Wira mendengar keributan saat berjalan melewati ruangan Reynald, pas sekali pintunya terbuka jadi dia bisa melihat jelas apa yang terjadi. Reynald yang melihat Wira menjadi kesal, kedua tangannya bahkan mengepal erat hanya saja sang bos tidak bisa melihat lantaran tertutup meja. “Saya tadi memanggil Riana tapi, malah wanita ini yang datang, awalnya saya tidak mau menyuruh dia hanya saja dia terus memaksa dan saya pun dengan terpaksa meminta dia untuk membuatkan kopi jangan terlalu manis. Yang datang malah kopi yang sangat manis, saya kan sangat tidak suka dengan kopi yang sangat manis, jadi bukankah wajar kalau saya marah?” “Lalu kenapa Anda malah ingin menyuruh Riana?” Wira bertanya dengan raut wajah bingung sekaligus tidak suka sekali kalau Riana menjadi kelelahan akibat sering disuruh. Reynald menggaruk kepalanya yang tidak gatal, bingung memikirkan jawaban apa yang cocok untuk dikatakan. “Em, itu karena dia sangat pas membuatkan saya kopi!” jawab Reynald cepat. “Ehem!” Wira mal
Riana menarik napas dalam, lalu ia hembuskan secara kasar. “Bukankah kamu sendiri yang tidak ingin memiliki anak? Lalu kenapa kamu berkata seakan aku lah yang tidak memberikanmu anak?” pertanyaan yang keluar dari mulut Riana, membuat hatinya teriris perih. Dia sudah beberapa kali merengek menginginkan anak kepada sang suami tetapi, lelaki itu selalu berkata nanti, nanti dan nanti. Lalu sekarang Reynald malah berkata kalau Riana tidak bisa memberikan anak kepadanya? Sunguh, kalau seorang lelaki yang tidak menginginkan wanitanya lagi maka akan ada seribu alasan untuk mengatakan kalau sang wanita tidak baik atau cocok untuknya. “Berhubung hari ini kamu sudah gajian, jadi sekarang kamu bisa mencari rumah kontrakan untuk dirimu sendiri,” perkataan Reynald membuat Riana menjadi bingung. “Maksud kamu apa?” Riana menatap Reynald meminta penjelasan. “Maksud Reynald itu, kemasi semua barang kamu yang ada di rumah ini lalu pergi dari sini. Gitu aja masa tidak tahu sih!” ketus Diandra, ia amat
Wira yang melihat Riana di samping sang ibu bergegas bersembunyi di belakang sofa, sebenarnya ia selalu memakai pakaian lengkap di rumah. Hanya saja dia habis mandi dari kamar mandi luar lantaran air panas tidak keluar dari sana, lalu sehabis mandi ia merasa lapar teringat ada buah berserta cemilan di ruang tamu. “Mama kira kamu tidak pulang hari ini, jadi bawa Riana kemari untuk menginap,” “Riana akan menginap di sini?” Wira menatap tidak percaya. “Iya,” jawab Desi singkat, ia tidak enak menceritakan kepada Wira masalah Riana saat di depan orangnya sendiri. “Kalau Bapak keberatan, saya akan mencari tempat lain untuk menginap.” Riana menunduk, ia merasa malu menatap Wira yang masih bertelanjang dada. Padahal lelaki itu sudah bersembunyi di belakang sofa, tetap saja Riana malu dan menjadi salah tingkah lantaran melihat roti sobek Wira. “Kan tante bilang bahaya bagi seorang wanita malam-malam di luar, Wira tidak akan masalah kalau kamu menginap atau malah tinggal di sini. Toh dia j
“Sudah. Kamu temanin tante di sini, jangan ke mana-mana.” Pinta Desi sambil menggenggam tangan Riana. Riana yang melihatnya menjadi tidak tega, ia terpaksa menganggukkan kepala tanda setuju sehingga membuat Desi tersenyum senang. Wira yang berada di balik tembok juga merasakan hal yang sama, saking senangnya ia tidak sengaja berteriak membuat kedua wanita tersebut menoleh kepada dirinya. “Halo, iya. Saya akan segera ke sana.” Wira pura-pura tengah menerima panggilan dari seseorang. “Ma, Aku pamit berangkat kerja dulu, ada meeting penting di kantor,” pamit Wira kepada Desi. “Bukannya sekarang Minggu?” Riana menatap heran sang bos, makanya itu tanpa sadar dia bertanya yang membuat Desi dan Wira malu. “Dia memang selalu kerja, Riana, tidak peduli itu hari Minggu. Bahkan kemarin juga Sabtu kan? Nah, dia tetap bekerja, hanya saja karena perusahaan lain memberikan libur Sabtu dan Minggu, ia pun terpaksa melakukannya karena tidak mau membuat karyawan mereka kelelahan,” jelas Desi. Memang
“Memang mau ke mana, Tante?” Riana bertanya dengan raut bingung. “Jalan-jalan saja, tante bosan di rumah,” sahut Desi. Desi tidak ingin mengatakan kalau dia sedang kesal dengan mertua Riana, toh buat apa juga kalau wanita tersebu tahu, tidak ada hubungan apa pun dengannya dan juga nanti Riana malah sakit hati mendengar ceritanya. “Aku ganti pakaian dulu sebentar, ya, Tante,” “Iya, akan tante tunggu di sini,” Riana masuk ke dalam kamar yang ia tempati, membuka tas dan mulai memilih pakaian apa yang layak dipakai untuk pergi bersama Desi. “Pakaian yang mana, ya?” Dia bermonolog seorang diri sambil terus memandangi isi tasnya. Memang Riana tidak ada kepikiran untuk menaruh semua pakaiannya di dalam lemari, ia tidak ada niat untuk terus menumpang di sini. Kalau ada kesempatan akan pergi mencari rumah untuk di tempati, itulah yang dia pikirkan. Riana keluar dengan menggunakan warna merah muda, lengkap dengan hijabnya dan tidak lupa menggunakan tas kecil murah. “Maaf, Tante, Aku belum
“Siapa yang cantik, Wir?” pertanyaan Desi membuat Wira gelagapan, ia tidak sadar kalau berbicara dengan mulutnya bukan di dalam hati. Desi tertawa pelan melihat respon yang diberikan sang putra, ia sebenarnya tahu kalau Wira memuji Riana yang terlihat cantik, tetapi dia hanya ingin bermaksud menggoda lelaki tersebut. “Riana kah? Nah benar kan kata tante, Wira saja berkata kalau kamu cantik,” “Tidak.” Wira menggelengkan kepala pelan, gugup itulah yang dia rasakan. “Jadi memang aneh, ya?” Riana terlihat murung sekarang. Memang sedari tadi dia tidak terlihat nyaman memakai pakaian yang dipilihkan oleh Desi, walau masih menggunakan hijab tetap ia tidak terbiasa menggunakan pakaian masa kini. Lantaran terbiasa menggunakan gamis atau rok panjang, jadi sedikit risih baginya menggunakan pakaian muslimah moderen. “Tidak, cantik kok!” jawab Wira cepat, wajahnya langsung memerah karena malu. “Terima kasih,” Kedua insan itu menjadi terlihat canggung membuat Desi menarik napas kasar, dia me
“Saya beli yang bekas saja, Pak,” tolak Riana.“Tidak apa, pakai saja karena kalau mencari laptop bekas akan memakan waktu, berkas ini harus siap besok pagi karena akan ada meeting siang hari,” jelas Wira. “Baik, kalau begitu Saya akan memakai laptop Bapak dulu, apa boleh Saya mengerjakannya di dalam kamar saja?” Riana meminta izin dengan perasaan ragu, takut kalau bosnya akan tersinggung.“Silahkan,”“Em, kalau Saya memakai laptop, Bapak pakai apa?” Riana berbalik lagi saat berjalan beberapa langkah.“Ini.” Wira menunjuk komputer yang berada di sudut ruangan.Riana yang melihat hal tersebut sudah merasa menjadi lebih baik, padahal dia tadi merasa tidak ena lantaran harus memakai milik Wira. Dia sadar diri sekali untuk tidak terlali merepotkan, sayang keadaan tidak terlalu mendukung selalu saja membuat ia harus mendapat bantuan dari keluarga tersebut.“Sudah lama sekali Aku tidak memainkan benda ini, apakah masih ingat caranya?” gumam Riana seorang diri.Wanita tersebut menyalakan l
Desi segera menarik tangan Riana untuk duduk berdampingan dengan Wira, ia tidak mau melewatkan kesempatan sedikit pun untuk membuat mereka semakin dekat.“Nah, kalau ginikan enak,” Desi menatap puas kepada dua orang di depannya.Riana duduk sedikit meminggir karena ia merasa tidak nyaman saat berdekatan dengan Wira, lelaki itupun merasakan hal yang sama dengannya. Beberapa kali Wira berdehem karena tiba-tiba tenggorokan terasa kering, dia merasa salah tingkah sekali sekarang tetapi di satu sisi tidak mau kalau sampai Riana duduk di depan bersama Darmo. “Mana berkas milikmu itu? Bisa Aku lihat sebentar?” tetapi Riana hanya diam tidak merespon membuat Wira memanggil lagi, “Riana ... Riana!”“Eh, ada apa?” Riana terkejut dan langsung menoleh.“Kamu tidak nyaman duduk bersama denganku?” Wira menyembunyikan ekspresi murungnya, ia berusaha memaklumi Riana kalau jawaban yang diberikan kepadanya adalah ‘iya’“Tidak, bukan begitu, hanya sedang terpikirkan sesuatu” Riana menggelengkan kepala p
Tidak terasa waktu sudah berlalu dengan begitu cepat, Mayang sekarang menjadi kesulitan bicara dan berjalan karena stroke yang dia derita melumpuhkan separuh tubuhnya sebelah kanan. Sehingga apa yang ingin dia lakukan menjadi kesulitan, jadi harus dibantu oleh orang lain, mulai dari makan bahkan sampai ke kamar mandi. “Ck, aku nikah buat hidup enak, bukan seperti ini!” gerutu Diandra. Diandra sepanjang jalan menggerutu sedari tadi, membuat Reynald menajdi muak, “Diam kamu! Ini juga karena aku menikah denganmu, hidupku menjadi sial!” Reynald menyalahkan Diandra atas kesalahnnya sendiri, begitulah dia selalu melempar kesalahannya kepada orang lain. “Idih! Kamu yang korupsi, kok aku yang disalahin?!” Diandra menatap bengis kepada suaminya yang baru dia nikahi beberapa bulan ini. “Iyalah, karena aku menikah denganmu semuanya jadi kacau! Beda saat bersama dengan Riana, apa lagi kamu tahu suamimu tidak bekerja malah tetap pergi shoping, sehingga semua harta yang terisa menjadi habis kare
“Wanita itu? Apa kamu mengingat sesuatu?” Riana menatap lekat kekasihnya, dia menunggu jawaban keluar dari mulut Wira dengan tidak sabaran.Wira masih mengingat-ingat apakah benar wanita itu, tetapi penampilan dan sifatnya jauh berbeda dengan wanita yang diingat tersebut, dulu setahu Wira hanya satu wanita yang menatap Riana dengan tatapan penuh iri dan kebencian. Wanita yang wajahnya penuh jerawat dan bahkan selalu mendelik setiap kali Riana melihatnya.“Aku tidak tahu namanya, tapi dia wanita yang selalu mendelik kepadamu setiap kali kamu melewatinya. Hanya saja penampilannya sangat jauh berbeda dengan dulu, bukan maksudku menghina, wajahnya penuh dengan jerawat bahkan selalu berjalan menunduk karena dia selalu dibully oleh senior!” ucap Wira dengan ragu, dia masih tidak yakin kalau wanita itu adalah Diandra.Hanya dia lah yang terlihat sangat membenci Riana, bahkan setiap kali ada kesempatan wanita itu akan mengerjai kekasihnya tersebut, tetapi Wira ‘lah yang selalu menggagalkan re
“Wira? Maaf aku sedang sibuk!” Riana menjauhi Wira dan melambaikan tangan kepada pelayan yang lain. “tolong layani dia, aku akan masuk ke ruanganku!”Sebenarnya dia ingin mengajak Wira berbicara, dirinya merindukan lelaki itu walau baru sebentar tidak bertemu dengan nya, hanya saja teringat akan Subroto yang tidak merestui ubungan dia dnegan lelaki itu mmebuat Riana menjadi urung untuk sekedar mengajak Wira berbicara.“Riana, tunggu!” Wira menahan tangan Riana, supaya wanita itu tidak pergi.“Maaf saya sedang sibuk sekarang, jadi saya harap Anda pergi saja!” Riana mengusir Wira sambil menepis tangan lelaki itu dari dirinya.“Riana, apa kamu marah kepadaku karena tidak membelamu? Maafkan aku untuk itu, aku akan mengumpulkan bukti untuk mengatakan kepada Papa sekaligus membersihkan namamu!” Wira mengatakan semuanya kepada Riana, tetapi dia ragu kalau wanita itu akan mempercayainya.Riana terdiam, hatinya terasa nyeri mendnegar perkataan Wira tersebut, yah dia memang merasa sakit hati la
“Iya. Tante Desi memang wanita yang sangat baik, aku berdoa kalau dia ‘lah yang menjadi mertuaku nanti. Apakah aku terlalu berharap?” Riana bertanya dengan mata berbinar-binar, dia sangat berharap kalau dirinya berjodoh dnegan Wira. Kapan lagi dia mendapatkan mertua seperti Desi, yang selalu menyayanginya.“Tidak ada salahnya untuk berharap. Sekarang kamu istirahat saja, besok sudah mulai belajar mengelola restoran dengan Mutia. Jadi kamu harus menyiapkan diri untuk besok, aku pamit pulang dulu.” Edo mengusap rambut keponakannya sebelum pergi, Riana menjawab dengan anggukan kepala.*Di lain tempat Desi tengah bersedih, dia tidak menyangka kalau suaminya setega itu kepada seorang wanita muda malang itu, sungguh padahal tadi dia sangat bahagia sekali dengan kepulangan Riana dari rumah sakit dan sekaligus kedatangan suaminya yang tiba-tiba. Namun, ternyata malah berakhir dengan kesedihan, sekaang dia tidak bersemangat lagi menyambut kedatangan Subroto dengan penuh semangat seperti tadi,
“Tidak perlu Paman melakukannya, biarkan saja!” Riana tidak mau sang paman membalas apa yang telah orang-orang itu lakukan kepadanya.“Kenapa? Mereka ‘kan sudah jahat kepadamu, jadi biarkan aku yang mengurusnya. Kamu hanya perlu melihat saja tanpa perlu mengotori tanganmu itu!” Edo geram dengan ke’empat orang itu, dia ingin memberikan pelajaran kepada mereka semua. Walau Subroto sedikit sulit karena dia seorang pemilik perusahaan besar dan terkenal, tetapi dia akan berusaha sekuat tenaga untuk membalas perbuatan mereka semua.“Tidak papa! Aku sudah ingin berusaha ikhlas saja dengan perbuatan mereka, apa lagi ayahnya Wira, aku tidak mau melakukan sesuatu yang buruk kepada dia. Karena Tante Desi, istrinya sangat baik kepadaku selama ini dan juga Wira ....” Riana tidak meneruskan kalimatnya.“Apa Ibu Riana menyukai Wira? Maaf kalau saya ikut campur pembicaraan ini!” tebak Mutia. Karena dia tahu kalau seseorang membicarakan seorang lelaki dengan wajah yang memerah, berarti orang itu menyu
“Iya. Ini restoran sekarang adalah milik Anda, karena Anda adalah ahli waris yang sah! Oh, iya, perkenalkan saya adalah Mutia, manajer di restoran ini.” Mutia mengulurkan tangannya, untuk memperkenalkan diri kepada bos barunya tersebut.Riana hanya menerima uluran tangan itu dalam diam, dia masih mencerna situsi yang ada, dia masih tdak menyangka kalau kedua orang tuanya memiliki restoran yang mewah dan besar seperti ini. Apakah memang benar ini adalah milik kedua orang tuanya? Dia masih tidak mempercayainya, karena menganggap semua ini hanya mimpi.“Bu Riana?” Mutia menyentuh Riana pelan, karena sedari tadi dia mengajak bicara tetapi tidak ada sahutan yang terdengar.“Eh, ii-iya!” Riana tergagap, dia terkejut karena tadi sempat melamun.“Apa Anda mau berkeliling untuk melihat restoran ini?” Mutia menawarkan untuk berkeliling, sebenanrnya Pak Edo menyuruhnya untuk mengajak Riana berkeliling dan memperkenalkan dengan bawahan yang lain.“Boleh. Tapi barangku ini di taruh di mana?” Rian
"Tapi ada bukti dan saksi yang mengatakan kalau Riana lah yang mencuri bersama dengan Kiki," ucap Subroto tidak ingin mengatakan siapa saksi yang bersaksi atas Riana lah yang mencurinya."Aku tidak percaya hal itu, Pa! Mana mungkin Riana yang mencurinya dan buat apa juga dia melakukan hal itu?!" Desi berkata dengan nada tinggi, dia tidak terima suaminya itu menuduh Riana wanita yang menurutnya adalah wanita baik-baik."Saksi dan bukti sudah ada, lagi pula map ini kami temukan di kamar Riana. Tepatnya di bawah pakaiannya terselip." Subroto mengambil map yang berada di balik punggungnya, dia memperlihatkan kepada Desi kalau Riana benar-benar seperti yang dia katakan.Riana yang melihat hal seperti itu, dua mengetahui kalau Subroto tidak menyukai dirinya dan dari pengalaman yang dia dapatkan di rumah Reynald, percuma membela diri pasti lelaki itu akan bersikeras mengatakan kalau dia lah yang mencuri map tersebut dari bukti, saksi bahkan penemuan map yang tidak pernah dia lihat sekali pun.
“Apa maksudmu?!” Wira tidak mengerti apa yang dikatakan oleh Reynald tentang Riana. “Masa Anda tidak mengerti, Pak? Setiap orang akan berubah seiring berjalannya waktu, sama halnya Riana yang Anda kenal dulu. Jadi sekarang dia bukanlah Riana yang Anda kenal dulu, tapi Riana yang berbeda," ucap Reynald menjelaskan. “Iya. Kau memang benar, orang pasti bisa berubah!” Subroto membenarkan perkataan Reynald, diiringi dengan anggukan oleh para karyawan wanita yang masih berada di sana. “Tt-tapi aku sangat yakin kalau Riana tidak berubah!” ucap Wira dengan terbata. Dia masih berusaha menolak perkataan Reynald. “Wira, kamu tidak bisa terus-menerus menolak semua perubahan Riana! Memang benar perkataan mantan suaminya itu, karena dia pernah menjadi suami sekaligus tinggal bersama selama lima tahun lamanya. Kamu tahu, hanya seorang suami lah yang mengetahui baik-buruknya istri, begitu pun sebaliknya.” Subroto menepuk pundak Wira, dia berusaha menyadarkan lelaki tersebut untuk mnerima kenyataan
“Aku tahu pasti kamu yang mengambil map merah itu! Kalau bukan kamu, ya, siapa lagi? Karena kamu ‘lah yang terlihat paling mencurigakan beberapa hari ini!” Kiki menunjuk wajah Lia, dia sangat tahu kalau wanita itu lah yang mengambil map dari gerak-gerik yang terlihat selama ini. “Buat apa juga aku mengambil map itu?” Lia sengaja bertanya seperti itu, supaya Kiki tidak lagi menuduhnya. “Mana kutahu! Hanya kamu yang mengetahuinya atau mungkin karena ingin sengaja menjatuhkan Riana, kan kamu sangat membencinya. Entah apa kesalahannya kepadamu, sehingga kamu menjadi membenci wanita baik itu!” Kiki menggerutu dengan mata memerah, dia ingin sekali menerjang wanita tersebut tetapi tidak memiliki tenaga sama sekali. “Memangnya kenapa kalau aku yang mengambilnya?! Ya, aku mengambil map itu! Lalu apa? Kamu mau mengatakannya kepada mereka? Mana mungkin mereka mempercayai dirimu itu!” Lia bergegas menjauh dari Kiki, wanita itu memilih meninggalkan Kiki karena merasa kesal sampai akhir Kiki mas