“Tidak apa, Tante, hanya sakit sedikit akibat jatuh dari kamar mandi,” Riana sengaja berbohong kepada Sinta karena takut wanita itu khawatir. “Seharusnya kamu lebih hati-hati kalau berjalan di kamar mandi, pasti sakit sekali, ya?” Terlihat jelas wajah Desi sangat khawatir seperti dugaan Riana. Riana hanya tersenyum saja menanggapi wanita yang berada di depannya, ia sangat bersyukur masih ada orang yang mengkhawatirkan dirinya saat ini. Padahal dia memiliki keluaraga tetapi, tidak ada yang mengkhawatirkannya, hanya orang lain saja yang peduli. “Sebenarnya aku ke sini mau kasih tahu kabar bahagia buat, Tante,” Riana menatap dengan tersenyum senang. “Kabar bahagia apa, Riana?” Desi sangat tidak sabar menunggu, “Aku sudah dapat pekerjaan,” “Wah, alhamdulillah, Riana. Tante turut senang mendengarnya. Pekerjaan apa yang kamu dapatkan?” “Tidak seperti yang Tante pikirkan, hanya menjadi cleaning servis saja,” jawab Riana senang. “Tidak apa, Sayang. Toh kamu sudah mencarinya dengan susa
“Masa sih Aku lupa menaruhnya di mana.” Riana mencari-cari tempat perkiraan di mana dia menaruh uangnya. Padahal dia ingat betul kalau menaruhnya di lemari tepat di bawah pakaiannya paling bawah, sengaja memang menaruh di situ supaya Reynald tidak melihat uang miliknya. “Hah, tidak ada!” Riana sangat kaget mengetahui kalau tidak menemukannya di mana pun, benar sih uangnya hanya dia tinggal 500ribu saja tetapi, itu pun menurutnya sangat banyak. Wanita tersebut menjadi bertanya-tanya siapakah gerangan yang mengambil uang miliknya, kalau menuduh Reynald sedangkan lelaki itu tidak masuk ke kamar mereka selama dua hari belakangan ini. Jadi tidak mungkin Reynald adalah pelakunya, Riana mulai berpikir keras untuk mengingat siapa lagi kemungkinan orang yang akan mencuri uangnya tersebut dan hanya satu orang yang selalu berada di rumah. Mayang, yah Mayang, ibu kandung Reynald selalu berada di rumah. Namun, dia mulai berpikir kalau menanyakan hal tersebut pasti akan membuat mertuanya itu ter
Riana tidak bergeming dengan pertanyaan dari lelaki yang berada di sampingya, membuat lelaki tersebut menjadi kesal dan menarik dia ke dalam ruangan. “Aku bilang ngapain kamu di sini?!” Yah, lelaki itu adalah Reynald, dia sangat kesal karena pertanyaan yang diberikan tetapi tidak dihiraukan oleh sang istri, membuatnya terpaksa menarik Riana ke dalam ruangan kerja miliknya sendiri. “Kerja,” Riana menjawab sangat santai sekali, ia tidak peduli dengan ekspresi lelaki yang berada di depan. “Kerja sebagai tukang bersih-bersih? Itu yang Kamu sebut bekerja? Dan juga ini di perusahaan di mana aku menjabat sebagai Manajer, bikin malu saja!” Reynald menyugar rambut secara kasar, sekarang dia sangat malu sekali mendapati kenyataan tentang Riana bekerja sebagai cleaning servis. “Yang penting aku kerja supaya tidak menjadi beban kamu, Mas,” “Tapi, tidak bekerja sebagai ... hah!” “Pekerjaan yang sedang aku lakukan adalah halal,” “Seharusnya kamu mencari pekerjaan di perusahaan yang lain saja
“Buat apa dia memanggil kamu, Riana?” Kiki bertanya dengan nada khawatir, lantaran baru saja dibicarakan sudah harus berurusan dengan salah satu orang yang menyebalkan. “Aku tidak tahu.” Riana segera beranjak untuk pergi menemui suaminya, yah hanya dia yang tahu kalau lelaki itu suami Riana sendiri. “Hati-hati,” gumam Kiki dengan berbisik takut didengar oleh orang lain. “Ada apa, Bapak memanggil saya?” Riana berbicara sopan kepada Reynald membuat lelaki tersebut terkejut tetapi berhasil ingat tentang yang dia katakan pagi tadi. “Tolong belikan makan siang untukku di bawah,” “Uangnya?” Riana menengadahkan tangan meminta uang. “Pakai uangmu saja dulu,” “Maaf, Pak, Saya tidak memiliki uang karena belum gajihan dan kebetulan uang yang ada malah dirampas oleh seseorang karena sebuah tuduhan tanpa bukti!” sindir Riana. Reynald mendelikkan mata, ingin sekali lelaki itu memaki istri yang berada di depannya ini tetapi, itu tidak mungkin karena pasti akan terdengar oleh orang di kantor a
Seorang lelaki tengah menatap selembar poto, ia terus menatap dengan sorot mata yang sulit dijelaskan dan menggumamkan nama Riana. “Tapi, kenapa Kamu terlihat sangat kurus dan muram? Padahal dulu tubuhmu berisi dan sangat ceria, makanya itulah aku tidak bisa melupakanmu sampai sekarang.” Wira mengelus poto yang berisi dirinya dan Riana tengah berrpose bersama. Yah, lelaki itu adalah Wira, lelaki culun yang pernah menjadi teman dekat Riana sewaktu kuliah, hanya saja kedekatan mereka menjadi terhalang akibat kedatangan lelaki yang bernama Reynald. Lelaki yang selalu terucap disetiap mulut sang wanita, tampan dan pekerja keras kata-kata tersebut selalu Riana katakan kepada Wira saat mereka tengah bersama. Sayangnya Wira tidak pernah mengetahui nama dan rupa lelaki tersebut, setiap ingin melihat selalu saja ada halangan. “Apa kamu sudah bercerai?” Pertanyaan tersebut selalu memenuhi pikiran Wira sejak bertemu dengan Riana pertama kali, sayang dia tidak berani dan memilih berpura-pura ti
“Kamu kenapa sih? Tidak Wira, tidak kamu kok seperti tidak suka kalau aku memperlakukan wanita itu, padahal cantikan aku juga,” Reynald yang sadar telah melakukan kesalahan karena hampir saja ketahuan kalau dirinya mengenal Riana, ia segera menarik napas untuk meredakan amarah di dalam hati. Sebenarnya dia bingung kenapa ia sangat marah, seketika terpikir alasan yang tadi kalau dia tidak suka kalau ada orang lain memperlakukan kasar selain dirinya. “Lain kali jangan menumpahkan makanan yang dia bawa seperti itu, karena makanan itu milikku,” Reynald berkata dengan menahan amarah. “Astaga! Aku tidak tahu kalau makanan itu adalah milikmu, karena amarah tidak memikirkan apa pun.” Wulan menutup mulut, ia kemudian semakin mendekat kepada Reynald. “Sudahlah, tidak apa lagian Satpam sudah membawakan gantinya,” “Jangan seperti itu, aku akan meminta maaf karena menumpahkan makananmu dengan ....” Wulan duduk di pangkuan Reynald, dia bergelayut manja sambil menempelkan bibirnya dengan bibir
“Iya. Dia Ibu saya yang telah Anda larang untuk masuk ke dalam karena menganggapnya orang asing,” Wira mengingatkan kepada Wulan apa yang dia lakukan. “Saya hanya menegurnya saja, karena tidak tahu kalau dia adalah Ibu Bapak,” elak Wulan tidak mau kesalahan makin besar. “Kalau memang menegur, kenapa harus dengan nada tinggi kepada orang tua? Mana sok-sokan lagi menganggap diri sendiri adalah bos yang menggaji para pekerja di sini.” Desi bersedekap dada memandang Wulan dengan sinis. Wulan terdiam, ia bingung melakukan pembelaan seperti apa, otak tengah berpikir untuk menghadapi situasi yang menurutnya adalah darurat. “Kalau begitu saya tinggal minta maafkan? Jadi saya aya mohon kepada Ibu tolong maafkan saya, itu karena saya tidak mengetahui kalau Ibu adalah orang tua Pak Wira,” “Jadi Kamu minta maaf karena aku adalah orang tuanya Wira? Kalau semisalkan aku adalah orang lain, apa kamu akan meminta maaf?” Lagi, Wulan terdiam karena kalau orang tua yang berada di depannya ini bukanla
“Sialan banget mereka semua! Kenapa juga Aku bodoh banget main di sana.” Wulan merutuk kebodohan yang dia buat sendiri. Wulan memang melupakan CCTV itu, dia tidak mengingatnya karena terbawa nafsu bersama dengan Reynald. Saat dia melakukan bersama dengan Manajer itu, kebetulan Desi masuk ke dalam ruangan Wira untuk mengunjungi sang anak, sayang Desi malah melihat hal yang memalukan.“Duh, bagaimana ini? Pasti tidak akan bisa mendapatkan kerja lagi di lain,” Saat Wulan sedang meratapi nasibnya, di lain tempat Riana juga tengah berada di fase bimbang, ia bimbang lantaran ingin menerima tawaran sebagai sekertaris tetapi, di sisi lain dia merasa tidak pantas untuk mendapatkan posisi itu. Dia juga takut kalau ada banyak orang yang tidak suka akan diriya yang menerima posisi Sekertaris. “Riana, kenapa melamun?” Reynald bertanya membuat Riana tersentak dari lamunan. Yah, sekarang Riana berada di ruangan milik sang suami tengah mengantarkan kopi yang Reynald pesan. “Tidak apa,” “Sudah, ke
Tidak terasa waktu sudah berlalu dengan begitu cepat, Mayang sekarang menjadi kesulitan bicara dan berjalan karena stroke yang dia derita melumpuhkan separuh tubuhnya sebelah kanan. Sehingga apa yang ingin dia lakukan menjadi kesulitan, jadi harus dibantu oleh orang lain, mulai dari makan bahkan sampai ke kamar mandi. “Ck, aku nikah buat hidup enak, bukan seperti ini!” gerutu Diandra. Diandra sepanjang jalan menggerutu sedari tadi, membuat Reynald menajdi muak, “Diam kamu! Ini juga karena aku menikah denganmu, hidupku menjadi sial!” Reynald menyalahkan Diandra atas kesalahnnya sendiri, begitulah dia selalu melempar kesalahannya kepada orang lain. “Idih! Kamu yang korupsi, kok aku yang disalahin?!” Diandra menatap bengis kepada suaminya yang baru dia nikahi beberapa bulan ini. “Iyalah, karena aku menikah denganmu semuanya jadi kacau! Beda saat bersama dengan Riana, apa lagi kamu tahu suamimu tidak bekerja malah tetap pergi shoping, sehingga semua harta yang terisa menjadi habis kare
“Wanita itu? Apa kamu mengingat sesuatu?” Riana menatap lekat kekasihnya, dia menunggu jawaban keluar dari mulut Wira dengan tidak sabaran.Wira masih mengingat-ingat apakah benar wanita itu, tetapi penampilan dan sifatnya jauh berbeda dengan wanita yang diingat tersebut, dulu setahu Wira hanya satu wanita yang menatap Riana dengan tatapan penuh iri dan kebencian. Wanita yang wajahnya penuh jerawat dan bahkan selalu mendelik setiap kali Riana melihatnya.“Aku tidak tahu namanya, tapi dia wanita yang selalu mendelik kepadamu setiap kali kamu melewatinya. Hanya saja penampilannya sangat jauh berbeda dengan dulu, bukan maksudku menghina, wajahnya penuh dengan jerawat bahkan selalu berjalan menunduk karena dia selalu dibully oleh senior!” ucap Wira dengan ragu, dia masih tidak yakin kalau wanita itu adalah Diandra.Hanya dia lah yang terlihat sangat membenci Riana, bahkan setiap kali ada kesempatan wanita itu akan mengerjai kekasihnya tersebut, tetapi Wira ‘lah yang selalu menggagalkan re
“Wira? Maaf aku sedang sibuk!” Riana menjauhi Wira dan melambaikan tangan kepada pelayan yang lain. “tolong layani dia, aku akan masuk ke ruanganku!”Sebenarnya dia ingin mengajak Wira berbicara, dirinya merindukan lelaki itu walau baru sebentar tidak bertemu dengan nya, hanya saja teringat akan Subroto yang tidak merestui ubungan dia dnegan lelaki itu mmebuat Riana menjadi urung untuk sekedar mengajak Wira berbicara.“Riana, tunggu!” Wira menahan tangan Riana, supaya wanita itu tidak pergi.“Maaf saya sedang sibuk sekarang, jadi saya harap Anda pergi saja!” Riana mengusir Wira sambil menepis tangan lelaki itu dari dirinya.“Riana, apa kamu marah kepadaku karena tidak membelamu? Maafkan aku untuk itu, aku akan mengumpulkan bukti untuk mengatakan kepada Papa sekaligus membersihkan namamu!” Wira mengatakan semuanya kepada Riana, tetapi dia ragu kalau wanita itu akan mempercayainya.Riana terdiam, hatinya terasa nyeri mendnegar perkataan Wira tersebut, yah dia memang merasa sakit hati la
“Iya. Tante Desi memang wanita yang sangat baik, aku berdoa kalau dia ‘lah yang menjadi mertuaku nanti. Apakah aku terlalu berharap?” Riana bertanya dengan mata berbinar-binar, dia sangat berharap kalau dirinya berjodoh dnegan Wira. Kapan lagi dia mendapatkan mertua seperti Desi, yang selalu menyayanginya.“Tidak ada salahnya untuk berharap. Sekarang kamu istirahat saja, besok sudah mulai belajar mengelola restoran dengan Mutia. Jadi kamu harus menyiapkan diri untuk besok, aku pamit pulang dulu.” Edo mengusap rambut keponakannya sebelum pergi, Riana menjawab dengan anggukan kepala.*Di lain tempat Desi tengah bersedih, dia tidak menyangka kalau suaminya setega itu kepada seorang wanita muda malang itu, sungguh padahal tadi dia sangat bahagia sekali dengan kepulangan Riana dari rumah sakit dan sekaligus kedatangan suaminya yang tiba-tiba. Namun, ternyata malah berakhir dengan kesedihan, sekaang dia tidak bersemangat lagi menyambut kedatangan Subroto dengan penuh semangat seperti tadi,
“Tidak perlu Paman melakukannya, biarkan saja!” Riana tidak mau sang paman membalas apa yang telah orang-orang itu lakukan kepadanya.“Kenapa? Mereka ‘kan sudah jahat kepadamu, jadi biarkan aku yang mengurusnya. Kamu hanya perlu melihat saja tanpa perlu mengotori tanganmu itu!” Edo geram dengan ke’empat orang itu, dia ingin memberikan pelajaran kepada mereka semua. Walau Subroto sedikit sulit karena dia seorang pemilik perusahaan besar dan terkenal, tetapi dia akan berusaha sekuat tenaga untuk membalas perbuatan mereka semua.“Tidak papa! Aku sudah ingin berusaha ikhlas saja dengan perbuatan mereka, apa lagi ayahnya Wira, aku tidak mau melakukan sesuatu yang buruk kepada dia. Karena Tante Desi, istrinya sangat baik kepadaku selama ini dan juga Wira ....” Riana tidak meneruskan kalimatnya.“Apa Ibu Riana menyukai Wira? Maaf kalau saya ikut campur pembicaraan ini!” tebak Mutia. Karena dia tahu kalau seseorang membicarakan seorang lelaki dengan wajah yang memerah, berarti orang itu menyu
“Iya. Ini restoran sekarang adalah milik Anda, karena Anda adalah ahli waris yang sah! Oh, iya, perkenalkan saya adalah Mutia, manajer di restoran ini.” Mutia mengulurkan tangannya, untuk memperkenalkan diri kepada bos barunya tersebut.Riana hanya menerima uluran tangan itu dalam diam, dia masih mencerna situsi yang ada, dia masih tdak menyangka kalau kedua orang tuanya memiliki restoran yang mewah dan besar seperti ini. Apakah memang benar ini adalah milik kedua orang tuanya? Dia masih tidak mempercayainya, karena menganggap semua ini hanya mimpi.“Bu Riana?” Mutia menyentuh Riana pelan, karena sedari tadi dia mengajak bicara tetapi tidak ada sahutan yang terdengar.“Eh, ii-iya!” Riana tergagap, dia terkejut karena tadi sempat melamun.“Apa Anda mau berkeliling untuk melihat restoran ini?” Mutia menawarkan untuk berkeliling, sebenanrnya Pak Edo menyuruhnya untuk mengajak Riana berkeliling dan memperkenalkan dengan bawahan yang lain.“Boleh. Tapi barangku ini di taruh di mana?” Rian
"Tapi ada bukti dan saksi yang mengatakan kalau Riana lah yang mencuri bersama dengan Kiki," ucap Subroto tidak ingin mengatakan siapa saksi yang bersaksi atas Riana lah yang mencurinya."Aku tidak percaya hal itu, Pa! Mana mungkin Riana yang mencurinya dan buat apa juga dia melakukan hal itu?!" Desi berkata dengan nada tinggi, dia tidak terima suaminya itu menuduh Riana wanita yang menurutnya adalah wanita baik-baik."Saksi dan bukti sudah ada, lagi pula map ini kami temukan di kamar Riana. Tepatnya di bawah pakaiannya terselip." Subroto mengambil map yang berada di balik punggungnya, dia memperlihatkan kepada Desi kalau Riana benar-benar seperti yang dia katakan.Riana yang melihat hal seperti itu, dua mengetahui kalau Subroto tidak menyukai dirinya dan dari pengalaman yang dia dapatkan di rumah Reynald, percuma membela diri pasti lelaki itu akan bersikeras mengatakan kalau dia lah yang mencuri map tersebut dari bukti, saksi bahkan penemuan map yang tidak pernah dia lihat sekali pun.
“Apa maksudmu?!” Wira tidak mengerti apa yang dikatakan oleh Reynald tentang Riana. “Masa Anda tidak mengerti, Pak? Setiap orang akan berubah seiring berjalannya waktu, sama halnya Riana yang Anda kenal dulu. Jadi sekarang dia bukanlah Riana yang Anda kenal dulu, tapi Riana yang berbeda," ucap Reynald menjelaskan. “Iya. Kau memang benar, orang pasti bisa berubah!” Subroto membenarkan perkataan Reynald, diiringi dengan anggukan oleh para karyawan wanita yang masih berada di sana. “Tt-tapi aku sangat yakin kalau Riana tidak berubah!” ucap Wira dengan terbata. Dia masih berusaha menolak perkataan Reynald. “Wira, kamu tidak bisa terus-menerus menolak semua perubahan Riana! Memang benar perkataan mantan suaminya itu, karena dia pernah menjadi suami sekaligus tinggal bersama selama lima tahun lamanya. Kamu tahu, hanya seorang suami lah yang mengetahui baik-buruknya istri, begitu pun sebaliknya.” Subroto menepuk pundak Wira, dia berusaha menyadarkan lelaki tersebut untuk mnerima kenyataan
“Aku tahu pasti kamu yang mengambil map merah itu! Kalau bukan kamu, ya, siapa lagi? Karena kamu ‘lah yang terlihat paling mencurigakan beberapa hari ini!” Kiki menunjuk wajah Lia, dia sangat tahu kalau wanita itu lah yang mengambil map dari gerak-gerik yang terlihat selama ini. “Buat apa juga aku mengambil map itu?” Lia sengaja bertanya seperti itu, supaya Kiki tidak lagi menuduhnya. “Mana kutahu! Hanya kamu yang mengetahuinya atau mungkin karena ingin sengaja menjatuhkan Riana, kan kamu sangat membencinya. Entah apa kesalahannya kepadamu, sehingga kamu menjadi membenci wanita baik itu!” Kiki menggerutu dengan mata memerah, dia ingin sekali menerjang wanita tersebut tetapi tidak memiliki tenaga sama sekali. “Memangnya kenapa kalau aku yang mengambilnya?! Ya, aku mengambil map itu! Lalu apa? Kamu mau mengatakannya kepada mereka? Mana mungkin mereka mempercayai dirimu itu!” Lia bergegas menjauh dari Kiki, wanita itu memilih meninggalkan Kiki karena merasa kesal sampai akhir Kiki mas