Terdiam Cempaka mendengar pertanyaan Danendra, mereka hanya saling pandang."Tidak. Ada bukti menuduhku melakukannya?" tanya Cempaka ia pergi ke arah pintu kamar lalu menutupnya."Aku hanya bertanya," sahut Danendra khawatir bila Cempaka menjadi tersinggung."Aku tidak tertarik mengurusi hubungan kamu dengan Natali. Apa kamu lupa apa yang pernah aku katakan, kalau mau pergi dariku, ya, silakan... selesaikan pernikahan secara hukum," ucap Cempaka dengan tenang.Danendra menghela napas panjang dan dalam."Maaf, aku baru menyadari kalau nomor Natali telah diblokir dari ponselku," sesal Danendra tanpa mengubah suasana menjadi lebih baik."Sudah, tidurlah," ujar Cempaka tak bersemangat. Dia pergi ke sudut tempat tidur.Danendra melakukannya juga, ia merebahkan diri dan hanya bisa melihat punggung Cempaka.Cempaka memejamkan mata, hanya saja pikirannya menerawang ke segala penjuru mata angin.***Pagi ini Cempaka irit bicara, Danendra menyesali pertanyaan yang dilontarkan malam lalu."Saras
Usai praktek di rumah sakit, saat Danendra makan siang, dia merasa ada orang di sampingnya. Begitu mendongak, Danendra malah terkejut melihat sosok Natali menjulang di sampingnya."Kamu ada jadwal kontrol?" tanya Danendra, seingatnya dengan kondisi Natali yang semakin membaik, istrinya hanya perlu sekali dua bulan kontrol ke dokter. Dan itu, bukan hari ini."Mau temui kamu," ucapnya mengulas senyum lalu menarik kursi untuk duduk di samping Danendra."Lantas?"Natali mencomot begitu saja lauk dari kotak makanan Danendra pakai jari."Belum cuci tangan, jorok," tegur Danendra menggeser kotak makanan menjauh.Natali tertawa. "Bercanda, kamu terlalu serius, ah." Dia membersihkan jari dengan tisu yang terletak di atas meja."Jadi, ke rumah sakit untuk apa?" tanya Danendra saat Natali ltak kunjung buka suara.Danendra melihat arloji, dia harus segera menyelesaikan makan siang mendekati jadwal tindakan operasi seorang pasien anak.Natali menyerahkan sebuah kotak berpita merah pada Danendra.
Natali mengecek ponselnya, ada panggilan berulang dari Danendra yang diabaikan olehnya. Ia tersenyum miring sembari membayangkan kepanikan Danendra. Perempuan itu memutuskan pergi sejenak dari rumah, sementara Danendra menunggu di kediaman Natali dengan resah.Memutuskan menemui Natali adalah pilihan Danendra, ia perlu menuntaskan persoalan baru yang muncul di antara mereka."Kamu ke mana, sih?" Kekesalan Danendra memuncak, ia menemukan rumah Natali dalam keadaan kosong tanpa penghuni.Setelah panggilan dari Danendra berakhir, Natali mengulir ponselnya dan menghubungi seseorang, yakni Cempaka. Dia mengirimkan sebuah pesan singkat, padat, terpercaya disertai lampiran bukti foto. Natali merasa hidup yang dilakoninya cukup menarik. Dia butuh kemajuan.Di tempat lain, keadaan kesehatan Cempaka semakin baik. Meskipun belum bisa mengangkat benda yang berat-berat, mengurus putranya dia masih mampu.Terdengar suara pesan masuk lantaran masih sibuk dengan Keenan, Cempaka mengurungkan niat un
Cempaka membiarkan Danendra kesakitan saat punggung pria itu membentur sisi meja. Dia mematikan sisi belas kasihan pada Danendra. "Aku tidak mau melihat kamu!" ucapnya dengan pelan, tetapi jelas."Maafkan aku, kita perlu membahas hal ini." Danendra bangkit lalu berlutut di hadapan istrinya.Mereka berbicara dengan berbisik, takut mengganggu anak-anak dan tetangga.Saat Danendra menyentuh tangan Cempaka, dengan cepat dia menepis lalu berdiri dan mengambil posisi di sisi ranjang lain.Danendra mendekat agar suaranya bisa didengar Cempaka, tetapi tidak lagi menyentuh tangan istrinya."Aku belum bisa pastikan apakah itu anakku," ucap Danendra mendapat sorotan tajam Cempaka. "Apa maksud kamu? Mau lari dari tanggungjawab?! Bukankah senang, istri tercinta kamu mengandung anakmu?" Bibir Cempaka miring ke atas lalu mengeluarkan suara udara."Aku yakin masih pegang teguh janjiku, Cempaka."Sontak Cempaka berdiri lalu menghadap pada Danendra. "Jangan karena demi janji, kamu melupakan kalau ka
Masih kembali ke kontrakan Cempaka, Danendra sengaja melakukannya. Ia tahu Cempaka sedang dalam kondisi suasana hati yang buruk.Cempaka terkejut melihat keberadaan Danendra, hanya saja ia menahan diri untuk tidak memuntahkan amarah saat itu juga."Ada yang ketinggalan, sekalian mau mandi." Danendra menemukan alasan yang masuk akal.Cempaka tidak menyahut, ia membalik badan masuk ke kamar pribadi.Danendra menyusul dari belakang, saat Cempaka akan angkat suara, suaminya menyela."Aku hanya ingin pinjam handuk."Rahang Cempaka mengeras, napasnya juga berat. "Cepat pergi dari sini," ucap Cempaka pelan sembari melempar handuk pada Danendra. Pria itu tidak menyangka istrinya bisa bertindak kasar seperti itu. Namun, ia memaklumi dan yakin bila Cempaka yang asli tidaklah demikian."Malam ini apakah aku bisa menginap di sini?" tanya Danendra tanpa ragu.Cempaka menatap tak suka pada suaminya. "Istrimu sedang hamil, dia pasti butuh kamu.""Tapi aku tidak bisa meninggalkan kamu dengan masala
"Malam ini kamu menginap di sini?" tanya Natali pada Danendra. Mereka sedang duduk makan malam bersama, Natali meminta Danendra menikmati hidangan setelah mereka berdebat tadi.Danendra menghela napas dalam, dia ingat permintaan Saras. "Aku tidak bisa, ada urusan," tolak Danendra membuat Natali tidak semangat melanjutkan suapan.Dia mendorong makanan ke tengah."Makanan di piring kamu masih banyak," ingat Danendra. "Makanlah, ingat kamu harus memberi makan dua orang.""Aku tidak semangat lagi, kamu tidak mau menginap di sini. Selama beberapa waktu kamu tidak ada waktu untukku," keluh Natali dengan berani.Rasa yang sama dalam diri Danendra, ia pun menghentikan gerakan menyuap makanan."Natali sudah banyak pelanggaran perjanjian yang kita semula kita buat di awal pernikahan. Aku seharusnya tetap bebas melakukan apa saja."Pria itu sebenarnya tidak berniat menabuh genderang perang, hanya saja Natali merasa Danendra tidak menghargainya."Perjanjian itu harus kita perbaiki Dane untuk ana
Danendra tidak bisa konsentrasi menerima pasien saat berkonsultasi. Pikirannya melayang pada Cempaka dan buah hatinya.Namun demikian, Danendra tetap berusaha melayani pasien, sekalipun dia sempat ditegur oleh pasien yang melihatnya termenung di tengah-tengah konsultasi.Seusai bekerja, Danendra mengambil ponselnya, ditemukan panggilan dari orang yang bekerja untuk mengikuti Natali.Dia balik menghubungi orang itu."Pak, Ibu Natali baru saja keluar dari sebuah rumah sakit di Jakarta. Ibu Natali keluar dari ruangan dokter kandungan seorang diri dengan menenteng sebuah buku warna pink." Danendra tahu buku yang dimaksud. Orang suruhan menyebut nama sebuah rumah sakit."Apa ada yang mencurigakan?" tanya Danendra lebih lanjut."Sejauh ini aktivitas Ibu Natali seperti biasa, tidak ada yang mencurigakan, Pak."Oke, pantau terus."Natali melihat ke belakang sewaktu menaiki taksi. Dia tertawa miring dengan suara kecil."Kamu pikir aku tidak tahu kamu buntuti, heh? Kamu ingin tahu apa dariku, D
Danendra melempar secarik kertas yang telah diremasnya ke dalam tempat sampah di ruangan prakteknya. Baru saja akan memulai layanan, ia mendapat surat dari direksi rumah sakit.Surat berisi teguran pertama yang menyatakan banyak keluhan pasien terhadap dirinya. Ia mengusap wajah tak bersahabat karena banyak menanggung beban. Dia menduga-duga pasien mana yang memberi nilai evaluasi buruk terhadap dirinya.Ketukan pintu membuat permenungannya buyar. Seorang perawat membawa berkas pasien anak yang akan kontrol hari ini."Kita mulai, panggil pasien!" ucapnya tanpa basa basi. Satu per satu pasien dilayani Danendra tanpa senyum, akan tetapi dia menanggapi setiap pertanyaan keluarga pasien dengan baik.Setelah semua pasien dilayani, Danendra memutuskan tidak ambil pusing dan menduga-duga siapa pasien yang melaporkannya.Terlalu banyak masalah yang harus dipikirkan, batinnya.Semalam Danendra memutuskan untuk menempati rumahnya. Dia tidak ke Jakarta ataupun kediaman Natali, langkahnya berat
Setelah Joko Chandra, giliran Natali ditemui oleh Cempaka. Ia datang sendiri ke kediaman perempuan yang menjadi istri kedua suaminya."Mau apa datang kemari!" Sambutan Natali dingin saat membuka pintu rumahnya. Di belakang Natali, dia melihat seorang perempuan yang diketahui Cempaka sebagai teman dekat Natali."Suruh masuk, ada tamu," ucap Dahlia ramah.Cempaka tak berminat masuk, ia langsung bicara ke topik inti."Ayahmu sudah mendekam di penjara, Natali."Badan Natali meremang, senyum miring Cempaka malah membuatnya gentar."Aku hanya peringatkan, pelan tapi pasti aku minta kamu mundur dari hubunganki dan Danendra!" tegas Cempaka tanpa ada rasa takut.Natali menatap manik Cempaka dalam-dalam lalu tawa lepas dari bibirnya."Kamu datang kemari untuk mengancam aku, heh?!"Natali membalas menggertak Cempaka."Kartumu ada di aku."Tawa Natali terhenti disambut kalimat ramah Dahlia."Apa kita masuk dulu untuk membicarakan hal penting ini?"Tatapan Cempaka beralih pada Dahlia yang tampak t
Natali gelisah usai menonton berita mengenai penangkapan ayahnya sebagai dalang kebakaran ruko yang pernah ditempati Cempaka. "Memang si Tua ini keras kepala, dari dulu merasa benar dan sekarang dapat akibatnya."Meskipun gelisah, ada rasa marah yang menggerogoti hatinya. Ia teringat bagaimana perlakuan Joko Chandra terhadap ibunya di masa silam, bukannya baik-baik saja, melainkan sebaliknya.Natali kecil sering melihat pertengkaran ayah dan ibunya, dia tidak paham masalah apa yang menimpa. Semakin dewasa, ia mendapati kesalahan ibunya yang dituturkan ayahnya, yakni bersama pria lain.Tertawa miris, itulah yang dilakukan Natali. Memiliki orang tua yang menelantarkan dirinya secara batin, membuatnya tidak yakin dengan relasi pernikahan seumur hidup."Kalian membuat masa depanku hancur, penuh dendam dan kebencian," ucapnya di hadapan bingkai berisi gambar kedua orang tuanya.Bukan sedih yang dirasakan oleh Natali atas kejadian yang menimpa ayahnya."Memang pantas mendapatkannya."Natal
Di malam hari, setelah Devano dan Anita pulang, Danendra duduk di ruang keluarga sendirian. Ia mengulir ponsel tanpa berkonsentrasi dengan apa yang dikerjakan. Pikirannya menerawang pada masa lalu, bagaimana hubungan pertemanan dengan Devano kandas karena pria itu menjalin hubungan dengan Natali di belakangnya.Kekhawatiran menyerang Danendra saat melihat istrinya, Cempaka, terlihat nyaman berada di dekat Devano."Sudah jam setengah sebelas, tidak tidur?" tanya Cempaka yang muncul dari arah belakang badan Danendra. Pria itu hanya diam saja tanpa respon."Cantik ngga kalau bunga ini di taruh di sini?" tanya Cempaka membawa vas berisi bunga yang dibawanya tadi."Hm...," jawab Danendra sembari melirik ke arah bunga cantik di nakas.Cempaka duduk di bangku berhadapan dengan Danendra. "Pak Devan tadi datang sekalian mengabarkan kalau dalang kebakaran ruko sudah ditangkap pihak berwajib."Pandangan Danendra mendadak terarah pada Cempaka. Dia belum mendapat kabar apapun."Namanya Joko Cha
Setelah menidurkan Keenan, Cempaka mengulir media sosial miliknya sembari beristirahat.Matanya membelalak membaca sebuah artikel, berulang kali Cempaka membaca dengan seksama."Pelaku pembakaran ruko sudah ditangkap," ulangnya pelan, tersinggung senyum di parasnya.Tidak lama, layar ponselnya menampilkan nama Danendra. Gegas Cempaka menanggapi."Cempaka, aku tadi dihubungi kuasa hukum. Pelaku pembakaran ruko yang kamu sewa sudah tertangkap. Mereka ada tiga orang.""Apa datangnya ada di antara mereka?" tanya Cempaka antusias."Belum sampai ke sana. Wajah mereka dipakaikan masker, diduga masih ada kawanan lainnya."Cempaka mengangguk, dugaannya juga serupa dengan itu. Hanya saja bukti tidak ada."Siapapun orangnya cepat atau lambat pasti akan tertangkap," ujar Cempaka dengan nada emosional. "Tapi, jangan terlalu memikirkan hal ini, ya." Dari nada bicara Cempaka, Danendra bisa mengira-ngira perasaan istrinya sejauh mana."Nanti aku pulang lebih cepat, mau dibawain makanan tidak?" Danen
Insiden di rumah Natali membuat Danendra membatalkan prakteknya secara mendadak. Alasan istrinya sakit dipakai untuk menemani Natali yang memintanya tidak pergi bekerja setelah dirinya meminta maaf."Apa masih sakit?" tanya Danendra memandang pipi Natali memerah. "Sudah berkurang." Natali tersenyum sembari memegang kompres dingin, berbeda dengan raut Danendra yang datar.Danendra melirik jam estetik yang menempel di dinding, tidak terasa setengah hari dilalui di kediaman Natali."Sore nanti aku mau keluar," ucap Danendra seperti seorang anak yang minta izin ke ibunya."Apa tidak bisa menginap lagi di sini?" Natali menyulap pertanyaan dengan keinginan keras. "Temanilah aku lagi," ujarnya dengan merengek. "Aku akan datang lagi besok," janji Danendra, meskipun dia tidak begitu yakin bisa dipenuhi atau tidak.Usai makan siang, Danendra meninggalkan rumah Natali. Beralasan ke rumah sakit lagi, Danendra menyetir ke rumah miliknya, ia ingin melihat istri dan anak-anak.Rumah dalam keadaan
Danendra terbangun di pagi hari dengan ruangan serasa berputar, kepalanya pening.Memandang sekitar, dia tahu kalau malam tadi dirinya menginap di kediaman Natali.Pakaiannya sudah berganti dengan bahan yang lebih ringan.Berjalan memegang dinding agar tidak jatuh, sampai Danendra di luar kamar. Tercinta aroma wangi masakan dari dapur. Ia yakin kalau Natali ada di sana."Mengapa aku bisa menginap di sini?" tanyanya dengan suara meninggi.Tersentak Natali mendengar suara Danendra, ia berbalik dan langsung mengubah raut menjadi lebih ramah."Kamu sudah bangun? Aku lagi siapin sarapan," sahutnya tanpa menjawab pertanyaan Danendra. Natali mengambil sebuah gelas lalu pergi menuju dispenser untuk mengisi dengan air minum. "Minum air hangat setiap pagi baik untuk kesehatan. Aku selalu ingat pesan kamu," ucapnya.Danendra hanya menatap gelas berisi air, tanpa memedulikan hal itu, Danendra berjalan menuju bangku di sekitar meja makan lalu duduk di sana.Memejamkan mata menjadi jalan untuk me
"Maaf, Bu. Ada apa ini? Suara ibu mengganggu tetangga, hari sudah malam." Seorang bapak datang menghampiri Cempaka untuk menegurnya. Cempaka mengatur emosinya dengan baik. Dia meminta maaf lalu menjelaskan perihal Danendra di dalam rumah Natali. "Suami ibu?" "Ya." Tampak bapak-bapak itu pergi lalu berbisik dengan tetangga lain. "Saya RT di sini, apakah ibu yakin ada orang di dalam?" tanyanya. "Itu mobil suami saya." Cempaka menunjuk kendaraan roda empat yang terparkir di garasi. Ketua RT meminta bukti mengenai data suami Cempaka. Ketua RT bersama warga menggedor-gedor pintu kediaman Natali sampai Natali merasa terpojok. "Bu Natali silakan di buka atau kami membuka paksa." Merasa terancam akhirnya Natali membuka pintu. "Mana Danendra?!" jerit Cempaka berusaha memaksa masuk, tetapi cepat dihalangi Natali. "Tidak ada yang boleh masuk paksa ke rumah saya atau saya lapor polisi!" teriak Natali melawan. Cempaka dan warga lain berdiri mematung. "Bu Natali, ibu
Natali merasa tidak puas dengan penuturan Joko Chandra, ia menghadapi masalah baru. yakni Cempaka jadi kembali ke Bekasi paska kejadian kebakaran. Hal membuat Natali kesal adalah keputusan kembali Cempaka dan Danendra kembali serumah."Kamu cukup berempati pada perempuan itu, masalah lain Papa akan membantu," ujar Joko Chandra waktu itu.Natali menghubungi Danendra, ia punya permintaan."Dane, temani aku konsultasi ke dokter kandungan, ya," pintanya melalui sambungan telepon."Kalau mau ke rumah sakit, datang saja, Natali," sahut Danendra sambil memeriksa jadwal operasi, seminar, dan praktek di poliklinik.Gegas Natali melakukan apa yang disuruh Danendra, mereka berdua masuk ke dalam ruang praktek."Coba dilihat ini janinnya masih berukuran kecil. Harap dokter dan istri memperhatikan kebutuhan sang bayi melalui nutrisi ibu hamil," ingat sang dokter.Dokter kandungan meresepkan vitamin untuk Natali."Kamu sudah selesai praktek, 'kan? Mau pulang?" tanya Natali di luar ruangan."Sudah.
Malam ini Cempaka dan anak-anak mulai menginap di Bekasi. Danendra girang bukan kepalanya, tanpa paksaan Cempaka menyerahkan diri padanya.Danendra tidak yakin alasan apa yang membuat istrinya memutuskan hal itu. Apapun alasannya bagi Danendra tidak begitu penting."Saras masih bersekolah di Jakarta, besok Heru bisa mengantar ke sekolah, 'kan?" tanya Cempaka saat mereka berada dalam kamar yang sama. Cempaka memutuskan bersedia sekamar tanpa syarat apapun."Ya, Heru bisa antarkan. Tapi, kamu tidak berniat Saras bolak-balik sejauh itu, bukan? Dia harus bangun sepagi apa, pasti lelah perjalanan jauh."Cempaka telah memikirkannya. "Saras sebenarnya sudah nyaman bersekolah di sana, sejak masalah di sekolahnya dulu. Waktu aku membicarakan hal ini padanya, Saras sedih, jadi aku beri pilihan mau tinggal di Bekasi pindah sekolah atau tetap di Jakarta."Danendra mengangguk. "Jadi jawaban Saras apa?""Kamu tidak tanya?" Cempaka menoleh pada suaminya dengan kernyitan di kening.Danendra berdehem