hari ini 3 bab done ya. Terus dukung cerita ini ya, Kak ><
‘Bajingan sialan!’ Alicia hanya bisa memaki di dalam hati. Suaranya benar-benar tidak dapat keluar lagi setelah ia terus berteriak dan menangis.Sekujur tubuhnya terasa sakit seperti habis dipukul oleh sesuatu yang berat. Mata birunya tertuju pada kobaran api yang mulai menyambar tumpukan kayu usang di dekatnya. Asap hitam perlahan memenuhi udara, membuat napasnya terasa berat.Alicia berpikir apakah ajal akan datang menjemputnya sebentar lagi?Setelah tiga tahun lalu ia berhasil melewati maut, apakah kali ini ia akan pasrah menerima takdirnya hari ini?Tiba-tiba suara Ivona bergema di dalam kepalanya. ‘Hidup ini memang tidak selalu berjalan sesuai harapan, tapi kita bisa memilih bagaimana kita melangkah ke depan.’Semangat Alicia pun kembali menyala. Ia mencoba bangkit kembali dengan bersusah payah.Namun, sayangnya, Alicia tidak bisa bergerak dengan cepat. Tubuhnya masih lemah, dan ikatan di tangan dan kakinya membuatnya sulit untuk menggerakkan diri.Ketakutan dan kepanikan mulai m
“Tuan Muda!”Owen masih memanggil Reinhard, tetapi suaranya tidak akan pernah tersampaikan.Owen pun mengerang frustrasi, kemudian bergegas menghubungi pihak pemadam kebakaran dan ambulans untuk menyediakan bantuan secepat mungkin.Pikirannya berkecamuk antara rasa bersalah karena tidak mampu menghentikan Reinhard dan kekhawatiran terhadap keselamatan nyonya mudanya yang belum dapat dipastikan keberadaannya.Asap semakin tebal, membuat Owen sulit untuk melihat dengan jelas apa yang terjadi di dalam gedung tersebut. Ia pun meminta para pengawal untuk berkumpul dan membantunya untuk melakukan penyelamatan bersama.Sementara itu, di dalam gedung, situasi semakin memburuk. Kobaran api telah melahap sebagian besar struktur kayu, menciptakan suara gemeretak yang memekakkan telinga.Alicia masih memutar otaknya untuk mencari cara menyelamatkan dirinya. Ia benar-benar terdesak oleh api yang seakan mengejarnya dan ingin melahapnya hidup-hidup.Sayangnya, dengan kondisi kaki yang terluka Alicia
“Alicia, kamu tidak apa-apa?” Reinhard bertanya dengan panik.Wajah pria itu berlumur debu dan keringat. Namun, rasa lega dan kekhawatiran telah menghiasi wajahnya. Dengan satu tangannya yang lain, Reinhard mendorong balok kayu besar yang ditahannya ke arah lain.Reinhard segera berlutut di samping Alicia, matanya menyapu penampilan Alicia yang sangat berantakan. Netranya memincing tajam tatkala melihat bekas kemerahan pada leher wanita itu. Darahnya terasa mendidih. Kepalan tangannya pun mengetat.Namun, Reinhard tidak mengatakan apa pun meskipun ia ingin menginterogasinya. Ia berusaha mengesampingkan amarahnya sejenak. Saat ini, hal yang terpenting adalah memastikan keselamatan mereka dan membawa Alicia keluar sebelum bangunan itu runtuh sepenuhnya.Bibir Alicia yang bergetar tampak bergerak-gerak, seolah ingin mengatakan sesuatu hal. Namun, suara wanita itu tidak terdengar olehnya.Reinhard mengerutkan keningnya. Seolah dapat memahami kekhawatiran wanita itu, ia pun tersenyum menena
“Owen, bawa istri saya ke rumah sakit,” titah Reinhard dengan nada suara yang terdengar datar. Tatapannya tidak terlepas dari kedua orang yang tampak ketakutan di hadapannya. “Tapi, Tuan Muda … Anda juga terluka,” Owen memandang lengan Reinhard yang tampak memar dan berdarah. Belum lagi beberapa luka bakar pada tubuh tuan mudanya tersebut, Owen berpikir bahwa sebaiknya Reinhard menangani lukanya terlebih dahulu. “Tuan Muda, biar saya saja yang─” Akan tetapi, Reinhard telah melayangkan tatapan tajamnya. “Segera, Owen!” Nada suara tegas itu menunjukkan otoritasnya yang tidak dapat dibantah lagi. Owen pun tidak memiliki pilihan selain mengikuti perintah tersebut. Dengan berat hati dan rasa khawatir yang masih tersisa, Owen terpaksa ikut masuk ke dalam ambulans, mengantarkan nyonya mudanya untuk segera diberikan perawatan intensif. Dua unit mobil pengawal juga ikut mengiringi dan membuka jalan untuk ambulans tersebut. Sebelum meninggalkan lokasi, Owen sempat memberikan beberapa perin
“Dia juga mungkin merintih dan menangis, sama seperti kamu sekarang. Bukankah begitu?" tambah Reinhard, suaranya semakin dingin dan mengancam. Ekspresinya terlihat semakin menggelap dan bengis. Pemuda itu menggeleng dengan panik, tubuhnya semakin lemah, darah yang mengalir dari lukanya semakin banyak, membuatnya semakin kesulitan untuk bernapas. “Tidak, saya ….” Suara pemuda itu tercekat. Ia melirik pria tua di sampingnya, seolah ingin meminta pembelaan darinya. Namun, pria tua itu terlalu takut untuk ikut campur dalam masalah yang tidak dilakukannya. Lagi-lagi tembakan dilepaskan oleh Reinhard. Darah mengucur deras pada bahu pemuda itu. Suara erangan jelas menghiasi kegelapan malam yang mencekam tersebut. “Sakit? Ingin mati?” cibir Reinhard seraya menyeringai dingin. “Ini belum seberapa.” Wajah pemuda itu semakin pias dengan rasa takut dan ancaman kematian yang terus mengejarnya. Reinhard mengangkat satu jarinya, mengisyaratkan kedua pengawalnya untuk mengangkat pemuda itu
Perawat itu terkejut mendengar teriakan Reinhard, tetapi ia tetap bersikap profesional dan berkata dengan tenang, “Saat ini pasien belum dapat dijenguk, Tuan. Kami masih melakukan penanganan intensif. Sementara menunggu, saya sarankan Anda membersihkan diri dan merawat luka Anda dulu.”“Benar, Tuan Muda,” Owen ikut angkat bicara. Ia menarik lengan Reinhard agar tidak mengganggu proses penanganan lanjutan.Akan tetapi, Reinhard yang masih dipenuhi emosi dan rasa khawatir, tidak dapat dibujuk dengan mudah.“Lepaskan aku, Owen!” seru Reinhard dengan kesal. Suaranya menggelegar di koridor rumah sakit tersebut, membuat beberapa pengunjung dan pasien merasa terganggu dan melihat ke arahnya.Akan tetapi, Reinhard tidak peduli. Ia menyentakkan tangan Owen dengan kuat sehingga cengkeraman asistennya itu terlepas dari lengannya.Dengan cepat Reinhard meraih kerah baju Owen dan menariknya erat. Sorot matanya berkilat-kilat penuh emosi, memancarkan kemarahan yang membuat Owen sedikit terintimidas
Reinhard bergegas menghampiri Austin, lalu bertanya dengan tidak sabaran, “Bagaimana keadaannya, Austin?” “Sudah stabil. Tapi, tetap harus dipantau,” jawab Austin dengan singkat. “Kapan aku bisa menemuinya?” Reinhard bertanya lagi, tetapi nada suaranya lebih tenang dibandingkan saat ia berbicara dengan Owen dan perawat sebelumnya. “Sekarang kamu tidak boleh masuk. Cukup melihat di kaca sebelah sana saja,” tukas Austin, mengingatkan Reinhard bahwa sepanik-paniknya dia, ketertiban rumah sakit harus dipatuhi. Pandangan Reinhard pun mengarah pada jendela ruang rawat intensif di mana tirainya baru saja dibuka oleh perawat rumah sakit. Reinhard bergegas melangkah menuju ke arah jendela tersebut. Dengan kedua telapak tangan yang menempel pada kaca tebal transparan tersebut, netra ambernya menangkap sosok Alicia yang tak berdaya di atas tempat tidur rumah sakit. Wanita itu terlihat seperti tertidur dengan napas yang teratur, tetapi peralatan medis yang mengelilingnya, membuat Reinhard me
Austin berhenti di depan ruang pemeriksaan yang sedang tidak dipergunakan untuk melayani pasien. Ia membuka pintu tersebut, melangkah masuk terlebih dahulu, kemudian memutar tubuh untuk melihat Reinhard yang masih berdiri di ambang pintu.“Masuklah,” ucap Austin tegas, lalu berjalan menuju ke salah satu lemari yang berisi berbagai perlengkapan medis.Reinhard mengedarkan pandangannya sekilas, lalu dengan penuh keengganan masuk ke dalam ruangan itu.“Duduklah dulu,” titah Austin tanpa menoleh.Netra amber Reinhard melirik kursi yang ada di dekatnya, lalu menariknya dan mendaratkan bokongnya di atas kursi tersebut.Tidak berapa lama kemudian, Austin pun menghampirinya dan meletakkan peralatan dan obat-obatan yang diambilnya dari lemari sebelumnya.“Duduklah menghadap ke sana. Kalau kamu begini, bagaimana aku mengobati luka bakar di punggungmu?” tukas Austin seraya mengisyaratkan Reinhard untuk membelakanginya.Sembari mendengus malas, Reinhard terpaksa menurutinya.Austin hanya tersenyu
“Kenapa kamu tidak habis? Bukannya tadi kamu bilang sangat lapar?”Regis melirik piring dessert Alicia yang masih tersisa. Padahal piringnya dan Reinhard sudah bersih. Tadi Alicia juga tidak menghabiskan menu utama yang disajikan oleh para pelayan restoran.“Aku memang lapar. Tapi, selera makanku sudah hilang karena kamu menyuruhku untuk meninggalkan Xavier,” celetuk Alicia sembari memanyunkan bibirnya. Raut wajahnya masih terlihat kesal.Regis pun mengulum senyumnya. “Aku tidak bilang seperti itu, Alicia. Aku hanya memintamu untuk pulang bersamaku.”Alicia berdecak malas. “Kamu pikir aku tidak tahu apa yang kamu pikirkan, Kakak?”Alih-alih merasa marah, Regis malah mengembangkan senyumannya dan berkata, “Baguslah kalau kamu tahu.”“Kakak!” Alicia berteriak, matanya telah melotot tajam ke arah Regis. Wajahnya memerah karena rasa kesal yang bercampur frustrasi. “Kenapa kamu selalu memaksakan kehendakmu seperti ini? Aku sudah dewasa, Kak. Aku juga sudah menikah.”Bukannya menanggapi kem
“Saat mengetahui hal itu, aku ingin langsung terbang ke London untuk memastikan kebenarannya. Hanya saja …,” Manik mata Regis menghunus tajam kepada Reinhard, lalu melanjutkan, “Aku mengira kamu akan menghubungiku untuk memberitahuku masalah ini. Tapi, ternyata tidak ….”Dengusan kasar bergulir dari hidung Regis. Raut wajahnya menunjukkan kekecewaan yang mendalam. Ia pun kembali menyesap champagne dari gelasnya.Sementara, Reinhard mulai memahami alasan dari sikap tidak bersahabat dari Regis saat ini. Sembari menghela napas panjang, ia berkata, “Bukan aku bermaksud membohongimu, Regis. Awalnya aku berpikir menunggu keadaan Alicia membaik terlebih dahulu. Setelah dia siap bertemu denganmu maupun keluarganya, baru aku memberitahumu.”“Oh ya?” Regis terkekeh pelan sembari melirik ke arah Alicia yang tidak menunjukkan adanya ketidaksiapan yang dimaksud Reinhard.“Tapi, waktu kamu meneleponku, aku memutuskan untuk membicarakannya hal ini,” terang Reinhard, mencoba menunjukkan niatnya.Regi
Suasana di dalam ruangan kembali menjadi tegang, suara Regis berubah dingin dan disertai senyuman tipis yang tidak bersahabat. Namun, Reinhard tidak menggubris hal tersebut dan kembali bertanya, “Bukan begitu. Aku hanya ingin tahu … siapa yang sudah menyuruhmu datang ke hotel ini?”Regis mengamati wajah Reinhard dengan lekat. Walaupun Reinhard berusaha menutupi kecemasannya, tetapi Regis terlalu peka untuk tidak menyadarinya. Ia menyandarkan tubuhnya ke sofa dengan gerakan santai, tetapi tatapan tajamnya tetap menusuk.“Apa kalau tidak ada yang menyuruhku datang, kamu akan terus menyembunyikan masalah ini dariku, Xavier?” balas Regis tanpa mengubah ekspresi wajahnya.Intensitas ketegangan di antara kedua pria itu terasa berat kembali. Reinhard pun menyadari bahwa Regis sengaja mempersulitnya.Alicia juga dapat merasakan bahwa Regis masih ingin mencari gara-gara dengan Reinhard terkait situasi yang tengah terjadi saat ini maupun di masa lalu.Namun, Alicia tidak akan membiarkan kakakny
“Aku tidak perlu izinmu, Regis,” balas Reinhard dengan suara menggeram dingin.Aura penuh intimidasi pun kembali menyelimuti ruangan dan membuat Alicia yang berada di tengah mereka merasa frustrasi. Ia pun berpikir bahwa ia harus melakukan sesuatu untuk menyelesaikan masalahnya dengan Regis.Tanpa berpikir panjang, Alicia pun mengusulkan, “Bagaimana kalau kita bicara sambil makan?”Namun, tidak ada yang menjawabnya. Mereka hanya saling menatap tajam, suasana pun semakin memanas.Alicia pun mendengus kesal dan berkata, “Ya sudah. Kalau kalian memang masih mau berdiri di sini, silakan saja. Aku sudah lapar. Aku pergi cari makan sendiri saja.”Alicia berbalik untuk pergi, tapi sebelum ia sempat melangkah jauh, kedua pria itu bersamaan memanggil, “Alicia, tunggu!”Alicia melanjutkan langkahnya tanpa menoleh, membuat mereka terpaksa berhenti sejenak dari perdebatan mereka dan mengikuti langkahnya. Mark dan Owen juga tidak mau ketinggalan, keduanya mengikuti di belakang tuan mereka masing-m
Alicia memandang kakaknya dan Reinhard secara bergantian, lalu suara tawa Regis yang terdengar sinis mengalihkan kembali fokus Alicia padanya.“Dia memberitahuku? Kalau dia memberitahuku, apa aku masih harus mencari masalah dengannya sekarang?” cetus Regis dengan suara yang terdengar dingin.Reinhard memang tidak memberitahu Regis mengenai keberadaan Alicia. Meskipun beberapa waktu lalu Regis menghubunginya dan memberitahu kedatangannya ke kota tersebut, Reinhard juga tidak mengatakan apa pun terkait Alicia kepadanyaNamun, mereka telah sepakat untuk bertemu malam ini. Reinhard bermaksud untuk menceritakan tentang Alicia kepada Regis saat mereka bertemu nanti dengan mempertemukan mereka secara langsung.Hanya saja, secara tidak terduga, Regis tiba-tiba saja muncul di tengah acara tadi dan hal itu tentunya cukup mengejutkan Reinhard.Namun, Reinhard sangat bersyukur Regis dapat menyesuaikan skenario mereka saat menjatuhkan keluarga Stein, padahal mereka tidak pernah berdiskusi apa pun
“Mau ke mana? Urusan kita belum selesai, Alicia,” ucap Regis seraya menyeringai dingin. Sorot matanya terlihat tajam, membuat jantung Alicia berdegup semakin cepat karena merasa terintimidasi.“Me-memangnya ada urusan apa, Kak?” Alicia mengalihkan pandangannya dengan gugup.Netra Regis menyipit tajam. “Kamu mau berpura-pura bodoh, huh?”“Aku … aku tidak mengerti apa yang kamu katakan. Sekarang aku sangat lelah dan mau pulang,” sahut Alicia, berusaha menghindari pembicaraan dengan kakaknya.Meskipun sebelumnya Regis telah menerimanya kembali sebagai adik, tetapi Alicia tahu bahwa ada banyak hal yang harus dijelaskannya kepada kakaknya tersebut. Tatapan tajam Regis saat ini seakan menuntut penebusan dosa darinya.Alicia teringat kembali kejadian tiga tahun lalu di mana Regis sudah memperingatkannya untuk tidak lagi melakukan hal bodoh dengan menemui Reinhard.Regis merasa malu dengan perbuatan Alicia yang terus mengejar pria itu, meski sudah ditolak berkali-kali. Karena itu, Regis memblo
Bisik-bisik tamu undangan perlahan memudar ketika satu per satu dari mereka memutuskan untuk meninggalkan acara yang telah berubah menjadi mimpi buruk. Beberapa melirik Miranda dengan simpati, tetapi tidak ada yang ingin mengulurkan tangan mereka untuk membantunya.Namun, langkah para tamu terhenti di depan pintu keluar aula saat melihat para pengawal Lorenzo dan Hernandez memblokir jalan mereka.“Apa yang kalian lakukan? Kenapa menghalangi jalan kami?” protes salah seorang tamu.Salah seorang pengawal Lorenzo pun menjawab, “Kami hanya ingin memeriksa ponsel Anda semua. Setelah itu kalian sudah boleh pergi.”Kegelisahan mulai menyelimuti para tamu undangan. Beberapa dari mereka saling berbisik, mencoba mempertimbangkan apakah harus menuruti permintaan tersebut.Namun, ada salah seorang tamu yang kembali mengajukan protesnya. “Apa maksudnya ponsel kami diperiksa? Ini melanggar privasi!”Meski menghadapi pen
Mendengar pengakuan Thalia terkait janin di dalam rahimnya tersebut, Miranda sangat syok. Wanita paruh baya itu menatap putranya dengan tak percaya. “Ini … ini tidak benar, kan, Ed?”Alih-alih menjawab, Edwin malah memalingkan wajahnya.“Kenapa kamu melakukannya, Ed?” Miranda mendesak putranya lebih lanjut. Namun, pria itu masih tertunduk dan tidak mengucapkan sepatah kata pun.Pandangan Miranda pun tertuju kepada Thalia. Ia meraih kedua tangan wanita itu dan bertanya dengan wajah yang masih terlihat syok, “Thalia, kamu … kamu pasti berbohong, kan? Kamu sengaja mengatakan ini hanya untuk menyudutkan Edwin, bukan? Tolong katakan kalau ini tidak benar!”Miranda memohon dengan suara bergetar, seolah masih berharap menemukan celah untuk menyelamatkan nama baik putranya.Selama ini Miranda selalu memperlakukan Thalia dengan baik karena mengira wanita itu mengandung penerus keluarga Stein. Namun, ia tidak
Miranda terperangah. Ia pun bergegas menghampiri John dan memohon, “Tu-tuan Vale, Anda tidak boleh menggugurkannya. Dia … dia adalah penerus keluarga Stein.” John mendengus sinis. “Saya tidak mau punya keturunan dari darah daging seperti kalian!” cetusnya. Pandangan John beralih kepada cucunya yang tengah berdiri seperti mayat hidup. Wajahnya terlihat sangat kacau dengan air mata bercucuran di wajahnya.Kebenaran yang diterimanya mengenai Edwin sudah memberikan pukulan yang sangat besar bagi Thalia. Melihat kondisi cucunya tersebut, John hanya bisa menggelengkan kepalanya dengan ekspresi kecewa yang dalam.“Kamu telah mempermalukan keluarga kita dengan laki-laki pilihanmu ini, Thalia,” ucap John seraya mendengus kasar.Thalia tersenyum pahit. Ia tidak berusaha membela diri. Saat ini tatapannya terlihat kosong seolah semua harapan hidupnya sudah lenyap tak berbekas. Selama ini Thalia mengira Edwin benar-benar mencintainya sepenuh hati hingga ia sangat membenci Alicia yang diangga