DIKIRA SUAMI PENGANGGURANBab 32πππAku ngikik lagi. Rasian lo. Apes banget dah hari hajatan ini buat mereka. Lagian siapa suruh jadi orang jahat? Orang jahat itu cepat atau lambat pasti kena tulahnya. Apalagi kalau jahatin anak yang udah gak punya ibu macam aku dan Mala. Baru tahu rasa kalian."Loh, bu-bukan gitu Wa, tadi itu biasalah karena kami lagi ada konflik dikit sama tetangga yang tadi, jadi kami males aja gitu ladeninnya. Makanya kami pada buru-buru masuk," jawab Ibu tergagap.Aku menjebik sambil mengerling."Terus kenapa kamu tadi teriak-teriak sama si Yuni? Apa begini cara kamu memperlakukan anak almarhumah adikku?"Ibu cepat menggeleng, "eng-gak Wa, enggak gitu kok sumpah. Biasanya Halim-""Udah. Sana ambilin minum! Ada tamu bukannya dijamu malah a e a e kayak orang gagap," potong Wa Tati lagi. Aku melongo lalu ngikik dalam hati.Beneran gak nyangka, ternyata ada yang lebih galak dari ibu tiriku, yaitu Wa Tati. Sampe ibu gak bisa nolak apalagi ngelak, ngomong aja kayak
DIKIRA SUAMI PENGANGGURANBab 33πππ"Em anu Pak itu ....""Apa kalian itu gak malu? Ngaku-ngaku duit kalian habis buat hajatan si Yuni, padahal kalian pake duit dari si Wija diam-diam. Biar apa? Biar kalian gak usah nyumbang hajatan si Mala lagi, gitu? Malu dong Bu, malu. Lihat si Wija, walau kata kalian dia modal warisan, tapi dia tetep nyumbang buat acara si Mala 'kan? Dan suaminya si Yuni ini gak ada bilang apa-apa soal duit yang dia kasih ke kalian saat hajatan nikah dia," imbuh Bapak panjang lebar. Aku tertawa puas dalam hati. Akhirnya, bapak tahu seberapa licik mereka itu."Bela aja terus bela mantu pengangguran Bapak itu," sungut Mbak Jessica. Dia memutar malas bola matanya yang berbulu lentik itu."Diam kamu Jesikok, nyamber aja kalau orang tua lagi ngomong!" pekik Wa Tati. Melotot lagi ke arahnya."Subhan, daripada kamu dibohongin terus kayak gini sama istri kamu meningan kamu cerein aja dia. Anak-anak kamu udah besar ini," kata Wa Tati lagi.Ibu terperangah dan langsung
DIKIRA SUAMI PENGANGGURANBab 34πππ"Tahu dari Ibu, ini barusan. Berarti bener 'kan Ibu nyuri daging saat hajatannya Yuni terus dagingnya Ibu jual lagi? Cih, dasar malu-maluin, apa harus sampe segitunya Ibu nilep harta kami?"Mata ibu melebar. Ia lalu mendekat sambil menampakan deretan giginya yang sudah mengerat. Seandainya ibu adalah Dinosaurus, mungkin ibu akan jadi Dinosaurus jenis Tyrannosaurus rex. Gigi tajam, kuku panjang, hiih menyeramkan."Ya terus kenapa kalau iya? Kamu gak suka, hah?" desisnya sambil terus mendekat dengan tatapan menghujam.Aku mulai pasang ancang-ancang. Orang yang lagi kesetanan katanya bisa lebih ganas dari Dinosaurus."Gak usah macem-macem. Atau Bapak dan Wa Tati bakal tahu soal ini. Dan Ibu juga pasti masih inget apa yang akan terjadi 'kan? Cerai," tegasku membalas tatapan ibu yang makin menghujam.Dasar ibu tiri. Dari jaman jebot gak pernah berubah. Selalu mengancam dan mendesakku dengan cara seperti itu. Dipikir aku masih bocah apa?"Shiit!" Ibu
DIKIRA SUAMI PENGANGGURANBab 35πππ"D-ditembak? Maksudnya? Siapa yang mau nembak dia, Bang?" Aku mencecar sambil menelan ludah. Mendadak aku gugup bercampur takut."Kita akan tahu saat kita sampai, makanya kita harus secepatnya ke sana, kita harus selamatkan si Nayla," jawabnya seraya gegas menginjak pedal gas membawa mobilnya melesat membelah jalanan. Malam ini suasana kota Jakarta agak dingin, karena awan mendung sisa gerimis tadi sore masih menggantung di langit.Kulihat wajah Bang Wija sangat tegang. Mulutnya tertutup rapat dengan garis cemas yang kentara sekali. Aku enggak tahu sedang seterancam apa si Nayla di sana. Yang jelas aku sendiri kaget saat mendengar ada yang akan menembak wanita gila itu. Pasalnya punya masalah apa sebenarnya mereka itu? Kenapa harus sampe main senjata api?Ya Tuhan. Aku bergidig sendiri, dalam bayanganku situasi yang berkaitan dengan tembak menembak selalu menyeramkan. Bahkan aku gak pernah berani nonton film yang ada aksi tembak menembaknya kar
DIKIRA SUAMI PENGANGGURANBab 36πππ"Baaang! Tolong Nayla ...." Suara si Nayla makin lemah. Di bawah remang cahaya bulan yang tertutup awan gelap, kulihat dia tertatih-tatih. Bahkan bisa saja dia akan terjatuh andai tangannya tidak terikat pada sebuah nisan."Dengarkan aku Naraz, lepaskan Nayla sekarang juga," tegas Bang Wija."Tidak! Aku akan membiarkan dia mati di atas kuburan ayahnya sampai kau mau menikahinya dan memberikan apa yang kumau," tolak pria itu. Secepat kilat senjata itu berpindah ke arah si Nayla. Sementara aku terperangah. Menikahinya? Apa-apaan ini? Kenapa pria itu jadi memaksa Bang Wija untuk menikahi si Nayla? "Lakukan apa yang kumau atau dia akan benar-benar tamat hari ini juga!" pekiknya lagi, mengancam Bang Wija.Aku ingin protes. Ingin juga kusumpal mulut pria bernama Naraz itu dengan tanah kuburan, tapi sayang mulutku terlalu kelu, nyaliku juga ciut seciut-ciutnya sejak tadi aku turun dari mobil."Kau dengar Naraz. Pertama aku dan Nayla tidak bisa menika
DIKIRA SUAMI PENGANGGURANBab 37πππBang Wija nyengir lagi."Sebetulnya Abang gak ngerasa dikasih Yun, bos Abang itu hanya menitipkan sama Abang. Karena kalau misal harta itu ingin benar-benar jadi milik Abang, maka Abang harus menikah dengan si Nayla. Itu kuncinya dan itu adalah sesuatu yang tidak mungkin. Kamu paham?" Bang Wija menatap mataku sekilas."Jadi kalau Abang gak bisa kawin sama si Nayla, terus nanti hartanya akan jadi milik siapa? Kan Abang cuma bersifa sementara?" Aku balik nanya."Akan tetap jadi milik Tuan Guang andai Abang benar-benar tidak menikahi si Nayla. Itulah kenapa si Naraz memaksa Abang menikahi adiknya karena setelah kami resmi menikah maka harta itu dinyatakan resmi jadi milik Abang, dan kalau sudah resmi jadi milik Abang, otomatis si Naraz akan lebih mudah merebutnya. Apa kamu paham sampai di sini?"Aku mengangguk pelan, "ooh jadi itu alesannya. Kasihan juga ya Bang si Nayla, dia pasti didesak dan diancam terus selama ini supaya dia merayu Abang agar
DIKIRA SUAMI PENGANGGURANBab 38πππAku melongo saja sambil menautkan alisku. Kesel, akhirnya kubiarkan saja ibu tereak-tereak sampe semua tetangga pada nyamperin."Waah bagus amat Bu Halimah, ini sih moge, pasti mahal. Tapi emang Bu Halimah bisa ngendarainya?" tanya Bu Titin."Ya bisa dong. Kan gampang. Tinggal belajar, cetek."Idih amit-amit. Pengen ngakak gue. Motor siapa yang heboh dan ngaku-ngaku siapa."Aduh gak sangka banget si Fadil ama anak saya si Jessica ternyata sesayang itu sama saya." Ibu yang tak sabar sampai mengelus-elus motor itu meski belum diturunkan."Beruntung banget ya Bu Halimah dapat mantu kayak si Fadil, gak sia-sia deh pokoknya nikahin anaknya sama dia.""Iya doong. Emangnya kayak anak-anak tiri saya? Kawin aja asal kawin. Kagak milih-milih laki yang penting mereka gak jadi perawan tue," sindir Ibu sambil neleng sebentar ke arahku. Biarin aja, gak aku bales dulu, kita lihat aja nanti, seberapa malunya dia sama omongannya sendiri saat tahu itu motor siapa
DIKIRA SUAMI PENGANGGURANBab 39πππIbu neleng sebentar ke arahku, lalu menarik tangan Mbak Viona ke dalam. Aku dan Mala saling bertatapan bingung, lalu memutuskan untuk nguping di depan pintu kamar ibu."Maaf Viona, tadi Ibu emang pura-pura pingsan, abisan Ibu malu banget saat diteriakin ibu-ibu, hah dasar si Jessica, berani-beraninya dia ngeprank Ibu begini, awas saja dia."Aku terkikik lagi. Ya Tuhan, puas banget deh aku dengernya."Isssh Ibu nih, padahal Viona udah panik banget, bahkan tadi ibu-ibu juga sampe neriakin Viona, malu Bu Viona.""Iya iya maaf Na, ini semua gara-gara adikmu si Jessica itu, kurang asem emang dia.""Emang kenapa sih sama si Jessica? Kok Ibu jadi nyalahin dia?""Ya gimana Ibu gak nyalahin dan kesel sama dia? Dia itu bilang mau kasih Ibu kejutan, eh pas datang itu motor Ibu kira itu motornya kejutan dari si Jessica eeeh tahunya malah punya si sawo busuk itu. Makanya Ibu kesel banget.""Haeh ya itu mah salah Ibu sendirilah. Salah siapa kepedean duluan? M