Natali mengecek ponselnya, ada panggilan berulang dari Danendra yang diabaikan olehnya. Ia tersenyum miring sembari membayangkan kepanikan Danendra. Perempuan itu memutuskan pergi sejenak dari rumah, sementara Danendra menunggu di kediaman Natali dengan resah.Memutuskan menemui Natali adalah pilihan Danendra, ia perlu menuntaskan persoalan baru yang muncul di antara mereka."Kamu ke mana, sih?" Kekesalan Danendra memuncak, ia menemukan rumah Natali dalam keadaan kosong tanpa penghuni.Setelah panggilan dari Danendra berakhir, Natali mengulir ponselnya dan menghubungi seseorang, yakni Cempaka. Dia mengirimkan sebuah pesan singkat, padat, terpercaya disertai lampiran bukti foto. Natali merasa hidup yang dilakoninya cukup menarik. Dia butuh kemajuan.Di tempat lain, keadaan kesehatan Cempaka semakin baik. Meskipun belum bisa mengangkat benda yang berat-berat, mengurus putranya dia masih mampu.Terdengar suara pesan masuk lantaran masih sibuk dengan Keenan, Cempaka mengurungkan niat un
Cempaka membiarkan Danendra kesakitan saat punggung pria itu membentur sisi meja. Dia mematikan sisi belas kasihan pada Danendra. "Aku tidak mau melihat kamu!" ucapnya dengan pelan, tetapi jelas."Maafkan aku, kita perlu membahas hal ini." Danendra bangkit lalu berlutut di hadapan istrinya.Mereka berbicara dengan berbisik, takut mengganggu anak-anak dan tetangga.Saat Danendra menyentuh tangan Cempaka, dengan cepat dia menepis lalu berdiri dan mengambil posisi di sisi ranjang lain.Danendra mendekat agar suaranya bisa didengar Cempaka, tetapi tidak lagi menyentuh tangan istrinya."Aku belum bisa pastikan apakah itu anakku," ucap Danendra mendapat sorotan tajam Cempaka. "Apa maksud kamu? Mau lari dari tanggungjawab?! Bukankah senang, istri tercinta kamu mengandung anakmu?" Bibir Cempaka miring ke atas lalu mengeluarkan suara udara."Aku yakin masih pegang teguh janjiku, Cempaka."Sontak Cempaka berdiri lalu menghadap pada Danendra. "Jangan karena demi janji, kamu melupakan kalau ka
Masih kembali ke kontrakan Cempaka, Danendra sengaja melakukannya. Ia tahu Cempaka sedang dalam kondisi suasana hati yang buruk.Cempaka terkejut melihat keberadaan Danendra, hanya saja ia menahan diri untuk tidak memuntahkan amarah saat itu juga."Ada yang ketinggalan, sekalian mau mandi." Danendra menemukan alasan yang masuk akal.Cempaka tidak menyahut, ia membalik badan masuk ke kamar pribadi.Danendra menyusul dari belakang, saat Cempaka akan angkat suara, suaminya menyela."Aku hanya ingin pinjam handuk."Rahang Cempaka mengeras, napasnya juga berat. "Cepat pergi dari sini," ucap Cempaka pelan sembari melempar handuk pada Danendra. Pria itu tidak menyangka istrinya bisa bertindak kasar seperti itu. Namun, ia memaklumi dan yakin bila Cempaka yang asli tidaklah demikian."Malam ini apakah aku bisa menginap di sini?" tanya Danendra tanpa ragu.Cempaka menatap tak suka pada suaminya. "Istrimu sedang hamil, dia pasti butuh kamu.""Tapi aku tidak bisa meninggalkan kamu dengan masala
"Malam ini kamu menginap di sini?" tanya Natali pada Danendra. Mereka sedang duduk makan malam bersama, Natali meminta Danendra menikmati hidangan setelah mereka berdebat tadi.Danendra menghela napas dalam, dia ingat permintaan Saras. "Aku tidak bisa, ada urusan," tolak Danendra membuat Natali tidak semangat melanjutkan suapan.Dia mendorong makanan ke tengah."Makanan di piring kamu masih banyak," ingat Danendra. "Makanlah, ingat kamu harus memberi makan dua orang.""Aku tidak semangat lagi, kamu tidak mau menginap di sini. Selama beberapa waktu kamu tidak ada waktu untukku," keluh Natali dengan berani.Rasa yang sama dalam diri Danendra, ia pun menghentikan gerakan menyuap makanan."Natali sudah banyak pelanggaran perjanjian yang kita semula kita buat di awal pernikahan. Aku seharusnya tetap bebas melakukan apa saja."Pria itu sebenarnya tidak berniat menabuh genderang perang, hanya saja Natali merasa Danendra tidak menghargainya."Perjanjian itu harus kita perbaiki Dane untuk ana
Danendra tidak bisa konsentrasi menerima pasien saat berkonsultasi. Pikirannya melayang pada Cempaka dan buah hatinya.Namun demikian, Danendra tetap berusaha melayani pasien, sekalipun dia sempat ditegur oleh pasien yang melihatnya termenung di tengah-tengah konsultasi.Seusai bekerja, Danendra mengambil ponselnya, ditemukan panggilan dari orang yang bekerja untuk mengikuti Natali.Dia balik menghubungi orang itu."Pak, Ibu Natali baru saja keluar dari sebuah rumah sakit di Jakarta. Ibu Natali keluar dari ruangan dokter kandungan seorang diri dengan menenteng sebuah buku warna pink." Danendra tahu buku yang dimaksud. Orang suruhan menyebut nama sebuah rumah sakit."Apa ada yang mencurigakan?" tanya Danendra lebih lanjut."Sejauh ini aktivitas Ibu Natali seperti biasa, tidak ada yang mencurigakan, Pak."Oke, pantau terus."Natali melihat ke belakang sewaktu menaiki taksi. Dia tertawa miring dengan suara kecil."Kamu pikir aku tidak tahu kamu buntuti, heh? Kamu ingin tahu apa dariku, D
Danendra melempar secarik kertas yang telah diremasnya ke dalam tempat sampah di ruangan prakteknya. Baru saja akan memulai layanan, ia mendapat surat dari direksi rumah sakit.Surat berisi teguran pertama yang menyatakan banyak keluhan pasien terhadap dirinya. Ia mengusap wajah tak bersahabat karena banyak menanggung beban. Dia menduga-duga pasien mana yang memberi nilai evaluasi buruk terhadap dirinya.Ketukan pintu membuat permenungannya buyar. Seorang perawat membawa berkas pasien anak yang akan kontrol hari ini."Kita mulai, panggil pasien!" ucapnya tanpa basa basi. Satu per satu pasien dilayani Danendra tanpa senyum, akan tetapi dia menanggapi setiap pertanyaan keluarga pasien dengan baik.Setelah semua pasien dilayani, Danendra memutuskan tidak ambil pusing dan menduga-duga siapa pasien yang melaporkannya.Terlalu banyak masalah yang harus dipikirkan, batinnya.Semalam Danendra memutuskan untuk menempati rumahnya. Dia tidak ke Jakarta ataupun kediaman Natali, langkahnya berat
"Istrinya Danendra malah menggertakku, padahal dia ingin sekali bercerai dari Danendra. Perempuan yang aneh, tarik ulur hubungan dengan Danendra," gerutu Natali di hadapan seorang pria, mereka tengah menikmati waktu bersama."Itu tantangan, jangan membuat kamu mundur. Sudah baik dalam dirinya ada keinginan mundur, tugasmu akan lebih ringan " nasihatnya."Tapi, Ayah, perempuan bernama Cempaka itu tidak bergerak sedikitpun menggugat cerai Danendra. Sementara itu, Danendra sendiri tidak akan pernah menceraikan Cempaka," ujarnya membeberkan informasi yang diketahuinya.Pria bernama Joko Chandra berdiri dari kursi lalu berjalan ke arah kaca apartemennya di Jakarta. Mereka sengaja bertemu di sana sebab Natali merasa tidak aman bila mereka bertemu di ruang publik secara terang-terangan."Istri Danendra tidak bisa dianggap remeh. Kita hanya memberinya kesempatan menjauh dari Danendra tapi kalau dia menolak seperti itu, berarti dia siap terima resiko."Joko membalki badan sembari melipat kedu
Cempaka menangisi keadaan ruko sewa yang berisi bunga-bunga miliknya, pemilik ruko telah menghubungi dirinya untuk menyampaikan permasalahan itu.Dia memilih menyendiri di rumah, menitipkan Keenan di tetangga sebelah rumah.Cempaka duduk melantai sambil memeluk kedua kakinya ke dada. Usaha yang dibangun susah payah. hancur sekian menit. "Cempaka, aku... maaf, aku terlambat mengetahui kejadian itu." Gerak tubuh Danendra gagap ingin memeluk atau memberi jarak terhadap istrinya.Isakan Cempaka berubah menjadi raungan hingga dirinya lemas dan menjatuhkan diri ke lantai. Kehadiran Danendra malah membuat hatinya makin terasa sakit."Cempaka." Danendra memegang lengan Cempaka untuk ditegakkan menyender ke dinding."Sana kamu, mau apa kemari!" teriaknya tidak menahan diri sembari menangis tersedu lalu mendorong Danendra. Paras Danendra sama-sama panik dan sedih melihat istrinya yang berantakan."Aku ada di sini untuk kamu." Danendra memaksa memegang lengan Cempaka yang melontarkan untuk dil
Sepekan berlalu, Danendra rutin setiap hari mengirimkan buket bunga mawar untuk istrinya. Sayangnya, ia terus menemukan buket cantik itu di tong sampah belakang rumah.Danendra tahu benar kalau istrinya sangat menyukai mawar.Ada perasaan tersinggung muncul di awal, Danendra memahami bila ia patut mendapat perlakuan seperti itu dari Cempaka.Ini hari kedelapan, masih berlangsung demikian. Selain itu, Danendra berusaha mengajak Cempaka untuk berdialog berdua, makan malam, sampai jalan-jalan bersama, Cempaka kekeh menolak."Apalagi yang harus aku lakukan? Waktu semakin mendekat," lirihnya usai praktek di poliklinik.Danendra tetap bekerja secara profesional, sekalipun pikirannya tertuju pada Cempaka.[Sudah makan?]Danendra mengirim pesan pada Cempaka. Hanya centang dua biru tanpa ada balasan.Danendra menggaruk-garuk kepala, menepuki wajah, sampai menggosok matanya, saking bingung menghadapi istrinya."Memang cukup saja satu istri, sakit kepala kalau ada masalah seperti ini."***"Sara
Hubungan Danendra dan Cempaka tidak berangsur membaik, hal paling ditakutkan Danendra malah terjadi lebih cepat."Kita bisa mengurus perceraian lebih cepat." Cempaka duduk di seberang meja kerja Danendra di rumahnya.Jantung Danendra terasa sesak, seperti akan berhenti berdetak. Wajahnya seperti dihantam benda berat.Kehilangan Cempaka?"Cempaka, aku mohon jangan lakukan ini." Danendra akan mengupayakan apa pun untuk rumah tangganya kali ini."Mau kamu apa? Kamu mau mengikat aku di pernikahan yang tidak bahagia ini. Kamu hanya mau membalas kebaikan Haris dan itu sudah cukup, Dane!"Napas Cempaka tersengal mengatakannya. Danendra masih ingin menahannya lebih lama?Dasar tidak berperasaan!"Aku akan mengikat kamu seumur hidup, Cempaka."Ingin rasanya Cempaka memberi Danendra pukulan supaya pria itu sadar kalau semakin lama bersamanya, Cempaka bisa-bisa mati berdiri atau kemungkinan gila.Namun, badannya yang lebih kecil tidak akan ada artinya bila ia melakukan kekerasan fisik pada Danen
Dahlia menemui Danendra di rumah sakit, mereka duduk di taman yang sedang tidak banyak orang. "Aku mohon kamu mau menemui Natali." "Aku akan menceraikannya setelah anak itu lahir lalu mengasuhnya bersama Cempaka." Rahang Dahlia mengatup kuat. Dia semakin yakin cinta Danendra pada Natali sudah sirna seiring terkuak kebenaran. "Apa kamu yakin Cempaka akan menerima anak itu?" Natali tidak setuju, tetapi dia pun tidak bisa berbuat banyak. "Untuk terakhir kali aku menemui Natali, setelah itu jangan kamu datang lagi atas suruhan Natali!" "Aku tidak disuruh Natali atau siapapun, hanya demi kemanusiaan." Danendra berdecak lalu tertawa seolah-olah ada yang membuat kelucuan. Cempaka keluar dari persembunyiannya, ia mencuri dengar percakapan antara Danendra dan Dahlia. Keinginan untuk menemui suami pudar, Cempaka memiliki rencana lain. *** "Dane, kamu masih bersedia menemui aku?" Danendra memenuhi keinginan Dahlia untuk menemui Natali. Danendra duduk berseberangan dengan N
Sebulan berlalu sejak kejadian Cempaka meminta cerai, tinggal tiga bulan lagi. Hubungan antara Cempaka dan Danendra semakin renggang. "Mengapa akhir-akhir ini kamu sering keluar rumah?""Memangnya kenapa? Bik Saidah mengadu?" tanya Cempaka tanpa memandang suaminya. Dia sibuk dengan banyak kertas di tangannya."Kamu buka toko baru?""Kamu membuntutiku?""Kalau tidak seperti itu, kamu tidak pernah mau cerita. Sudah berapa lama?""Bukan urusan kamu." Cempaka berdiri memandang suaminya. "Kamu urusi saja istri kamu yang mau melahirkan itu, bukannya sebentar lagi?"Danendra menghela napas."Jangan mengalihkan pembicaraan. Oh, ya, perlu aku ingatkan keinginan bercerai kamu tidak akan pernah terkabul." Danendra pergi begitu saja dari kamar ke ruang makan. Beberapa minggu belakangan, Danendra sering pulang lebih awal dari rumah sakit.Cempaka terduduk kembali, gilirannya mendengkus karena Danendra memutuskan secara sepihak nasibnya di masa mendatang. ***Usai praktek di poliklinik, Danendra
"Natali, sudahi kebodohan ini!" ujar Dahlia. Baru kali ini perkataan Dahlia serasa tajam di pendengaran Natali."Keluarga Danendra sulit ditumbangkan, lihat papamu, malahan masuk penjara demi aksi balas dendamnya. Apa kamu mau berakhir seperti itu? Cukup menjadi orang jahat, fokuslah sekarang pada anakmu!"Dahlia rasanya tidak sabar lagi menghadapi sahabat karibnya yang terlihat konyol."Tapi... tapi... aku mencintainya, Dahlia," isaknya duduk di kursi."Apa aku bilang! Dulu kamu menikah dengannya tanpa cinta, hanya untuk membalas dendam. Danendra sangat mencintai kamu. Sekarang giliran kamu mencintainya, pria itu sudah tak punya lagi hati untuk kamu. Sadar, Natali!!"Natali semakin terisak, ia merasa menyesal dengan sikapnya di masa lalu sehingga membuat cinta Danendra luntur padanya."Tapi, aku mau berusaha untuk mendapatkan Danendra lagi, Dahlia," ucapnya dibarengi gelengan dari Dahlia."Sadar Natali kesalahan kamu itu banyak, jangan sampai Danendra tahu rahasia kelam kamu, tiba wa
Cempaka membaca pesan Danendra, ia mengerti mengapa suaminya tidak pulang, tanpa dijelaskan secara rinci.Helaan napas Cempaka menandakan kekecewaan dibanding marah. Kecewa pada Danendra yang tidak menganggap perhatiannya selama menjadi istri Danendra. Baru saja Danendra pulih dari sakit dan yang merawat adalah Cempaka.Setelah sehat, pria itu malah pergi ke istrinya yang lain.Cempaka melangkahkan kaki ke kamar anak-anaknya. Ia melihat betapa nyaman dan tentram keadaan kedua buah hatinya.Berbeda saat ia masih menjadi istri Haris, harus mengirit segala pengeluaran untuk bertahan hidup."Bagaimana nanti?" Pikiran Cempaka malah diselubungi kekhawatiran.Namun, sesaat saja, ia teringat pada mertuanya yang penuh perhatian pada kedua anaknya. Cempaka mengusap secara bergantian rambut Saras dan adiknya.Cempaka tersenyum. "Mama harus selesaikan ini sampai akhir, kalian menjadi kekuatan mama," bisiknya lebih untuk dirinya sendiri.Ia melangkahkan kaki keluar, melihat jam di ponsel menunjukk
Setelah istirahat beberapa hari, Danendra beraktivitas seperti biasa di rumah sakit tempatnya bekerja.Sewaktu berjalan menuju ruang praktek, tidak sengaja berpapasan dengan Natali yang tampak murung."Kamu kenapa tidak bilang mau periksa?" tanya Danendra merasa tidak enak hati.Natali diam saja sembari menatap suaminya. Dengan kesal Natali berjalan begitu saja meninggalkan Danendra. Pria itu mengejarnya lalu menangkap lengan Natali."Mengapa menangis?"Danendra tahu kalau istrinya sedang tidak baik-baik saja. Ia menyentuh tangan Natali untuk memberi penguatan. "Bayinya ada masalah. Beratnya lebih kecil daripada yang seharusnya," ucap Natali lalu melepaskan tangan dari Danendra. "Itu semua karena kamu!" teriak Natali pada Danendra, ia menunjuk-nunjuk suaminya. "Kamu tidak pernah memperhatikan aku selama kehamilan!"Natali menangis, Danendra merasa tidak enak dengan Natali dan lingkungan sekitar yang berisi banyak pasien."Tenanglah, Natali, mari kita pergi dari sini." Danendra meng
Siang itu Cempaka berniat keluar rumah. ia menitipkan putranya pada Saidah. Bertepatan Danendra keluar kamar, tubuhnya mulai pulih."Kamu mau ke mana?" Dia mengamati pakaian Cempaka yang rapi dari bawah kaki hingga kepala.Cempaka tertegun sejenak. "Mau ketemu teman."Kening Danendra mengerut, tidak biasanya Cempaka pergi tanpa izin darinya."Siapa?""Kamu tidak kenal," jawab Cempaka lalu melangkah ke arah pintu.Danendra menyusul lalu menghambat lengan Cempaka."Laki-laki atau perempuan?"Cempaka diam saja tanpa reaksi berarti. "Aku bertanya, Cempaka?"Mendengar namanya disebut, Cempaka tersadar kalau suaminya menuntut jawaban."Laki-laki."Tatapan Danendra penuh tanya, tetapi Cempaka bersikap seolah-olah tak ada masalah."Aku pergi dulu."Danendra tidak menahan kepergian istrinya. Namun, rasa penasaran membuatnya bertanya-tanya siapa gerangan yang ditemui oleh istrinya. Dia mengintip dari celah gorden, melihat Cempaka pergi dengan taksi berwarna kuning. ***Danendra uring-uringan
Cempaka ingin mengalahkan rasa kasihan dengan kekesalan dan kekecewaan pada suaminya. Namun, melihat keadaan Danendra tidak baik-baik saja, hatinya pun luluh."Terima kasih sudah mau mengurusku," ucap Danendra usai disuapi makan dan minum obat pereda demam. Danendra telah meminta izin tidak masuk kerja pada pihak rumah sakit sehingga dia bisa beristirahat. "Hm," jawab Cempaka pendek dengan paras datar lalu perempuan itu pergi membawa piring kotor keluar kamar."Cempaka," Panggil Danendra membuat langkahnya terhenti sewaktu akan membuka pintu kamar."Aku minta maaf soal semalam."Tarikan napas pelan menandakan Cempaka teringat akan reaksi Danendra sewaktu ia mengungkap kalau anak dalam kandungan Natali bukanlah anak pria itu. Rasanya sesak dada Cempaka, tetapi ia tak mau ambil pusing lagi.Cempaka pergi keluar kamar tanpa kata. Danendra menyenderkan punggung ke kepala ranjang, diamnya Cempaka menyisakan perasaan bersalah dalam diri pria itu.***"Ya, tolong bagaimana pun caranya info