Share

Bab 127

Penulis: Kokoro No Tomo
last update Terakhir Diperbarui: 2024-11-20 22:54:43

“Assalamu’alaikum.” Suara seorang wanita sontak membuat Satrio dan Isha menoleh ke arah datangnya suara.

“Wa’alaikumussalam,” balas Satrio dan Isha bersamaan. Mereka berdua seketika berdiri begitu melihat sosok yang datang.

“Sudah, duduk saja! Teruskan makan kalian.” Wanita paruh baya dengan penampilan anggun tersebut menghampiri Satrio dan Isha. Pasangan pengantin baru itu pun bergantian menyalaminya dari tempat duduk mereka.

“Makan dulu, Ma.” Satrio mengajak sang mama makan pagi bersama.

“Mama sudah makan di rumah tadi.” Laksmi duduk di hadapan anak dan menantunya.

“Mama, ke sini sendiri apa diantar sopir?" tanya Satrio kemudian.

"Bareng sama Papa tadi ke sininya, tapi Papa keburu meeting, jadi ga mampir dulu," jelas Laksmi.

"Mama, mau teh, kopi, atau yang lain?" tawar Isha. Dia merasa tak enak hati karena mama mertuanya hanya duduk tanpa makan atau minum apa pun.

Wanita paruh baya itu menggeleng. "Tidak usah. Mama sudah banyak minum tadi waktu sarapan, nanti malah beser di jalan ka
Bab Terkunci
Lanjutkan Membaca di GoodNovel
Pindai kode untuk mengunduh Aplikasi

Bab terkait

  • Dikira Pengangguran Ternyata Hartawan   Bab 128

    “Selamat datang, Bu Laksmi. Suatu kehormatan bagi kami, Ibu, berkenan datang ke kantor.” Seorang wanita berambut cepak menghampiri Laksmi dan Isha yang duduk di sofa. Dia lantas menyalami keduanya.“Kamu ini berlebihan kaya aku jarang datang saja, Jeng. Tapi sekarang aku ke sini memang karena ada perlu,” sahut Laksmi.“Apa yang bisa kami bantu untuk Bu Laksmi.” Wanita yang mengenakan setelan blazer hitam itu mulai tampak serius.“Sebelumnya kenalkan dulu ini Isha, menantuku. Istrinya Bhumi.” Laksmi mengenalkan sang menantu dengan wanita kenalannya tersebut.“Hai, Isha. Kenalkan saya, Dyah. Saya salah satu pengajar di sini.” Wanita bernama Dyah itu mengulurkan tangan terlebih dahulu pada Isha.“Saya Isha,” sahut Isha dengan malu-malu. Dia jadi minder melihat penampilan dan cara bicara Dyah.“Bu Laksmi, kok saya tidak tahu kalau Bhumi sudah nikah? Apa saya terlewat beritanya ya?” tanya Dyah.“Memang belum diumumkan, Jeng. Mereka baru akad, belum resepsi. Insya Allah dua atau tiga bulan

    Terakhir Diperbarui : 2024-11-21
  • Dikira Pengangguran Ternyata Hartawan   Bab 129

    Sesudah menyelesaikan pembayaran administrasi, Laksmi mengajak menantunya pergi ke salah satu salon kecantikan yang menjadi langganan para artis. Rencananya untuk bertemu dengan salah satu fashion stylist ditunda karena orangnya sedang tidak ada di tempat. Mereka janji bertemu esok hari sesudah Isha mengikuti kelas di sekolah kepribadian. “Mama, mau perawatan di sini?” tanya Isha saat mengikuti mertuanya masuk ke salon.“Kita berdualah. Masa Mama saja. Kamu juga harus perawatan. Pasti Bhumi tidak pernah ‘kan ngajak kamu ke salon kecantikan?” timpal Laksmi.“Pernah, Ma. Kan saya juga punya krim perawatan wajah dari salon,” jelas Isha.“Oya? Mama kok ga lihat tadi. Apa kelewat ya?” Laksmi tampak berpikir.“Mungkin kelewat, soalnya tadi Mama fokus sama baju dan aksesori saja,” terang Isha.Laksmi mengangguk-angguk. “Benar juga. Produk apa yang kamu pakai?” Isha pun menyebut merek yang biasa dia pakai.“Baguslah Bhumi sudah tahu mana merek yang bagus. Sekarang kita perawatan wajah saja

    Terakhir Diperbarui : 2024-11-21
  • Dikira Pengangguran Ternyata Hartawan   Bab 130

    “Sini, Dek. Abang kangen.” Satrio menepuk kursi malas di sampingnya saat Isha menyusul ke ruang tengah.“Kangen? Masa sih, Bang?” Isha sengaja mengoda suaminya. Dia tak langsung duduk di samping pria yang sudah menghalalkannya itu.“Dek, duduk sini! Atau Abang gendong ke kamar nih!” ancam Satrio yang tak sabar ingin segera memeluk istrinya. Beberapa jam tak bersama membuat pria berambut ikal itu merasa sangat rindu pada sang belahan jiwa.“Ih takut!” Isha berpura-pura ketakutan hingga membuat Satrio merasa gemas. Dia mengangkat tubuh sang istri lalu membawanya ke kamar. “Loh, Bang! Kita mau ke mana? Katanya mau duduk santai di kursi malas!” protes Isha begitu Satrio naik ke kamar mereka.“Kita di kamar saja biar Abang bisa langsung eksekusi. Salah siapa tadi kelamaan berdiri? Abang sudah bilang ‘kan duduk atau Abang gendong ke kamar,” jawab Satrio dengan tegas.“Bang Satrio, ga bisa diajak bercanda ah.” Isha pura-pura cemberut.“Abang pulang kerja capek, Dek. Abang cuma pingin dekat

    Terakhir Diperbarui : 2024-11-22
  • Dikira Pengangguran Ternyata Hartawan   Bab 131

    "Nanti berangkat Abang yang antar, Dek. Pulangnya baru sama Mama." Satrio mengatakan rencananya pagi ini saat mereka menyantap sarapan bersama.Isha sontak menatap suaminya. "Memangnya Bang Satrio ga ke kantor?" "Tetap ngantor, tapi setelah ngantar Dek Isha," jawab Satrio."Aku gapapa kok berangkat sama Pak Kasno. Bang Satrio langsung ke kantor saja." Isha tak mau merepotkan suaminya."Dek Isha, ga mau dianter sama Abang?" Raut wajah Satrio terlihat kecewa.Wanita yang mengenakan hijab berwana hijau sage yang senada dengan pakaiannya itu seketika menggeleng. "Bukan begitu, Bang. Aku cuma ga mau Bang Satrio meninggalkan kerjaan karena nganterin aku." Dia mengungkapkan alasannya."Ini 'kan hari pertama Dek Isha mulai sekolah kepribadian, jadi Abang mau nganterin. Hari ini akan jadi awal titik balik untuk Dek Isha, karena itu Abang mau ada di samping Dek Isha untuk menunjukkan dukungan Dek Isha dengan sepenuh hati dan cinta," terang Satrio. "Lagi pula Abang sudah mengosongkan jadwal pa

    Terakhir Diperbarui : 2024-11-22
  • Dikira Pengangguran Ternyata Hartawan   Bab 132

    Selama hampir sebulan, Isha benar-benar sibuk mengikuti berbagai pelatihan dan kegiatan untuk mengembangkan dirinya. Dia hanya punya waktu santai saat akhir pekan yang tentu saja dihabiskan dengan suaminya. Kadang mereka staycation di puncak, hotel, atau di rumah saja.Di sela kesibukan, Isha dan Satrio tetap ikut menyiapkan resepsi pernikahan mereka. Laksmi memang sudah menyerahkan persiapan dan pelaksanaan resepsi pada wedding organizer, tapi tetap ada hal yang harus dilakukan sendiri seperti fitting baju, pemilihan undangan, suvenir, menu yang akan disajikan, dekorasi, dan yang lainnya. Pasangan pengantin baru itu tak banyak berperan karena Laksmi yang lebih banyak mengambil keputusan. Namun mereka tetap dibutuhkan kehadirannya."Bhumi, kapan kamu akan bilang sama orang tua Isha soal resepsi kalian?" Laksmi bertanya pada putra sulungnya saat Isha sedang mengepas gaun yang akan dikenakannya saat resepsi."Besok saja kalau waktunya sudah dekat, Ma. Mungkin seminggu sebelum resepsi at

    Terakhir Diperbarui : 2024-11-23
  • Dikira Pengangguran Ternyata Hartawan   Bab 133

    Satrio seketika mengejar Isha yang berlari ke toilet. Karena kekhawatiran yang dirasakannya, dia tak peduli masuk ke toilet wanita, mengikuti istrinya. Membuat dua wanita yang berdiri di depan kaca terkejut melihatnya."Heh! Ini toilet wanita, ngapain kamu masuk sini? Mau ngintip ya?" Seorang wanita menegur Satrio dengan keras."Maaf, saya mengikuti istri saya yang baru masuk tadi," ucap Satrio sambil mencari bilik toilet di mana istrinya berada.Tak lama terdengar suara orang muntah di salah satu bilik. "Itu istri saya yang muntah." Satrio memberi tahu dua wanita tadi agar tidak salah paham dan menganggapnya akan berbuat mesum."Ya udah, dibantu istrinya. Tapi jangan lama-lama di sini," sahut wanita tadi.Satrio mengangguk lantas membuka pintu bilik di mana istrinya berada. Untung Isha tidak mengunci pintu, jadi dia bisa langsung masuk. Satrio langsung memegang tengkuk sang istri, lalu memijatnya dengan lembut. Isha terus mengeluarkan isi perutnya sampai tidak ada yang keluar dari m

    Terakhir Diperbarui : 2024-11-24
  • Dikira Pengangguran Ternyata Hartawan   Bab 134

    Isha langsung mandi dan ganti baju begitu tiba di rumah. Sementara itu, Satrio menemui Marni di dapur. Dia minta dibuatkan teh jahe seperti yang disarankan mamanya. Sambil menunggu, Satrio memasukkan sebagian kotak makan ke kulkas, sebagian lagi dia berikan pada Marni untuk dibawa pulang karena tak yakin bisa menghabiskan semuanya dalam kondisi Isha yang kurang enak badan.“Teh jahenya mau diminum sekarang, Pak?” tanya Marni setelah selesai membuat pesanan sang majikan.“Satu cangkir saja, Bi. Sisanya dimasukkan ke termos. Nanti kalau Dek Isha mual lagi biar saya berikan ke dia,” jawab Satrio.“Loh, ini buat Ibu, bukan buat Bapak?” Marni memandang tuannya.“Iya, buat Dek Isha. Istri saya masuk angin, Bi. Tadi muntah pas mau nyoba makanan. Makanya kami pulang duluan. Mama sama yang lain masih di hotel,” terang Satrio.“Mungkin kecapekan juga, Pak. Ibu ‘kan sama sibuknya seperti Bapak,” timpal Marni sambil memasukkan teh jahe yang dia buat ke termos.“Saya ke atas dulu ya, Bi. Kalau pek

    Terakhir Diperbarui : 2024-11-24
  • Dikira Pengangguran Ternyata Hartawan   Bab 135

    Satrio terbangun karena mendengar suara orang berlari di kamarnya. Pria itu gegas menoleh ke samping dan tak mendapati istrinya di sana. Kepalanya lantas menoleh ke arah kamar mandi yang terbuka pintunya.Pria berambut ikal itu dengan cepat menyibak selimut dan beranjak ke kamar mandi. Dia melihat sang istri kembali mengeluarkan isi perutnya di kloset. Satrio pun langsung membantu belahan jiwanya itu.“Kenapa tadi ga bangunin Abang, Dek?” ucap Satrio saat menuntun istrinya kembali ke tempat tidur.“Keburu muntah kalau bangunin Bang Satrio,” sahut Isha dengan badan lemas.“Minum teh jahe lagi ya?” tawar Satrio setelah memastikan istrinya duduk dengan nyaman.Isha mengangguk. “Ya, Bang.”Sesudah menuangkan teh jahe dari termos ke dalam gelas, Satrio memberikannya pada sang istri. “Diminum pelan-pelan, Dek,” ucapnya.“Kenapa ga dihabiskan?” tanya pria berambut ikal itu saat melihat masih ada sisa teh jahe di dalam cangkir.“Udah, Bang. Kalau kebanyakan nanti muntah lagi,” jawab Isha samb

    Terakhir Diperbarui : 2024-11-25

Bab terbaru

  • Dikira Pengangguran Ternyata Hartawan   Bab 220 (TAMAT)

    “Bu, kita kabur aja yuk! Aku ga tahan hidup di sini.” Vita mengeluh pada ibunya saat mereka berbaring sebelum tidur. Lina menatap lekat putrinya meskipun dalam cahaya remang-remang. “Ga usah aneh-aneh, Vit. Apa kamu lupa kemarin ada yang kabur terus ketangkap? Sekarang dia dimasukkan ke ruang isolasi. Kamu mau hidup di ruangan sempit, gelap, pengap, dan ga bisa keluar sama sekali?” “Lebih baik aku mati saja daripada dikurung di sana, Bu,” timpal Vita dengan bibir mengerucut. “Ya sudah, kalau gitu terima aja apa adanya!” tukas Lina. “Tapi aku capek banget kalau kaya gini tiap hari, Bu. Kulitku jadi cokelat, kukuku juga rusak semua. Sia-sia perawatan yang aku lakukan selama ini,” keluh Vita. “Vit, kita seperti ini sekarang karena siapa? Kamu ‘kan! Kalau kamu ga mendorong Isha dari tangga, Satrio ga akan semarah itu sama kita. Ya sudah, sekarang kamu terima aja konsekuensinya!” Lama-lama Lina merasa kesal pada Vita yang selalu dia banggakan. “Kita dibiarkan hidup sama Satrio sudah

  • Dikira Pengangguran Ternyata Hartawan   Bab 219

    Kondisi Abi setiap hari semakin membaik. Berat badannya terus naik karena rutin minum ASI sang ibu. Paru-parunya sudah berfungsi dengan baik, hingga tak perlu alat bantu pernapasan lagi. Jantungnya pun detaknya sudah normal. Pada hari ke-6, Abi pun keluar dari NICU, tapi belum diperbolehkan pulang oleh dokter. Dokter masih harus mengobservasi kondisi Abi setelah tidak berada di inkubator. Sebenarnya di hari ketiga paska-operasi, Isha sudah diperbolehkan pulang. Namun karena tak tega meninggalkan Abi sendiri di sana, dan repot kalau harus bolak-balik ke rumah sakit untuk memberikan ASI-nya, akhirnya Isha tetap tinggal di ruangan rawat inapnya. Satrio yang bolak-balik karena dia tetap harus pergi ke kantor untuk melakukan tanggung jawabnya sebagai presdir Digdaya Grup. Marni juga setiap hari ke rumah sakit, membawakan baju ganti untuk Isha, Satrio, dan Abi, lalu pulangnya membawa baju mereka yang kotor untuk dicuci di rumah. Selain baju, dia juga membawakan jamu pelancar ASI untuk Isha

  • Dikira Pengangguran Ternyata Hartawan   Bab 218

    “Sudah, tapi nanti saja aku kasih tahu kalau semua kumpul biar sekalian jelasin arti namanya.” Satrio menjawab rasa penasaran adiknya. Nila berdecak. “Terus selama Kak Bhumi belum ngasih tahu namanya, kita manggilnya apa dong? Masa Baby sih?” protes gadis yang masih kuliah semester akhir itu. “Kalau begitu panggil saja Abi. Itu nama panggilan yang diambil dari nama tengahnya,” sahut Satrio setelah berpikir beberapa saat. “Iya, deh. Suka-suka, Kak Bhumi, aja. Lagian sok misterius banget namanya sampai ga mau nyebutin.” Nila merasa gemas pada kakak sulungnya itu. “Bukannya sok misterius, tadi aku dah bilang ‘kan alasannya,” tukas Satrio. “Terus kapan rencanamu mau ngadain akikah buat Abi?” Kali ini Krisna yang bertanya. “Sunahnya tujuh hari ‘kan, Pa? Tapi aku belum tahu nanti pas itu Abi sudah bisa pulang atau belum. Menurut Papa sebaiknya gimana?” Satrio memandang papanya. “Tidak harus tujuh hari tidak apa-apa bisa setelah empat belas atau dua puluh satu hari. Tapi kalau kamu mau

  • Dikira Pengangguran Ternyata Hartawan   Bab 217

    Isha langsung diberi ucapan selamat oleh Baskoro, Bisman, Bayu, Marni, dan Kasno begitu dia dibawa ke kamar oleh petugas. Wanita yang baru menjadi ibu itu mengucapkan terima kasih atas perhatian dan doa-doanya mereka. Baru setelah itu Satrio mendekati sang istri yang duduk menyandar pada bagian atas brankar yang dinaikkan dan diatur posisinya sampai Isha merasa nyaman. “Makasih ya, Dek, sudah bertahan dan berjuang bersama anak kita. Terima kasih sudah melahirkan jagoan di keluarga kita,” lontar Satrio sambil menggenggam tangan sang istri tercinta. Dia duduk di kursi samping brankar, menghadap belahan jiwanya itu. Isha mengangguk. Wajahnya yang masih tampak pucat tersenyum. “Bang Satrio udah ketemu anak kita?” Dia berusaha tetap tegar dan tenang walaupun sang putra saat ini menjalani perawatan yang intensif. Pria yang kini mengenakan kemeja biru muda dengan lengan digulung sampai siku itu, menggeleng. “Belum, Dek. Katanya kalau mau ketemu harus ke NICU. Abang maunya ke sana sama Dek

  • Dikira Pengangguran Ternyata Hartawan   Bab 216

    Satrio sontak berdiri kala melihat dokter keluar dari ruang operasi. Dia gegas menghampiri dokter tersebut. “Bagaimana operasinya, Dok? Lancar ‘kan?” tanyanya tak sabar. Dokter itu tersenyum. “Alhamdulillah lancar. Kondisi Ibu sejauh ini stabil, tapi putra Bapak harus mendapatkan perawatan intensif karena lahir prematur dan berat badan lahirnya rendah,” jawabnya. Satrio menghela napas lega meskipun kondisi sang anak masih belum bagus. Setidaknya istri dan anaknya selamat. “Alhamdulillah. Berarti saya boleh menemui istri dan anak saya sekarang, Dok?” tanyanya lagi. Sang dokter menggeleng. “Untuk saat ini belum, Pak. Ibu masih di ruang pemulihan untuk diobservasi. Kalau putra Bapak nanti bisa ditemui di NICU, sekarang masih ditangani oleh dokter anak,” jelasnya. Bahu Satrio meluruh karena tidak bisa menemui istri dan anaknya. “Kalau begitu sebaiknya saya menunggu di mana, Dok? Di sini atau di kamarnya?” Dia kembali bertanya. “Di sini boleh. Di kamar juga boleh. Nanti kalau Ibu seles

  • Dikira Pengangguran Ternyata Hartawan   Bab 215

    “Vit, ada tamu tuh. Sana buka pintunya!” titah Lina yang sedang tiduran di sofa depan televisi pada putrinya setelah mendengar bel rumah berbunyi.“Siapa sih? Ganggu aja orang lagi santai!” Meskipun menggerutu, Vita tetap melangkah menuju pintu depan. Keningnya mengerut kala melihat beberapa sosok pria berbadan tinggi, kekar, dan mengenakan pakaian serba hitam. Sejujurnya dia takut melihat para pria di hadapannya yang tampangnya tampak menyeramkan dan sama sekali tak ramah.“Kalau kalian mencari Bang Satrio dan Mbak Isha, mereka tidak ada di rumah!” Vita bicara dengan ketus untuk menutupi ketakutannya.“Siapa, Vit?” Lina menyusul ke depan karena penasaran dengan tamu yang datang.“Ga tahu, Bu!” Vita menggeleng.Lina terkesiap melihat orang-orang yang bertamu. Dia langsung menelan ludah dan mendekat pada putrinya. “Mereka bukan debt collector yang mau nagih utang Satrio atau Isha ‘kan?” bisiknya.“Mana kutahu, Bu. Sejak tadi mereka cuma diam. Ga ngomong apa-apa,” balas Vita juga dengan

  • Dikira Pengangguran Ternyata Hartawan   Bab 214

    Bayu mendekat pada Satrio yang sedang makan siang dengan para pejabat daerah dan pengusaha lokal—yang datang di acara pembukaan anak perusahaan Digdaya Grup. "Pak, saya baru dapat kabar kalau Bu Isha jatuh dari tangga dan sekarang sedang dalam perjalanan ke rumah sakit," bisiknya usai mendapat pesan dari Marni. Satrio sontak menghentikan makan lalu mengelap mulut dengan sapu tangan. "Segera siapkan helikopter. Kita pulang ke Jakarta sekarang!" perintahnya juga dengan berbisik. "Baik, Pak." Bayu menjauh lalu melakukan koordinasi dengan yang lain untuk mengatur kepulangan sang atasan. Di setiap kantor anak perusahaan Digdaya Grup memang ada helipad untuk memudahkan transportasi para petinggi perusahaan bila ada kepentingan yang mendesak. Meskipun mengkhawatirkan keselamatan istri dan calon anaknya, Satrio tetap berusaha bersikap tenang di hadapan yang lain. Dia minta maaf pada para pejabat dan pengusaha yang semeja dengannya karena tidak bisa menemani makan siang sampai selesai. Tak l

  • Dikira Pengangguran Ternyata Hartawan   Bab 213

    “Mau ke mana, Bi?” tanya Vita saat melihat ART Isha akan menaiki tangga.“Saya mau manggil Ibu untuk makan siang, Mbak,” jawab Marni.“Bi Marni, lakukan pekerjaan lain saja. Biar aku yang panggil Mbak Isha.” Vita menawakan diri.“Tapi Bapak sudah pesan kalau saya sendiri yang harus manggil Ibu di kamar, Mbak.” Marni tak mau begitu saja menerima tawaran adik tiri Isha itu.Vita tampak mengernyit. “Kenapa memangnya?”“Soalnya Bapak minta saya membantu Ibu waktu turun tangga karena Bapak khawatir Ibu jatuh atau kepleset.” Marni mengungkapkan alasannya.“Kalau cuma bantu Mbak Isha turun tangga, aku juga bisa, Bi. Sudah sana Bi Marni siapin aja makannya, aku yang akan manggil Mbak Isha.” Vita meminta ART itu pergi.“Biar saya yang manggil Ibu, Mbak. Makanannya sudah siap semua kok di meja makan. Lebih baik Mbak Vita panggil bapak dan ibunya atau langsung ke ruang makan saja.” Marni tetap bersikeras memanggil Isha.“Kenapa sih ga mau dibantu, Bi? Takut saya ngapa-ngapain Mbak Isha?” tukas Vi

  • Dikira Pengangguran Ternyata Hartawan   Bab 212

    Vita kembali ke rumah Baskoro setelah dokter mengizinkan dia pulang dari rumah sakit. Sejak Vita dirawat sampai pulang, Surya selalu memberi perhatian walau sering diabaikan oleh sang istri. Namun pria itu tak mau menyerah begitu saja untuk mengambil hati istri yang pernah disakitinya. Walaupun Surya sudah menunjukkan perubahannya, Vita tetap bersikeras untuk bercerai. Sejak awal Surya memang tidak mau berpisah dengan istrinya. Dia ingin mempertahankan pernikahan mereka. Surya menunjukkan kesungguhannya dengan meninggalkan Ike dan tidak pernah berhubungan lagi dengan teman kuliahnya itu. Dia juga janji akan bekerja di perusahaan yang direkomendasikan oleh Satrio demi masa depan mereka meskipun harus tinggal di luar Pulau Jawa. Orang tua dari kedua belah pihak sudah berusaha menasihati dan menengahi permasalahan antara Vita dan Surya. Namun Vita tetap pada pendiriannya. Dia ingin bercerai dari Surya. Vita sudah tidak bisa percaya lagi pada suaminya jadi percuma kalau tetap bersama t

Pindai kode untuk membaca di Aplikasi
DMCA.com Protection Status