. Meskipun belum bisa mengangkat benda yang berat-berat, mengurus putranya dia masih mampu.Terdengar suara pesan masuk lantaran masih sibuk dengan Keenan, Cempaka mengurungkan niat un
Hari mulai gelap, Cempaka gelisah lantaran merasa terlalu lama jauh dari anak-anaknya."Kita makan malam dulu, gimana?" ajak Danendra usai mereka menonton film drama di bioskop."Pulang saja, ya, anak-anak pasti cari," tolaknya dengan pasti, Cempaka gelisah mengingat kedua buah hatinya.Danendra mengangguk, mereka berjalan beriringan ke lokasi parkir."Kamu suka filmnya tadi?" tanya Danendra membuka percakapan setelah mereka dalam perjalanan tak mengeluarkan kata sama sskali.Cempaka mengangguk."Nabil, pemain utama, memilih tindakan yang tepat dengan berpisah dari suaminya, pulang kembali ke Indonesia," komentar Cempaka yang membuat posisi duduk Danendra merasa tak nyaman."Tapi, Maxime menunjukkan kalau dia serius bersama Nabil, bukan. Mengejar istrinya sampai ke Indonesia dan meyakinkannya kalau dia bukan Maxime yang dulu. Perjuangan Maxime lima tahun untuk bisa menemukan jejak istrinya. Dan butuh tiga tahun meyakinkan Nabil.""Entahlah, sepertinya semua pria memang seperti itu, ka
Pagi hari usai mengantarkan Saras ke sekolah, Danendra melakukan aktivitas sebagai dokter di rumah sakit. Meskipun semangatnya turun, ia tetap profesional dalam bekerja. Saat jam istirahat ponselnya berdering."Ya, Ma?""Bagaimana kabar kamu?" tanya Qonita dari seberang. Danendra menghela napas panjang, menyenderkan punggung ke bangku."Sepertinya aku gagal, Cempaka tetap mau bercerai, Ma."Qonita merasakan nada sendu dari anak tunggalnya itu. Hatinya pun tak sanggup bila Cempaka akan berpisah dari Danendra. "Sepertinya kamu harus bersiap untuk itu," ucap Qonita bila memang itu akan terjadi."Besok kami akan ke pengadilan, Ma."***Hari yang ditakuti Danendra datang, mereka hadir secara terpisah. Danendra dari tempat kerja, sementara Cempaka dari rumah.Cempaka bisa mengamati bagaimana paras suaminya, sedari semalam mereka telah pisah ranjang. Danendra memutuskan menghabiskan waktu di ruang kerjanya.Ia tak sanggup bersama Cempaka dan setelah itu mereka berpisah.Agenda pertama ada
Dengan sigap Danendra melingkarkan tangan ke tubuh Cempaka sehingga perempuan itu tidak terjerembab ke lantai.Mendadak suara tangis Keenan memenuhi kamar tidur mereka. Segera Cempaka setelah badannya seimbang pergi menggendong Keenan."Ssshhh... maaf, ya, Mama membangunkan kamu." Cempaka mengayun-ayun Keenan, menenangkan, sampai anaknya kembali terlelap dalam gendong Cempaka.Perilaku Cempaka yang lembut menangani Keenan disaksikan oleh suaminya dengan seksama. Dalam hati ia memuji istrinya yang lembut pada anak, tetapi bisa kasar juga terhadap orang yang melewati batas.Cempaka kembali naik ke tempat tidur lalu meletakkan Keenan dengan perlahan. Dia menarik napas panjang, lega, lantaran Keenan sudah terbuai dalam tidurnya."Ngapain senyum-senyum?" tanya Cempaka pada Danendra yang tak melepas tatapan.Danendra tidak sadar kalau Cempaka memerhatikan dirinya, ia salah tingkah dengan menggaruk-garuk kepala belakang. "Kamu ibu dan istri yang luar biasa." Danendra memberanikan diri memuj
Merasa tidak mampu sendiri, Danendra memutuskan meminta bantuan orang tuanya untuk meyakinkan Cempaka agar bersedia bersamanya."Baru sadar sekarang, Danendra!" Lantaran jarak jauh, Danendra hanya bisa mengobrol dari telepon.Bukannya dukungan, Danendra malah dimarahi oleh ibu kandungnya, Qonita."Papa kamu mendukung perceraian kamu, terlalu banyak penderitaan Cempaka!"Beberapa waktu lalu Qonita masih berjuang agar Cempaka tidak bercerai dari putra kesayangannya, hanya saja mengingat betapa Cempaka terluka, hatinya pun tak sanggup."Mama harus bantu aku," ucap Danendra memohon. "Kamu tidak sadar betapa dicintai oleh Cempaka selama ini, hah?!""Cempaka hanya mencintai bang Haris, Ma." Bayangan kemesraan dan kedekatan Cempaka di masa lalu dengan mendiang Haris menari di alam pikiran Danendra. "Jadi, Keenan - anak kamu, bukan bukti kalau Cempaka sangat mencintai kamu? Dia rela tetap bertahan dimadu, padahal dia tahu mendiang istri kamu orang jahat!!"Qonita menggeleng tak habis pikir,
Sepekan berlalu, Danendra rutin setiap hari mengirimkan buket bunga mawar untuk istrinya. Sayangnya, ia terus menemukan buket cantik itu di tong sampah belakang rumah.Danendra tahu benar kalau istrinya sangat menyukai mawar.Ada perasaan tersinggung muncul di awal, Danendra memahami bila ia patut mendapat perlakuan seperti itu dari Cempaka.Ini hari kedelapan, masih berlangsung demikian. Selain itu, Danendra berusaha mengajak Cempaka untuk berdialog berdua, makan malam, sampai jalan-jalan bersama, Cempaka kekeh menolak."Apalagi yang harus aku lakukan? Waktu semakin mendekat," lirihnya usai praktek di poliklinik.Danendra tetap bekerja secara profesional, sekalipun pikirannya tertuju pada Cempaka.[Sudah makan?]Danendra mengirim pesan pada Cempaka. Hanya centang dua biru tanpa ada balasan.Danendra menggaruk-garuk kepala, menepuki wajah, sampai menggosok matanya, saking bingung menghadapi istrinya."Memang cukup saja satu istri, sakit kepala kalau ada masalah seperti ini."***"Sara
Hubungan Danendra dan Cempaka tidak berangsur membaik, hal paling ditakutkan Danendra malah terjadi lebih cepat."Kita bisa mengurus perceraian lebih cepat." Cempaka duduk di seberang meja kerja Danendra di rumahnya.Jantung Danendra terasa sesak, seperti akan berhenti berdetak. Wajahnya seperti dihantam benda berat.Kehilangan Cempaka?"Cempaka, aku mohon jangan lakukan ini." Danendra akan mengupayakan apa pun untuk rumah tangganya kali ini."Mau kamu apa? Kamu mau mengikat aku di pernikahan yang tidak bahagia ini. Kamu hanya mau membalas kebaikan Haris dan itu sudah cukup, Dane!"Napas Cempaka tersengal mengatakannya. Danendra masih ingin menahannya lebih lama?Dasar tidak berperasaan!"Aku akan mengikat kamu seumur hidup, Cempaka."Ingin rasanya Cempaka memberi Danendra pukulan supaya pria itu sadar kalau semakin lama bersamanya, Cempaka bisa-bisa mati berdiri atau kemungkinan gila.Namun, badannya yang lebih kecil tidak akan ada artinya bila ia melakukan kekerasan fisik pada Danen
Dahlia menemui Danendra di rumah sakit, mereka duduk di taman yang sedang tidak banyak orang. "Aku mohon kamu mau menemui Natali." "Aku akan menceraikannya setelah anak itu lahir lalu mengasuhnya bersama Cempaka." Rahang Dahlia mengatup kuat. Dia semakin yakin cinta Danendra pada Natali sudah sirna seiring terkuak kebenaran. "Apa kamu yakin Cempaka akan menerima anak itu?" Natali tidak setuju, tetapi dia pun tidak bisa berbuat banyak. "Untuk terakhir kali aku menemui Natali, setelah itu jangan kamu datang lagi atas suruhan Natali!" "Aku tidak disuruh Natali atau siapapun, hanya demi kemanusiaan." Danendra berdecak lalu tertawa seolah-olah ada yang membuat kelucuan. Cempaka keluar dari persembunyiannya, ia mencuri dengar percakapan antara Danendra dan Dahlia. Keinginan untuk menemui suami pudar, Cempaka memiliki rencana lain. *** "Dane, kamu masih bersedia menemui aku?" Danendra memenuhi keinginan Dahlia untuk menemui Natali. Danendra duduk berseberangan dengan N
Sebulan berlalu sejak kejadian Cempaka meminta cerai, tinggal tiga bulan lagi. Hubungan antara Cempaka dan Danendra semakin renggang. "Mengapa akhir-akhir ini kamu sering keluar rumah?""Memangnya kenapa? Bik Saidah mengadu?" tanya Cempaka tanpa memandang suaminya. Dia sibuk dengan banyak kertas di tangannya."Kamu buka toko baru?""Kamu membuntutiku?""Kalau tidak seperti itu, kamu tidak pernah mau cerita. Sudah berapa lama?""Bukan urusan kamu." Cempaka berdiri memandang suaminya. "Kamu urusi saja istri kamu yang mau melahirkan itu, bukannya sebentar lagi?"Danendra menghela napas."Jangan mengalihkan pembicaraan. Oh, ya, perlu aku ingatkan keinginan bercerai kamu tidak akan pernah terkabul." Danendra pergi begitu saja dari kamar ke ruang makan. Beberapa minggu belakangan, Danendra sering pulang lebih awal dari rumah sakit.Cempaka terduduk kembali, gilirannya mendengkus karena Danendra memutuskan secara sepihak nasibnya di masa mendatang. ***Usai praktek di poliklinik, Danendra
"Natali, sudahi kebodohan ini!" ujar Dahlia. Baru kali ini perkataan Dahlia serasa tajam di pendengaran Natali."Keluarga Danendra sulit ditumbangkan, lihat papamu, malahan masuk penjara demi aksi balas dendamnya. Apa kamu mau berakhir seperti itu? Cukup menjadi orang jahat, fokuslah sekarang pada anakmu!"Dahlia rasanya tidak sabar lagi menghadapi sahabat karibnya yang terlihat konyol."Tapi... tapi... aku mencintainya, Dahlia," isaknya duduk di kursi."Apa aku bilang! Dulu kamu menikah dengannya tanpa cinta, hanya untuk membalas dendam. Danendra sangat mencintai kamu. Sekarang giliran kamu mencintainya, pria itu sudah tak punya lagi hati untuk kamu. Sadar, Natali!!"Natali semakin terisak, ia merasa menyesal dengan sikapnya di masa lalu sehingga membuat cinta Danendra luntur padanya."Tapi, aku mau berusaha untuk mendapatkan Danendra lagi, Dahlia," ucapnya dibarengi gelengan dari Dahlia."Sadar Natali kesalahan kamu itu banyak, jangan sampai Danendra tahu rahasia kelam kamu, tiba wa