***Tomi memilih diam ketika matanya bersiborok dengan manik Sea. Ini bukanlah waktu yang tepat untuk mencecar putrinya karena ada acara besar Bagas dan Anita yang tidak ingin dia ricuhkan. Sementara Halimah dan juga Vano nampak begitu lega ketika mendapati sosok Sea sudah bergabung dengan Gina dan istri Pandu.Acara yang berlangsung seharian penuh di akhiri dengan pertunjukan hadrah para santri yang sengaja Bagas datangkan dari kota seberang. Hanya tersisa beberapa tamu undangan yang tak lain adalah para karyawan Bagas, baik dari showroom maupun Cafe yang tengah dia kelola. Definisi sukses ketika muda adalah sosok Bagas. Banyak sekali bisnis yang sedang dia kembangkan dan semuanya sukses. Hanya saja dia masih tidak rela untuk meninggalkan rumah kampungnya dulu sehingga lebih memilih menghandle pekerjaan dari rumah daripada harus tinggal di kota.Terlihat Bagas dan Anita mulai turun dari pelaminan. Jarum jam menunjukkan tepat pukul 23.00 waktu setempat. Jika di kampung, acara pernikah
***Bagas menerobos masuk ke dalam kamar dan buru-buru mengunci pintu. Melihat tingkah Bagas yang grusa-grusu tentu saja membuat Anita berdebar tidak karuan. Menatap sebentar ke arah Sang Istri, lalu berlari menuju kamar mandi yang terletak di dalam kamar."Aku tidak tahan, perutku sakit!" ocehnya sembari kedua tangan memegang pantat. "Ini semua gara-gara kalian para wanita. Bisa-bisanya malam pertamaku terganggu karena curhat Mama Dede!" Dia masih saja mengomel, bahkan juga menyebut salah satu acara curhat di stasiun televisi.Anita melongo. Cengo. Dia pikir Bagas sedang menahan hasrat karena ini adalah malam pertama mereka, tapi ternyata pikirannya salah."Ha ... ha ... ha ..., jadi kamu kebelet?" tanya Anita saat Bagas hendak masuk ke kamar mandi. "Astaga, aku pikir nggak tahan ....""Diam, Anita!" Suara Bagas terdengar menakutkan di telinga Anita. "Lihat saja, setelah keluar dari dalam kamar mandi kuhabisi kamu!"Anita menutup mulutnya. Buru-buru dia naik ke atas ranjang setelah
***Anita menggeliat karena pinggangnya terasa berat. Benar saja, sebuah tangan kekar memeluknya cukup erat semalaman. Segaris senyum terbit di bibir wanita yang kini sudah resmi menjadi istri Bagas. Pelan. Sangat pelan dia memindah tangan yang melingkari perutnya dan diganti dengan sebuah guling. Anita menepuk-nepuk punggung tangan Bagas agar lelaki itu tidak terbangun. Diusapnya lembut rahang yang sudah ditumbuhi jambang tipis sambil sesekali mencubit pipi suaminya dengan gemas. Saat Bagas menggeliat, Anita menghentikan gerakan, dia mematung bahkan sampai menahan napas karena takut Bagas terbangun."Huffftt!" Dengan gerakan yang sangat pelan dia turun dari ranjang. Jarum jam masih bertengger di angka 04.00 pagi dan Anita memilih untuk mandi sebelum membangunkan Bagas untuk melaksanakan sholat shubuh bersama untuk yang pertama kalinya. Di dalam kamar mandi, wanita itu tiada henti tersenyum. Hatinya berbunga-bunga karena rasa sakit yang dia terima selama ini ternyata Tuhan gantikan
***"Anita bantu ya, Bu?"Halimah menoleh. Dia tersenyum melihat menantunya yang sudah bangun sepagi ini. "Boleh," sahut Halimah singkat. "Nenek tidur di kamar tamu, kamu belum melihatnya sejak tadi malam."Anita tiba-tiba merasa bersalah karena sempat melupakan Haryati. "Ibu paham kalau kalian berdua terlalu lelah, makanya tadi malam Ibu tidur sama Nenek Haryati."Kedua mata Anita berkaca-kaca mendengar betapa lembutnya hati Halimah bahkan pada Haryati sekalipun. "Terima kasih, Bu. Saya dan Nenek sangat beruntung dipertemukan dengan keluarga yang hangat dan sangat baik seperti kalian.Halimah mengusap pucuk kepala Anita dan menyunggingkan senyum tipis. Dulu, Sea adalah satu-satunya wanita yang menjadi kesayangan dua keluarga. Bahkan Vano dan Halimah menganggap Sea adalah putrinya. Tapi sekarang, posisi itu sudah digeser oleh Anita, menantu barunya. "Semua yang terjadi saat ini sudah sesuai garis Tuhan, Anita. Semoga kamu dan Bagas bisa terikat dalam hubungan rumah tangga sampai maut
***"Kosongkan jadwalku untuk satu minggu ke depan, Mam. Aku ada urusan sebentar, kalau ada pelanggan yang datang katakan aku akan memberikan service dobel setelah urusanku selesai.""Mau kemana kamu, Nay?""Urusan mendadak. Aku harus menyadarkan orang lain jika milikku tidak boleh disentuh!"Wanita yang dipanggil Mami itu mengangguk mengerti. "Pastikan hanya satu minggu, lebih dari itu Mami akan potong bayaran kamu selanjutnya."Nayna mencebik. Wanita yang sudah bertahun-tahun menjadi germo itu seakan tidak memiliki belas kasihan, pada Nayna sekalipun. Padahal selama Nayna bergabung dalam dunia perselangkangan, bisnis open BO wanita paruh baya itu seketika melejit."Terserah! Aku hanya butuh satu minggu untuk membuat wanita itu hancur!"Sorot mata Nayna memancarkan kemarahan. Jari-jarinya memucat ketika kedua tangan putih itu mengepal kuat. Bayangan wajah Tirta yang menunjukkan ketidak tertarikan membuat hati Nayna hancur. Dia terluka, meskipun pada kenyataannya Nayna yang lebih dulu
***Lelaki dengan perawakan tinggi itu berjalan mendekati Anita. Dia bersimpuh di depan wanita yang baru sehari menjadi istrinya tapi teror bahkan sudah mulai bertebaran. Digenggamnya jemari Anita yang terasa begitu dingin. Perlahan-lahan Anita mengangkat kepala menatap kedua mata Bagas yang terlihat sayu. "Kamu tidak akan percaya pesan murahan itu kan, Mas?"Bagas mengulas senyum tipis sambil mengusap-usap punggung tangan Anita. Rasa percaya untuk istrinya memang terisi penuh, tapi tetap saja mendapat teror di hari pertama dia menjalani peran sebagai suami membuat otak Bagas sedikit tidak bisa menahan emosi."Apa aku terlihat meragukan kamu, Sayang?"Anita bergeming sementara kedua matanya mulai berkaca-kaca. "Bahkan jika pesan misterius itu benar sekalipun, bukankah itu hanyalah sebagian dari masa lalu kamu?"Luruh sudah air mata Anita di depan suami dan semua keluarganya. Entah mengapa, ucapan Bagas seolah memberikan rasa per
***Sea menggelengkan kepalanya samar mendengar tuduhan yang keluar dari mulut Bagas. Halimah gegas menarik lengan putranya dan ....Plak ....Satu tamparan mendarat sempurna hingga mencetak bekas kemerahan. Dada Bagas naik turun menahan emosi karena sikap Halimah yang terkesan tengah membela Sea saat ini. Sementara Anita menutup mulutnya menyembunyikan teriakan karena terkejut."Ibu tidak pernah mendidik kamu menjadi pria yang kurang ajar, Bagas!" Suara Halimah mendominasi di ruangan. Haryati dan Leha selaku wanita paling tua di rumah ini hanya bisa menatap nanar keributan yang terjadi. Fisik mereka yang ringkih membuat emosi mudah sekali terkuras. "Apa kamu punya bukti jika Sea adalah pelaku teror ini, hah?""Ibu membela dia?""Tidak ada yang Ibu bela disini!" sahut Halimah sedikit berteriak. "Kamu punya bukti jika Sea adalah pelakunya? Punya, Nak?"Bagas membuang muka. Mendapat teror yang tiba-tiba membuat pikirannya menjadi kacau. "Jika ingin menyerang seseorang, minimal cari bukt
***"Kamu sudah bawa yang kuminta, Fred?"Fredi mengangguk ketika Bagas menanyakan sesuatu yang harus dia beli. "Ada di dalam mobil, Pak. Lebih baik kita bicarakan ini di dalam rumah. Pelaku teror bisa dari orang-orang terdekat sekalipun," kata Fredi sambil melirik keadaan sekitar rumah Bagas. Bagas mengangguk. Dia mempersilakan Fredi duduk di ruang tamu bergabung bersama dia dan Anita. "Teror seperti apa yang Bapak dapatkan?"Bagas menyerahkan kotak berisi lingerie berdarah ke hadapan Fredi. Lelaki itu membuka tutup kotak dan betapa terkejut melihat lendir berwarna merah yang mewarnai baju tipis ala pengantin baru itu."Apa maksutnya, Pak?"Bagas menggeleng bingung. "Entah. Yang jelas dalam kotak itu ada sepucuk surat yang mengatakan hal buruk tentang Anita."Fredi memungut selembar kertas yang Bagas maksut. Lagi-lagi lelaki yang sudah menjadi orang kepercayaan Bagas itu membelalak. "Bu Anita punya mantan?""Ya. Jauh sebelum berhubungan dengan Mas Bagas, Fred," aku Anita. "Tapi dia
Dikira Miskin (Extra Part) *** Lima bulan kemudian .... "Hai ... lama tidak bertemu, usia berapa kandungan kamu?" Sea menoleh dan mendapati sosok Nando tengah berdiri dengan kedua tangan yang masuk ke dalam saku celana. "Se?" "Ah, maaf, Bang. Aku ... kaget aja tiba-tiba kamu muncul disini," celetuk Sea gugup. "Sendirian, Bang?" "Ya, karena wanita yang hampir menemani masa tuaku ternyata lebih memilih pria lain. Takdir memang selucu itu, Se." Sea membuang muka. Ada perasaan sedih ketika melihat Nando yang masih mengingat dirinya bahkan disaat dia dan Tirta sedang bahagia menanti buah hati mereka lahir. "Maaf, Bang." Nando terkekeh. "Aku baik-baik saja, Sea. Mungkin Tuhan memang melindungi kamu dari pria tua sepertiku." Sea menggeleng samar. Kedua matanya berembun melihat raut putus asa di wajah Nando. "Sudah kukatakan, kamu pasti mendapatkan wanita yang jauh lebih baik, Bang." "Sendirian?" tanya Nando mengalihkan pembicaraan. Sea mengangguk samar, "Mas Tirta sibuk ngurus Caf
Dikira Miskin (TAMAT)***Satu tahun kemudian ...."Pulang dulu, Sayang. Brian pasti nyariin kamu," kata Bagas lembut. Anita mendongak, kedua matanya memerah dengan bekas air mata yang di pipi. "Sebentar lagi ya, Mas. Sebentar saja," rengeknya manja. Jemarinya yang lentik mengusap-usap pusara kedua orang taunya bergantian, lalu beralih pada pusara Haryati yang nampak segar dengan bunga-bunga yang Anita taburkan barusan. "Brian sudah bisa berjalan, Yah. Kalau saja Ayah dan Ibu masih ada ....""Nit ...." Suara Bagas mengambang di udara. Kehilangan adalah hal yang paling menakutkan baginya. "Biarkan mereka semua tenang di alam sana. Ayo pulang!"Anita bergeming. Matanya semakin sembab karena sudah hampir satu jam ia menangis di pusara tiga orang tercintanya. Haryati sengaja di kuburkan tepat di samping anak dan menantunya. "Semua terasa begitu cepat, Mas.""Takdir Tuhan adalah misteri, apalagi kematian ... semua tidak ada yang tahu sampai kapan batas usia mereka, Sayang. Berhenti berse
***"Darimana kamu tahu kalau Bang Nando menaruh hati pada Sea, Sayang?"Anita mengedikkan bahu. Dia bangkit dan berjalan menjauhi Bagas yang saat ini nampak cengo karena keterkejutannya barusan."Anita ...," pekik Bagas tertahan mengingat sekarang dia sedang berada diantara banyak tamu undangan.Anita menghentikan langkah dan bergelayut manja di lengan Halimah. Wanita cantik itu sekarang tidak segan-segan untuk memeluk mertuanya karena selama ini Halimah memang mencurahkan perhatiannya pada Anita."Bawa Anita pulang, Gas. Dia pucat sekali," ucap Halimah panik. Dia mengusap-usap pipi menantunya dengan lembut. "Pulanglah, acaranya mungkin akan selesai agak malam. Kamu istirahat saja, biar Ibu yang menjelaskan pada Sea nanti."Anita mengangguk patuh. Dia mengikuti langkah Bagas dengan jemari yang saling bertaut. Acara pernikahan Sea memang di adakan di sebuah hotel ternama, perjalanan untuk pulang ke rumah mereka pun menempuh waktu sekitar dua puluh menit."Kamu belum menjawab pertanyaa
***"Nit, kami ...."Anita beralih menatap Tomi dan Gina. Sorot matanya penuh selidik sampai suara Sea membuatnya tiba-tiba terpekik dan berjingkrak bahagia seperti gadis kecil yang mendapat mainan. "Kami ... sebentar lagi akan menikah.""Hah? Serius, kalian ... tidak lagi membohongi aku kan?"Sea menggeleng. Dia merentangkan tangan untuk menyambut tubuh Anita, sahabat yang paling baik yang ia punya selama ini. Sea dan Tirta tertawa ketika Anita jingkrak-jingkrak senang dengan kabar yang ia dengar."Kamu membuatku takut, Se!" Anita mengusap air mata sambil memeluk Sea. "Kalian ... akhirnya. Ya Tuhan!" Anita kembali memekik bahagia. Dia mengurai pelukan dan berlari menuju Gina. Tanpa aba-aba lagi, kedua wanita beda generasi itu saling memeluk dan menangis lirih. Betapa Tomi merasa haru dengan suasana di depan matanya. Siapa sangka, restu yang ia berikan justru memberikan kebahagiaan bagi banyak orang, tidak hanya Sea dan Tirta. "Kami sudah lelah menangis, Nit. Ayolah, kalau kamu masi
***"Brengsek! Berani-beraninya dia ngusir kita, Mas?!" jerit Nayna marah. Bibirnya mengerucut sembari satu tangan mengusap dahi yang mulai berpeluh. "Harusnya kamu bisa tegas sama istrimu itu, Mas! Bagaimanapun kamu adalah kepala keluarga, jangan lembek gini dong!" Suara Nayna semakin membuat kepala Rayan berdenyut nyeri. "Diam, Nay!""Kenapa kamu malah bentak aku? Harusnya kamu bentak saja di Prisa yang kurang ajar itu!""Semua ini salah kamu! Murahan! Kamu bisa kan bersikap baik di depan Prisa bukan malah menyulut pertengkaran seperti ini!""Ya, ya! Salahkan saja aku terus, Mas! Bela wanita mandul yang tidak berguna itu! Aku muak melihat sikapmu yang lemah di depan Prisa!"Plak ....Nayna memegang pipi kanannya yang terasa panas. Tidak ada air mata melainkan hanya kemarahan yang bersarang di dadanya saat ini. "Tampak! Tampar yang banyak kalau perlu bunuh sekalian bayimu ini! Pria miskin! Aku menyesal mau mengakui anak ini sebagai darah dagingmu!"Rayan mengusap wajahnya kasar. Pe
***Tirta dan Sea bergeming. Ucapan Tomi membuat rasa percaya diri Tirta yang sempat tumbuh terasa dihempas begitu saja. Ternyata, setelah bisa mendapatkan kembali hati Sea, ia harus melalui satu jalan lagi yaitu Tomi dan Gina. "Ada banyak pria di luaran sana, Sea! Kamu cantik, mandiri dan ... kamu bisa mencari pria lain tanpa harus terjebak dengan pria yang sama!" ucap Tomi marah. "Kamu lupa ... dia bahkan rela memohon agar wanita yang sudah membuatmu celaka itu bebas. Jangan bodoh!"Sea menunduk. Bodoh! Ya, dia memang sudah bodoh karena setelah berbulan-bulan terlewati, perasaannya pada Tirta terus saja tumbuh tanpa sedikitpun berkurang. Gina mengusap lengan Tomi dengan lembut. Kedua matanya menatap Sea dengan nanar. Putri yang ia anggap sudah melupakan Tirta ternyata masih memiliki perasaan yang begitu besar untuk pria itu."Dia sudah membuatmu terluka, Se. Apa kamu pikir Ayah akan melepaskanmu dengan pria yang sudah pernah membuatmu kecewa?""Yah ....""Tidak!" sahut Tomi tegas.
***Sea dan Tirta terlonjak. Wanita itu mengurai pelukan saat kedua matanya mulai terbuka dan mendapati sosok Freya berdiri di ambang pintu dengan air muka kebingungan."Fre mau ikut peluk," ucapnya polos. Sea merentangkan tangan dan menghambur di pelukan Sea. Bibirnya terus mengukir senyum seolah-olah dua pasangan di depannya bukanlah sebuah ancaman bagi Papanya. "Ini siapa, Tante? Papa ...." Freya memanggil Hamka ketika pertanyaannya tidak kunjung mendapat jawaban dari mulut Sea. "Ayo, sini! Kita pelukan sama-sama!"Brenda membuang muka. Sedikit banyak dia mulai mengerti apa yang sedang terjadi di depan matanya. Melihat Freya yang begitu dekat dengan Sea sudah memberikan jawaban atas pertanyaan Brenda pada Hamka tadi."Kalian ... di-- dia kenal Sea?" tanya Brenda terbata. "Kalian ... sudah saling mengenal?"Hamka mengangguk sambil tersenyum tipis. Pria itu melangkah mendekati Freya dan meninggalkan Brenda di depan toko dengan rasa cemas yang luar biasa."Hai ...," sapa Hamka. "Maaf
***"Se, tolong dengarkan aku!" pinta Tirta memelas. Dia melangkah mendekati Sea yang memunggunginya sembari menutup telinga dengan dua tangan seakan-akan tidak ada yang ingin dia dengarkan dari mulut Tirta. "Aku datang hanya ingin menjelaskan semuanya. Setelah itu semua keputusan terserah padamu. Aku ... hanya ingin meminta maaf atas semua rasa kecewa yang kamu rasakan.""Untuk apa meminta keputusan dariku, Mas? Bukankah kamu sudah memutuskan semuanya sendiri? Kamu lebih memilih wanita itu daripada aku yang ... aku yang tidak sedang mengandung anakmu!" "Dia bukan anakku, Sea!""Dan aku tidak peduli!" teriak Sea. Air matanya berlomba-lomba untuk meluncur bebas ke pipi. "Anakmu atau bukan, yang jelas kamu sudah memilih Nayna daripada aku! Dan itu ... sudah cukup membuatku paham jika nama Nayna berada di posisi tertinggi dalam hatimu."Tirta menunduk. Langkahnya terhenti ketika Sea sudah berada tepat di depan matanya. "Bahkan setelah melukai hatiku berkali-kali, kamu datang dengan wani
***"Mana sarapan untukku?"Nayna duduk di kursi makan dengan melipat tangan. Persis seperti seorang anak kecil yang sedang menunggu sarapannya tersaji."Coba ulangi lagi!"Nayna mendengus kesal. "Ck! Jangan cari gara-gara ya, Mbak. Ini masih pagi, mood ku juga sedang buruk, kamu nggak mau kan kalau sampai aku ngadu ke Mas ....""Kamu pikir aku takut?""Ouh, jadi nantangin? Kamu mau tau siapa yang akan dipilih oleh suami kamu, begitu?" angkuh Nayna. "Lihat! Di perutku ada kehidupan lain, dia yang bertahun-tahun lamanya sangat diinginkan oleh Mas Rayan, yakin kalau aku merajuk dia bakalan lepas kamu begitu saja?"Wanita yang usianya jauh lebih tua di banding Nayna itu tertawa sumbang. Ya, tidak mengelak jika hadirnya seorang bayi adalah keinginan dia dan Rayan selama bertahun-tahun menjalani biduk rumah tangga. Tapi tidak dengan bayi dalam hubungan yang kotor. Rayan sudah mencurangi pernikahan mereka."Kenapa diam,