Pagi itu Dicky masih terlelap di kamarnya. Dikarekan hari minggu, Dicky sengaja tidak bangun lebih awal. Namun handphone milik Dicky tiba-tiba berbunyi. Menendakan panggilan masuk. Karena masih setengah sadar, Dicky sampai tidak melihat layar handphonenya hanya untuk sekedar melihat siapa yang menghubunginya.
"Halo," sapa Dicky setengah sadar.
"Pagi Dicky, ini gue Putri, lo udah siap?" tanya sang penelepon.
Mata Dicky yang awalnya tertutup langsung terbuka seketika. Rasa kantuknya juga hilang seketika. Bagaimana ia bisa lupa janjinya dengan Putri. Waktu saat itu juga menunjukkan pukul 06.00 WIB. Huh Dicky benar,benar bodoh.
"Gue udah siap kok, setengah jam lagi gue otw," jawab Dicky.
Setelah menempuh sekitar dua jam perjalanan, Dicky dan Putri akhirnya tiba di kawasan Puncak. Ada villa milik keluarga Putri di sana. Villa minimalis namun terlihat mewah. Di sana ada seorang pembantu yang diperintahkan keluarga Putri untuk membersihkan villa tersebut jika keluarga Putri ingin berkunjung. Pembantu itu bernama Bi Siti."Hai Bi siti," sapa Putri melihat bi siti membersihkan halaman villa tersebut."Eh, non Putri udah datang, ini teh saha non? Kasep pisan, pacarnya ya?" tanya bi Siti saat melihat Dicky."Makasih pujiannya bi, nama saya Dicky, temennya Putri," jawab Dicky.Bi Siti tampak sedikit menggoda Putri. Membuat Putri salah tingkah. Begitu juga dengan Dicky. Bi Siti juga merasa senang Putri berkunjung ke Villa setelah sekian lama Putri tak berkunjung. Putri benar-benar terlihat bahagia saat itu."Non Putri mau bibi masakin apa?" tanya Bi Siti."Gak usah bi, biar Putri yang masak nasi goreng aja buat Dicky sama bibi juga,"
Dicky dan Putri siang itu masih betah berada di rumah pohon. Mereka masih betah melihat pemandangan sekitar yang sangat indah. Terutama Putri. Ia benar-benar sangat bahagia. Diitambah lagi melihat senyum Dicky ia semakin bahagia. Dan kala itu, giliran Putri yang selalu menatap wajah tampan Dicky. Ada rasa sayang di hati Putri pada lelaki di sampingnya ini."Dicky," panggil Putri."Hmm?""Lo tau sejarah rumah pohon ini?" tanya Putri yang dibalas gelengan oleh Dicky."Bokap ama nyokap gue dulu ketemu disini, nyokap asli sini, sedangkan bokap asli Jakarta, dan waktu itu bokap nyatain cinta ke nyokap gue disini," jelas Putri."Wahh, bokap lo romantis," Puji Dicky.
Dengan cepat Putri menghapus air matanya saat melihat Dicky kembali dari toilet. Ingin rasanya Putri kembali menangis. Namun sekuat tenaganya ia menahan agar ia tidak menangis. Dicky kembali duduk di hadapan Putri dengan senyumannya. Putri tentu saja membalas senyuman itu. Walau dengan hati yang masih sakit karena baru saja mengetahui kenyataan yang sangat pahit. Putri mengembalikan handphone Dicky yang masih ia pegang. Tentu saja Dicky terkejut melihat handphonenya berada di genggaman Putri."Maaf dari tadi ada yang nelp kamu, makanya aku angkat," ujar Thania."Iya gakpapa, emang siapa yang nelp? Mama?" tanya Dicky."Thania,"Dicky terkejut. Benar saja panggilan masuk dari nomor tak dikenal menghiasi log panggilan handphone Dicky. Di
Pagi itu Dicky berniat untuk tidak sekolah. Pikirannya benar-benar kalut sehingga ia memutuskan untuk tidak sekolah hari ini. Dicky hari ini juga berniat pergi ke Bandung untuk menemui seseorang yang bisa memberikan solusi akan dilemanya ini. Berharap seseorang itu bisa memberikan jawaban dan menenangkan hatinya.Pukul 09.00 WIB, Dicky sudah bersiap siap menggunakan jaket tebal dengan sebuah tas ransel di punggungnya. Ibu Dicky yang melihat itu tentu saja heran."Kamu mau kemana Dicky?""Aku mau ke Bandung ma, mau nyamperin Vina, dia pasti bisa kasih solusi tentang dilema aku ini," Jawab Dicky."Tapi Dicky--""Ma tolong izinin aku ma, hari ini aku bakal balik, ya?" minta Dicky mencium tangan ibunya."Tapi Vina koma Dicky," ujar Ibu Dicky.Dicky tentu saja terkejut mendengar hal itu. Vina adalah sepupu Dicky. Saat Dicky pindah ke Bandung karena masalah itu, Dicky dan keluarga tinggal di rumah Vina sampai ia mend
"Ini soal hati gue Vin,"Vina duduk di samping Dicky dan mendengar apa yang ingin dikatakan oleh sepupunya itu. Dicky mulai menceritakan tentang keluh kesah hatinya. Saat pertama ia bertemu dengan Putri dan Thania. Saat dimana juga ia merasakan sesuatu yang tak pernah ia rasakan. Dan mereka berdua jugalah yang membuat Dicky percaya dengan sesuatu bernama cinta. Vina tersenyum mendengar cerita Dicky.Namun yang dirutuki Dicky adalah, Mengapa ia diharuskan untuk memilih saat ia sudah mulai mempercayai cinta? Dua orang yang dicintai Dicky juga merasakan hal yang sama dengan Dicky. Dan bodohnya lagi Dicky sampai menyakiti orang yang dicintainya itu. Membuat Dicky berada di dalam sebuah dilema yang sangat berat. Dicky bahkan sampai menangis dihadapan Vina. Ia membutuhkan solusi dari Vina untuk lepas dari dilema ini."Vin, apa yang harus gue lakuin Vin?Apa gue harus kembali ke komitmen gue untuk tidak mempercayai cinta?" tanya Dicky."Itu bukan solusi Dic
Namaku Putri. Lahir 27 Maret di kota Jakarta. Ayahku pemilik perusahaan ternama yang sudah memiliki cabang dimana-mana. Sedangkan ibuku pemilik sebuah butik ternama. Butik milik ibuku juga sudah memilki cabang di berbagai negara. So, keluargaku adalah keluarga yang sangat berada. Dan mungkin semua temanku sangat ingin hidup sepertiku.Di sekolah aku menyembunyikan statusku sebagai orang yang berada. Sangat tidak berguna bagiku untuk mengumbar umbar hal itu. Toh mereka juga tak tau bagaimana aku dan keluargaku. Mungkin aku tak perlu menceritakan bagaimana aku dan keluargaku. Karena pasti bagianku ini akan sangat panjang. Aku juga ingin mencari teman yang benar-benar tulus. Bukan teman yang hanya menginginkan uangku. Aku juga lebih tertutup kepada teman-teman yang tidak begitu ku kenal. Hanya beberapa orang yang dekat denganku.Disekolah, aku dijuluki sebagai primadona JIS bersama Thania. Kata mereka karena kecantikanku. Aku juga tak tau wajahku di bagian mana yang
Dicky kembali bersekolah setelah kemarin meliburkan diri. Pasti banyak yang mencarinya setelah sehari kemarin ia libur. Dan benar saja, banyak pesan masuk dan panggilan tak terjawab setelah seharian kemarin ia mematikan handphonenya. Sesampainya di sekolah, Ia tak langsung menuju kelasnya. Masih ada lima belas menit lagi sebelum bel berbunyi. Dicky menuju kantin untuk menikmati batagor Mbok Surti. "Mas Dicky kemarin kenapa gak masuk? sakit ya?" tanya Mbok Surti. "Enggak kok mbok, kemarin saya ada urusan ke Bandung, emang kenapa mbok? kengen ama saya ya?" canda Dicky. "Bukan mas, kemarin mbak Thania nyariin," "Thania? Nyariin saya?" "Iya mas, Mbak Thania keliatan khawatir banget gitu mas," jelas Mbok Surti. Dicky merasa sedikit bersalah pada Thania setelah mendengar apa yang dikatakan Mbok Surti. Tapi apa boleh buat? Ia benar benar harus ke Bandung kemarin. "Dicky," panggil seseorang yang baru dibicarakan. 
Malam itu Dicky tak ada niat untuk kemana-mana. Tamparan Thania masih membekas di hatinya. Sakit? mungkin itu pantas ia dapatkan. Ia juga sudah menceritakan apa yang terjadi siang tadi pada ibunya. Ibu Dicky hanya mengatakan, ini pasti akan berlalu. Ibu Dicky dan Nisa malam itu sedang pergi keluar untuk membeli keperluan. Bel rumah Dicky tiba-tiba berbunyi. Membuat Dicky heran. Baru saja ibunya pergi. Kenapa kembali secepat ini? Namun tiba tiba saat Dicky membuka pintu rumahnya, "Dicky, Maafin aku," ujar seorang gadis memeluk Dicky. "Thania?" Thania tiba-tiba datang dan langsung memeluk Dicky. Dari mana Thania tau rumah Dicky? Itulah yang sempat diherankan oleh Dicky. Namun ia tak terlalu memikirkan hal itu. "Ajak aku jalan malam ini, please," minta Thania. Dicky hanya menuruti permintaan Thania. Tak ingin melihat Thania semakin kecewa karena menolak permintaannya itu. Tak lupa juga ia mengabari ibunya bahwa ia akan keluar bersama
Siang itu Dicky terheran karena melihat sebuah mobil terpakir di halaman rumah miliknya. Bukan mobil milik ibunya. Siapa yang bertamu ke rumahnya? Mobil yang dilihatnya itu seperti tak asing bagi Dicky. Barulah Dicky tau sang pemilik mobil saat ia melihat plat mobil tersebut. Memori kelam yang selama ini mati-matian di hapus oleh Dicky tiba-tiba kembali. Dengan cepat Dicky masuk ke dalam rumahnya. Berharap bukan orang yang sangat dibencinya itu yang sedang bertamu ke rumahnya.Dan benar ternyata. Orang itu yang sedang bertamu ke rumah Dicky. Memory-memory kelam itu kembali menghampirinya. Dicky terdiam di tempatnya saat melihat orang itu. Rasa benci, sakit, dan trauma bercampur aduk di dalam hatinya. Bahkan Dicky sudah sampai di tahap phobia pada orang yang dilihatnya itu. Ia tak bisa berkata-kata. Orang itu menatap Dicky dengan tatapan berbinar. Tak menyangka anaknya sudah besar dan tampan."Dicky, ini papa nak, kamu sudah besar sekarang, maafin papa selam
Malam itu Dicky sedang berada di dalam kamarnya. Ia tak berniat keluar dari kamarnya. Karena jika ia keluar dari kamarnya, ibunya pasti akan menceramahinya di karenakan sifatnya siang tadi. Memang ia akui, sifatnya tadi sangat kekanak-kanakan. Namun sekali lagi ia memiliki alasan melakukan hal itu. Yang ia lakukan dari tadi hanya memainkan handphone miliknya. Membuka sosial medial miliknya. Huh, sangat membosankan. Namun ceramah dari ibunya akan lebih membosankan jika ia keluar dari kamarnya.Ibu Dicky tiba tiba datang menghampiri Dicky. Tampak wajah ibu Dicky kesal kala itu. Tentunya Dicky tau alasan kekesalan ibunya. Huh, Dicky hanya perlu mengumpulkan kesabaran untuk menghadapi ceramah dari ibunya saat ini."Kenapa ma?" tanya Dicky."Ikut mama, mama perlu ngomong sama kamu," perintah ibu Dicky.Dicky hanya menurut. Dengan malas, ia mengikuti langkah ibunya menuju ruangan TV. Di sana, Ibu Dicky memerintahkan anaknya itu untuk duduk di
Siang itu sepulang sekolah, Dicky mendapatkan panggilan dari ibunya. Ibu Dicky memerintahkan anaknya itu menemaninya ke mall untuk berbelanja dan makan siang bersama. Dicky hanya menuruti permintaan ibunya itu. Karena mungkin ia juga sudah lama tidak menikmati waktu bersama dengan ibunya. Ia pun bersiap-siap untuk segera beranjak dari sekolahnya. Namun tiba-tiba sebuah suara memanggil namanya."Kak,""Oh, Tasya, ada apa?""Kak, kakak mau kemana?" tanya Tasya."Ada janji ama nyokap, kamu mau ikut?" ajak Dicky."Emang boleh? Kalau boleh ayo,"Anggukan Dicky kala itu membuat senyuman Tasya mengembang. Mereka berduapun beranjak dari sekolah mereka. Tak lupa Dicky mengabari ibunya bahwa ia akan membawa salah satu temannya. Ibu Dicky mengiyakan. Karena ia tau anaknya tidak suka jika dikira orang-orang berpacaran dengan ibunya sendiri. Memang, setiap Dicky berjalan berdua bersama ibunya, orang-orang yang melihat pasti mengir
Pagi itu Dicky sudah bersiap untuk bersekolah. Ia mendapati ibunya sedang memasak makanan yang akan ia santap pagi itu. Dicky kembali mendapati handphone milik ibunya di meja makan. Membuat ia penasaran dan ingin kembali memeriksa handphone milik ibunya. Dicky masih penasaran dengan orang yang di save ibunya itu dengan tulisan mas. Dan benar saja. Ada sebuah pesan belum terbaca oleh orang yang sama di handphone milik ibunya."Tolong jaga dia untukku, aku belum siap untuk bertemu langsung dengannya,"Jaga? Siapa yang harus dijaga oleh ibunya? Dan bertemu dengan siapa? Permintaan orang ini sangat aneh. Namun dengan cepat Dicky meletakkan kembali handphone milik ibunya. Karena ia pasti akan kena omel jika ketauan mengecek handphone milik ibunya tanpa izin."Dicky, selamat pagi, kamu udah siap? Kebetulan mama baru selesai masak nasi goreng, ayo sarapan dulu," ajak ibu Dicky."Iya ma, selamat pagi," balas Dicky.Dickypun mulai memak
Motor Dicky akhirnya berhenti di depan sebuah rumah yang sangat dikenal oleh Dicky. Ia berharap tidak akan bertemu dengan Putri saat ini. Pikirannya sudah kacau saat di mall tadi. Namun harapan Dicky itu tidak terjadi. Saat ia melihat Putri sedang berdiri depan rumah miliknya. Dengan cepat Dicky memalingkan wajahnya. Tasya dapat memahami keadaan yang sedang terjadi kala itu."Kak maaf, karena aku kakak--""Gakpapa Tasya, kakak yang seharusnya minta maaf karena udah nangis di hadapan kamu, maaf ya," timpal Dicky.Dicky tersenyum pada Tasya. Mencoba membuktikan bahwa ia baik-baik saja. Namun Tasya sekali lagi tau, bahwa Dicky sedang tidak baik-baik saja. Dicky memang bisa menutupi kesedihannya."Tasya," panggil Putri.Tasya menoleh pada Putri. Memberikan Tasya kode agar Tasya masuk ke dalam rumah. Tasyapun menurut dan akhirnya pamit kepada Dicky. Hanya tersisa Dicky dan Putri berdua kala itu. Namun sedikitpun Dicky tak mau menatap P
Dicky dan Tasya saat itu masih berada di restoran. Dicky yang awalnya berniat untuk pulang dari tadi malah menunda untuk pulang karena keasyikan mengobrol dengan Tasya. Dicky akui, Tasya adalah orang yang cerewet. Sangat berbeda dengan Putri kakaknya. Ia banyak bercerita tentang pengalaman-pengalamannya selama di Singapura. Tak terasa, sudah satu jam mereka berada di sana. Namun tiba-tiba Tasya meminta sebuah permintaan yang tak pernah disangka Dicky sebelumnya."Kak, boleh gak kalau kita ke makam Nisa adik kakak itu? Aku mau kenalan sama dia" minta Tasya.Dicky awalnya tampak bingung. Namun Tasya sedikit memaksa dan Dicky akhirnya mengizinkan. Merekapun beranjak dari restoran itu menuju ke makan Nisa. Setibanya di makam Nisa, kesedihan kembali menghampiri Dicky. Ia kembali teringat senyuman dan tingkah-tingkah Nisa yang menggemaskan. Tuhan, apa waktu bisa diputar agar ia bisa melepaskan semua kerinduannya pada Nisa? Tasya melihat kesedihan Dicky dan menguatkan Dicky.&
Dicky saat itu sudah tiba di sebuah restoran tempat ia membuat janji dengan Rey dan Ryan. Di sana Rey, Ryan, Vanessa dan Steffani sudah menunggu kehadiran Dicky. Dicky mencoba untuk tersenyum dan bahagia di hadapan teman-temannya. Walau duka atas kehilangan adiknya masih belum hilang. Karena jika ia masih larut di dalam duka itu, duka yang ia rasakan tidak akan pernah hilang.Obrolan mereka kala itu beragam. Dimulai dari apa yang terjadi di sekolah tadi, sampai membicarakan aib Ryan yang sangat lucu. Dicky bahkan sampai tertawa lepas. Ia juga merasa bersyukur memiliki sahabat-sahabat yang menghiburnya dan menguatkannya saat ia terpuruk. Perkataan Levin mungkin benar. Dicky tak seharusnya keluar dari genk Ryan.Obrolan mereka saat itu berubah tentang ujian kenaikan kelas yang akan berlangsung tak lama lagi. Vanessa tampak sedikit stress karena ia harus mengejar ketertinggalan pelajaran pasca komanya Rey. Ryan dan Rey bahkan tak terlalu memikirkan tentang ujian itu.
Gue Levin, gue gak suka basa-basi. Mungkin sebagian dari kalian udah tau siapa gue. Walau kalian gak tau sepenuhnya tentang gue. Gue sepupu Thania. Salah satu primadona tercantik di JIS. Mempunyai sepupu yang sangat cantik, bahkan sampai terkenal satu sekolah mungkin menjadi satu kebanggaan tersendiri bagi gue. Bayangkan saja, dulu hampir setiap hari temen-temen sekelas gue minta nomor Thania ke gue. Thania bahkan sampai kesel ke gue karena gue ngasih nomornya ke orang lain tanpa seizinnya. Gue cuma bilang, "Tenang aja, kalau ada dari mereka yang macam-macam gue bakal tanggung jawab tentang itu,".Namun seperti yang diceritakan Thania sebelumnya, Hanya Ariel yang dapat memenangkan hati Thania. Sepupu gue itu sangat bahagia dengan Ariel. Namun sayang, kebahagiaannya itu hilang saat Ariel pergi untuk selama-lamanya. Hal itu membuat Thania terpuruk bahkan hampir mengakhiri hidupnya. Sejak saat itu gue bertekad, bahwa gue yang akan jadi pelindungnya. Gue gak akan ngebuat di
Dicky sempat terkejut saat tiba-tiba seorang gadis menghampirinya. Ia tak pernah melihat gadis ini sebelumnya. Sampai akhirnya gadis itu berdiri di hadapan Dicky dengan senyumannya. Satu hal yang ada di pikiran Dicky saat melihat senyuman gadis yang menghampirinya itu. Senyumannya sangat manis dan mirip dengan Putri. "Hai kak, kak Dicky kan?" tebak gadis itu. "Iya, siapa ya?" "Aku Tasya kak, aku mau ngasih titipan ini ke kakak, ini dari kak Putri kak," ujar gadis itu memberikan sebuah kotak makanan kepada Dicky. Raut wajah Dicky berubah seketika. Ia tak ingin menerima titipan itu. Karena jika ia menerimanya, Putri akan beranggapan bahwa Dicky sudah memaafkannya dan memberikannya kesempatan padanya untuk mencintai Dicky kembali. "Kak?" panggil Tasya kembali. "Eh iya, sorry, sekarang kakak minta tolong ke kamu, tolong balikin titipan ini ke dia, bilang ke dia kalau kakak gak bakal nerima apapun dari dia lagi," perintah