"Kau Arga anakku, kan?" tanya pria itu lagi.
Arga mematung saat melihat sorot yakin pada mata pria kaya tersebut.
Diperhatikannya kembali penampilan pria di hadapannya ini; sangat nyentrik dan berkelas. Arga yakin orang ini pasti pengusaha sukses.
Lalu, kenapa orang sepertinya bisa berpikir Arga adalah anaknya?
‘Bukankah, banyak orang di dunia ini memiliki wajah sama tapi tidak memiliki hubungan darah? Mungkin, inilah yang sedang terjadi,’ pikir Arga.
Beberapa detik, ia berpikir, hingga akhirnya Arga membalas ucapannya, "Bukan, Tuan. Orang tua saya hanya petani. Dan, saya bekerja sebagai sopir pribadi. Jadi, tidak mungkin bila saya adalah anak Anda."Namun, tidak ada jawaban dari pengusaha kaya itu.
Ia malah tampak berbisik-bisik dengan asistennya.
Seketika, Arga teringat perintah Nyonya Askara. Bila ia terlalu lama berada di sini, Arga yakin wanita itu pasti akan memarahinya di depan umum.Dia harus segera pergi dari tempat ini!
"Kau pasti anakku yang hilang."
Suara pria kaya itu terdengar lagi, hingga Arga membuang nafas kasar.
Dia benar-benar bisa kena marah oleh sang Nyonya kalau sampai terlambat datang menemuinya.
“Maaf, saya harus pergi,” pamit Arga lalu berlalu–mengabaikan lawan bicaranya.
"Tunggu!"
Baru dua langkah meninggalkan dua pria tak jelas itu, langkah Arga kembali terhenti.
Arga lantas membalikkan tubuhnya agar bisa menatap pria yang memanggilnya tadi.
Ia harus menegaskan bahwa mereka hanya kebetulan mirip!
"Tuan, saya mohon jangan menambah masalah dalam hidup saya. Saat ini, saya sedang tertimpa musibah dan harus segera bekerja,” ucapnya tenang, “jadi, saya mohon untuk menghentikan omong kosong ini.”
“Saya bukan anak Anda. Saya berasal dari kampung yang jauh dari sini."
Tanpa disadari, suara pria itu sudah naik satu oktaf.
Segera, Arga berlalu dari tempat itu.
Sang asisten hendak mengejarnya. Namun, ditahan oleh Bosnya.
"Dia pasti anakku," lirih pria yang mirip Arga itu tiba-tiba.
"Saya juga berpikir demikian, Tuan Gavin. Jadi, biarkan saya mengejarnya," ucap sang bawahan–hormat.
Namun, pria kaya itu menggeleng.
"Tidak perlu. Mungkin, dia masih ada urusan. Tolong perintahkan anak buah kita untuk menyelidiki keberadaannya. Kita tunda kepulangan ke Jerman.”
“Kita harus bisa memastikan dia benar-benar anakku," ucapnya lagi.
Pria itu mengepalkan tangan. Sepertinya, saat ini, bukan waktu yang tepat untuk mendatangi Arga tanpa bukti.
Namun, hati kecil Gavin tidak bisa dibohongi. Ia yakin pemuda yang barusan berlalu dari hadapannya–benar-benar anaknya.
Asisten Gavin pun mengangguk mendengar ucapan atasannya. "Baiklah, Tuan. Mari kita menuju hotel, biar anak buah saya yang mencari tahu tempat tinggal Tuan Muda."
******
"Aku pasti kena marah lagi oleh Nyonya Askara. Beliau sama sekali tidak pernah bersikap baik padaku," gumam Arga sambil terus berjalan menuju ke butik langganan istri majikannya itu.
Begitu tiba, pria itu pun masuk ke dalam butik dan menghampiri bosnya.
Benar saja, wanita itu kini sudah menatap tajam ke arah Arga–siap memarahinya di depan umum, seperti biasa.
"Dari mana saja kau, hah? Sudah aku katakan, kan? Aku tidak punya waktu lama untuk berada di sini,” cecarnya, “apa kau malah bersantai dan membiarkanku menunggu terlalu lama di tempat ini?"
Arga menarik napas dalam. Seandainya, ada pekerjaan lebih baik dari ini, ingin rasanya Arga menghentikan pengabdiannya pada keluarga Askara. Ia merasa tak punya harga diri sama sekali.
"Maaf, Nyonya. Tadi, saya sedikit lama memarkirkan mobilnya," jawab Arga memberi alasan.
Namun, wanita itu malah menatapnya semakin tajam.
"Kau pikir, aku anak kecil yang akan percaya begitu saja dengan ucapanmu? Dasar sampah, sudah miskin belagu pula!" bentaknya kasar.
Arga hanya memilih diam dan menunggu perintah selanjutnya dari sang Nyonya.
Ia tidak akan pernah membalas ocehan wanita yang selalu siap mempermalukan dirinya.
Terlebih, di sana, banyak karyawan butik dan pengunjung yang tengah berbisik-bisik merasa kasihan terhadap Arga yang dimarahi di depan umum.
Dan benar saja, emosi wanita itu mereda, hingga mulai memerintah Arga kembali, "Bawakan barang-barangku! Sekarang, kita langsung kembali ke rumah."
Segera Arga mengambil dua tumpukan kardus penuh barang milik Nyonya Askara. Pria itu pun mengikuti sang Nyonya yang berjalan menuju ke depan lobby.
****
Di sisi lain, Tuan Askara tampak berhadapan dengan sang adik di kediaman mereka.
Pria itu siap membicarakan rencananya pada Maria."Apa kau sibuk adikku?" tanya Tuan Askara membuka pembicaraan.
Maria tampak menggeleng. Wanita cantik itu hanya melirik Tuan Askara dengan ekor matanya, lalu kembali fokus pada buku bacaan yang dibawanya.
"Apa kakak boleh bicara denganmu?" tanya Tuan Askara lagi.
Maria pun mengangguk.
Melihat respons Maria, Tuan Askara lalu duduk di samping sang adik.
Ia akan berusaha memberi pengertian pada Maria agar mau menikah dengan Arga.
Saat ini, hanya pria itulah yang mau menikahi adiknya yang memiliki gangguan mental.
“Ekhem,” deham Tuan Askara menetralkan suara. "Maria, kau tahu i kalau kakak iparmu tidak bisa memberi keluarga kita keturunan, kan?
“Jadi, harapan keluarga kita hanya padamu," tambah Tuan Askara.
Maria sontak menghentikan niatnya membaca buku.
Dia menatap ke arah sang kakak dengan ekspresi datar.
Tuan Askara seketika menjadi salah tingkah.
"Maria, dengarkan kakak. Kita hanya terlahir berdua saja di keluarga ini. Ketika kakak tak mampu, maka kaulah yang harus memberi keturunan pada keluarga kita," ucapnya lagi menjelaskan.
Namun, Maria masih diam. Bahkan, perempuan itu tak merespons sama sekali–seolah menunggu kelanjutan ucapan kakaknya.
"Dua hari lagi, kakak akan menikahkanmu dengan Arga–sopir kita di rumah ini. Kakak janji setelah kalian memberikan anak laki-laki pada keluarga kita, kakak akan memintanya untuk segera menceraikanmu."
Begitu selesai mengucapkannya, detak jantung Tuan Askara berdebar begitu kencang. Ia harap-harap cemas menunggu jawaban sang adik.
Namun, besar harapannya, Maria mau menerima tawarannya.
Di sisi lain, wanita cantik itu hanya diam.
‘Menikah? Apa dia sudah gila mau menikahkanku dengan sopirnya? Aku benci harus selalu mengikuti kemauannya. Aku bahkan mau menjadi gadis yang hanya menghabiskan waktu di dalam rumah agar dia tidak menggangguku,’ gumam Maria dalam hati, “kalau saja aku tidak ingat ucapan terakhir Ayah dan Ibu, mungkin aku memilih pergi dari rumah ini.’
Maria teringat masa kelam itu.
Setelah kepergian kedua orang tuanya, Maria yang bawel mendadak berubah menjadi gadis pendiam. Bahkan, ia enggan untuk berbasa-basi dengan kakaknya.
Orang-orang sampai menganggap Maria bisu. Itu semua karena….
"Maria Kau mau kan menikah dengan Arga?" tanya sang kakak, membuyarkan lamunan Maria.
Akan tetapi, Maria tetap diam.
Tuan Askara sampai membuang nafas kasar karena merasa frustasi setiap kali berbincang dengan sang adik. Kerap kali, ia tidak mendapat jawaban apa pun.
"Kakak mohon, Maria. Dua hari lagi, persiapkan dirimu untuk menikah dengan Arga. Kakak janji tidak akan ada pesta pernikahan. Hanya keluarga besar kita saja yang hadir," ucap pria itu lalu pergi meninggalkan Maria.
Praaaaaang! Bunyi pecahan kaca terdengar tepat setelah Tuan Askara menutup pintu kamar sang adik. Maria menatap nanar pintu di hadapannya.
“Dua miliar?” Arga kembali membatin. “Itu memang banyak, tapi untuk membeli diriku? Rasanya, begitu murah sekali. Sebesar itukah harga diriku sebagai laki-laki?” “Apa yang harus aku lakukan?” imbuhnya lagi bertanya pada diri sendiri.Tadi, setelah pulang dari Mall, Arga dan sang nyonya diminta untuk ke ruang kerja milik Tuan Askara di kediamannya.Pria itu menatap Arga penuh kuasa, seolah mendesak Arga untuk segera menikahi Maria.Entah mengapa, Arga sempat curiga Tuan Askara memilih pria miskin sepertinya karena tahu dia tidak berdaya.Mungkinkah, majikannya itu sengaja menjebak Arga dalam kecelakaan tersebut agar ia tak punya pilihan lain?Setelah dipikirkan, baru kali ini juga, Tuan Askara memintanya untuk mengendarai mobil termahal keluaran terbaru.“Aku sudah membebaskanmu dari tuntutan hukum, bahkan aku akan mengangkat derajatmu dengan menikahi adikku! Ingat Arga, dua miliar untuk keturunan Askara!" seru Tuan Askara tegas.Senyum tercipta di wajah majikan Arga itu. Tanpa Arga
"Kau mau ke mana? Aku ada perlu denganmu." Suara wanita tua yang Arga kenal sebagai tante dari Tuan Askara menghentikan langkah Arga yang hendak pulang ke kontrakannya.Dahlia perlahan berjalan mendekat ke arahnya.Merasa ada hal penting, Arga pun membalikkan tubuhnya lalu menatap wanita yang bahkan tak pernah meliriknya sama sekali–selama ini."Sa–saya mau pulang Nyonya," ucap Arga gugup. 'Mau apa dia mendekatiku?' batin Arga bertanya saat wanita paruh baya itu semakin mendekat ke arahnya. Melihat wajah Dahlia yang terlihat tidak bersahabat, Arga merasa inilah wanita dengan peran antagonis nomor satu yang pernah ditemuinya.“Aku tidak menyangka. Orang miskin sepertimu bisa memiliki wajah tampan yang begitu mempesona,” ucap Dahlia, setelah berada di depan Arga, “makanya, kau bisa menikahi keponakanku, hmm?” Ucapan wanita itu menjatuhkan harga diri Arga. Dia merasakan terhina begitu luar biasa.Kalau saja Arga boleh memilih, dia pun tidak mau berada di posisi ini. Ia yakin pujian
"Ikuti saja kemauan kakakku." Satu kalimat itu hampir membuat jantung Arga copot, tapi dia tak mau berlama-lama ada di sini. Arga sekarang yakin apa yang dikatakan beberapa pelayan selama ini mengenai Maria itu– benar adanya. Nona muda ini sangat menakutkan!"Baik Nona, kalau begitu saya permisi dulu," pamitnya lagi.Arga pun buru-buru keluar dari perpustakaan tersebut. Lalu, ia kembali menemui Tuan Askara untuk menceritakan semuanya.Setelah menekankan pada Tuan Askara kalau dirinya terpaksa akan menerima tawaran ini, Arga pun memilih kembali ke kontrakannya.Namun, matanya membulat sempurna ketika tiba di kontrakannya! Orang yang tadi dia temui di Mall, sedang menunggu kedatangannya."Apalagi sih maunya mereka?" gumam Arga kesal.Arga segera memarkirkan motor buntutnya di depan kontrakannya, lalu menghampiri orang-orang itu."Apalagi yang kalian inginkan?!" seru Arga dengan raut wajah masam.Seharian ini, dia sangat lelah. Ditambah dengan kedatangan orang-orang ini, tentunya ak
"Kau dengar sendiri kan apa yang dikatakan adikku? Kau bahkan sudah memintanya untuk menjadi istrimu, sekarang dengan gampangnya membatalkan semua yang sudah kami rencanakan," ujar Tuan Askara."Bukan begitu maksud saya, Tuan," ucap Arga berusaha menjelaskan diri."Ck!" Tuan Askara berdecak malas, "asal kau tahu saja, bahkan aku sudah mempersiapkan pernikahan kalian." "Tapi---"Arga tak melanjutkan ucapannya begitu melihat atasannya menatap tajam dirinya.Pandangan Arga lantas tertuju pada Maria yang berada di lantai dua. Netra pekat keduanya bertemu--saling tatap satu sama lain.Arga tak menyangka wanita ini bisa berbicara lantang. Dia pikir, Maria benar-benar tidak bisa berkomunikasi secara normal. Nyatanya, sekarang Maria paham apa yang sedang dia ributkan di bawah dengan Tuan Askara."Apa yang harus aku lakukan sekarang," gumam Arga di dalam hati.Dia benar-benar bimbang untuk mengambil keputusan."Aku tidak mau menerima uangmu ini karena aku yakin, uang ini tidak halal," tuduhn
"Baiklah Tuan, saya siap menikah dengan Nona Maria," ucap Arga mantap.Semua ini dia lakukan hanya demi membantu Maria untuk bisa hidup normal seperti orang kebanyakan.Tuan Askara tersenyum puas."Bagus! Memang harusnya kau memenuhi keinginanku, karena selama ini aku sudah memperkerjakanmu di sini dengan sangat baik. Malam ini, kau akan menikah dengan Maria, tapi hanya dihadiri oleh beberapa orang saja." "Pernikahannya tertutup! Dan siang ini, kau harus ikut denganku ke kantor pengacaraku," ucap Tuan Askara panjang lebar."Ke kantor pengacara?" Arga dibuat bingung oleh permintaan bosnya ini."Tentu saja kau harus ikut denganku ke kantor Pak Bima, pengacaraku. Kita harus membuat kontrak pernikahan sebelum pernikahan itu benar-benar terjadi," ucap Tuan Askara dengan enteng.Hal ini jelas membuat Arga tersentak kaget. "Maksud Anda bagaimana, Tuan?" "Iyalah! Kau harus menandatangani surat kontrak pernikahan. Mana tahu, di tengah jalan kau mengingkarinya, atau ketika anakmu lahir, terny
"Enam?" tanya Pak Bima melihat berkasnya kembali.Dalam poin itu tertulis bahwa Arga baru boleh pergi dari kehidupan keluarga Askara setelah dirinya berhasil memberikan satu orang anak laki-laki.[ Bila anak pertama, kedua, dan ketiga perempuan, maka itu menjadi tanggung jawab Arga. ][ Karena Tuan Askara hanya menginginkan anak laki-laki, dan setelah yang diinginkan terwujud Arga beserta anak perempuannya, harus pergi dari kediaman Askara tanpa mengajak Maria.]Ini seakan Arga adalah sapi jantan yang harus siap membuahi demi keinginan majikannya!"Bagaimana Tuan?" tanya Pak Bima kepada Tuan Askara."Biarkan saja seperti itu Pak Bima. Dia tidak punya kesempatan untuk mengatakan kalau dirinya tidak setuju, semua sudah menjadi keputusan saya!" serunya.Pak Bima pun mengangguk. "Ya sudah, kalau seperti itu silahkan tanda tangani Arga," ucap Pak Bima dengan penuh wibawa.Sejujurnya, pengacara itu pun sangat kasihan pada sopir pribadi Tuan Askara ini. Siapa pun dapat melihat bahwa Arga pa
"Nona tidurlah di ranjang. Saya akan tidur di sofa. Saya tidak akan memaksa Anda kalau Anda belum siap Nona," ucap Arga dengan tatapan keraguan.Setelah pernikahan ekpress itu, kini keduanya berada di dalam kamar dengan status pengantin baru.Maria lantas menatap lekat wajah Arga. 'Sepertinya, pria ini tidak jahat,' pikirnya. Perempuan itu pun tersenyum dan berucap pelan, "Terima kasih." Seketika Arga merasa iba dengan calon istrinya itu. Perlahan, ia pun tersenyum. "Anda jangan takut, Nona. Saya tidak akan menyakiti Anda. Saya akan menjaga Anda dengan sangat baik. Maaf kalau saya belum bisa membawa Anda pergi dari rumah ini karena Tuan Askara tidak mengizinkan kita pergi," ucap Arga.Maria mengangguk lemah, wanita itu pun memilih untuk masuk ke dalam selimut, sedang Arga menuju ke sofa. Tubuhnya sudah sangat lelah dengan drama hari ini.****Esok harinya, Arga yang sudah rapi bersiap untuk menjalankan aktivitasnya.Namun, dia dibuat kaget karena ada orang asing di rumah itu, dan s
Setelah menyelesaikan urusannya dengan pria yang "ternyata" merupakan Papa kandungnya, kini Arga pun kembali ke kediaman keluarga Askara. Rencananya, ia akan meminta izin kepada sang majikan, sekaligus kakak ipar tersebut untuk diizinkan pulang menemui kedua orang tuanya.Meski sudah melihat video pengakuan keduanya, Arga merasa harus bertemu langsung dengan kedua orang tua itu dan mendengarnya secara langsung mengenai rahasia ini.Entah mengapa, alam bawah sadar Arga masih menolak fakta yang ada. Namun, begitu tiba di kediaman keluarga Askara, ia justru disambut oleh sang kepala pelayan dengan wajah penuh rasa khawatir."Kau lagi ngapain sih di luaran sana? Kenapa lama sekali angkat telepon dari Nyonya? Beliau sampai lelah menghubungimu!""Aku tadi ada urusan, Bi. Lagi pula, aku sudah dipecat. Kira-kira disuruh ngapain ya, Bi?" tanya Arga.Ia tak habis pikir mengapa wanita super sombong itu masih membutuhkannya sampai memarahi mantan atasannya ini.Bukankah baru tadi pagi dirinya d
Dua puluh menit berikutnya, mereka tiba di depan hotel terbaik di kota Cappadocia. Cessa mematung melihat kedua orang tua Leo, ada Mama dan Papa, juga Arjuna dan adik sepupu Cessa serta Grandpa Arga dan Grandma Maria sedang tersenyum ke arahnya.Kenapa bisa begini? Sejak kapan mereka di sini? Lalu kenapa sang Mama dan Mamanya Leo juga Grandma Maria tampak akrab? Siapa yang membuat kejutan ini untuknya? Untuk apa?Air mata mulai membasahi wajah cantik Cessa."Papaaaaaaaaaaaa …..!" teriak si kembar kompak, lalu berhamburan berlari ke arah Arjuna. Mereka sangat merindukan Arjuna yang selalu dipanggil Papa.Meskipun sudah ada Leonard mengambil alih tugas Arjuna selama ini, tapi posisi Arjuna di hatinya tidak akan pernah berubah. Arjuna, masih menjadi pria yang terbaik yang ada untuk hidup Ratu dan Rani."Honeyyyyyy ……!" balas Arjuna.Pria itu berjongkok, lalu merentangkan kedua tangannya memeluk si kembar yang sudah ia anggap seperti darah dagingnya sendiri."Kami benar-benar tak dianggap
Si sulung bersungut-sungut kesal karena perdebatan kedua orang tuanya tidak akan pernah berakhir.Setiap kali Cessa menatap tajam ke arah Leonard, si kembar tahu kalau sang Mommy sedang marah, dan mereka diminta untuk mengerti keadaan yang ada. Tapi nyatanya tak bisa."Iya benar, kalau Mommy gara-garanya kita ketinggalan pesawat, kita seruduk Mommy," Rani menimpali. Rani ikut menghentak-hentakkan kakinya berjalan mendekati pintu keluar."Kalian ya, mulai nggak nurut sama Mommy," kata Cessa kesal."Kabuuuuurrrrrrrrr!" teriak si kembar kompak lalu berlari ke arah mobil."Tunggu kalian," teriak Cessa, ikut mengejar kedua anak nya ke dalam mobil. Hati Leo menghangat melihat tingkah anak kembarnya dan Cessa, 'aku akan memperjuangkan kalian,' batin Leo berujar demikian.Tak bisa Leonard bayangkan bagaimana dulu ketika Cessa hamil si kembar tanpa ada dirinya mendampingi sebagai suami.Apa mungkin Arjuna selalu siap siaga ketika Cessa muntah? Apa mungkin Arjuna yang menjaga Cessa sepenuhnya?
Hari ini hari pertama si kembar libur sekolah sejak keduanya merengek minta liburan hanya bersama kedua orang tuanya saja. Mereka libur sekolah selama 1 bulan dan sudah berkali-kali berbicara pada Leo untuk mengajak mereka liburan.Sang Daddy sangat setuju, kemanapun si kembar mau akan dikabulkan olehnya, dan soal pekerjaan ia bisa serahkan pada Jeki.Akan tetapi, seperti biasa yang masih menolak mengabulkan permintaan si kembar adalah Cessa, wanita itu masih sangat membenci Leonard, dan rasanya begitu mudah pria itu mendapatkan hati kedua anaknya.Cessa juga menyesali, kenapa mereka harus ke Dubai, sehingga membuat Leo bertemu dengan kedua putrinya tersebut.Tapi, kembali lagi kedua orang tuanya selalu mengingatkan Cessa, agar tidak terlalu berlebihan menanggapi masalah ini.Inilah takdir yang memang harus Cessa alami, bahkan hingga detik ini wanita itu masih sering merasakan sakit kepala yang luar biasa, yang biasanya hanya ia tahan sendiri dengan mengkonsumsi obat. Jujur saja Ces
****Flash Back"Ayo sayang! Loh mana Rani?" tanya Cessa, yang tiba-tiba Rani tak ada di dekatnya."Mom Rani Huaaaaa huaaaaa," Ratu menangis menunjuk ke arah adik kembarnya. Cessa membelalak melihat ke arah yang ditunjuk oleh Ratu."Rani jangaaaaaaaaan," Cessa berteriak sambil menangis histeris.Bruggghhhh "Raniiiiiiiiiiiiiiii," teriak Cessa sambil berlari bangunan tembok di tempat Rani berdiri roboh. Cessa yakin salah satu anak kembarnya ada di bawah reruntuhan itu. Ratu tak kalah histeris melihat sang Mommy menangis kencang, padahal Ratu tidak pernah tahu apa yang sedang terjadi. Arjuna yang melihat dari lantai enam berhamburan berlari sekencang mungkin.Bahkan ia sempat terjungkal dari lantai atas. Keningnya mengeluarkan darah dan ia abaikan. Demi apapun Arjuna tak sanggup menerima kemungkinan terburuk yang keponakannya itu. Nenek dan Kaka dari Ratu dan Rani kakinya tiba-tiba melemas, hatinya mencelos bagai agar-agar, jantungnya seperti terperosok ke dasar perut, tanpa disadar
Setelah menempuh perjalanan selama 32 jam, mereka tiba di kediaman Dewantara.Petugas keamanan di kediaman keluarga Dewantara masih mengenali Leo sebagai pria yang pernah menghancurkan Cessa. Tapi mereka masih bersikap ramah terhadap Leo dan juga sang papa."Selamat sore, Tuan. Ada yang bisa kami bantu?" tanya petugas keamanan tersebut, saat sudah mendekati mobil yang ditumpangi Leo dan sang papa."Selamat sore juga, Pak. Kami ingin menemui Tuan Dewantara," ucap Leo. "Tapi ngomong-ngomong, kenapa ramai sekali ya Pak?" imbuh Leo lagi, dengan rasa penasaran karena melihat banyaknya mobil yang berjajar di halaman depan rumah keluarga Dewantara."Oh ini keluarga besar sedang berkumpul. Tapi, hanya keluarga Dewantara dan keluarga Askara saja. Mereka merayakan hari ulang tahun Nona Ratu dan Nona Rani," ungkapnya "Apaaaaaa ja–jadi mereka ada di Jakarta?" tanya Leo terbata."Iya benar, Tuan. Beliau baru tiba dua hari yang lalu di Jakarta. Saya coba tanyakan dulu pada Tuan Besar ya, Tuan.
"Papa, Leo mau bicara," ucap Leo pada sang papa. Hubungannya dengan pria paruh baya tersebut tidak terlalu baik-baik saja, semenjak Arjuna memutuskan secara sepihak untuk membatalkan pernikahan Cessa dan Leo."Apa yang ingin kau bicarakan sama Papa, dan untuk apa jauh-jauh pulang ke Amerika? Apakah hal itu sangat penting sekali?" Tidak hanya satu, tapi tiga pertanyaan sekaligus diucapkan oleh sang papa kepada Leo.Leo menghembuskan nafas kasar, merasa Papanya selalu menyalahkan Leo atas batalnya pernikahannya dengan Cessa."Ternyata Cessa membohongi kita. Dia sudah melahirkan anak kembar dan anak itu adalah anak kandung Leo.""Apaaaa?" sang papa tersentak."Cessa melahirkan anak kami Pa, mereka kembar," ulang Leo."Apa kau bilang? Kau sedang tidak bercanda kan?" tanya sang papa, tak percaya akan pendengarannya.Leo menggeleng, sebagai jawaban atas pertanyaan Papanya tersebut."Leo sungguh-sungguh, Pa. Ternyata kami tak sengaja bertemu di Dubai. Ada dua anak yang persis wajahnya sepe
Dua hari berikutnya, keluarganya dari Jakarta tiba di Dubai. Lagi dan lagi ketika mereka makan siang malah bertemu dengan Leo.Leo yang hendak kembali menyentuh Ratu dan Rani, terhalang oleh Cessa. Cessa melayangkan tendangan maut ke bagian inti Leo hingga pria itu merasa sakit luar biasa di bagian intinya. Tapi Leo tidak akan pernah melawan Cessa."Ingat sampai mati pun tak ku biarkan-mu berani menyentuh anakku!" Bugh Satu kali tendangan lagi di bagian inti milik Leo, hingga pria itu tersungkur di atas lantai.Leo merasa tubuhnya terbelah, sakit dan wajah sudah sangat mengenaskan. Jeki hanya diam mematung saat melihat bos nya teraniaya."Auwwwwwwww!" Leo kembali berteriak, ketika Cessa berhasil menginjak kakinya, lalu pergi dari tempat itu, meninggalkan Leo yang kesakitan."Tu–Tuan, Ayo kita masuk ke dalam mobil," ucap Jeki terbata.Demi apapun Jeki, sangat kasihan melihat bosnya kesakitan seperti itu. Ternyata wanita mungil yang disangkanya lemah, memiliki kekuatan yang dahsyat.B
lSelama ini Cessa memiliki butik yang cukup besar tapi karena dirinya memiliki dua anak yang tidak bisa ditinggalkan, Cessa mempercayakan butik yang tersebut pada Veronica. Cessa memang bukan perancang busana terkenal, akan tetapi banyak orang penting yang datang ke butiknya untuk memesan gaun pada Cessa. Cessa memang sudah berencana di Dubai akan membeli beberapa bahan untuk rancangan terbarunya.Tiba-tiba ponsel Cessa berdering menampilkan nama Veronica wanita yang dipercaya mengelola butiknya. Kening Cessa berkerut, sebab tak biasanya sang asisten menghubunginya seperti ini. "Siapa yang nelp?" Tanya Arjuna sebab sang adik kembar tak mengangkat panggilan di ponselnya."Veronica, ada apa ya dia nelp Cessa, Arjuna?" Cessa tiba-tiba menjadi bodoh. Otak cerdasnya tak berfungsi baik, sudah nyata yang nelp sang tangan kanan eh dia malah nanya pada Arjuna yang jelas-jelas ada di sampingnya. Arjuna tergelak melihat wajah polos adiknya, terlebih saat Cessa malah bertanya ada apa se
****Flash Back On"Alma, aku minta uang lagi dong," ucap Juwita."Cessa sudah pergi, aku tak membutuhkan bantuanmu lagi!" kata Alma ketus."Tidak bisa begitu dong, Kau kan sudah janji untuk tetap membiayai kuliah aku di sini," Juwita mulai menuntut. Wanita itu tidak terima Alma mengingkari janjinya."Kau mau memerasku ya!" sentak Alma."Ada apa ini, kenapa kalian ribut di rumah Leo? Nanti suamiku mendengarnya, habis kalian! Apa sih yang kalian perdebatkan?" tanya Mamanya Leo. "Juwita mau memerasku Tan," adunya pada Mamanya Leo. Alma begitu disayangi oleh Rosiana sehingga apapun yang wanita itu katakan. Mama dari Leo pasti akan mendukung dan membenarkannya."Benar begitu?" tanya Mamanya Leo kepada Juwita."Tentu saja benar nyonya, karena memang Alma sudah berjanji pada saya untuk membiayai kuliah saya hingga tamat di Perancis, lalu sekarang ketika SPP saya belum dibayar olehnya, apa saya salah datang ke sini untuk meminta uang lelah saya?" adunya pada Rosiana."Kita sudah tidak membu