DIKIRA SUAMI PENGANGGURANBab 23πππ"Halo.""Yuni, Ibu mau ngomong nih," katanya tanpa basa-basi.Aku mengerling malas. Udah bisa kutebak, ibu pasti mau ngomongin masalah jual rumah itu."Males Yuni sibuk," pungkasku seraya menutup sambungan telepon."Kenapa katanya Yun?" tanya suami."Biasalah mau mulai menjalankan misi kayaknya."Tring tring tring.Ponselku lagi-lagi berdering. Kumatikan saja karena yang menelepon adalah Mbak Viona. "Kayaknya mereka harus Yuni kasih pelajaran deh, Bang," dengusku."Iya nanti kita pikirin caranya, tuh sekarang tempat laundry nya udah di depan mata, buruan turun," kata suami."Eh masa?" Aku melirik ke arah depan, sampai tak sadar mobil sudah berhenti di depan sebuah laundy besar.Cepat aku turun dan menaruh dua kantong kresek besar cucian kami.Selesai menaruh cucian di tempat laundry kami kembali melaju ke rumah sakit. Sampai di sana Mala dan Bapak sedang terisak-isak."Loh Mal, kenapa? Bapak kenapa?" tanyaku cemas."Adikmu ini maksa gak mau ni
DIKIRA SUAMI PENGANGGURANBab 24πππ"Loh Mbak, beneran ini kita mau balik?" Mala menghentikan langkahnya."Iya Yun, masa kita mau ninggalin Bapak sih, kasihan. Bukannya kamu juga bilang bahaya kalau ninggalin Bapak cuma sama Ibu dan sodara tirimu itu?" Bang Wija ikut bicara.Aku mengerling, "ya tentu enggak dong Bang, Yuni tuh sengaja bawa kalian keluar seolah-olah mau balik biar Yuni tahu apa motif mereka tiba-tiba mau jagain Bapak di sini, paham?" tegasku.Mereka saling melirik kemudian menggelengkan kepala. "Hadeeh." Aku memutar bola mata."Ibu sini!"Aku refleks menarik tangan Mala dan Bang Wija ke balik tembok penyekat saat kudengar suara Mbak Jessica juga tengah buru-buru menarik si ibu tiri."Apa sih kamu Jessica? Pake tarik-tarik begini pula. Udah sih biarin aja mereka balik." Suara Ibu terdegar kesal. "Sssttt, dengerin," bisikku pada Mala dan Bang Wija.Kami lalu mengintip mereka yang tengah bicara di koridor depan ruangan Bapak dirawat."Tapi Bu, kalau mereka balik sia
DIKIRA SUAMI PENGANGGURANBab 25πππBapak diam. Kuintip sedikit, beliau tengah menatap langit-langit dengan tatapan bingung. Kasihan, emang bener-bener kurang ajar itu ibu tiriku.Ya Tuhan ... dari sekian banyak ibu tiri yang baik, kenapa aku harus dapat yang zonk? Aku percaya gak semua ibu tiri kayak gitu, tapi sial banget aku malah dapet yang rada-rada."Apa gak apa-apa kita ngontrak, Bu? Bukannya nanti kita malah pusing bayar kontrakan tiap bulan?" tanya Bapak akhirnya.Ibu mengecap bibir, "ya terus kalau kita gak jual itu rumah siapa yang bakal bayarin rumah sakit Bapak? Mahal loh Pak nginep di sini tuh, walau bukan kelas satu, tetep aja per malamnya bisa sampe sejuta sama obat dan lain-lainnya, sedangkan Bapak belum tentu besok bisa sembuh terus balik. Iya 'kan?" Ibu terdengar mulai kesal."Iya iya Bapak paham Bu, tapi apa Ibu gak bisa usahakan dulu cari pinjaman?""Ya gak bisalah, mau cari pinjaman kemana? Hutang kita itu udah numpuk di mana-mana. Semua tetangga rumah udah k
DIKIRA SUAMI PENGANGGURAN Bab 26πππKuterima saja. Kebetulan aku emang penasaran sebenernya sebanyak apa duit Bang Wija itu? Sejuta? Dua juta? Atau mungkin sepuluh juta? Ah bisa jadi."Pinnya berapa, Bang?""Tanggal lahir kamu.""Hah?" Aku terkejut."Iya, kenapa? Kamu lupa tanggal lahir kamu Yun?""Eng-gak bukan gitu, tapi ... kok bisa Abang bikin pin ATM tanggal lahir Yuni? Tahu dari mana?""Ya masa Abang gak tahu tanggal lahir istrinya. Ngaco.""Bukannya gitu Abang, tapi 'kan kita baru nikah berapa bulan, berarti Abang juga baru dong bikin ATM ini.""Enggak Yunii Sayaaang. Abang punya ATM itu udah lama cuma emang baru diganti aja pinnya pake tanggal lahir kamu.""Oooh." Aku manggut-manggut."Eh tapi Bang, kenapa begitu? Kenapa Abang merubah pin ATM Abang sama tanggal lahir Yuni? Abang bucin ya jangan-jangan sama Yuniii? Iya 'kaaan?"Bang Wija nyengir, "bucin mah udah pasti dong Yuuun. Tapi itu Abang sengaja rubah pin nya biar kamu gampang aja kalau mau ambil duit. Angka paling
DIKIRA SUAMI PENGANGGURANBab 27πππAku menelan ludah. Baru aku sadar. Kok bisa-bisanya aku keceplosan omongan? Ya Tuhan."Mbak, malah bengong." Mala mengguncang lenganku."Ah ya. Enggak. Maksudnya itu tadi Bang Wija minjem loh ke bosnya Mal. Jadi bisa bayarin rumah sakit Bapak sama ini nih bayarin jajanan kita.""Ooh gituu." Si Mala dan Bapak manggut-manggut.***3 hari kemudian Bapak diperbolehkan pulang dari rumah sakit. "Ayo, mobilnya udah siap," ajak Bang Wija.Aku gegas mendorong kursi roda Bapak, sementara si Mala dan Bang Wija membawa tas dan perintilan kami selama menginap di rumah sakit."Mana taksinya Ja?" tanya Bapak."Lah ini, kita naik mobil ini, Pak."Bapak dan si Mala bengong sebentar sambil memelototi mobil gagah milik Bang Wija itu."Gak salah? Mobil bagus gini kok dijdiin taksi," tanya si Mala."Udah naik aja gak usah banyak tanya," ucapku.Gegas merekapun masuk."Loh Wija, kamu yang sopirin juga?""Hehe iya Pak," jawab Bang Wija santai."Oh ini pasti mobil ren
DIKIRA SUAMI PENGANGGURANBab 28πππPas banget emang mereka ngobrol deket mesin cuci yang jaraknya gak jauh dari pintu kamar mandi."Ah gak tahu, kalau itu sih kayaknya enggak deh Na. Soalnya katanya si Yuni pake catering 'kan buat hajatan si Mala? Ya otomatis makananya juga terima jadi dan terbatas. Alhasil kita jadi gak bisa umpet-umpetin daging mentah kayak dulu."Hah? Aku bingung sendiri. Umpetin daging mentah? Maksudnya apa dah? Buat apaan mereka umpetin daging mentah?"Yaah padahal mayan Bu dagingnya bisa kita jual. Kemaren aja 10 kilo laku sejuta dua ratus 'kan?""Iya."Buseeet. Aku lagi-lagi geleng-geleng kepala. Mereka itu emang yah. Bener-bener. Masa daging hajatan aja mesti mereka curi terus mereka jual. Padahal duit dari Bang Wija juga kemaren pasti banyak itu. Mereka kok rakus amat sih? Segala gala digerogotin. Najiiis najiis. Tapi biarin, biar kusumpahin mati digigitin tikus entar. Huh kesel banget emang."Ya gimana Na, orang 'kan hajatan sekarang bukan kita yang at
DIKIRA SUAMI PENGANGGURANBab 29πππDi acara hajatannya Mala. Mereka semua kompak pake baju samaan kecuali ibu. Ibu belum pake bajunya karena masih pake baju seragaman orang tua yang selaras dengan mempelai.Tak mau kalah. Aku dan Bang Wija juga pakai baju samaan yang kemarin kujahit di Kang Dodit.Pagi itu kami semua sudah siap, kami duduk manis di bangku untuk menyambut kedatangan mempelai pria dan keluarganya Aku sengaja duduk di bangku belakang ibu dan kedua anak perempuannya. Tak lama Bu Nurma si Bos seblak datang. Lalu duduk di bangku dekat ibu."Bagus gak seragaman kami, Bu Seb? Limited edition ini khusus keluarga." Ibu bertanya.Bu Nurma si bos seblak melirik sambil membuka kipasnya."Bagus. Eh tapi seragaman kok si Yuni gak pake juga?""Enggak. Dia mah ogah katanya kulitnya suka gatel-gatel kalau pake baju bagusan dikit aja. Apalagi kalau banyak renda dan blink-blinknya kayak gini."Aku menjebik. Dih apaan sih renda sama manik plastik aja dipamerin."Oh pantesan si Yuni
DIKIRA SUAMI PENGANGGURANBab 30πππ"Iiihh." Semua yang ada di sana pun bergidig sambil memandang ke arah Ibu."Jangan-jangan waktu kemaren saya hajatan Bu Halimah juga nyuri daging di dapur saya hiih," ucap Bu Nurma.Ibu menoleh dengan mata melebar. Cepat ia pun mencekal tangan Mbak Wiwit."Heh, apaan sih kamu? Kalau ngomong jangan asal. Mau fitnah kamu?""Wiwit gak fitnah orang Wiwit lihat sendiri.""Wiw-""Ayo ikut! Kalian ini emang bikin malu aja kerjaannya." Bapak menyeret istri dan menantunya itu ke dalam rumah.Sementara aku cekikikan. Gak sangka tugasku malah dituntaskan sama Mbak Wiwit secepat itu. Aku jadi gak perlu repot-repot mempermalukan mereka karena udah berulah.Karena penasaran, akhirnya aku juga bangkit untuk melihat apa yang sedang tejadi di dalam."Apa-apaan ini? Kenapa kalian buat keributan begini? Malu dilihatin banyak tamu!" sentak Bapak."Ya habisan Ibu sama anak-anaknya itu bikin kesel Wiwit aja, Pak. Masa Wiwit nanyain kenapa Wiwit gak diajakin seragaman
DIKIRA SUAMI PENGANGGURANBab 91 πππSi Nayla mengangguk dan cepat mundur bersamaku. Sementara aku mempersilakan dua orang polisi itu untuk maju ke depan pintu.Tok tok tok!Musik terdengar dimatikan."Siapa sih ganggu aja? Si Inem pasti nih," gerutu mantan Ibu tiriku di dalam.Tok tok tok."Bentaaar! Sabar kenap-" Ucapannya terhenti saat ibu membuka pintu dan dia langsung melihat dua orang polisi tengah berdiri di depannya."Oh saya kira siapa. Ada apa ya, Pak?" tanyanya dengan nada suara yang melandai."Maaf apa Ibu yang bernama Ibu Halimah?""Y-a, kenapa?""Anda kami tangkap!""Ap-pa?!" Dia tampak terkejut bukan main. "Saya ditangkap? Kenapa? Apa salah saya, Pak? Kalian salah orang kali ah," cecarnya. Aku menangkap kecemasan pada nada bicaranya."Mohon kooperatif, Anda kami tangkap atas dugaan tindak kejahatan yang telah Anda lakukan, Anda sengaja membakar rumah Saudari Nayla ini dengan motif tertentu," terang petugas itu sambil dengan paksa memakaikan borgol di kedua pergelan
DIKIRA SUAMI PENGANGGURANBab 90 Bπππ***Setelah aku dibebaskan oleh si Nayla langsung yang segaja pulang dari Belanda, kami lanjut menjemput Nyonya Kinanti dari rumah sakit. Hari ini beliau diperbolehkan pulang karena kondisinya sudah membaik. Setelah mengurus administrasi, kami lalu dijemput Bang Wija di depan rumah sakit.Hah, aku bersyukur setelah seminggu di kurung akhirnya aku dibebaskan. Kalau bukan karena kebaikan hati Nyonya Kinanti yang terus membujuk si Nayla, mungkin kasus ini masih membelengguku. Pasalnya para petugas itu benar-benar lambat dalam menangani kasus kebakaran yang dilaporkan si Nayla itu. Sampai aku ngerasa waktuku terbuang sia-sia hanya untuk menunggu mereka mencari bukti."Mbak, sekali lagi aku minta maaf ya, aku cuma cemas aja saat aku diberitahu soal kondisi yang terjadi di rumah, apalagi saat aku dengar soal kondisi Ibu, aku udah gak bisa mikir apa-apa. Aku nyalahin kamu saat itu karena memang kamu 'kan yang bertanggung jawab di rumah. Belum lagi
DIKIRA SUAMI PENGANGGURANBab 90 Aπππ"Loh loh ya Ibu nggak bakalan diciduk dong Na, kamu 'kan tahu siapa yang akan jadi tumbalnya."Keningku mengerut. Yang akan jadi tumbalnya? Maksud dia apa?"Yuuun!"Aku berbalik dan cepat-cepat menjauh dari teras paviliun saat Bang Wija memanggilku di dapur. Gawat kalau sampai suamiku tahu aku sedang ada di pavilun hendak melabrak dua orang jahat itu, bisa-bisa Bang Wija ceramah lagi. Bisa ribet dah urusannya.Setelah kusembunyikan gelang itu pada saku cardiganku, aku gegas menghampiri Bang Wija."Ya, Baaang.""Kamu pulang toh Yun?""Iya Bang, Yuni mau lihat kondisi rumah sebentar. Oh ya, Abang belum berangkat kerja?""Udah Yun, ini Abang balik lagi karena ada yang ketinggalan."Mulutku membola, lalu kuelus lengannya, "lain kali dinget-inget dong, ketinggalan mulu perasaan."Dia nyengir. Kamipun jalan ke ruang depan, niat hati mau mengantarnya berangkat lagi, tapi kedatangan dua orang polisi yang sudah berdiri di depan pintu membuat langkah ka
DIKIRA SUAMI PENGANGGURANBab 89 Bπππ"Siap, Nyonya." Mbak Inem mengangkat kedua jempolnya lalu gegas pulang naik taksi.***"Hallo Mbak Inem, ada apa?" Pagi-pagi sekali Mbak sudah telepon."Nya, ada kabar penting. Semalam pas Inem pulang dari rumah ke paviliun, Inem denger si Bibik pegawai baru itu lagi cekikikan sama anak perempuannya. Gak jelas sih apa yang mereka ketawain, tapi yang Inem tangkep sih kayaknya mereka ngerasa puas banget karena Nyonya Kinanti masuk rumah sakit. Oh ya, saat Inem datang dari rumah sakit juga si Bibik itu juga langsung nanya-nanya soal kondisinya Nyonya Kinanti. Tapi anehnya, Inem kok ngelihat dia gak ada rasa khawatir-khawatirnya atau gimana gitu layaknya orang yang habis kena musibah," tutur Mbak Inem panjang lebar.Sontak saja tanganku mengepal. Bener dugaanku, pasti gak salah lagi, ini adalah ulah mantan ibu tiriku. Astaga kejam banget dia. Terbuat dari apa hatinya itu? Udah baik kuberi dia kesempatan, tapi malah dia sia-siakan. Oke, aku gak ak
DIKIRA SUAMI PENGANGGURANBab 89 Aπππ"Ya Tuhan, semoga Nyonya Kinanti baik-baik aja."Bang Wija cepat menyalakan APAR, dan tak lama dari itu Inem juga datang bersama Pak Wahyu yang juga membawa alat pemadam yang serupa. "Cepat telepon pemadam Nem, takut apinya makin membesar!" titah Bang Wija agak teriak.Inem mengangguk dan gegas lari ke arah meja telepon. Sementara aku yang mendadak lemas hanya bisa teriak-teriak memanggil Nyonya Kinanti."Ada apa ini Yun?" Bapak datang dengan wajah cemas."Kebakaran Pak, gas meledak kata Mbak Inem, Nyonya Kinanti di dalem.""Ya Allah terus gimana?""Banyak asap Pak, jangan ke sini, Bapak tunggu di depan aja. Bang Wija sama Pak Wahyu lagi coba memadamkan apinya kok." Cepat kubawa Bapak kembali ke ruangan depan.Setelah itu aku buru-buru balik lagi ke dapur. Untunglah saat aku kembali ke sana Nyonya Kinanti sudah berhasil diselamatkan meski sudah dalam keadaan pingsan dan terdapat beberapa luka bakar di wajah dan tubuhnya. "Ya ampun Nyonya Ki
DIKIRA SUAMI PENGANGGURANBab 88 Bπππ"Kurang sabar dan masih seneng ngomel, itu yang bikin kesel. Jangankan si Yuni sama Bapak, Viona aja kesel dengernya Ibu ngomel-ngomel gini," ketus Mbak Viona.Ibu diam. Kullihat dari kaca dia menyilangkan kedua tangannya untuk menahan kekesalan. Sementara aku cekikikan puas, mantan ibu tiriku iti lagi terbakar api cemburu rupanya, aih kayak ABG aja.Setelah puas mengintip, aku gegas kembali ke dapur mengambil jus kemasan dan membawanya ke gazebo. "Loh udah selesai tah belajar ngajinya?""Selesai Yun, istirahat dulu. Udah mau Dzuhur," jawab Bapak.Kamipun minum jus sebentar, setelah itu pergi ke masjid dekat rumah bersama Nyonya Kinanti juga. Rencana di sana Nyonya Kinanti ingin dituntun membaca Syahadat oleh pemuka agama yang biasanya juga menjadi imam masjid."Oh kalian di teras rupanya? Tolong beresin bekas minum kami di gazebo ya," titahku pada Ibu dan Mbak Viona, sebelum kami berangkat ke masjid.Aku tak melihat lagi bagaimana ekspresi w
DIKIRA SUAMI PENGANGGURANBab 88 AπππBiarin, aku sengaja bergurau di depan mantan ibu tiriku untuk membuatnya sadar. Pede banget tadi dia coba rayu-rayu bapak, kukenalkan dia sama wanita yang jauh lebih berkelas dan lebih segalanya baru tahu rasa tuh. Minder minder dah."Kamu nih bercanda terus, gak enak sama Nyonya Kinanti." Bapak menyikut lenganku. Aku nyengir."Duduk Nyonya." Bapak mempersilakan Nyonya Kinanti duduk di bangku yang bersisian dengannya."Terimakasih. Saya senang sama Yuni, karena dia punya selera humor yang tinggi." Nyonya Kinanti berbasa-basi."Ibu ngapain masih di sini? Sana lanjutin kerjaan rumah. Rumah masih belum divacum gitu malah ditinggalin," ketusku pada ibu.Tanpa bicara atau menolak lagi, gegas ia pun ke depan meski dengan wajah yang udah ditekuk."Saya pikir Nyonya dateng agak siang, tahunya pagi-pagi udah sampe aja." Aku membuka obrolan."Iya nih Yun, sengaja saya dateng pagi-pagi, tadinya mau ketemu orang dulu tapi eeh orang yang mau diajak ketemu
DIKIRA SUAMI PENGANGGURANBab 87 Bπππ"Padahal Inem udah bangunin terus Nya, tapi Bu Halimah ini ngeyel, dirasa tidur di hotel kali," timpal Inem kesal.Semua pekerja rumah memang biasanya ditempatkan tidur di paviliun belakang, makanya Inem tahu alasan hari ini mantan ibu tiriku itu telat masuk ke istana. Ngakunya sih kepala sakit, tapi kata Inem semalaman Ibu nonton tv sampai menjelang pagi. Hmm emang dah gak bener nih orang, andai bukan karena rasa iba dan permintaan bapak kemarin, aku ogah berurusan sama mantan ibu tiriku ini."Tolonglah Yun, rumah ini gede, gak akan sempit walau nanti kami numpang tinggal beberapa bulan aja sampe kaki Mbak sembuh," rengek Mbak Viona kemarin.Aku mengerling malas. Aih, mereka kok malah maksa sih? Kayaknya bener dugaanku deh, mereka datang bukan cuma murni mau minta maaf dan mengakui kesalahan mereka tapi karena mereka ada keinginan tinggal di sini. Buktinya mereka maksa gitu. Heuh kesel."Maaf Mbak, tapi rumah ini gak bisa sembarang asal neri
DIKIRA SUAMI PENGANGGURANBab 87 AπππJangan-jangan mereka lagi ngefrank nih, mereka itu kan banyak akal bulusnya."Ibu ngaku salah selama ini sama kamu Yuni, Ibu ngaku udah memperlakukan kamu dengan cara enggak baik. Tapi asal kamu tahu Yuni, Ibu udah mendapatkan balasannya. Kamu lihat sendiri sekarang Ibu gimana, Ibu terlunta-lunta, Ibu dan Mbakmu ini persis kayak gembel, diusir dari satu tempat ke tempat lainnya. Kami bener-bener merasakan pembalasan dari perbuatan kami selama ini Yun," tutur Ibu lagi. Wanita itu lalu bangkit sambil terus menatapku lekat, kemudian menggenggam tanganku paksa."Tolong maafkan Ibu Yun, Ibu ingat ceramah seorang ustaz seminggu lalu, katanya perbuatan jahat kita pada anak yatim atau piatu pasti akan mendapatkan balasannya, baik di dunia maupun di akhirat. Ibu takut semua ini adalah azab Yun, karena itu Ibu datang ke sini untuk meminta maaf sama kamu."Aku menarik tanganku kasar saat ibu tak henti-hentinya bicara."Kami tahu kesalahan kami terlalu be