Keresahan menyerang Cempaka usai Qonita meminta dirinya bertahan di samping Danendra. Ada dugaan yang disampaikan Qonita mengenai Natali padanya, akan tetapi dia pun kurang percaya hal demikian. Cempaka menahan diri untuk tidak memberi penilaian terhadap perkiraan Qonita tersebut. "Huft... mereka berdua tampak saling mencintai bak Romeo dan Juliette." Selang tiga puluh menit, sembari menunggu Saras selesai bermain, Cempaka mendapat panggilan dari orang yang membantu mengatasi kasus Saras dengan Diego. "Ibu Cempaka dan Saras diminta datang besok ke kantor." Awalnya Cempaka resah karena dia harus mempertemukan Saras dengan Diego dan keluarga. "Tidak perlu khawatir, Bu, besok Anita dan papanya juga datang." "Serius, Pak? Bukannya nenek Anita berkeberatan kalau cucunya menjadi saksi atau dilibatkan dalam masalah ini?" "Serius, Bu. Kami langsung mencari siapa orang tua Anita lalu menemuinya. Ibunya Anita telah lama meninggal, jadi tinggal bapaknya. Pengasuhan sehari-hari oleh
"Aku pulang dulu, Natali." Danendra menggeser tangan Natali yang tengah mengusap dadanya, mereka sedang bersantai sambil menonton film drama romantis China."Jangan dulu, temani aku di sini. Masih jam setengah sepuluh," rengek Natali sembari menunjuk jam di nakas."Kamu harus istirahat, besok aku juga ada kerjaan padat." Menonton film bukanlah kesenangan Danendra, Natali sebenarnya tahu itu. Entah apa alasannya mengajak Danendra. "Duduk lagi." Dia menarik lembut tangan Danendra lalu mendekapnya membuat ada gelenyar asing dalam diri Danendra. "Natali, ingat kamu sedang dalam proses pemulihan," elak Danendra dengan berusaha mendorong pelan badan Natali.Perempuan itu menolak."Aku merindukan kamu selalu, kamu pria yang baik dan bertanggung jawab. Aku ingin menjadi seperti dulu melakukan kewajiban sebagai seorang istri." Natali merebahkan kepalanya di pundak Danendra. Pria itu membeku, pikirannya melayang pada kenangan sewaktu mereka dulu masih menjalani hubungan harmonis sekalipun ti
Cempaka membawa Saras ke kantor pihak berwajib, di sana telah ada tim yang membantu mereka menyelesaikan kasus. Ada pula Anita dan ayahnya didampingi tim kuasa hukum mereka."Ya, Diego seringkali mengganggu aku. Sejak ada Saras, dia membantu aku dari gangguan Diego." Anita takut-takut menyatakan kebenaran, ia berbicara sambil menggenggam tangan ayahnya."Mana buktinya! Jangan berbohong, Anita ini pasti diajarkan untuk berucap bohong," tunjuk mama Diego pada Anita yang makin ketakutan. Dia sampai mendekap ayahnya."Ibu, tolong suaranya dipelankan. Anak-anak takut mendengar suara ibu. Kalau tidak bersalah, tidak perlu panik," ujar ayah Anita yang terlihat kesal.Pihak keluarga Diego tersudut dengan keberanian Anita. Mama Diego tampak kalang kabut dengan mengatakan semua ucapan Anita adalah bohong. "Kami telah mengumpulkan bukti yang kuat, Bu," timpal tim kuasa hukum Anita. "ditambah keterangan Saras dan Anita."Usai pertemuan yang makin jelas itu, terbit kelegaan pada diri Cempaka. Dia
"Cempaka, apakah kita boleh berjumpa?" tanya Natali melalui sambungan telepon. Dua hari setelah peristiwa Danendra di rumah Natali, barulah perempuan itu menghubungi Cempaka. "Untuk apa, ya? Lewat telepon saja," jawab Cempaka. Ia tidak ingin berkontak langsung dengan Natali terutama dalam keadaan hamil besar."Lebih baik bertemu, aku ingin menyampaikan sesuatu."Pupil mata Cempaka bergerak ke atas, ia malas dengan Natali yang memaksakan kehendak. "Aku sibuk, bilang saja."Natali terdiam, dia harus lebih sabar dalam menghadapi istri pertama suaminya itu."Begini, aku mau minta tolong pada kamu... Danendra mendiamkanku dua hari ini, telepon tidak diangkat dan pesan tidak dibalas. Bisakah kamu mengatakan pada Danendra agar merespon komunikasi dariku?"Mengernyit kening Cempaka mendengarnya, tidak mengira kalau perempuan yang selama ini ada di hati suaminya sedang galau karena Danendra."Mengapa minta bantuan aku. Kamu selesaikan sendiri urusan rumah tanggamu. Bukannya kalian mulai ber
"Pak, keluarga Diego meminta damai. Mereka tahu bukti kuat mengarah pada Diego yang melakukan tindakan tidak patut pada Anita.""Apakah Bu Cempaka telah mengetahuinya?""Sudah, Pak, begitu juga Pak Devano."Danendra menghubungi Cempaka untuk menanyakan kelanjutan masalah Diego. Saras diketahui melakukan tindakan pembelaan diri tempo lalu."Halo, Cempaka, bagaimana ajakan damai keluarga Diego?""Ketepatan aku sudah mendiskusikan soal itu bersama Pak Devano. Sekarang juga sedang sama Pak Devano lagi," jawab Cempaka menimbulkan rasa asing dalam diri Danendra. "Oh, Saras, ikut?""Tidak. Saras sudah sekolah. Oh, ya, sekarang Saras dan Anita satu sekolahan," ungkap Cempaka dengan nada antusias.Terhenyak Danendra mendengar berita baru itu."Apa si Devano tidak punya pekerjaan, siang begini tidak di kantor? Terus apa hasil pembicaraannya?""Pak Devan katanya mengambil cuti untuk mengurus masalah putrinya. Sekarang sedang di toilet. Kami bersepakat meminta Diego dilakukan pemeriksaan mental
Devano melihat kedatangan Cempaka, dia menyongsong ke arahnya sembari tercengang melihat siapa orang yang menggandeng Cempaka."Eh, Danendra... lama tidak berjumpa, malah ketemu di sini," sapa Devano seraya mengulurkan tangan untuk berjabatan. Danendra menerima uluran tangan Devano dengan ekspresi datar."Kalian...." Devano menunjuk Cempaka dan Danendra secara bergantian."Oh, Cempaka istri gua," jawabnya membuat Devano tergemap."Wah, gua gak nyangka selama ini... soalnya Cempaka terlihat sendiri mengurus Saras."Pernyataan itu menimbulkan rasa tidak enak di antara Cempaka dan Danendra. Tidak mungkin pula bagi mereka menceritakan ada apa di balik cerita yang tampak."Selamat buat anak lu, Dev.""Makasih, Dan. Silakan menikmati hidangan, ya. Gua mau menyapa orang tua undangan lainnya." Devano tidak berpamitan pada Cempaka, dia hanya melirik istri dari kawan lamanya itu."Eh, gimana ceritanya kamu bisa kenal Pak Devano?" tanya Cempaka penasaran."Kawan lama," jawab Danendra singkat. C
Seminggu sebelum melahirkan, Cempaka memutuskan melahirkan di Bekasi dengan syarat dan ketentuan yang disusun bersama Danendra. "Aku melahirkan di Bekasi, hanya seminggu di sana, aku mau kembali ke Jakarta. Tidak butuh bantuan Natali selama mengasuh bayiku. Kamu harus susun jadwal untuk mengunjungi kami ke Jakarta. Tidak ada alasan sibuk." Begitulah perjanjian antara Cempaka dan suaminya.Dengan kesibukan Danendra sebenarnya ia agak sulit untuk memenuhi permintaan itu, mengingat ada Natali pula yang bisa mendadak memerlukan kehadirannya.Namun, dengan bersedianya Cempaka melahirkan di Bekasi sudah membuat Danendra senang bisa melihat anaknya setiap hari sekalipun hanya selama seminggu.Selanjutnya, dia akan berpikir hal terbaik.Di awal Cempaka sempat meragu lantaran Saras akan bersekolah. Syukurnya, anak ketiganya akan lahir tepat di hari libur panjang kalender merah sehingga Cempaka yakin menerima tawaran itu."Selamat datang kembali, Bu Cempaka," sambut Saidah. "Ya, Bik... saya d
Teringat peristiwa dua hari lalu, Danendra tidak menyangka bila pertemuan dengan Natali menjadi bumerang bagi dirinya sendiri.Dia bersyukur Cempaka tidak memutuskan pergi dari rumahnya mengingat jadwal melahirkan yang dekat. Cempaka mengultimatum untuk mengganti seluruh perabotan dalam kamarnya.Terbirit-birit Danendra mengerjakannya, melibatkan pihak lain untuk memenuhi kemauan Cempaka, sekalipun ia masih belum ikhlas dituduh membawa Natali masuk ke kamar itu.Malamnya Danendra meminta bertemu dengan Natali di rumahnya.Mendengar rencana itu, Natali merasa senang."Bisa kamu jelaskan ini milik siapa?"Begitu Danendra dibukakan pintu, ia melempar tas kertas berisi pakaian dalam ke kursi di ruang tamu.Natali terkejut melihat tindakan Danendra lantas mengeluarkan isinya."I... ini milikku."Benar saja, hubungannya dengan Cempaka tidak akan pernah membaik setelah peristiwa ini."Apa yang terjadi dua hari lalu? Saat kamu datang ke rumah?""Apa kamu tidak mengingatnya?"Sorot tajam Danen
Hari mulai gelap, Cempaka gelisah lantaran merasa terlalu lama jauh dari anak-anaknya."Kita makan malam dulu, gimana?" ajak Danendra usai mereka menonton film drama di bioskop."Pulang saja, ya, anak-anak pasti cari," tolaknya dengan pasti, Cempaka gelisah mengingat kedua buah hatinya.Danendra mengangguk, mereka berjalan beriringan ke lokasi parkir."Kamu suka filmnya tadi?" tanya Danendra membuka percakapan setelah mereka dalam perjalanan tak mengeluarkan kata sama sskali.Cempaka mengangguk."Nabil, pemain utama, memilih tindakan yang tepat dengan berpisah dari suaminya, pulang kembali ke Indonesia," komentar Cempaka yang membuat posisi duduk Danendra merasa tak nyaman."Tapi, Maxime menunjukkan kalau dia serius bersama Nabil, bukan. Mengejar istrinya sampai ke Indonesia dan meyakinkannya kalau dia bukan Maxime yang dulu. Perjuangan Maxime lima tahun untuk bisa menemukan jejak istrinya. Dan butuh tiga tahun meyakinkan Nabil.""Entahlah, sepertinya semua pria memang seperti itu, ka
Pagi hari usai mengantarkan Saras ke sekolah, Danendra melakukan aktivitas sebagai dokter di rumah sakit. Meskipun semangatnya turun, ia tetap profesional dalam bekerja. Saat jam istirahat ponselnya berdering."Ya, Ma?""Bagaimana kabar kamu?" tanya Qonita dari seberang. Danendra menghela napas panjang, menyenderkan punggung ke bangku."Sepertinya aku gagal, Cempaka tetap mau bercerai, Ma."Qonita merasakan nada sendu dari anak tunggalnya itu. Hatinya pun tak sanggup bila Cempaka akan berpisah dari Danendra. "Sepertinya kamu harus bersiap untuk itu," ucap Qonita bila memang itu akan terjadi."Besok kami akan ke pengadilan, Ma."***Hari yang ditakuti Danendra datang, mereka hadir secara terpisah. Danendra dari tempat kerja, sementara Cempaka dari rumah.Cempaka bisa mengamati bagaimana paras suaminya, sedari semalam mereka telah pisah ranjang. Danendra memutuskan menghabiskan waktu di ruang kerjanya.Ia tak sanggup bersama Cempaka dan setelah itu mereka berpisah.Agenda pertama ada
Dengan sigap Danendra melingkarkan tangan ke tubuh Cempaka sehingga perempuan itu tidak terjerembab ke lantai.Mendadak suara tangis Keenan memenuhi kamar tidur mereka. Segera Cempaka setelah badannya seimbang pergi menggendong Keenan."Ssshhh... maaf, ya, Mama membangunkan kamu." Cempaka mengayun-ayun Keenan, menenangkan, sampai anaknya kembali terlelap dalam gendong Cempaka.Perilaku Cempaka yang lembut menangani Keenan disaksikan oleh suaminya dengan seksama. Dalam hati ia memuji istrinya yang lembut pada anak, tetapi bisa kasar juga terhadap orang yang melewati batas.Cempaka kembali naik ke tempat tidur lalu meletakkan Keenan dengan perlahan. Dia menarik napas panjang, lega, lantaran Keenan sudah terbuai dalam tidurnya."Ngapain senyum-senyum?" tanya Cempaka pada Danendra yang tak melepas tatapan.Danendra tidak sadar kalau Cempaka memerhatikan dirinya, ia salah tingkah dengan menggaruk-garuk kepala belakang. "Kamu ibu dan istri yang luar biasa." Danendra memberanikan diri memuj
Merasa tidak mampu sendiri, Danendra memutuskan meminta bantuan orang tuanya untuk meyakinkan Cempaka agar bersedia bersamanya."Baru sadar sekarang, Danendra!" Lantaran jarak jauh, Danendra hanya bisa mengobrol dari telepon.Bukannya dukungan, Danendra malah dimarahi oleh ibu kandungnya, Qonita."Papa kamu mendukung perceraian kamu, terlalu banyak penderitaan Cempaka!"Beberapa waktu lalu Qonita masih berjuang agar Cempaka tidak bercerai dari putra kesayangannya, hanya saja mengingat betapa Cempaka terluka, hatinya pun tak sanggup."Mama harus bantu aku," ucap Danendra memohon. "Kamu tidak sadar betapa dicintai oleh Cempaka selama ini, hah?!""Cempaka hanya mencintai bang Haris, Ma." Bayangan kemesraan dan kedekatan Cempaka di masa lalu dengan mendiang Haris menari di alam pikiran Danendra. "Jadi, Keenan - anak kamu, bukan bukti kalau Cempaka sangat mencintai kamu? Dia rela tetap bertahan dimadu, padahal dia tahu mendiang istri kamu orang jahat!!"Qonita menggeleng tak habis pikir,
Sepekan berlalu, Danendra rutin setiap hari mengirimkan buket bunga mawar untuk istrinya. Sayangnya, ia terus menemukan buket cantik itu di tong sampah belakang rumah.Danendra tahu benar kalau istrinya sangat menyukai mawar.Ada perasaan tersinggung muncul di awal, Danendra memahami bila ia patut mendapat perlakuan seperti itu dari Cempaka.Ini hari kedelapan, masih berlangsung demikian. Selain itu, Danendra berusaha mengajak Cempaka untuk berdialog berdua, makan malam, sampai jalan-jalan bersama, Cempaka kekeh menolak."Apalagi yang harus aku lakukan? Waktu semakin mendekat," lirihnya usai praktek di poliklinik.Danendra tetap bekerja secara profesional, sekalipun pikirannya tertuju pada Cempaka.[Sudah makan?]Danendra mengirim pesan pada Cempaka. Hanya centang dua biru tanpa ada balasan.Danendra menggaruk-garuk kepala, menepuki wajah, sampai menggosok matanya, saking bingung menghadapi istrinya."Memang cukup saja satu istri, sakit kepala kalau ada masalah seperti ini."***"Sara
Hubungan Danendra dan Cempaka tidak berangsur membaik, hal paling ditakutkan Danendra malah terjadi lebih cepat."Kita bisa mengurus perceraian lebih cepat." Cempaka duduk di seberang meja kerja Danendra di rumahnya.Jantung Danendra terasa sesak, seperti akan berhenti berdetak. Wajahnya seperti dihantam benda berat.Kehilangan Cempaka?"Cempaka, aku mohon jangan lakukan ini." Danendra akan mengupayakan apa pun untuk rumah tangganya kali ini."Mau kamu apa? Kamu mau mengikat aku di pernikahan yang tidak bahagia ini. Kamu hanya mau membalas kebaikan Haris dan itu sudah cukup, Dane!"Napas Cempaka tersengal mengatakannya. Danendra masih ingin menahannya lebih lama?Dasar tidak berperasaan!"Aku akan mengikat kamu seumur hidup, Cempaka."Ingin rasanya Cempaka memberi Danendra pukulan supaya pria itu sadar kalau semakin lama bersamanya, Cempaka bisa-bisa mati berdiri atau kemungkinan gila.Namun, badannya yang lebih kecil tidak akan ada artinya bila ia melakukan kekerasan fisik pada Danen
Dahlia menemui Danendra di rumah sakit, mereka duduk di taman yang sedang tidak banyak orang. "Aku mohon kamu mau menemui Natali." "Aku akan menceraikannya setelah anak itu lahir lalu mengasuhnya bersama Cempaka." Rahang Dahlia mengatup kuat. Dia semakin yakin cinta Danendra pada Natali sudah sirna seiring terkuak kebenaran. "Apa kamu yakin Cempaka akan menerima anak itu?" Natali tidak setuju, tetapi dia pun tidak bisa berbuat banyak. "Untuk terakhir kali aku menemui Natali, setelah itu jangan kamu datang lagi atas suruhan Natali!" "Aku tidak disuruh Natali atau siapapun, hanya demi kemanusiaan." Danendra berdecak lalu tertawa seolah-olah ada yang membuat kelucuan. Cempaka keluar dari persembunyiannya, ia mencuri dengar percakapan antara Danendra dan Dahlia. Keinginan untuk menemui suami pudar, Cempaka memiliki rencana lain. *** "Dane, kamu masih bersedia menemui aku?" Danendra memenuhi keinginan Dahlia untuk menemui Natali. Danendra duduk berseberangan dengan N
Sebulan berlalu sejak kejadian Cempaka meminta cerai, tinggal tiga bulan lagi. Hubungan antara Cempaka dan Danendra semakin renggang. "Mengapa akhir-akhir ini kamu sering keluar rumah?""Memangnya kenapa? Bik Saidah mengadu?" tanya Cempaka tanpa memandang suaminya. Dia sibuk dengan banyak kertas di tangannya."Kamu buka toko baru?""Kamu membuntutiku?""Kalau tidak seperti itu, kamu tidak pernah mau cerita. Sudah berapa lama?""Bukan urusan kamu." Cempaka berdiri memandang suaminya. "Kamu urusi saja istri kamu yang mau melahirkan itu, bukannya sebentar lagi?"Danendra menghela napas."Jangan mengalihkan pembicaraan. Oh, ya, perlu aku ingatkan keinginan bercerai kamu tidak akan pernah terkabul." Danendra pergi begitu saja dari kamar ke ruang makan. Beberapa minggu belakangan, Danendra sering pulang lebih awal dari rumah sakit.Cempaka terduduk kembali, gilirannya mendengkus karena Danendra memutuskan secara sepihak nasibnya di masa mendatang. ***Usai praktek di poliklinik, Danendra
"Natali, sudahi kebodohan ini!" ujar Dahlia. Baru kali ini perkataan Dahlia serasa tajam di pendengaran Natali."Keluarga Danendra sulit ditumbangkan, lihat papamu, malahan masuk penjara demi aksi balas dendamnya. Apa kamu mau berakhir seperti itu? Cukup menjadi orang jahat, fokuslah sekarang pada anakmu!"Dahlia rasanya tidak sabar lagi menghadapi sahabat karibnya yang terlihat konyol."Tapi... tapi... aku mencintainya, Dahlia," isaknya duduk di kursi."Apa aku bilang! Dulu kamu menikah dengannya tanpa cinta, hanya untuk membalas dendam. Danendra sangat mencintai kamu. Sekarang giliran kamu mencintainya, pria itu sudah tak punya lagi hati untuk kamu. Sadar, Natali!!"Natali semakin terisak, ia merasa menyesal dengan sikapnya di masa lalu sehingga membuat cinta Danendra luntur padanya."Tapi, aku mau berusaha untuk mendapatkan Danendra lagi, Dahlia," ucapnya dibarengi gelengan dari Dahlia."Sadar Natali kesalahan kamu itu banyak, jangan sampai Danendra tahu rahasia kelam kamu, tiba wa