Milla juga sependapat dengan orang tuanya.Sejak kecil, dia selalu ingin hidup seperti anak-anak normal lainnya, ikut bermain dan melakukan hal-hal yang dilakukan teman-temannya.Dia tidak ingin terus-menerus dirawat atau dijaga hanya karena kondisi tubuhnya. Dia pun tahu betul batas kemampuan tubuhnya dan selalu menjaga diri."Aku nggak nyangka ternyata aku punya bakat yang sama dengan Keluarga Angle. Itu berarti, aku ini berbakat, tapi telat muncul di publik." Milla bercanda.Saat itu, Silas meletakkan kameranya dengan puas dan berkata, "Bagus!""Pak Silas, kamu sudah selesai motretnya?" tanya Milla sambil tersenyum.Parfum yang dia dan Leon racik juga sudah sampai tahap akhir.Silas mengangguk, tak sabar memeriksa hasil jepretannya. Sementara itu, Milla mencium isi botol percobaan di tangannya, menghirup dalam-dalam. "Hm ...."Dia memejamkan matanya, menikmati aroma segar yang muncul dari tabrakan inspirasi yang tak direncanakan itu. Rasanya begitu menyenangkan."Coba aku cium juga.
Saat mereka berada di desa pegunungan barat laut, terjadi tanah longsor. Dalam kondisi kritis, kalau bukan karena Chris nekat menerobos bahaya dan melindunginya dengan tubuhnya sendiri, mungkin Milla tidak akan seberuntung itu!"Kok aku nggak tahu kamu pernah selamatin aku?" Milla lanjut bertanya."Ya, soalnya di mimpiku!" Chris tidak mau menjelaskan lebih jauh. Dengan ekspresi dingin, dia pun menyalakan mobil dan bertanya, "Mau ke mana?""Pulang." Jawaban Milla tajam dan jernih, tetapi di telinga Chris, jawaban itu terdengar sangat manis. Rumahnya adalah rumah Milla juga. Suasana hatinya langsung membaik, dia mengemudikan mobil untuk mengantar Milla pulang.Namun, kenyataan tidak seindah bayangan Milla. Ternyata, salah satu staf Silas di studio foto tadi mengenali identitas Chris.Karena terkejut, staf itu langsung membuka kontaknya, mencari kontak Grace, dan meneleponnya. "Bu Grace, aku punya kabar besar. Bisa kasih aku harga berapa?""Kamu? Punya kabar besar? Hah!" cela Grace.Orang
Seperti yang diduga, sejam kemudian, jamuan makan malam mencapai puncaknya.Levis naik ke panggung dan mulai berpidato. Dia mengoceh panjang lebar memuji dirinya sendiri tanpa arah, lalu dengan tidak sabar memperkenalkan Leon dan mempersilakannya naik.Dengan Leon berdiri di sisinya, Levis semakin percaya diri. Dia pun mengumumkan dengan lantang, "Aku punya kabar baik untuk semua yang hadir malam ini!""Mulai hari ini, Pak Leon resmi menjadi konsultan parfum Grup Bakhtiar! Aku percaya, dengan bimbingan beliau, parfum keluaran Grup Bakhtiar akan masuk panggung internasional yang gemilang!"Seketika, tepuk tangan dan pujian menggema di seluruh ruangan.Levis menyapu pandangan ke arah para tamu dengan bangga. Saat melihat Milla yang berdiri di barisan depan, matanya menyipit. Kemudian, dia meneruskan, "Selain para elite dari berbagai bidang, malam ini juga hadir rekan satu industriku, Bu Milla."Mengikuti arah tangan Levis, sorotan lampu menyorot langsung ke arah Milla. Semua mata kini te
"Karena malam sebelumnya, kamar hotel tempatku menginap tiba-tiba terbakar. Saat itu, Bu Milla nekat menerobos masuk dan menyelamatkanku. Kami berdua menghirup terlalu banyak asap dan indera penciuman kami baru pulih sepenuhnya dua hari kemudian.""Jadi, di hari festival parfum, kami nggak mungkin bisa mencium aroma apa pun," ungkap Leon, membuat para tamu berseru kaget."Kenapa bisa tiba-tiba kebakaran?" tanya seseorang dari bawah panggung."Pertanyaan bagus!" Leon langsung menunjuk orang itu. "Aku juga heran, kenapa bisa kebetulan seperti itu? Hotel kelas atas dengan sistem keamanan tinggi, tapi kok bisa kebakaran begitu saja? Dengan peluang sekecil ini, itu pasti bukan kebetulan lagi! Kalian mau tahu kebenarannya?"Sambil berbicara, Leon memberi isyarat agar asistennya naik ke panggung.Asisten Leon datang bersama tim teknis dan menyambungkan komputer ke layar utama. Perlahan, layar LCD besar turun dari atas panggung. Di layar, mulai ditampilkan foto-foto yang diambil oleh Silas.Fo
"Begitu saja dulu untuk sementara," kata Milla yang tampak cukup pasrah.Dia tidak menyangka Yonatan akan datang. Tadi, dia sempat ingin memanfaatkan kondisi Levis yang terguncang untuk memaksanya mengakui di depan umum bahwa dialah yang menyuruh asistennya melakukan semua itu.Dengan demikian, dia bisa menyingkirkan Levis yang berbahaya ini. Namun, kemunculan Yonatan menggagalkan rencananya."Cuma begini?" tanya Leon menatapnya tidak percaya. "Ini bukan gaya bicaramu yang biasanya.""Aku bilang untuk sementara." Milla menekankan sambil menggigit bibir. "Walaupun kali ini kita belum berhasil menekan Grup Bakhtiar sampai habis, mereka tetap butuh waktu lama untuk pulih. Jadi, rencana kita bukan gagal, cuma hasilnya belum maksimal. Lihat ke sana ...."Milla menunjuk ke satu sudut. Di sana, kepala divisi bisnis Grup Bakhtiar sedang dikerumuni banyak orang. Sebagian besar tamu malam ini adalah mitra kerja mereka dan sekarang semua berebut ingin memutuskan kontrak lebih awal, takut reputasi
"Chris!" Grace tampak sangat terkejut, sama sekali tidak tahu Chris juga ada di acara malam ini.Sebenarnya, bukan hanya dia yang tidak tahu, Milla pun tidak mengerti kenapa Chris bisa tiba-tiba keluar dari aula pesta.Chris mengabaikan Grace, melangkah cepat ke arah Milla, bertanya dengan suara yang mendadak berubah lembut, "Dia bilang apa ke kamu?"Milla merasa sedikit sesak, tubuhnya juga terasa agak kaku. Dia tidak merespons.Chris langsung sadar ada yang tidak beres. Dia tahu setiap kali Grace muncul, tak ada hal baik yang akan terjadi. Dengan isyarat darinya, mobilnya segera melaju dan berhenti tepat di depan mereka."Masuk. Aku antar kamu pulang." Chris sengaja bersikap protektif, mengawal Milla sampai duduk di dalam mobil.Namun, saat dia hendak ikut masuk, matanya tiba-tiba menangkap sesuatu di tangan Grace, sebuah foto. Tampak dua sosok muda di foto itu, terlalu familier hingga dadanya langsung sesak. Matanya juga memerah."Apa yang kamu pegang?" Langkah kakinya terhenti. Sua
Mendengar kata "penjara", lutut Grace langsung lemas. Dia hampir terjatuh ke tanah. Kalau sampai dia masuk penjara dan punya catatan hitam, William pasti akan memutuskan hubungan dengannya. Hidupnya akan benar-benar hancur!Grace tidak bisa membiarkan itu terjadi!Wajahnya pucat pasi, tatapannya ketakutan. Dia ingin memohon belas kasihan pada Chris, tetapi Chris bahkan tidak sudi menoleh. Pria itu hanya berbalik dan berkata dengan dingin."Jangan sampai aku dengar satu kata pun lagi soal foto itu. Kalau nggak, bukan cuma kamu yang bakal kuhukum, bahkan Keluarga Young pun nggak akan selamat!"Usai berbicara, Chris berbalik pergi, meninggalkan Grace yang berdiri gemetaran sendirian.....Mobil Maybach hitam itu sudah melaju jauh, memasuki jalan layang. Dalam keheningan yang menyesakkan, akhirnya Wilson mendengar suara dari bangku belakang. "Antar aku ke rumah keluargaku.""Bu, Pak Chris akan segera pulang. Kamu nggak ingin ...?" Wilson masih berusaha keras mencari kesempatan bagi bosnya
Kebetulan Milla memang belum bisa tidur. Setelah menutup telepon, dia langsung turun ke bawah dan mengemudi menuju studio Graham.Malam sudah larut. Studio parfum berada di pinggiran kota, jalanan semakin lama semakin sepi. Dia menyalakan lampu jauh.Setelah beberapa saat, Milla tanpa sengaja melirik ke kaca spion dan tatapannya langsung menjadi gugup. Dia menyadari bahwa mobil yang mengikutinya dari tadi sepertinya sama terus.Dia sudah berkendara selama satu jam, mana mungkin bisa kebetulan searah terus dengan mobil yang sama?Dia mulai mengatur kecepatan mobilnya sambil memperhatikan mobil off-road hitam di belakang.Sebenarnya mobil itu tidak mencolok, jaraknya juga tidak terlalu dekat. Mungkin karena suasana hatinya hari ini sedang tidak stabil, jadi dia lebih peka dan merasakan ada yang janggal.Sepuluh menit kemudian, mobil itu masih mengikuti dari kejauhan dengan kecepatan yang sama. Milla mulai mengerutkan alis dan melirik ke arah GPS.Di depan ada jalan kecil yang cukup terpe
"Tapi memang sih, orang seperti Graham itu benar-benar unik. Nggak pernah ada wawancara atau laporan media, katanya seumur hidup belum pernah menikah! Keluarga Dolken punya harta sebesar itu, tapi nggak jelas akan diwariskan ke siapa," ucap Mona sambil berdecak menyayangkannya."Pastilah dia pernah patah hati!" Hara langsung berspekulasi penuh keyakinan, "Tapi pria yang bisa seumur hidup nggak menikah itu langka sekali. Gara-gara dia nggak punya istri atau anak, Ayah sampai bingung harus kasih hadiah apa ...."Mona dan Hara saling bergandengan, lalu mendekati pelayan Keluarga Angle yang tadi bertugas mencatat hadiah.Sebagian besar tamu yang datang ke tempat seperti ini pasti punya tujuan tersembunyi. Jadi pelayan pun tak terkejut saat mereka bertanya dan menjawab dengan tenang, "Pak Graham sudah datang."Sorot mata kedua orang itu langsung berbinar bersamaan. "Di mana dia?""Barusan sudah naik ke atas," jawab pelayan sambil menengadah ke arah lereng. "Kemungkinan besar sekarang sudah
Melihat sorot mata Graham yang diam-diam menanti pujian seperti anak kecil, Milla pun tersenyum dan menggoda, "Tentu saja aku percaya pada guruku. Kalau begitu, sepertinya kita harus mendaki cukup jauh, ya!"Graham tertawa lepas, "Gadis cerdik!"Baru saja mereka melewati gerbang pertama, datang beberapa pria dari arah berlawanan. Dari kejauhan, mereka langsung membungkuk memberi salam, "Pak Graham! Nggak nyangka Anda juga hadir hari ini ...."Graham segera dikerubungi untuk saling menyapa dan bertukar basa-basi, sementara Milla berdiri sedikit menjauh sambil memperhatikan pemandangan di sekitar gerbang.Saat itulah terdengar suara seorang wanita dari belakang yang agak terkejut dan sinis, "Eh, bukannya ini Milla? Lama nggaka jumpa!"Milla menoleh dan ternyata orang yang berdiri di sana adalah Hara.Tak jauh di belakangnya, Mona terlihat sibuk membawa sejumlah kantong hadiah besar dan sedang mendaftarkan barang-barang mereka kepada pelayan Keluarga Angle di depan gerbang pertama."Kamu
"Pak Rafael?"Melihat Rafael yang berdiri di sampingnya, untuk pertama kalinya Milla merasa kehadiran Rafael ini sangat tepat waktu."Kebetulan aku baru selesai makan sama teman, dari belakang tadi kulihat seperti kamu. Ternyata memang benar kamu!" ucap Rafael dengan ekspresi senang."Kamu siapa, ya?" Rafael menoleh ke arah pria di seberang Milla yang sedang menyumpal mulutnya dengan potongan daging.Belum sempat pria itu menjawab, Milla sudah berdiri sambil berkata, "Silakan lanjutkan makan. Aku sudah bayar semua, jadi ... sampai jumpa." Setelah itu, dia menarik Rafael pergi bersamanya.Rafael sempat menoleh ke belakang dan menangkap aura canggung di antara mereka, lalu bertanya, "Milla, jangan-jangan ... kamu lagi ikut kencan buta?""Mana mungkin?" sahut Milla jengkel."Tapi aku lihat suasananya canggung sekali, kalian makan berdua begitu ...." Rafael masih terlihat penasaran."Cuma dia yang makan, aku nggak!" jawab Milla dengan kesal. Dia sendiri tidak tahu apa yang sebenarnya dipik
Setelah menutup telepon, Chris terdiam cukup lama. Kemudian, dia menelepon Wilson dan menyampaikan perintah Tessa padanya, "Cari orang yang bisa dipercaya, wakilkan aku untuk ketemu sama seseorang besok ...."Wanita apanya .... Chris sama sekali tidak ingin menghabiskan waktunya."Baik."Wilson juga merasa permintaan Tessa terlalu aneh. Setelah menutup panggilan itu, dia langsung menelepon untuk mencari wajah asing di tim pengawal Grup Mahendra dan memastikan tidak ada kesalahan untuk pertemuan besok.....Sore keesokan harinya.Milla mendorong pintu restoran tempat janji temu, di tangannya menggenggam setangkai mawar merah muda.Siang tadi, ibunya tiba-tiba bersikap misterius lewat telepon dan menyuruhnya datang ke tempat ini sambil membawa mawar sebagai penanda untuk bertemu seseorang.Katanya, orang itu akan menjadi pelindung rahasia selama Milla berada di Negara Melasa. Yang perlu dilakukan hanyalah bertemu langsung. Setelah itu, semua akan menjadi jelas.Ini adalah permintaan lang
Tiga hari kemudian.Di dalam kotak surat yang sudah berdebu, Nayla menerima sepucuk surat balasan. Isinya adalah ajakan untuk bertemu langsung di sebuah kafe tengah kota.Sore itu, Nayla berdandan rapi dan datang ke kafe yang dimaksud. Tak lama kemudian, muncullah seorang wanita tua berambut putih dengan aura yang luar biasa. Mereka saling mengenali lewat benda penanda yang telah disepakati, lalu duduk berhadapan."Nggak nyangka setelah sekian tahun, kamu masih bersedia membalas suratku," ucap Nayla penuh rasa syukur sambil memandang wanita tua di depannya."Aku dan mendiang ibu mertuamu adalah sahabat sejati," jawab wanita tua itu dengan penuh semangat. "Meski di tahun-tahun terakhir sebelum dia meninggal kami jarang bertemu karena jarak, tapi begitu dia menitipkan keluarganya padaku, aku sudah bersumpah akan melindungi kalian sampai napas terakhirku. Jadi, nggak perlu sungkan. Katakan saja, apa yang bisa kubantu?""Terima kasih banyak, Tante Winaya."Nayla tersenyum haru. "Putriku ak
Begitu mobil tiba di Grand Amary, Milla turun dan memperhatikan suara di belakangnya. Tepat saat dia melangkah masuk ke rumah, mobil Chris langsung menyala dan memutari taman bunga sekali, lalu melaju pergi. Dia tidak berlama-lama di sana.'Nggak masalah,' batin Milla sambil menggeleng pelan. Kemudian, dia masuk ke rumah untuk mandi dan naik ke ranjang untuk tidur. Saat dia masih berulang kali membolak-balik posisi di ranjang, telepon dari ibunya masuk."Milla, kamu sudah tidur?""Belum ... ada apa, Bu?""Sebentar lagi aku naik pesawat. Besok siang sampai rumah, kamu sempatkan untuk pulang, ya. Ada hal penting yang mau Ibu bicarakan," kata Nayla."Ada apa memangnya?" Milla sedikit gugup, mengira ibunya mengetahui bahwa dia menyembunyikan kondisi kesehatannya."Aku dengar kamu akan pergi ke Melasa untuk menghadiri perayaan 100 tahun Keluarga Angle?" Nayla ternyata menyinggung soal itu."Iya. Kenapa Ibu bisa tahu?"Milla merasa agak heran. Setelah Graham menyampaikan kabar itu, dia belum
Chris memicingkan matanya dan berbicara dengan nada sinis, "Pak Zeno mungkin terlalu lama hidup sendiri, jadi sudah lupa apa itu dinamika dalam hubungan, ya?"Persaingan yang kekanak-kanakan antara kedua pria itu membuat Milla merasa lelah. Dia merasa enggan terus berada di tengah mereka, sehingga akhirnya memutuskan untuk berdiri. "Aku ke toilet dulu. Kalian lanjutkan saja."Begitu Milla pergi, perseteruan antara Chris dan Zeno tidak perlu lagi ditutupi."Orang yang muncul tadi malam, itu kamu yang atur, 'kan?" tanya Chris. Ucapannya terdengar seperti pertanyaan, tapi nadanya penuh keyakinan."Apa maksudmu, Pak Chris? Orang yang mana?" Zeno tersenyum samar, meski raut wajahnya tetap tegang.Chris mencibir dingin. "Kita sama-sama tahu, nggak usah basa-basi.""Kamu cemburu?" Zeno berdiri perlahan dengan sorot mata yang gelap dan menantang. "Lalu ke mana saja kamu semalam? Hari ini muncul di sini dan mulai sok peduli? Kamu takut?""Takut sama semua sumpah yang dulu kamu ucapkan pada adik
"Aku belum sempat mengucapkan terima kasih secara resmi padamu soal semalam," Milla membuka pembicaraan lebih dulu.Zeno tersenyum sambil menggeleng pelan. "Sejak pertama kita kenal, kamu sudah sering bilang terima kasih padaku.""Itu artinya kamu memang selalu membantuku," Milla mengenang masa lalu, bibirnya melengkung membentuk senyum kecil. "Tapi aku belum pernah benar-benar membalas kebaikanmu.""Kalau begitu, utang saja dulu."Zeno tetap tampak tenang. Mereka duduk saling berhadapan, tetapi tidak banyak yang dibicarakan.Di tengah suasana yang mulai canggung, dokter masuk bersama perawat untuk memeriksa hasil EKG yang telah direkam sejak pagi, lalu melakukan beberapa pemeriksaan dasar. Setelah itu, dokter berkata, "Kondisi tubuhmu nggak ada masalah. Asalkan nanti cukup istirahat di rumah dan jangan terlalu sering mengalami perubahan emosi yang drastis.""Jadi aku sudah boleh keluar rumah sakit sekarang?" tanya Milla.Dokter mengangguk.Zeno melirik ke arahnya sambil tersenyum. "Ke
Milla tidak tidur semalaman.Pukul 4 pagi, Joy mengirim pesan padanya. Setelah diselidiki oleh detektif pribadi, plat nomor mobil off-road hitam yang diingatnya memang tidak bermasalah dan identitas pemilik mobil juga tidak mencurigakan. Orang itu tinggal di dekat desa tempat kejadian semalam.Jadi, kesimpulan dari detektif adalah itu bukan aksi penguntitan, hanya kebetulan."Menurutku itu bukan kebetulan." Milla menggenggam ponselnya beberapa saat sebelum akhirnya menelepon Joy. Dia tetap pada pendiriannya."Intuisimu?" tanya Joy.Milla tidak menjawab secara langsung. "Waktu mobil itu mengikutiku, aku merasa sangat nggak nyaman. Aku nggak percaya itu cuma kebetulan semata.""Tapi, pemilik mobil dan orang-orang di sekitarnya sudah diperiksa, semua aman. Tapi, aku akan terus minta mereka selidiki." Joy memercayai Milla, hanya saja memang belum ada bukti."Sudahlah, nggak perlu buang tenaga." Milla berkata, "Meskipun instingku benar, pelaku di balik ini pasti sudah merancang semuanya den