***"Sea!" pekik Anita tertahan. Dia hampir saja turun dari pelaminan saat melihat Sea yang berjalan tergesa memasuki area dekorasi pernikahan.Melihat Anita dan Bagas yang tengah duduk di atas pelaminan sontak saja membuat senyum di bibir wanita cantik itu tersungging. Dia melambaikan tangan sembari mengatakan 'maaf' yang hampir tidak terdengar. Hanya saja gerakan mulutnya bisa dibaca oleh siapa saja yang melihatnya saat ini.Anita mengangguk cepat, dia mengibaskan tangan ke udara memberi pertanda agar Sea segera mencari Gina dan menjelaskan apa yang sedang terjadi. Bagai memiliki telepati, segera Sea berlalu dengan cepat dan menerobos beberapa tamu undangan untuk bisa masuk ke dalam rumah.Benar saja, sosok Gina tengah berdiri di depan pintu kamar Bagas dan Anita yang berisikan banyak sekali barang di dalamnya."Sea!" Gina memeluk putrinya dengan sangat erat. "Ketemu Ayah sama Mas Pandu?"Sea menggeleng. "Mereka mencari kamu. Biar Ibu hubungi Ayah agar segera pulang.'Sea kembali me
***Tomi memilih diam ketika matanya bersiborok dengan manik Sea. Ini bukanlah waktu yang tepat untuk mencecar putrinya karena ada acara besar Bagas dan Anita yang tidak ingin dia ricuhkan. Sementara Halimah dan juga Vano nampak begitu lega ketika mendapati sosok Sea sudah bergabung dengan Gina dan istri Pandu.Acara yang berlangsung seharian penuh di akhiri dengan pertunjukan hadrah para santri yang sengaja Bagas datangkan dari kota seberang. Hanya tersisa beberapa tamu undangan yang tak lain adalah para karyawan Bagas, baik dari showroom maupun Cafe yang tengah dia kelola. Definisi sukses ketika muda adalah sosok Bagas. Banyak sekali bisnis yang sedang dia kembangkan dan semuanya sukses. Hanya saja dia masih tidak rela untuk meninggalkan rumah kampungnya dulu sehingga lebih memilih menghandle pekerjaan dari rumah daripada harus tinggal di kota.Terlihat Bagas dan Anita mulai turun dari pelaminan. Jarum jam menunjukkan tepat pukul 23.00 waktu setempat. Jika di kampung, acara pernikah
***Bagas menerobos masuk ke dalam kamar dan buru-buru mengunci pintu. Melihat tingkah Bagas yang grusa-grusu tentu saja membuat Anita berdebar tidak karuan. Menatap sebentar ke arah Sang Istri, lalu berlari menuju kamar mandi yang terletak di dalam kamar."Aku tidak tahan, perutku sakit!" ocehnya sembari kedua tangan memegang pantat. "Ini semua gara-gara kalian para wanita. Bisa-bisanya malam pertamaku terganggu karena curhat Mama Dede!" Dia masih saja mengomel, bahkan juga menyebut salah satu acara curhat di stasiun televisi.Anita melongo. Cengo. Dia pikir Bagas sedang menahan hasrat karena ini adalah malam pertama mereka, tapi ternyata pikirannya salah."Ha ... ha ... ha ..., jadi kamu kebelet?" tanya Anita saat Bagas hendak masuk ke kamar mandi. "Astaga, aku pikir nggak tahan ....""Diam, Anita!" Suara Bagas terdengar menakutkan di telinga Anita. "Lihat saja, setelah keluar dari dalam kamar mandi kuhabisi kamu!"Anita menutup mulutnya. Buru-buru dia naik ke atas ranjang setelah
***Anita menggeliat karena pinggangnya terasa berat. Benar saja, sebuah tangan kekar memeluknya cukup erat semalaman. Segaris senyum terbit di bibir wanita yang kini sudah resmi menjadi istri Bagas. Pelan. Sangat pelan dia memindah tangan yang melingkari perutnya dan diganti dengan sebuah guling. Anita menepuk-nepuk punggung tangan Bagas agar lelaki itu tidak terbangun. Diusapnya lembut rahang yang sudah ditumbuhi jambang tipis sambil sesekali mencubit pipi suaminya dengan gemas. Saat Bagas menggeliat, Anita menghentikan gerakan, dia mematung bahkan sampai menahan napas karena takut Bagas terbangun."Huffftt!" Dengan gerakan yang sangat pelan dia turun dari ranjang. Jarum jam masih bertengger di angka 04.00 pagi dan Anita memilih untuk mandi sebelum membangunkan Bagas untuk melaksanakan sholat shubuh bersama untuk yang pertama kalinya. Di dalam kamar mandi, wanita itu tiada henti tersenyum. Hatinya berbunga-bunga karena rasa sakit yang dia terima selama ini ternyata Tuhan gantikan
***"Anita bantu ya, Bu?"Halimah menoleh. Dia tersenyum melihat menantunya yang sudah bangun sepagi ini. "Boleh," sahut Halimah singkat. "Nenek tidur di kamar tamu, kamu belum melihatnya sejak tadi malam."Anita tiba-tiba merasa bersalah karena sempat melupakan Haryati. "Ibu paham kalau kalian berdua terlalu lelah, makanya tadi malam Ibu tidur sama Nenek Haryati."Kedua mata Anita berkaca-kaca mendengar betapa lembutnya hati Halimah bahkan pada Haryati sekalipun. "Terima kasih, Bu. Saya dan Nenek sangat beruntung dipertemukan dengan keluarga yang hangat dan sangat baik seperti kalian.Halimah mengusap pucuk kepala Anita dan menyunggingkan senyum tipis. Dulu, Sea adalah satu-satunya wanita yang menjadi kesayangan dua keluarga. Bahkan Vano dan Halimah menganggap Sea adalah putrinya. Tapi sekarang, posisi itu sudah digeser oleh Anita, menantu barunya. "Semua yang terjadi saat ini sudah sesuai garis Tuhan, Anita. Semoga kamu dan Bagas bisa terikat dalam hubungan rumah tangga sampai maut
***"Kosongkan jadwalku untuk satu minggu ke depan, Mam. Aku ada urusan sebentar, kalau ada pelanggan yang datang katakan aku akan memberikan service dobel setelah urusanku selesai.""Mau kemana kamu, Nay?""Urusan mendadak. Aku harus menyadarkan orang lain jika milikku tidak boleh disentuh!"Wanita yang dipanggil Mami itu mengangguk mengerti. "Pastikan hanya satu minggu, lebih dari itu Mami akan potong bayaran kamu selanjutnya."Nayna mencebik. Wanita yang sudah bertahun-tahun menjadi germo itu seakan tidak memiliki belas kasihan, pada Nayna sekalipun. Padahal selama Nayna bergabung dalam dunia perselangkangan, bisnis open BO wanita paruh baya itu seketika melejit."Terserah! Aku hanya butuh satu minggu untuk membuat wanita itu hancur!"Sorot mata Nayna memancarkan kemarahan. Jari-jarinya memucat ketika kedua tangan putih itu mengepal kuat. Bayangan wajah Tirta yang menunjukkan ketidak tertarikan membuat hati Nayna hancur. Dia terluka, meskipun pada kenyataannya Nayna yang lebih dulu
***Lelaki dengan perawakan tinggi itu berjalan mendekati Anita. Dia bersimpuh di depan wanita yang baru sehari menjadi istrinya tapi teror bahkan sudah mulai bertebaran. Digenggamnya jemari Anita yang terasa begitu dingin. Perlahan-lahan Anita mengangkat kepala menatap kedua mata Bagas yang terlihat sayu. "Kamu tidak akan percaya pesan murahan itu kan, Mas?"Bagas mengulas senyum tipis sambil mengusap-usap punggung tangan Anita. Rasa percaya untuk istrinya memang terisi penuh, tapi tetap saja mendapat teror di hari pertama dia menjalani peran sebagai suami membuat otak Bagas sedikit tidak bisa menahan emosi."Apa aku terlihat meragukan kamu, Sayang?"Anita bergeming sementara kedua matanya mulai berkaca-kaca. "Bahkan jika pesan misterius itu benar sekalipun, bukankah itu hanyalah sebagian dari masa lalu kamu?"Luruh sudah air mata Anita di depan suami dan semua keluarganya. Entah mengapa, ucapan Bagas seolah memberikan rasa per
***Sea menggelengkan kepalanya samar mendengar tuduhan yang keluar dari mulut Bagas. Halimah gegas menarik lengan putranya dan ....Plak ....Satu tamparan mendarat sempurna hingga mencetak bekas kemerahan. Dada Bagas naik turun menahan emosi karena sikap Halimah yang terkesan tengah membela Sea saat ini. Sementara Anita menutup mulutnya menyembunyikan teriakan karena terkejut."Ibu tidak pernah mendidik kamu menjadi pria yang kurang ajar, Bagas!" Suara Halimah mendominasi di ruangan. Haryati dan Leha selaku wanita paling tua di rumah ini hanya bisa menatap nanar keributan yang terjadi. Fisik mereka yang ringkih membuat emosi mudah sekali terkuras. "Apa kamu punya bukti jika Sea adalah pelaku teror ini, hah?""Ibu membela dia?""Tidak ada yang Ibu bela disini!" sahut Halimah sedikit berteriak. "Kamu punya bukti jika Sea adalah pelakunya? Punya, Nak?"Bagas membuang muka. Mendapat teror yang tiba-tiba membuat pikirannya menjadi kacau. "Jika ingin menyerang seseorang, minimal cari bukt