'Kenapa dia malah tertawa? Apa aku terlihat bodoh karena menanyakan hal itu?' Alicia membatin. Wajahnya terlihat kesal karena merasa keseriusannya dianggap lelucon oleh suaminya itu. Reinhard pun menyeka sudut matanya yang berair akibat tawa kecil yang baru saja lepas. Tatapan hangat pria itu kembali tertuju pada Alicia yang telah sibuk mengetik di ponselnya lagi. Wanita itu kembali menyodorkan ponselnya dan memperlihatkan ketikannya. [Aku serius, Rein. Aku tidak ingin kamu meninggalkannya di saat dia lagi hamil. Apalagi janin di perutnya sama sekali tidak berdosa.]Raut wajah Reinhard terlihat cemas setelah membaca teks pesan tersebut. Ia memutuskan untuk menjelaskan semuanya kepada Alicia. Jika tidak, kesalahpahaman wanita itu akan semakin besar.“Jadi ... ini alasanmu tidak menghubungiku belakangan ini?” tanya Reinhard sembari mengulum senyumnya.Alicia memutar bola matanya dengan malas, lalu membalasnya, [Kamu yang tidak menghubungiku karena terlalu sibuk bersama Iris, kan?]Rei
Reinhard menarik napas panjang, lalu berkata dengan suara lembut dan hangat, “Alicia, dengarkan aku baik-baik.”Reinhard menatap langsung ke dalam netra biru Alicia yang masih berkaca-kaca. Ia ingin memastikan bahwa setiap kata yang keluar dari bibirnya tertanam dalam hati wanita itu.“Aku mencintaimu dengan segala kekurangan dan kelebihanmu, Alicia. Dan aku tidak akan pernah meninggalkanmu hanya karena apa yang telah terjadi di masa lalu. Bagiku, kamu sangat berharga karena kamu adalah Alicia Lorenzo, bukan Anya Stein.”Alicia memandang Reinhard dengan tak percaya. Ia tidak menyangka pria itu memiliki hati yang begitu besar, bersedia menerima dirinya yang sudah tidak memiliki apa pun yang bisa ia banggakan kepadanya.Alicia hendak mengatakan sesuatu, tetapi suaranya tertahan di tenggorokan. Ia pun mengangkat ponselnya lagi, berniat menuangkan isi pikirannya ke dalam ketikan. Akan tetapi, Reinhard menggenggam kedua pergelangan tangannya.Alicia merasa seluruh tubuhnya bergetar dalam t
Reinhard mengusap wajah Alicia dengan lembut, menyelipkan surai wanita itu di cuping telinganya, kemudian melanjutkan, “Lalu, mengenai masalah keturunan, kamu tidak perlu merasa terbebani.”Suara Reinhard terdengar hangat. Ia pun menambahkan, “Aku akan menghadapinya bersamamu, Alicia. Lagipula, aku memilihmu bukan karena hal itu.” Sorot mata Alicia terlihat sendu. Ia tahu Reinhard berusaha menumbuhkan rasa percaya dirinya. Ia pun memaksakan seulas senyuman tipis di wajahnya untuk menenangkan hati pria itu. Namun, Reinhard tak mudah dibohongi. Ia tahu senyuman itu tidak sepenuhnya tulus, tetapi ia memilih untuk tidak mengomentarinya.Reinhard pun mengecup ringan puncak kepala wanita itu, lalu kembali menatapnya dengan hangat. “Sekarang kamu cukup fokus dengan pemulihanmu dulu,” gumamnya. Sebelum Alicia sempat merespon, pintu ruangan dibuka. Terlihat sosok Owen yang terpaku di ambang pintu saat melihat keduanya dalam momen yang cukup intim. Owen pun menyadari bahwa kedatangannya
Selang beberapa waktu kemudian, Reinhard keluar dan melihat Owen yang sedang berbincang dengan istrinya. Ia pun menghampiri mereka. “Apa yang kamu bicarakan, Owen? Saat ini istriku harus banyak beristirahat.”“Tadi Nyonya menanyakan tentang perkembangan Miracle saja, Tuan Muda,” sahut Owen dengan panik, khawatir disalahkan.Reinhard melirik istrinya. Ia melihat wanita itu mengatupkan kedua tangannya dan memasang wajah memelas seolah memohon padanya untuk tidak menyalahkannya maupun asistennya tersebut.Reinhard hanya bisa menghela napas pelan dan tidak lagi memperpanjang hal tersebut. Ia berjalan ke sisi ranjang yang lain, melihat dua kotak makanan di mana salah satunya sudah terbuka, tetapi masih tersisa.“Kamu tidak menghabiskannya?” tanya Reinhard kepada Alicia. Ia menatapnya dengan khawatir.Alicia menggeleng.“Tadi nyonya bilang dia tidak terlalu berselera,” sahut Owen, mewakilinya bicara.Reinhard melirik asistennya sekilas, lalu kembali menoleh kepada Alicia dan mengusap kepala
Suara tawa kecil pun meluncur dari bibir Austin. “Saya jadi penasaran seperti apa agresifnya Nona Lorenzo yang dulu,” ledeknya. Namun, Reinhard telah melayangkan tatapan tajam dengan aura membunuh yang sangat kuat, seakan mengatakan bahwa, “Wanita itu adalah milikku. Tidak ada siapa pun yang boleh menggodanya selain aku.” Akan tetapi, Austin tidak peduli dan tetap menertawakannya. Alicia pun mendengus kesal. ia akui kalau dulu ia memang sangat “tidak tahu malu” dan “agresif” saat melakukan pendekatan terhadap Reinhard. Pernah suatu kali ia mecoba untuk mendapatkan ciuman dari Reinhard di tempat umum. Ia menggunakan sedikit trik yang cukup licik. Sayangnya, trik yang dilakukan ternyata tidak berhasil. Namun, ia berhasil mendapatkan kecupan singkat di pipinya waktu itu dan Alicia merasa sangat bahagia. Hanya saja, setelah saat itu Reinhard benar-benar menjaga jarak darinya seolah Alicia adalah rubah liar yang ingin memangsanya setiap waktu. Mengingat kenangan masa lalu yang konyol,
Beberapa waktu kemudian, Alicia dan Reinhard telah tiba di apartemen mereka. Ia disambut oleh sejumlah pengawal yang kehilangan jejaknya seminggu lalu. Para pengawal itu menundukkan wajahnya dan berkata serentak, “Maafkan kami, Nyonya Muda!”Alicia terperangah. Ia menjadi pusat perhatian dari seluruh staff dan penghuni apartemen yang ada di lobi gedung tersebut.“Ka-kalian … kenapa minta maaf?” tanya Alicia dengan bingung. Ia pun menoleh kepada Reinhard dan bertanya, “Kamu yang menyuruh mereka?”Tiba-tiba tangan besar Reinhard merangkul pinggang rampingnya dan bergumam di dekat telinganya, “Ini sudah sepantasnya mereka lakukan karena sudah membuatmu hampir kehilangan nyawa. Tidak membunuh mereka sudah merupakan satu kelonggaran untuk mereka.”Reinhard terlihat sangat tenang saat mengatakan hal tersebut. Namun, di telinga para bawahannya, kalimat itu terdengar seperti ancaman yang mengerikan.Kepala para pengawal itu semakin tertunduk, tak berani me
Di depan Hotel Willow, para awak media telah hadir, berbondong-bondong meliput acara pernikahan tuan muda keluarga Stein dengan putri keluarga Vale. Berita pernikahan mereka telah menjadi buah bibir sejak sebulan lalu.Bagaimana tidak?Reputasi Edwin Stein satu bulan terakhir ini semakin meningkat sejak produk “Shiny” menggebrak pasar kosmetik.Kepala keluarga Vale sendiri, yaitu kakek Thalia, merupakan walikota London dan Edwin menerima cukup banyak bantuan darinya dengan memanfaatkan hubungannya dengan Thalia.Para tamu undangan yang hadir sebagian besar berasal dari keluarga menegah ke atas, termasuk politikus dan selebriti. Tidak ada yang luput dari kilatan kamera para awak media.Tiba-tiba sebuah mobil sedan mewah buatan Jerman keluaran terbaru, berhenti di depan pintu masuk hotel. Sontak, para awak media dan beberapa tamu yang sedang melangkah di red carpet terhenti sejenak, menoleh ke arah mobil yang terlihat misterius.Tidak berapa lama kemudian, sang pengemudi mobil─Owen Scot
“Sebenarnya apa yang kalian bicarakan?” tanya Edwin dengan penuh selidik. Ia memandang Nicholas dan mantan istrinya secara bergantian. Sejak tadi Edwin sama sekali tidak memahami maksud dari sindiran-sindiran terselubung dari Nicholas dan mantan istrinya tersebut. Akan tetapi, ia sangat terkejut karena Nicholas mengenal wanita itu. Pandangan Nicholas beralih kepada Edwin. Ia pun tersenyum remeh. “Kamu tidak tahu?" "Tahu apa?" Edwin mengerutkan keningnya. Nicholas menggelengkan kepalanya dan berkata, "Dia adalah Venus yang kuceritakan waktu itu.” Edwin membelalak kaget, matanya berpindah ke Alicia dengan sorot tak percaya. Sementara itu, Thalia juga ikut terkejut, tapi dengan cepat tersenyum sinis. “Jadi, kalau dia Venus, apa masalahnya? Dia tidak punya pengaruh apa pun terhadap Mirage, Tuan Muda Hernandez," ujarnya, mencoba meredakan kekhawatiran Nicholas. Thalia menoleh ke Edwin, berharap mendapatkan dukungan. “Benar kan, Sayang?” Namun, Edwin tidak menjawab. Tatapannya yan
“Kenapa kamu tidak habis? Bukannya tadi kamu bilang sangat lapar?”Regis melirik piring dessert Alicia yang masih tersisa. Padahal piringnya dan Reinhard sudah bersih. Tadi Alicia juga tidak menghabiskan menu utama yang disajikan oleh para pelayan restoran.“Aku memang lapar. Tapi, selera makanku sudah hilang karena kamu menyuruhku untuk meninggalkan Xavier,” celetuk Alicia sembari memanyunkan bibirnya. Raut wajahnya masih terlihat kesal.Regis pun mengulum senyumnya. “Aku tidak bilang seperti itu, Alicia. Aku hanya memintamu untuk pulang bersamaku.”Alicia berdecak malas. “Kamu pikir aku tidak tahu apa yang kamu pikirkan, Kakak?”Alih-alih merasa marah, Regis malah mengembangkan senyumannya dan berkata, “Baguslah kalau kamu tahu.”“Kakak!” Alicia berteriak, matanya telah melotot tajam ke arah Regis. Wajahnya memerah karena rasa kesal yang bercampur frustrasi. “Kenapa kamu selalu memaksakan kehendakmu seperti ini? Aku sudah dewasa, Kak. Aku juga sudah menikah.”Bukannya menanggapi kem
“Saat mengetahui hal itu, aku ingin langsung terbang ke London untuk memastikan kebenarannya. Hanya saja …,” Manik mata Regis menghunus tajam kepada Reinhard, lalu melanjutkan, “Aku mengira kamu akan menghubungiku untuk memberitahuku masalah ini. Tapi, ternyata tidak ….”Dengusan kasar bergulir dari hidung Regis. Raut wajahnya menunjukkan kekecewaan yang mendalam. Ia pun kembali menyesap champagne dari gelasnya.Sementara, Reinhard mulai memahami alasan dari sikap tidak bersahabat dari Regis saat ini. Sembari menghela napas panjang, ia berkata, “Bukan aku bermaksud membohongimu, Regis. Awalnya aku berpikir menunggu keadaan Alicia membaik terlebih dahulu. Setelah dia siap bertemu denganmu maupun keluarganya, baru aku memberitahumu.”“Oh ya?” Regis terkekeh pelan sembari melirik ke arah Alicia yang tidak menunjukkan adanya ketidaksiapan yang dimaksud Reinhard.“Tapi, waktu kamu meneleponku, aku memutuskan untuk membicarakannya hal ini,” terang Reinhard, mencoba menunjukkan niatnya.Regi
Suasana di dalam ruangan kembali menjadi tegang, suara Regis berubah dingin dan disertai senyuman tipis yang tidak bersahabat. Namun, Reinhard tidak menggubris hal tersebut dan kembali bertanya, “Bukan begitu. Aku hanya ingin tahu … siapa yang sudah menyuruhmu datang ke hotel ini?”Regis mengamati wajah Reinhard dengan lekat. Walaupun Reinhard berusaha menutupi kecemasannya, tetapi Regis terlalu peka untuk tidak menyadarinya. Ia menyandarkan tubuhnya ke sofa dengan gerakan santai, tetapi tatapan tajamnya tetap menusuk.“Apa kalau tidak ada yang menyuruhku datang, kamu akan terus menyembunyikan masalah ini dariku, Xavier?” balas Regis tanpa mengubah ekspresi wajahnya.Intensitas ketegangan di antara kedua pria itu terasa berat kembali. Reinhard pun menyadari bahwa Regis sengaja mempersulitnya.Alicia juga dapat merasakan bahwa Regis masih ingin mencari gara-gara dengan Reinhard terkait situasi yang tengah terjadi saat ini maupun di masa lalu.Namun, Alicia tidak akan membiarkan kakakny
“Aku tidak perlu izinmu, Regis,” balas Reinhard dengan suara menggeram dingin.Aura penuh intimidasi pun kembali menyelimuti ruangan dan membuat Alicia yang berada di tengah mereka merasa frustrasi. Ia pun berpikir bahwa ia harus melakukan sesuatu untuk menyelesaikan masalahnya dengan Regis.Tanpa berpikir panjang, Alicia pun mengusulkan, “Bagaimana kalau kita bicara sambil makan?”Namun, tidak ada yang menjawabnya. Mereka hanya saling menatap tajam, suasana pun semakin memanas.Alicia pun mendengus kesal dan berkata, “Ya sudah. Kalau kalian memang masih mau berdiri di sini, silakan saja. Aku sudah lapar. Aku pergi cari makan sendiri saja.”Alicia berbalik untuk pergi, tapi sebelum ia sempat melangkah jauh, kedua pria itu bersamaan memanggil, “Alicia, tunggu!”Alicia melanjutkan langkahnya tanpa menoleh, membuat mereka terpaksa berhenti sejenak dari perdebatan mereka dan mengikuti langkahnya. Mark dan Owen juga tidak mau ketinggalan, keduanya mengikuti di belakang tuan mereka masing-m
Alicia memandang kakaknya dan Reinhard secara bergantian, lalu suara tawa Regis yang terdengar sinis mengalihkan kembali fokus Alicia padanya.“Dia memberitahuku? Kalau dia memberitahuku, apa aku masih harus mencari masalah dengannya sekarang?” cetus Regis dengan suara yang terdengar dingin.Reinhard memang tidak memberitahu Regis mengenai keberadaan Alicia. Meskipun beberapa waktu lalu Regis menghubunginya dan memberitahu kedatangannya ke kota tersebut, Reinhard juga tidak mengatakan apa pun terkait Alicia kepadanyaNamun, mereka telah sepakat untuk bertemu malam ini. Reinhard bermaksud untuk menceritakan tentang Alicia kepada Regis saat mereka bertemu nanti dengan mempertemukan mereka secara langsung.Hanya saja, secara tidak terduga, Regis tiba-tiba saja muncul di tengah acara tadi dan hal itu tentunya cukup mengejutkan Reinhard.Namun, Reinhard sangat bersyukur Regis dapat menyesuaikan skenario mereka saat menjatuhkan keluarga Stein, padahal mereka tidak pernah berdiskusi apa pun
“Mau ke mana? Urusan kita belum selesai, Alicia,” ucap Regis seraya menyeringai dingin. Sorot matanya terlihat tajam, membuat jantung Alicia berdegup semakin cepat karena merasa terintimidasi.“Me-memangnya ada urusan apa, Kak?” Alicia mengalihkan pandangannya dengan gugup.Netra Regis menyipit tajam. “Kamu mau berpura-pura bodoh, huh?”“Aku … aku tidak mengerti apa yang kamu katakan. Sekarang aku sangat lelah dan mau pulang,” sahut Alicia, berusaha menghindari pembicaraan dengan kakaknya.Meskipun sebelumnya Regis telah menerimanya kembali sebagai adik, tetapi Alicia tahu bahwa ada banyak hal yang harus dijelaskannya kepada kakaknya tersebut. Tatapan tajam Regis saat ini seakan menuntut penebusan dosa darinya.Alicia teringat kembali kejadian tiga tahun lalu di mana Regis sudah memperingatkannya untuk tidak lagi melakukan hal bodoh dengan menemui Reinhard.Regis merasa malu dengan perbuatan Alicia yang terus mengejar pria itu, meski sudah ditolak berkali-kali. Karena itu, Regis memblo
Bisik-bisik tamu undangan perlahan memudar ketika satu per satu dari mereka memutuskan untuk meninggalkan acara yang telah berubah menjadi mimpi buruk. Beberapa melirik Miranda dengan simpati, tetapi tidak ada yang ingin mengulurkan tangan mereka untuk membantunya.Namun, langkah para tamu terhenti di depan pintu keluar aula saat melihat para pengawal Lorenzo dan Hernandez memblokir jalan mereka.“Apa yang kalian lakukan? Kenapa menghalangi jalan kami?” protes salah seorang tamu.Salah seorang pengawal Lorenzo pun menjawab, “Kami hanya ingin memeriksa ponsel Anda semua. Setelah itu kalian sudah boleh pergi.”Kegelisahan mulai menyelimuti para tamu undangan. Beberapa dari mereka saling berbisik, mencoba mempertimbangkan apakah harus menuruti permintaan tersebut.Namun, ada salah seorang tamu yang kembali mengajukan protesnya. “Apa maksudnya ponsel kami diperiksa? Ini melanggar privasi!”Meski menghadapi pen
Mendengar pengakuan Thalia terkait janin di dalam rahimnya tersebut, Miranda sangat syok. Wanita paruh baya itu menatap putranya dengan tak percaya. “Ini … ini tidak benar, kan, Ed?”Alih-alih menjawab, Edwin malah memalingkan wajahnya.“Kenapa kamu melakukannya, Ed?” Miranda mendesak putranya lebih lanjut. Namun, pria itu masih tertunduk dan tidak mengucapkan sepatah kata pun.Pandangan Miranda pun tertuju kepada Thalia. Ia meraih kedua tangan wanita itu dan bertanya dengan wajah yang masih terlihat syok, “Thalia, kamu … kamu pasti berbohong, kan? Kamu sengaja mengatakan ini hanya untuk menyudutkan Edwin, bukan? Tolong katakan kalau ini tidak benar!”Miranda memohon dengan suara bergetar, seolah masih berharap menemukan celah untuk menyelamatkan nama baik putranya.Selama ini Miranda selalu memperlakukan Thalia dengan baik karena mengira wanita itu mengandung penerus keluarga Stein. Namun, ia tidak
Miranda terperangah. Ia pun bergegas menghampiri John dan memohon, “Tu-tuan Vale, Anda tidak boleh menggugurkannya. Dia … dia adalah penerus keluarga Stein.” John mendengus sinis. “Saya tidak mau punya keturunan dari darah daging seperti kalian!” cetusnya. Pandangan John beralih kepada cucunya yang tengah berdiri seperti mayat hidup. Wajahnya terlihat sangat kacau dengan air mata bercucuran di wajahnya.Kebenaran yang diterimanya mengenai Edwin sudah memberikan pukulan yang sangat besar bagi Thalia. Melihat kondisi cucunya tersebut, John hanya bisa menggelengkan kepalanya dengan ekspresi kecewa yang dalam.“Kamu telah mempermalukan keluarga kita dengan laki-laki pilihanmu ini, Thalia,” ucap John seraya mendengus kasar.Thalia tersenyum pahit. Ia tidak berusaha membela diri. Saat ini tatapannya terlihat kosong seolah semua harapan hidupnya sudah lenyap tak berbekas. Selama ini Thalia mengira Edwin benar-benar mencintainya sepenuh hati hingga ia sangat membenci Alicia yang diangga