Seperti yang diduga, sejam kemudian, jamuan makan malam mencapai puncaknya.Levis naik ke panggung dan mulai berpidato. Dia mengoceh panjang lebar memuji dirinya sendiri tanpa arah, lalu dengan tidak sabar memperkenalkan Leon dan mempersilakannya naik.Dengan Leon berdiri di sisinya, Levis semakin percaya diri. Dia pun mengumumkan dengan lantang, "Aku punya kabar baik untuk semua yang hadir malam ini!""Mulai hari ini, Pak Leon resmi menjadi konsultan parfum Grup Bakhtiar! Aku percaya, dengan bimbingan beliau, parfum keluaran Grup Bakhtiar akan masuk panggung internasional yang gemilang!"Seketika, tepuk tangan dan pujian menggema di seluruh ruangan.Levis menyapu pandangan ke arah para tamu dengan bangga. Saat melihat Milla yang berdiri di barisan depan, matanya menyipit. Kemudian, dia meneruskan, "Selain para elite dari berbagai bidang, malam ini juga hadir rekan satu industriku, Bu Milla."Mengikuti arah tangan Levis, sorotan lampu menyorot langsung ke arah Milla. Semua mata kini te
"Karena malam sebelumnya, kamar hotel tempatku menginap tiba-tiba terbakar. Saat itu, Bu Milla nekat menerobos masuk dan menyelamatkanku. Kami berdua menghirup terlalu banyak asap dan indera penciuman kami baru pulih sepenuhnya dua hari kemudian.""Jadi, di hari festival parfum, kami nggak mungkin bisa mencium aroma apa pun," ungkap Leon, membuat para tamu berseru kaget."Kenapa bisa tiba-tiba kebakaran?" tanya seseorang dari bawah panggung."Pertanyaan bagus!" Leon langsung menunjuk orang itu. "Aku juga heran, kenapa bisa kebetulan seperti itu? Hotel kelas atas dengan sistem keamanan tinggi, tapi kok bisa kebakaran begitu saja? Dengan peluang sekecil ini, itu pasti bukan kebetulan lagi! Kalian mau tahu kebenarannya?"Sambil berbicara, Leon memberi isyarat agar asistennya naik ke panggung.Asisten Leon datang bersama tim teknis dan menyambungkan komputer ke layar utama. Perlahan, layar LCD besar turun dari atas panggung. Di layar, mulai ditampilkan foto-foto yang diambil oleh Silas.Fo
"Begitu saja dulu untuk sementara," kata Milla yang tampak cukup pasrah.Dia tidak menyangka Yonatan akan datang. Tadi, dia sempat ingin memanfaatkan kondisi Levis yang terguncang untuk memaksanya mengakui di depan umum bahwa dialah yang menyuruh asistennya melakukan semua itu.Dengan demikian, dia bisa menyingkirkan Levis yang berbahaya ini. Namun, kemunculan Yonatan menggagalkan rencananya."Cuma begini?" tanya Leon menatapnya tidak percaya. "Ini bukan gaya bicaramu yang biasanya.""Aku bilang untuk sementara." Milla menekankan sambil menggigit bibir. "Walaupun kali ini kita belum berhasil menekan Grup Bakhtiar sampai habis, mereka tetap butuh waktu lama untuk pulih. Jadi, rencana kita bukan gagal, cuma hasilnya belum maksimal. Lihat ke sana ...."Milla menunjuk ke satu sudut. Di sana, kepala divisi bisnis Grup Bakhtiar sedang dikerumuni banyak orang. Sebagian besar tamu malam ini adalah mitra kerja mereka dan sekarang semua berebut ingin memutuskan kontrak lebih awal, takut reputasi
"Chris!" Grace tampak sangat terkejut, sama sekali tidak tahu Chris juga ada di acara malam ini.Sebenarnya, bukan hanya dia yang tidak tahu, Milla pun tidak mengerti kenapa Chris bisa tiba-tiba keluar dari aula pesta.Chris mengabaikan Grace, melangkah cepat ke arah Milla, bertanya dengan suara yang mendadak berubah lembut, "Dia bilang apa ke kamu?"Milla merasa sedikit sesak, tubuhnya juga terasa agak kaku. Dia tidak merespons.Chris langsung sadar ada yang tidak beres. Dia tahu setiap kali Grace muncul, tak ada hal baik yang akan terjadi. Dengan isyarat darinya, mobilnya segera melaju dan berhenti tepat di depan mereka."Masuk. Aku antar kamu pulang." Chris sengaja bersikap protektif, mengawal Milla sampai duduk di dalam mobil.Namun, saat dia hendak ikut masuk, matanya tiba-tiba menangkap sesuatu di tangan Grace, sebuah foto. Tampak dua sosok muda di foto itu, terlalu familier hingga dadanya langsung sesak. Matanya juga memerah."Apa yang kamu pegang?" Langkah kakinya terhenti. Sua
Mendengar kata "penjara", lutut Grace langsung lemas. Dia hampir terjatuh ke tanah. Kalau sampai dia masuk penjara dan punya catatan hitam, William pasti akan memutuskan hubungan dengannya. Hidupnya akan benar-benar hancur!Grace tidak bisa membiarkan itu terjadi!Wajahnya pucat pasi, tatapannya ketakutan. Dia ingin memohon belas kasihan pada Chris, tetapi Chris bahkan tidak sudi menoleh. Pria itu hanya berbalik dan berkata dengan dingin."Jangan sampai aku dengar satu kata pun lagi soal foto itu. Kalau nggak, bukan cuma kamu yang bakal kuhukum, bahkan Keluarga Young pun nggak akan selamat!"Usai berbicara, Chris berbalik pergi, meninggalkan Grace yang berdiri gemetaran sendirian.....Mobil Maybach hitam itu sudah melaju jauh, memasuki jalan layang. Dalam keheningan yang menyesakkan, akhirnya Wilson mendengar suara dari bangku belakang. "Antar aku ke rumah keluargaku.""Bu, Pak Chris akan segera pulang. Kamu nggak ingin ...?" Wilson masih berusaha keras mencari kesempatan bagi bosnya
Kebetulan Milla memang belum bisa tidur. Setelah menutup telepon, dia langsung turun ke bawah dan mengemudi menuju studio Graham.Malam sudah larut. Studio parfum berada di pinggiran kota, jalanan semakin lama semakin sepi. Dia menyalakan lampu jauh.Setelah beberapa saat, Milla tanpa sengaja melirik ke kaca spion dan tatapannya langsung menjadi gugup. Dia menyadari bahwa mobil yang mengikutinya dari tadi sepertinya sama terus.Dia sudah berkendara selama satu jam, mana mungkin bisa kebetulan searah terus dengan mobil yang sama?Dia mulai mengatur kecepatan mobilnya sambil memperhatikan mobil off-road hitam di belakang.Sebenarnya mobil itu tidak mencolok, jaraknya juga tidak terlalu dekat. Mungkin karena suasana hatinya hari ini sedang tidak stabil, jadi dia lebih peka dan merasakan ada yang janggal.Sepuluh menit kemudian, mobil itu masih mengikuti dari kejauhan dengan kecepatan yang sama. Milla mulai mengerutkan alis dan melirik ke arah GPS.Di depan ada jalan kecil yang cukup terpe
Milla terkejut hingga jantungnya berdebar-debar. Secara refleks, dia mengambil ponsel untuk menelepon polisi.Saat ini, pria di luar jendela bertanya, "Bu Milla ya? Aku asisten Pak Zeno. Apa mobilmu mengalami masalah?"Jari Milla yang hendak menekan tombol panggilan terhenti. Dia memperhatikan pria di luar jendela dengan saksama, merasa wajahnya cukup familier. Memang, pria itu pernah terlihat bersama Zeno sebelumnya.Namun, bertemu dengan Zeno pada saat seperti ini membuat Milla lebih merasa takut dan bukan senang.Dia ragu-ragu menurunkan jendela mobil. Saat itu, Zeno juga keluar dari mobilnya dan mendekat. "Bu Milla? Benar-benar kamu! Aku mengenali plat nomor mobilmu.""Pak Zeno!" Milla terlihat tegang. "Kenapa kamu juga di sini?""Aku punya tanah yang sedang dibangun pabrik di dekat sini. Aku baru saja selesai inspeksi dan mau balik ke kota," jelas Zeno. "Mobilmu kenapa?""Habis bensin," jawab Milla dengan jujur."Kalau begitu, mau naik mobilku untuk kembali nggak?" usul Zeno."Ah
Milla tidak tidur semalaman.Pukul 4 pagi, Joy mengirim pesan padanya. Setelah diselidiki oleh detektif pribadi, plat nomor mobil off-road hitam yang diingatnya memang tidak bermasalah dan identitas pemilik mobil juga tidak mencurigakan. Orang itu tinggal di dekat desa tempat kejadian semalam.Jadi, kesimpulan dari detektif adalah itu bukan aksi penguntitan, hanya kebetulan."Menurutku itu bukan kebetulan." Milla menggenggam ponselnya beberapa saat sebelum akhirnya menelepon Joy. Dia tetap pada pendiriannya."Intuisimu?" tanya Joy.Milla tidak menjawab secara langsung. "Waktu mobil itu mengikutiku, aku merasa sangat nggak nyaman. Aku nggak percaya itu cuma kebetulan semata.""Tapi, pemilik mobil dan orang-orang di sekitarnya sudah diperiksa, semua aman. Tapi, aku akan terus minta mereka selidiki." Joy memercayai Milla, hanya saja memang belum ada bukti."Sudahlah, nggak perlu buang tenaga." Milla berkata, "Meskipun instingku benar, pelaku di balik ini pasti sudah merancang semuanya den
Di luar, kekacauan berlangsung selama kurang lebih setengah jam.Milla dan Graham mendengar seseorang di luar berseru bahwa listrik sudah kembali menyala! Setelah kegaduhan awal mereda, suasana menjadi lebih tenang. Mereka sedang menimbang-nimbang kapan waktu yang tepat untuk keluar, ketika tiba-tiba kegaduhan kembali terdengar.Seseorang membentak keras, "Jangan bergerak!"Lalu, terdengar jeritan para pengunjung restoran.Milla dan Graham langsung menyadari bahwa situasinya memburuk. Mereka saling berpandangan, lalu menahan napas. Tak lama kemudian, suara-suara langkah kaki masuk ke dapur."Ada yang lihat seorang wanita muda dan pria tua? Orang asing!" tanya sebuah suara pria yang serak."Nggak ada ...." Para staf dapur menjawab dengan penuh keraguan."Belum lihat sudah bilang nggak ada?!" Pria itu langsung meledak marah dan terdengar suara pecahan keras yang membuat semua orang terkejut dan panik."Sumpah saya nggak lihat! Tadi gelap sekali, semua serba kacau, saya nggak lihat satu o
Graham langsung memahami maksud Milla. Tanpa berkata apa pun, dia mengikuti langkah gadis itu kembali ke arah semula.Begitu sampai di dekat pintu keluar tangga darurat, Milla sengaja membiarkan salah satu pintunya terbuka. Lalu, dia melepas sepatu hak tingginya dengan cepat dan langsung melemparkannya ke bawah tangga. Kemudian, dia menarik Graham kembali ke lorong dekat toilet tadi dengan kaki telanjang.Di sekitar mereka, restoran-restoran mulai gaduh. Para pramusaji berusaha menenangkan para tamu."Para pelanggan, mohon jangan panik. Ini hanya pemadaman sementara. Genset cadangan akan segera menyala dalam beberapa menit. Harap tetap di tempat duduk masing-masing dan jangan bergerak sembarangan agar tidak terjadi kecelakaan ...."Milla memindai sekeliling dengan cepat, lalu menarik Graham masuk ke sebuah restoran yang paling ramai."Kita bersembunyi di sini?" tanya Graham setengah bingung."Nggak," jawab Milla sambil menggeleng."Denah restoran terlalu rapi. Begitu mereka masuk dan m
Usai meninggalkan kediaman Keluarga Angle, Graham mengajak Milla dan asistennya untuk makan malam bersama. Saat makan malam berlangsung, Graham bertemu beberapa sahabat lamanya dan asyik bernostalgia, sehingga membiarkan Milla dan asistennya duduk sendiri.Tanpa sengaja, Milla mendengar mereka menyebut-nyebut Keluarga Angle, bahkan menyinggung tentang obsesi lama Graham yang belum juga padam.Milla lalu mengaitkan satu per satu petunjuk yang dia dengar dan bertanya pada asisten Graham, "Kalau Guru orang asli Melasa dan punya keluarga sebesar ini, kenapa dia nggak pernah pulang?"Asisten itu menghela napas pelan. "Karena baginya, rumah adalah tempat yang penuh dengan luka.""Apa ada hubungannya dengan yang mereka sebut ... Yuko?" tanya Milla lagi.Beberapa sahabat Graham yang duduk tak jauh dari mereka memang menyebut nama itu beberapa kali. Bahkan saat Graham dulu bersama Gorman, pria itu juga pernah bilang bahwa Yuko adalah obsesi hidup Graham.Tatapan asisten Graham sedikit berubah.
"Iya, dia orangnya." Milla mengangguk tanpa sungkan-sungkan.Wajah Mona dan Hara menjadi merah padam, lalu berubah pucat. "Itu ... Anda salah dengar. Yang kami maksud tadi bukan Anda ...," ucap Mona menjelaskan."Oh ya?" Graham meletakkan tangannya di belakang punggung. "Jadi siapa maksud kalian? Aku malah jadi penasaran, siapa yang pakaiannya lebih mirip pengemis daripada aku?"Graham sengaja merendahkan dirinya hingga membuat kedua orang itu bungkam dan tidak tahu harus bagaimana menjawabnya."Pak Graham ini orang penting, pasti nggak akan mempermasalahkan hal kecil begini, bukan? Kami datang ke sini sebenarnya memang ingin menemui Anda. Karena Anda jarang sekali ada di rumah, kami belum sempat berkunjung selama ini," Mona berusaha mencari celah.Namun, Graham tak tergoda oleh rayuan seperti itu sedikit pun. Dia hanya mendengus dan menoleh ke arah lain.Milla menggunakan kesempatan itu untuk menyindir, "Jadi maksudnya, kalian bukan datang untuk mengantarkan hadiah kepada Keluarga Ang
"Tapi memang sih, orang seperti Graham itu benar-benar unik. Nggak pernah ada wawancara atau laporan media, katanya seumur hidup belum pernah menikah! Keluarga Dolken punya harta sebesar itu, tapi nggak jelas akan diwariskan ke siapa," ucap Mona sambil berdecak menyayangkannya."Pastilah dia pernah patah hati!" Hara langsung berspekulasi penuh keyakinan, "Tapi pria yang bisa seumur hidup nggak menikah itu langka sekali. Gara-gara dia nggak punya istri atau anak, Ayah sampai bingung harus kasih hadiah apa ...."Mona dan Hara saling bergandengan, lalu mendekati pelayan Keluarga Angle yang tadi bertugas mencatat hadiah.Sebagian besar tamu yang datang ke tempat seperti ini pasti punya tujuan tersembunyi. Jadi pelayan pun tak terkejut saat mereka bertanya dan menjawab dengan tenang, "Pak Graham sudah datang."Sorot mata kedua orang itu langsung berbinar bersamaan. "Di mana dia?""Barusan sudah naik ke atas," jawab pelayan sambil menengadah ke arah lereng. "Kemungkinan besar sekarang sudah
Melihat sorot mata Graham yang diam-diam menanti pujian seperti anak kecil, Milla pun tersenyum dan menggoda, "Tentu saja aku percaya pada guruku. Kalau begitu, sepertinya kita harus mendaki cukup jauh, ya!"Graham tertawa lepas, "Gadis cerdik!"Baru saja mereka melewati gerbang pertama, datang beberapa pria dari arah berlawanan. Dari kejauhan, mereka langsung membungkuk memberi salam, "Pak Graham! Nggak nyangka Anda juga hadir hari ini ...."Graham segera dikerubungi untuk saling menyapa dan bertukar basa-basi, sementara Milla berdiri sedikit menjauh sambil memperhatikan pemandangan di sekitar gerbang.Saat itulah terdengar suara seorang wanita dari belakang yang agak terkejut dan sinis, "Eh, bukannya ini Milla? Lama nggaka jumpa!"Milla menoleh dan ternyata orang yang berdiri di sana adalah Hara.Tak jauh di belakangnya, Mona terlihat sibuk membawa sejumlah kantong hadiah besar dan sedang mendaftarkan barang-barang mereka kepada pelayan Keluarga Angle di depan gerbang pertama."Kamu
"Pak Rafael?"Melihat Rafael yang berdiri di sampingnya, untuk pertama kalinya Milla merasa kehadiran Rafael ini sangat tepat waktu."Kebetulan aku baru selesai makan sama teman, dari belakang tadi kulihat seperti kamu. Ternyata memang benar kamu!" ucap Rafael dengan ekspresi senang."Kamu siapa, ya?" Rafael menoleh ke arah pria di seberang Milla yang sedang menyumpal mulutnya dengan potongan daging.Belum sempat pria itu menjawab, Milla sudah berdiri sambil berkata, "Silakan lanjutkan makan. Aku sudah bayar semua, jadi ... sampai jumpa." Setelah itu, dia menarik Rafael pergi bersamanya.Rafael sempat menoleh ke belakang dan menangkap aura canggung di antara mereka, lalu bertanya, "Milla, jangan-jangan ... kamu lagi ikut kencan buta?""Mana mungkin?" sahut Milla jengkel."Tapi aku lihat suasananya canggung sekali, kalian makan berdua begitu ...." Rafael masih terlihat penasaran."Cuma dia yang makan, aku nggak!" jawab Milla dengan kesal. Dia sendiri tidak tahu apa yang sebenarnya dipik
Setelah menutup telepon, Chris terdiam cukup lama. Kemudian, dia menelepon Wilson dan menyampaikan perintah Tessa padanya, "Cari orang yang bisa dipercaya, wakilkan aku untuk ketemu sama seseorang besok ...."Wanita apanya .... Chris sama sekali tidak ingin menghabiskan waktunya."Baik."Wilson juga merasa permintaan Tessa terlalu aneh. Setelah menutup panggilan itu, dia langsung menelepon untuk mencari wajah asing di tim pengawal Grup Mahendra dan memastikan tidak ada kesalahan untuk pertemuan besok.....Sore keesokan harinya.Milla mendorong pintu restoran tempat janji temu, di tangannya menggenggam setangkai mawar merah muda.Siang tadi, ibunya tiba-tiba bersikap misterius lewat telepon dan menyuruhnya datang ke tempat ini sambil membawa mawar sebagai penanda untuk bertemu seseorang.Katanya, orang itu akan menjadi pelindung rahasia selama Milla berada di Negara Melasa. Yang perlu dilakukan hanyalah bertemu langsung. Setelah itu, semua akan menjadi jelas.Ini adalah permintaan lang
Tiga hari kemudian.Di dalam kotak surat yang sudah berdebu, Nayla menerima sepucuk surat balasan. Isinya adalah ajakan untuk bertemu langsung di sebuah kafe tengah kota.Sore itu, Nayla berdandan rapi dan datang ke kafe yang dimaksud. Tak lama kemudian, muncullah seorang wanita tua berambut putih dengan aura yang luar biasa. Mereka saling mengenali lewat benda penanda yang telah disepakati, lalu duduk berhadapan."Nggak nyangka setelah sekian tahun, kamu masih bersedia membalas suratku," ucap Nayla penuh rasa syukur sambil memandang wanita tua di depannya."Aku dan mendiang ibu mertuamu adalah sahabat sejati," jawab wanita tua itu dengan penuh semangat. "Meski di tahun-tahun terakhir sebelum dia meninggal kami jarang bertemu karena jarak, tapi begitu dia menitipkan keluarganya padaku, aku sudah bersumpah akan melindungi kalian sampai napas terakhirku. Jadi, nggak perlu sungkan. Katakan saja, apa yang bisa kubantu?""Terima kasih banyak, Tante Winaya."Nayla tersenyum haru. "Putriku ak