Cempaka membawa Saras ke kantor pihak berwajib, di sana telah ada tim yang membantu mereka menyelesaikan kasus. Ada pula Anita dan ayahnya didampingi tim kuasa hukum mereka."Ya, Diego seringkali mengganggu aku. Sejak ada Saras, dia membantu aku dari gangguan Diego." Anita takut-takut menyatakan kebenaran, ia berbicara sambil menggenggam tangan ayahnya."Mana buktinya! Jangan berbohong, Anita ini pasti diajarkan untuk berucap bohong," tunjuk mama Diego pada Anita yang makin ketakutan. Dia sampai mendekap ayahnya."Ibu, tolong suaranya dipelankan. Anak-anak takut mendengar suara ibu. Kalau tidak bersalah, tidak perlu panik," ujar ayah Anita yang terlihat kesal.Pihak keluarga Diego tersudut dengan keberanian Anita. Mama Diego tampak kalang kabut dengan mengatakan semua ucapan Anita adalah bohong. "Kami telah mengumpulkan bukti yang kuat, Bu," timpal tim kuasa hukum Anita. "ditambah keterangan Saras dan Anita."Usai pertemuan yang makin jelas itu, terbit kelegaan pada diri Cempaka. Dia
"Cempaka, apakah kita boleh berjumpa?" tanya Natali melalui sambungan telepon. Dua hari setelah peristiwa Danendra di rumah Natali, barulah perempuan itu menghubungi Cempaka. "Untuk apa, ya? Lewat telepon saja," jawab Cempaka. Ia tidak ingin berkontak langsung dengan Natali terutama dalam keadaan hamil besar."Lebih baik bertemu, aku ingin menyampaikan sesuatu."Pupil mata Cempaka bergerak ke atas, ia malas dengan Natali yang memaksakan kehendak. "Aku sibuk, bilang saja."Natali terdiam, dia harus lebih sabar dalam menghadapi istri pertama suaminya itu."Begini, aku mau minta tolong pada kamu... Danendra mendiamkanku dua hari ini, telepon tidak diangkat dan pesan tidak dibalas. Bisakah kamu mengatakan pada Danendra agar merespon komunikasi dariku?"Mengernyit kening Cempaka mendengarnya, tidak mengira kalau perempuan yang selama ini ada di hati suaminya sedang galau karena Danendra."Mengapa minta bantuan aku. Kamu selesaikan sendiri urusan rumah tanggamu. Bukannya kalian mulai ber
"Pak, keluarga Diego meminta damai. Mereka tahu bukti kuat mengarah pada Diego yang melakukan tindakan tidak patut pada Anita.""Apakah Bu Cempaka telah mengetahuinya?""Sudah, Pak, begitu juga Pak Devano."Danendra menghubungi Cempaka untuk menanyakan kelanjutan masalah Diego. Saras diketahui melakukan tindakan pembelaan diri tempo lalu."Halo, Cempaka, bagaimana ajakan damai keluarga Diego?""Ketepatan aku sudah mendiskusikan soal itu bersama Pak Devano. Sekarang juga sedang sama Pak Devano lagi," jawab Cempaka menimbulkan rasa asing dalam diri Danendra. "Oh, Saras, ikut?""Tidak. Saras sudah sekolah. Oh, ya, sekarang Saras dan Anita satu sekolahan," ungkap Cempaka dengan nada antusias.Terhenyak Danendra mendengar berita baru itu."Apa si Devano tidak punya pekerjaan, siang begini tidak di kantor? Terus apa hasil pembicaraannya?""Pak Devan katanya mengambil cuti untuk mengurus masalah putrinya. Sekarang sedang di toilet. Kami bersepakat meminta Diego dilakukan pemeriksaan mental
Devano melihat kedatangan Cempaka, dia menyongsong ke arahnya sembari tercengang melihat siapa orang yang menggandeng Cempaka."Eh, Danendra... lama tidak berjumpa, malah ketemu di sini," sapa Devano seraya mengulurkan tangan untuk berjabatan. Danendra menerima uluran tangan Devano dengan ekspresi datar."Kalian...." Devano menunjuk Cempaka dan Danendra secara bergantian."Oh, Cempaka istri gua," jawabnya membuat Devano tergemap."Wah, gua gak nyangka selama ini... soalnya Cempaka terlihat sendiri mengurus Saras."Pernyataan itu menimbulkan rasa tidak enak di antara Cempaka dan Danendra. Tidak mungkin pula bagi mereka menceritakan ada apa di balik cerita yang tampak."Selamat buat anak lu, Dev.""Makasih, Dan. Silakan menikmati hidangan, ya. Gua mau menyapa orang tua undangan lainnya." Devano tidak berpamitan pada Cempaka, dia hanya melirik istri dari kawan lamanya itu."Eh, gimana ceritanya kamu bisa kenal Pak Devano?" tanya Cempaka penasaran."Kawan lama," jawab Danendra singkat. C
Seminggu sebelum melahirkan, Cempaka memutuskan melahirkan di Bekasi dengan syarat dan ketentuan yang disusun bersama Danendra. "Aku melahirkan di Bekasi, hanya seminggu di sana, aku mau kembali ke Jakarta. Tidak butuh bantuan Natali selama mengasuh bayiku. Kamu harus susun jadwal untuk mengunjungi kami ke Jakarta. Tidak ada alasan sibuk." Begitulah perjanjian antara Cempaka dan suaminya.Dengan kesibukan Danendra sebenarnya ia agak sulit untuk memenuhi permintaan itu, mengingat ada Natali pula yang bisa mendadak memerlukan kehadirannya.Namun, dengan bersedianya Cempaka melahirkan di Bekasi sudah membuat Danendra senang bisa melihat anaknya setiap hari sekalipun hanya selama seminggu.Selanjutnya, dia akan berpikir hal terbaik.Di awal Cempaka sempat meragu lantaran Saras akan bersekolah. Syukurnya, anak ketiganya akan lahir tepat di hari libur panjang kalender merah sehingga Cempaka yakin menerima tawaran itu."Selamat datang kembali, Bu Cempaka," sambut Saidah. "Ya, Bik... saya d
Teringat peristiwa dua hari lalu, Danendra tidak menyangka bila pertemuan dengan Natali menjadi bumerang bagi dirinya sendiri.Dia bersyukur Cempaka tidak memutuskan pergi dari rumahnya mengingat jadwal melahirkan yang dekat. Cempaka mengultimatum untuk mengganti seluruh perabotan dalam kamarnya.Terbirit-birit Danendra mengerjakannya, melibatkan pihak lain untuk memenuhi kemauan Cempaka, sekalipun ia masih belum ikhlas dituduh membawa Natali masuk ke kamar itu.Malamnya Danendra meminta bertemu dengan Natali di rumahnya.Mendengar rencana itu, Natali merasa senang."Bisa kamu jelaskan ini milik siapa?"Begitu Danendra dibukakan pintu, ia melempar tas kertas berisi pakaian dalam ke kursi di ruang tamu.Natali terkejut melihat tindakan Danendra lantas mengeluarkan isinya."I... ini milikku."Benar saja, hubungannya dengan Cempaka tidak akan pernah membaik setelah peristiwa ini."Apa yang terjadi dua hari lalu? Saat kamu datang ke rumah?""Apa kamu tidak mengingatnya?"Sorot tajam Danen
Seorang bayi laki-laki lahir di rumah sakit tempat Danendra bekerja. Rasa senang dan haru melengkapi Danendra, melihat putra pertamanya lahir dengan sehat.Bayi mungil itu belum bisa dibawa ke ruang rawat ibunya untuk diperiksa."Selamat, ya, anak kita sudah lahir."Cempaka yang masih sulit bergerak hanya tersenyum memandang Danendra, dia tahu betapa gembira suaminya saat ini."Mana anaknya?" "Nanti suster akan bawa kemari."Pintu ruang rawat terbuka, menampilkan sosok Lukito dan Qonita dengan paras girang."Selamat buat Dane dan Cempaka. Cucu Mama mana?"Bersamaan dengan itu mereka saling bersalaman. "Sedang diperiksa dulu, Ma. Nanti dibawa kemari oleh suster."Keluarga itu terbawa arus percakapan yang menyenangkan satu sama lain.Di sela itu, ponsel Danendra berbunyi. Dia merogoh kantong kemeja, tampil nama Natali di sana."Aku keluar sebentar, ya, mengangkat telepon."Yang lain mengangguk, tidak begitu mempedulikan dengan siapa Danendra berkomunikasi. "Halo, Dane. Selamat buat k
Cempaka telah diperbolehkan pulang setelah menginap tiga hari di rumah sakit. Qonita dan Lukito turut mendampingi kepulangan menantu dan cucu pertama mereka "Ini cucu dari Danendra yang telah lama kami nantikan. Moga kamu bisa mengasuh dengan penuh cinta, ya, Cempaka. Mama tahu tidak akan mudah selama perempuan bernama Natali itu masih menjadi istri Dane," ujar Qonita saat mereka hanya berdua di kamar."Ya, Ma. Pada Dane aku minta Natali tidak berkunjung kemari.""Baguslah, anak itu susah melihat keburukan Natali. Dia seolah-olah tersihir oleh perempuan itu."Putra Cempaka ditidurkan dalam kotak bayi yang tidak begitu jauh dari mereka. Sengaja Cempaka membedakan agar si bayi terbiasa dengan keadaan seperti itu."Mama harus menceritakan ini pada kamu, Cempaka." Qonita menggenggam tangan menantunya."Mama berulang kali mengatakannya jangan pernah tinggalkan Danendra apapun yang terjadi. Natali itu orang yang buruk, dia lihai mengendalikan Danendra dengan tipu daya sama seperti ibunya."
Setelah Joko Chandra, giliran Natali ditemui oleh Cempaka. Ia datang sendiri ke kediaman perempuan yang menjadi istri kedua suaminya."Mau apa datang kemari!" Sambutan Natali dingin saat membuka pintu rumahnya. Di belakang Natali, dia melihat seorang perempuan yang diketahui Cempaka sebagai teman dekat Natali."Suruh masuk, ada tamu," ucap Dahlia ramah.Cempaka tak berminat masuk, ia langsung bicara ke topik inti."Ayahmu sudah mendekam di penjara, Natali."Badan Natali meremang, senyum miring Cempaka malah membuatnya gentar."Aku hanya peringatkan, pelan tapi pasti aku minta kamu mundur dari hubunganki dan Danendra!" tegas Cempaka tanpa ada rasa takut.Natali menatap manik Cempaka dalam-dalam lalu tawa lepas dari bibirnya."Kamu datang kemari untuk mengancam aku, heh?!"Natali membalas menggertak Cempaka."Kartumu ada di aku."Tawa Natali terhenti disambut kalimat ramah Dahlia."Apa kita masuk dulu untuk membicarakan hal penting ini?"Tatapan Cempaka beralih pada Dahlia yang tampak t
Natali gelisah usai menonton berita mengenai penangkapan ayahnya sebagai dalang kebakaran ruko yang pernah ditempati Cempaka. "Memang si Tua ini keras kepala, dari dulu merasa benar dan sekarang dapat akibatnya."Meskipun gelisah, ada rasa marah yang menggerogoti hatinya. Ia teringat bagaimana perlakuan Joko Chandra terhadap ibunya di masa silam, bukannya baik-baik saja, melainkan sebaliknya.Natali kecil sering melihat pertengkaran ayah dan ibunya, dia tidak paham masalah apa yang menimpa. Semakin dewasa, ia mendapati kesalahan ibunya yang dituturkan ayahnya, yakni bersama pria lain.Tertawa miris, itulah yang dilakukan Natali. Memiliki orang tua yang menelantarkan dirinya secara batin, membuatnya tidak yakin dengan relasi pernikahan seumur hidup."Kalian membuat masa depanku hancur, penuh dendam dan kebencian," ucapnya di hadapan bingkai berisi gambar kedua orang tuanya.Bukan sedih yang dirasakan oleh Natali atas kejadian yang menimpa ayahnya."Memang pantas mendapatkannya."Natal
Di malam hari, setelah Devano dan Anita pulang, Danendra duduk di ruang keluarga sendirian. Ia mengulir ponsel tanpa berkonsentrasi dengan apa yang dikerjakan. Pikirannya menerawang pada masa lalu, bagaimana hubungan pertemanan dengan Devano kandas karena pria itu menjalin hubungan dengan Natali di belakangnya.Kekhawatiran menyerang Danendra saat melihat istrinya, Cempaka, terlihat nyaman berada di dekat Devano."Sudah jam setengah sebelas, tidak tidur?" tanya Cempaka yang muncul dari arah belakang badan Danendra. Pria itu hanya diam saja tanpa respon."Cantik ngga kalau bunga ini di taruh di sini?" tanya Cempaka membawa vas berisi bunga yang dibawanya tadi."Hm...," jawab Danendra sembari melirik ke arah bunga cantik di nakas.Cempaka duduk di bangku berhadapan dengan Danendra. "Pak Devan tadi datang sekalian mengabarkan kalau dalang kebakaran ruko sudah ditangkap pihak berwajib."Pandangan Danendra mendadak terarah pada Cempaka. Dia belum mendapat kabar apapun."Namanya Joko Cha
Setelah menidurkan Keenan, Cempaka mengulir media sosial miliknya sembari beristirahat.Matanya membelalak membaca sebuah artikel, berulang kali Cempaka membaca dengan seksama."Pelaku pembakaran ruko sudah ditangkap," ulangnya pelan, tersinggung senyum di parasnya.Tidak lama, layar ponselnya menampilkan nama Danendra. Gegas Cempaka menanggapi."Cempaka, aku tadi dihubungi kuasa hukum. Pelaku pembakaran ruko yang kamu sewa sudah tertangkap. Mereka ada tiga orang.""Apa datangnya ada di antara mereka?" tanya Cempaka antusias."Belum sampai ke sana. Wajah mereka dipakaikan masker, diduga masih ada kawanan lainnya."Cempaka mengangguk, dugaannya juga serupa dengan itu. Hanya saja bukti tidak ada."Siapapun orangnya cepat atau lambat pasti akan tertangkap," ujar Cempaka dengan nada emosional. "Tapi, jangan terlalu memikirkan hal ini, ya." Dari nada bicara Cempaka, Danendra bisa mengira-ngira perasaan istrinya sejauh mana."Nanti aku pulang lebih cepat, mau dibawain makanan tidak?" Danen
Insiden di rumah Natali membuat Danendra membatalkan prakteknya secara mendadak. Alasan istrinya sakit dipakai untuk menemani Natali yang memintanya tidak pergi bekerja setelah dirinya meminta maaf."Apa masih sakit?" tanya Danendra memandang pipi Natali memerah. "Sudah berkurang." Natali tersenyum sembari memegang kompres dingin, berbeda dengan raut Danendra yang datar.Danendra melirik jam estetik yang menempel di dinding, tidak terasa setengah hari dilalui di kediaman Natali."Sore nanti aku mau keluar," ucap Danendra seperti seorang anak yang minta izin ke ibunya."Apa tidak bisa menginap lagi di sini?" Natali menyulap pertanyaan dengan keinginan keras. "Temanilah aku lagi," ujarnya dengan merengek. "Aku akan datang lagi besok," janji Danendra, meskipun dia tidak begitu yakin bisa dipenuhi atau tidak.Usai makan siang, Danendra meninggalkan rumah Natali. Beralasan ke rumah sakit lagi, Danendra menyetir ke rumah miliknya, ia ingin melihat istri dan anak-anak.Rumah dalam keadaan
Danendra terbangun di pagi hari dengan ruangan serasa berputar, kepalanya pening.Memandang sekitar, dia tahu kalau malam tadi dirinya menginap di kediaman Natali.Pakaiannya sudah berganti dengan bahan yang lebih ringan.Berjalan memegang dinding agar tidak jatuh, sampai Danendra di luar kamar. Tercinta aroma wangi masakan dari dapur. Ia yakin kalau Natali ada di sana."Mengapa aku bisa menginap di sini?" tanyanya dengan suara meninggi.Tersentak Natali mendengar suara Danendra, ia berbalik dan langsung mengubah raut menjadi lebih ramah."Kamu sudah bangun? Aku lagi siapin sarapan," sahutnya tanpa menjawab pertanyaan Danendra. Natali mengambil sebuah gelas lalu pergi menuju dispenser untuk mengisi dengan air minum. "Minum air hangat setiap pagi baik untuk kesehatan. Aku selalu ingat pesan kamu," ucapnya.Danendra hanya menatap gelas berisi air, tanpa memedulikan hal itu, Danendra berjalan menuju bangku di sekitar meja makan lalu duduk di sana.Memejamkan mata menjadi jalan untuk me
"Maaf, Bu. Ada apa ini? Suara ibu mengganggu tetangga, hari sudah malam." Seorang bapak datang menghampiri Cempaka untuk menegurnya. Cempaka mengatur emosinya dengan baik. Dia meminta maaf lalu menjelaskan perihal Danendra di dalam rumah Natali. "Suami ibu?" "Ya." Tampak bapak-bapak itu pergi lalu berbisik dengan tetangga lain. "Saya RT di sini, apakah ibu yakin ada orang di dalam?" tanyanya. "Itu mobil suami saya." Cempaka menunjuk kendaraan roda empat yang terparkir di garasi. Ketua RT meminta bukti mengenai data suami Cempaka. Ketua RT bersama warga menggedor-gedor pintu kediaman Natali sampai Natali merasa terpojok. "Bu Natali silakan di buka atau kami membuka paksa." Merasa terancam akhirnya Natali membuka pintu. "Mana Danendra?!" jerit Cempaka berusaha memaksa masuk, tetapi cepat dihalangi Natali. "Tidak ada yang boleh masuk paksa ke rumah saya atau saya lapor polisi!" teriak Natali melawan. Cempaka dan warga lain berdiri mematung. "Bu Natali, ibu
Natali merasa tidak puas dengan penuturan Joko Chandra, ia menghadapi masalah baru. yakni Cempaka jadi kembali ke Bekasi paska kejadian kebakaran. Hal membuat Natali kesal adalah keputusan kembali Cempaka dan Danendra kembali serumah."Kamu cukup berempati pada perempuan itu, masalah lain Papa akan membantu," ujar Joko Chandra waktu itu.Natali menghubungi Danendra, ia punya permintaan."Dane, temani aku konsultasi ke dokter kandungan, ya," pintanya melalui sambungan telepon."Kalau mau ke rumah sakit, datang saja, Natali," sahut Danendra sambil memeriksa jadwal operasi, seminar, dan praktek di poliklinik.Gegas Natali melakukan apa yang disuruh Danendra, mereka berdua masuk ke dalam ruang praktek."Coba dilihat ini janinnya masih berukuran kecil. Harap dokter dan istri memperhatikan kebutuhan sang bayi melalui nutrisi ibu hamil," ingat sang dokter.Dokter kandungan meresepkan vitamin untuk Natali."Kamu sudah selesai praktek, 'kan? Mau pulang?" tanya Natali di luar ruangan."Sudah.
Malam ini Cempaka dan anak-anak mulai menginap di Bekasi. Danendra girang bukan kepalanya, tanpa paksaan Cempaka menyerahkan diri padanya.Danendra tidak yakin alasan apa yang membuat istrinya memutuskan hal itu. Apapun alasannya bagi Danendra tidak begitu penting."Saras masih bersekolah di Jakarta, besok Heru bisa mengantar ke sekolah, 'kan?" tanya Cempaka saat mereka berada dalam kamar yang sama. Cempaka memutuskan bersedia sekamar tanpa syarat apapun."Ya, Heru bisa antarkan. Tapi, kamu tidak berniat Saras bolak-balik sejauh itu, bukan? Dia harus bangun sepagi apa, pasti lelah perjalanan jauh."Cempaka telah memikirkannya. "Saras sebenarnya sudah nyaman bersekolah di sana, sejak masalah di sekolahnya dulu. Waktu aku membicarakan hal ini padanya, Saras sedih, jadi aku beri pilihan mau tinggal di Bekasi pindah sekolah atau tetap di Jakarta."Danendra mengangguk. "Jadi jawaban Saras apa?""Kamu tidak tanya?" Cempaka menoleh pada suaminya dengan kernyitan di kening.Danendra berdehem