“Mas kenapa setiap aku pulang kerja rumah selalu berantakan? Apakah kamu tidak ada waktu untuk membereskanya?” Tanya Rahayu protes melihat rumahnya yang begitu berantakan.
Rahayu baru saja memasuki kamarnya setelah bekerja dan mendapati rumah sangat berantakan. Mainan anak berserakan di mana-mana, dapur penuh dengan tumpukan cucian piring, hingga baju-baju kotor anaknya yang juga berserakan tidak pada tempatnya. Sementara suaminya Sadewo sedang asyik bermain game di handphonenya.
Sebenarnya ini bukan kali pertama Rahayu mendapati rumahnya masih berantakan saat pulang kerja, namun sebelum-sebelumnya Rahayu selalu mencoba bersikap sabar pada suaminya. Kali ini, Rahayu ingin suaminya sadar dan merubah sikapnya.
“Haduuh Rahayu, membereskan rumah itu kan tugas seorang istri, masa aku juga sih yang harus membereskan rumah!” Sadewo tak terima dengan protes yang disampaikan oleh Rahayu, istrinya.
“Mas, aku kan sudah cape kerja, tolonglah bantu aku sedikit dengan membuat rumah kita nyaman saat aku pulang” Rahayu mencoba memberikan pengertian pada suaminya. Ia merasa sudah lelah bekerja seharian, rasanya tidak adil jika dia juga yang harus membereskan rumah setelah pulang kerja.
“Kamu bekerja kan juga atas ijinku Rahayu, kalau aku gak ijinkan uang yang kamu hasilkan dari bekerja tidaklah halal, jadi itu sudah konsekuensimu sebagai seorang istri. Kamu boleh kerja, tapi jangan pernah lupakan kodratmu sebagai seorang wanita!” Ucap Sadewo, seolah sikapnya sebagai seorang suami sudah benar.
Menurut Sadewo istrinya harus tetap mengerjakan kewajibanya mengurus anak-anak dan rumah tangga walaupun dia telah bekerja dan menghasilkan uang. Memang Sadewo yang mengijinkan Rahayu bekerja, namun entah bagaimana jadinya dengan kondisi keuangan mereka jika Rahayu tak bekerja. Pasalnya Sadewo sudah berbulan-bulan menganggur tanpa penghasilan.
“Kalau begitu, kenapa tidak kamu saja yang bekerja cari uang untuk menafkahi istri dan anakmu? Bukankah itu kewajiban seorang suami? Kenapa kamu malah membiarkan aku yang kerja sedangkan kamu di rumah enak-enakan menikmati semua fasilitas rumah ini? Kamu gak lupa kan kalo aku yang membayar semua biaya tagihan di rumah ini?” Entah dari mana Rahayu memiliki keberanian untuk menjawab suaminya selantang itu. Padahal biasanya Rahayu hanya diam dengan semua sikap suaminya.
Mendengar jawaban istrinya, Sadewo merasa sangat direndahkan sebagai seorang lelaki. Hatinya bergemuruh menahan emosi hingga tanganya mengepal menahan amarah.
“Dengar Rahayu, aku sedang berusaha mencari pekerjaan selama ini, tapi kamu tidak sabar dengan usaha yang sedang aku lakukan! Kamu seharusnya mendukungku, bukan meremehkanku! Paham?!” Sadewo mengucapkannya dengan suara yang keras karena marah pada Rahayu.
"Mencari pekerjaan di mana? kamu hanya enak-enakan main game di rumah Mas! Bahkan membantu mengurus anak-anak dan mengurus rumah pun kamu tak mau melakukanya! Apa kamu gak malu sebagai laki-laki hanya menjadi beban istrimu?" Rahayu pun tak kalah emosi sehingga tanpa sadar ikut mengencangkan suaranya pada Sadewo.
Plak! Satu tamparan mendarat di pipi kiri Rahayu membuatnya reflek memalingkan muka karena tidak siap menerima tamparan tersebut. Rahayu memegang pipinya yang memerah, rasanya panas dan perih. Namun hatinya lebih perih karena sikap suaminya benar-benar menyakitkan hati Rahayu, ia pengangguran sekaligus mulai berani KDRT.
“Ingat Rahayu, aku tidak suka direndahkan! Sekali lagi kamu meremehkan aku, tak segan-segan aku lakukan yang lebih dari ini” Sadewo menunjuk muka Rahayu dengan jarak yang sangat dekat sambil mengucapkan ancamanya. Belum puas dengan ancaman yang dia lakukan pada istrinya, Sadewo mendorong tubuh Rahayu hingga menabrak dinding, lalu keluar kamar meninggalkan Rahayu yang syok dengan sikap suaminya.
Jebreet! Sadewo membanting pintu kamar dengan keras. Membuat tubuh Rahayu berjingkat karena kaget. Kini tubuhnya merosot ke lantai, mata Rahayu panas menahan air mata yang berkumpul di sudut matanya. Bagaimana tidak? Tenaga dan pikiranya telah terkuras habis untuk bekerja hingga malam, namun ia mendapati kondisi rumah yang masih berantakan.
Mainan anak-anaknya berserakan disetiap sudut rumah, sementara cucian piring juga menumpuk di dapur memaksa Rahayu untuk segera mencucinya. Belum lagi disudut kamar mandi juga teronggok tumpukan baju kotor yang menambah beban pekerjaanya. Saat Rahayu protes, Sadewo malah memarahinya dan menamparnya membuat Rahayu merasa dirinya tak berharga.
Rahayu mengelap pipinya yang basah oleh air mata. Ya, air mata itu akhirnya tumpah juga. Rahayu menangis dalam diam sambil menahan seluruh rasa kecewa, lelah dan sedih yang berkecamuk jadi satu dalam hatinya. Bagaimana mungkin suaminya setega ini, ia sudah lelah bekerja namun setelah pulang masih dihidangkan segudang pekerjaan rumah yang mau tak mau harus dikerjakan.
***
Setelah tenang, Rahayu keluar dari kamarnya. Ia mendapati ibu mertuanya sedang menonton televisi acara malam di ruang tengah, sementara suaminya entah kemana. Biasanya Sadewo akan pergi keluar jika sedang marah seperti saat ini.Rahayu mengambil keranjang yang biasa digunakan untuk menyimpan mainan anak-anaknya. Ia memunguti satu persatu mainan anak-anaknya yang berserakan di lantai. Setelah itu, ia menyapu kemudian dilanjutkan mengepel lantai yang lengket oleh kotoran. Ia melirik ke arah Ibu mertuanya yang tak ada inisiatif untuk membantu, namun Rahayu cepat-cepat mengalihkan pandanganya ke lantai yang sedang di pel ketika Ibu Yanti melihatnya.
“Rahayu maaf yah Ibu tidak membantu, ini sudah malam, Ibu cape seharian habis pergi arisan” Ucap Bu Yanti. Tanganya asyik memegang remot tv sambil menikmati snack yang sebenarnya Rahayu beli untuk anak-anaknya.
“Iya Bu, tak apa Rahayu sudah terbiasa” Ucap Rahayu pelan. Rahayu tak ingin mencari masalah lagi dengan memprotes perilaku suami maupun Ibu mertuanya.
Selain menanggung beban suami yang menganggur, Rahayu juga menanggung biaya hidup Ibu mertua dan adik iparnya. Mereka berdua memustuskan tinggal bersama Rahayu dengan alasan rumah mereka telah disewakan untuk biaya hidup. Rahayu pun tak bisa menolak, menurut Sadewo apa yang diperintahkan oleh suami, istri harus menurut.
Setelah selesai membereskan mainan anak-anak dan mengepel lantai, Rahayu mengumpulkan pakaian kotor untuk di cuci. Beruntungnya Rahayu memiliki mesin cuci sehingga bisa meringankan pekerjaan rumahnya.
Rahayu berdiri di depan mesin cuci yang letaknya tak jauh dari kamar mandi. Ia memisahkan pakaian putih dan pakaian berwarna sebelum memasukan ke mesin cuci. Pakaian putih ia masukan terlebih dahulu ke dalam mesin, setelahnya pakaian berwarna agar tidak luntur dan mengotori pakaian putih.
“Nyuci baju aja pake mesin cuci, kan boros listriknya! Apalagi malem-malem begini haduuh nanti tagihan listrik jadi mahal loh!” Ibu Yanti tiba-tiba muncul mengomentari Rahayu yang menggunakan mesin cuci. Rahayu yang berniat masuk kamar mandi jadi merasa tak enak, padahal tagihan listrik pun dirinya yang membayar.
“Iya Bu, Rahayu sudah cape soalnya seharian kerja, biar cepat jadi pake mesin cuci” Ucap Rahayu, lalu cepat-cepat masuk ke kamar mandi untuk membersihkan diri. Ia enggan meladeni mertuanya tersebut karena takut salah bicara hingga menimbulkan masalah baru dengan suaminya.
“Dasar menantu jaman sekarang memang manja! Aku dulu nyuci ya di kucek pake tangan biar bersih!” Suara Ibu mertuanya terdengar jelas dari kamar mandi sedang menyindir Rahayu. Rahayu memilih diam pura-pura tak mendengar, lalu melanjutkan acara mandinya.
Betapa menyedihkan kehidupan Rahayu, hidup di rumah sendiri tetapi rasanya seperti menunpang. Segala sesuatu yang Rahayu lakukan selalu saja mendapatkan komentar negatif dari Yanti, Ibu mertuanya.
Rahayu hendak berangkat kerja, ia membuka gerbang rumahnya dan mengeluarkan sepeda motor keluaran tahun lama yang menjadi alat transportasinya pergi bekerja. Meskipun memiliki gaji yang lumayan tinggi namun Rahayu belum bisa membeli motor baru karena penghasilanya selalu habis untuk mencukupi kebutuhan hidup. Ketika teman-teman selevelnya sudah mengendarai mobil, Rahayu masih bertahan menggunakan sepeda motor untuk berangkat ke kantor.Jangankan membeli motor, ia bahkan sangat jarang membeli kebutuhan untuk dirinya sendiri seperti baju, peralatan make up dan segala macam kebutuhan wanita lainya. Hal ini membuat penampilan Rahayu terlihat sangat sederhana. Rahayu lebih mementingkan kebutuhan keluarganya dibanding dirinya sendiri.Rahayu melihat sekelompok ibu-ibu sedang berbelanja sayuran di tukang sayur keliling yang berhenti tepat di depan rumah tetangganya. Rahayu pun tersenyum ramah pada mereka."Berangkat kerja jeng Ayu?" Sapa seorang Ibu yang sedang berbelanja sayur dengan ramah
Promosi jabatan yang diberikan pada Rahayu membuatnya memiliki pekerjaan yang lebih banyak sehingga Rahayu harus sering pulang malam. Baginya itu tak masalah meskipun hal ini membuat Rahayu semakin kehilangan banyak waktu bersama kedua putranya. Tak ada hal lain yang dapat ia lakukan selain ikhlas dan bersabar menjalani semuanya. Hari ini Rahayu pulang malam, ia membuka gerbang rumahnya sebelum memasukan sepeda motor ke dalam garasi. Suara canda dan tawa suami, adik ipar serta Ibu mertuanya terdengar riang oleh Rahayu dari garasi. Ia sedikit terkejut karena ada sepeda motor baru yang bahkan belum ada plat nomornya terparkir di garasi rumahnya. "Motor siapa ini?" Rahayu bertanya dalam hati.Rahayu memarkir sepeda motornya di samping sepeda motor baru tersebut. Pemandangan kontras pun terlihat, satu buah sepeda motor milik baru dengan model menawan dan warna cat yang masih berkilau berdampingan dengan sepeda motor usang milik Rahayu yang catnya sudah memudar.Rahayu sebenarnya mendapat
Menjadi istri seorang suami yang pengangguran memang berat bagi Rahayu. Bukan hanya biaya hidup dirinya sendiri, suami dan anak-anaknya saja yang harus ditanggung Rahayu, tetapi sekaligus biaya hidup mertua dan adik iparnya. Meski begitu, hidup harus tetap dijalani. Tak ada waktu bagi Rahayu untuk meratapi kondisinya dan hidup dalam kesedihan. Rahayu tetap beraktivitas seperti biasanya. Ia bangun pagi untuk menyiapkan masakan bagi anak-anaknya, suami, mertua serta adik iparnya sebelum bekerja. "Rahayu, besok-besok gak usah beli ikan lele lagi yah! Ibu sama Sarah gak suka ikan lele" Ucap Bu Yanti pada Rahayu yang sedang menggoreng ikan lele. Bu Yanti tentu berada di dapur bukan sedang membantu menantunya memasak, melainkan hanya mengawasi dan melihat-lihat saja apa yang di sediakan menantunya untuk dia hari itu. "Baik Bu kalau begitu lelenya biar buat Arkana dan Athala saja, nanti Ibu bisa pake lauk tahu dan tempe" Ucap Rahayu enteng, ia masih fokus pada masakanya agar cepat selesai
Rahayu sedang mengikuti meeting bersama Pak Darmawan team lainya untuk membahas mengenai pencapaian perusahaan dan menyusun strategi menghadapi bulan berikutnya. Namun fokusnya mulai terganggu akibat kondisi badanya yang kurang nyaman.Awalnya Rahayu hanya merasa tidak enak badan sejak bangun tidur pagi tadi, namun ia mengabaikanya. Kini sepertinya kondisi kesehatanya semakin memburuk. Ia merasa kepalanya mulai pusing dan pandanganya kabur. Suara pak Darmawan yang sedang berbicara tiba-tiba tak dapat Rahayu dengar dengan jelas.Pandangan Rahayu pun mulai berkunang-kunang. Awalnya hanya satu dua kunang-kunang yang berterbangan hingga lama kelamaan semakin banyak dan kencang kunang-kunang tersebut berterbangan dalam pandangan Rahayu.Bruk! Rahayu terjatuh dari kursi di ruang meeting."Rahayu?!" Pekik Cintya yang kaget sekaligus panik melihat teman sekerjanya terjatuh. Pak Darmawan, Rafi dan Hartanti tak kalah paniknya. Mereka segera membawa Rahayu ke ruang unit kesehatan.Rahayu segera
Ardhiansyah yang baru saja putus dari pacar bulenya akhirnya pulang ke Jakarta. Awalnya, ia bersikeras untuk tinggal di Inggris dan enggan kembali ke Indonesia. Namun kandasnya cinta kasih Ardhiansyah dengan pacar bulenya membuat ia ingin meninggalkan Inggris memulai hidup baru di Indonesia."Papa senang kamu akhirnya pulang ke rumah, Nak!" Ucap Pak Darmawan pada putra semata wayangnya. Mereka berdua sedang menikmati makan malam."Apakah itu artinya Papa senang karena aku putuh dengan Clowy?" Tanya Ardhiansyah, ia tahu Papanya tak pernah setuju dirinya menjalin hubungan dengan perempuan bule."Papa hanya tidak ingin kamu jauh, Nak! Kau tau kan Papa tingga sendiri di Jakarta? Papa kesepian" Ucap lelaki tua itu dengan suara lemah. Sungguh berbeda dengan Pak Darmawan saat berada di kantor yang tegas dan berwibawa.Pak Darmawan hanya mempunyai seorang putra yaitu Ardhiansyah. Sementara istrinya telah lima tahun meninggalkanya karena suatu penyakit."Maafkan Ardhi Pah, Ardhi terlalu egois
"Bu Rahayu, sebagai perkenalan dan ungkapan terimakasih karena sudah dikenalkan ke seluruh karyawan di perusahaan ini, saya mau traktir Ibu makan siang, bagaimana?" Ucap Ardhi ketika mereka berada di lift untuk naik ke lantai atas. Rencananya Rahayu akan mengantarkan Ardhi menuju ruang kerjanya dan memperkenalkan pada teamnya."Makan siang? Wah apa tidak merepotkan Pak Ardhi?" Tanya Rahayu, ia sebenarnya ragu menerima tawaran makan siang dari Ardhi, apalagi dirinya juga sudah membawa bekal. Namun Rahayu juga tak enak jika menolaknya."Enggaklah, namanya juga ucapan terimakasih masa merepotkan!" Ardhi tersenyum, membuat jantung Rahayu ingin melompat keluar karena menatap wajah ganteng Ardhi. Sebenarnya bukan hanya Rahayu, siapapun wanita yang melihat Ardhi pasti akan terpesona.Betapa tidak, sebagai seorang pria, Ardhi bisa dibilang sebagai sosok pria sempurna. Ia memiliki wajah tampan, postur badan yang atletis dengan tinggi badan mencapai 175cm. Ardhi juga memiliki sifat yang ramah,
Seperti biasa, setelah pulang kerja Rahayu harus mengerjakan pekerjaan rumah seperti mencuci piring, membereskan mainan anaknya, menyapu hingga mengepel lantai. Meskipun kemarin ia sempat pinsan di kantor karena kelelahan dan telat makan, tetapi siapa lagi yang akan mengerjakan pekerjaan rumah jika bukan dirinya.Tak ada orang lain yang peduli dengan kerepotan Rahayu di rumah ini. Suaminya tak bisa diandalkan untuk mengerjakan pekerjaan rumah. Rahayu terlalu lelah jika harus bertengkar dengan suaminya untuk meributkan masalah pekerjaan rumah. Sementara Ibu mertuanya jelas tak mau tau urusan rumah tangga di rumah Rahayu, dia bahkan menganggap Rahayu menantu durhaka jika sampai meminta tolong untuk mengerjakan pekerjaan rumah. Satu-satunya orang yang mau membantu mengerjakan pekerjaan rumah adalah Sarah, tetapi dia hanya mengerjakan urusannya sendiri saja, misalnya mencuci bajunya sendiri dan menyapu kamarnya sendiri. Walaupun begitu, Rahayu sudah bersyukur dengan sikap adik iparnya ya
[Selamat pagi Bu, maaf hari ini Fitri ijin tidak masuk kerja yah, Fitri kurang enak badan, nih!] Sebuah pesan singkat masuk ke Hanphone Rahayu. Rahayu membacanya dan tersenyum sinis.Awalnya Rahayu ingin menginterogasi Fitri tentang penemuan antingnya. Sayangnya Fitri malah tidak masuk kerja. Rahayu kemudian mengetikan sebuah pesan singkat [ok] lalu mengirimkanya ke nomor Fitri sebagai balasan atas pesan yang ia terima. Hatinya yang masih sakit membuatnya tak mampu berbasa-basi untuk sekedar mendoakan agar Fitri cepat sembuh.Fitri yang menerima pesan merasa heran. Tidak biasanya Rahayu menjawab pesan nya dengan sesingkat itu. Biasanya ia akan mendoakan agar dirinya cepat sembuh.Rahayu kemudian beranjak dari kasurnya berniat untuk menunaikan kewajibannya beribadah setelah itu memasak seperti biasanya. Namun tiba-tiba suaminya ikut bangun dari ranjang dan mendahului Rahayu ke kamar mandi.Sadewo terlihat habis mencuci mukanya pagi-pagi sekali lalu mengakan setelan baju koko dan peci.
Setelah sampai di kantornya, Ardhi buru-buru menemui Luna yang sedang menunggu di ruang tunggu lobi tak jauh dari meja resepsionis. Wanita itu terlihat kesal hingga wajah cantiknya cemberut. Ia merasa tak seharusnya Rahayu dan petugas resepsionis melarangnya masuk. Dia adalah calon istri Ardhi, kedua orangtua Luna dan Ardhi sudah menjodohkan mereka berdua."Luna sorry aku sedikit terlambat karena melewati macet" Ucap Ardhi segera meminta maaf, wajah Luna yang terlihat ditekuk membuat Ardhi merasa tak nyaman. Mungkin gadis cantik itu merasa bosan karena terlalu lama menunggu."Aku merasa muak dengan karyawanmu yang bernama Rahayu!" Ucap Luna langsung menumpahkan kekesalanya.Ardhi malah terkekeh, menanggapinya."Kau tak boleh muak padanya, sudah kubilang berkali-kali dia adalah karyawan kepercayaan papaku!" Ucap Ardhi kembali mengingatkan Luna."Dia sangat norak dan kuno, bisa-bisanya dia melarangku masuk kantor hanya karena aku belum terdaftar sebagai karyawan di sini! Sangat tidak ma
"Selamat pagi Bu Rahayu" ucap seorang petugas sekuriti ramah saat Rahayu baru saja keluar dari mobilnya. "Selamat pagi Pak" Ucap Rahayu tersenyum, lalu menjawabnya sambil mengangguk. Rahayu kemudian berjalan menuju ke lobi kantornya, di sana sudah berdiri seorang resepsionis. "Selamat pagi Bu Rahayu" Ucap resepsionis tersebut. Rahayu pun tersenyum dan membalas salam dari resepsionis tersebut. Semua pegawai di kantornya terlihat ramah dan sangat menghormati Rahayu. Rahayu hendak menempelkan jari di mesin absensi, ketika seorang perempuan mendorong pintu di samping mesin absensi. Rahayu kaget, karena ternyata perempuan tersebut adalah Luna, yang kemarin sempat bersikap buruk padanya. Rahayu mundur, ia tak jadi menempelkan jarinya pada mesin absensi dan memilih untuk memperhatikan Luna.Luna terlihat kesulitan membuka pintu kaca yang ternyata terhubung dengan mesin finger print. Hal ini terjadi karena Luna yang tidak mempunyai akses masuk ke kantor tersebut, dirinya belum terdaftar s
Rahayu menjemput anaknya menggunakan mobil baru yang merupakan inventaris dari perusahaan atas kenaikan jabatanya menjadi manajer HRD. Ia bersyukur kini anaknya lebih aman saat harus dia antar-jemput dari daycare. Kini ia bisa membawa banyak barang bawaan keperluan anaknya tanpa harus kerepotan.Rahayu sampai di rumahnya, ia turun dari mobil tepat di depan rumahnya, lalu membuka gerbang rumahnya kemudian masuk kembali ke mobil untuk memarkir mobilnya di garasi. Yanti memicingkan matanya melihat Rahayu keluar dari mobil bersama Athala."Hm, sedang banyak uang rupanya Rahayu! Dia gak mau kasih aku uang belanja, ternyata uangnya ia belikan mobil. Dasar menantu gak tahu diri!" Ucap Yanti pada dirinya sendiri. Hatinya terasa panas mendidih melihat Rahayu pulang kerja mengendarai mobil yang terlihat sangat mulus."Assalamualaikum" Ucap Rahayu memasuki rumah"Walaikumsalam, mobil baru?" Tanya Yanti, langsung menodong Rahayu dengan pertanyaan. Yanti merasa kesal karena Rahayu tak lagi memberi
"Selamat pagi Rahayu, bagaimana keadaan Athala?" Ucap Pak Darmawan saat Rahayu menghadap ke ruangan bosnya di hari pertama datang ke kantor."Alhamdulilah saat ini sudah pulih Pak, maafkan saya karena banyak merepotkan dan tidak maksimal bekerja selama lebih dari dua minggu ini" Ucap Rahayu, ia menyadari bahwa performa kerjanya menurun akibat permasalahan dalam rumah tangganya dan kondisi anaknya yang sakit. "It's oke Rahayu, aku bisa memahami kondisimu, yang penting sekarang sudah terlewati" Ucap Darmawan, ia memperhatikan penampilan Rahayu pagi itu yang tampak lebih modis lalu tersenyum senang. "Pak, sebelumnya mohon maaf saya ingin menanyakan kembali terkait dengan inventaris mobil yang kemarin Bapak tawarkan untuk saya, apakah masih berlaku?" Tanya Rahayu sedikit tidak enak, pasalnya sebelumnya Rahayu menolak inventaris mobil dari perusahaanya. "Kamu sudah berubah pikiran rupanya?" Ledek Darmawan. Sebelumnya Rahayu berfikir belum membutuhkan mobil karena lebih nyaman menggunakan
Sudah lebih dari dua minggu Rahayu bekerja dari rumah karena mengurus Athala yang sakit. Kini, Athala sudah benar-benar sembuh sehingga Rahayu pun kembali ke kantornya.Rahayu kembali melakukan rutinitasnya sebelum berangkat kerja, ia menyiapkan untuk bekal Arkana ke sekolah dan bekal Athala di daycare. Bedanya, sekarang Rahayu enggan menyiapkan makanan untuk suami dan keluarga suaminya. Rahayu juga tak membawa bekal makan siang, biarlah nanti dia membeli makan siang di kantor.Setelah Arkana berangkat sekolah menggunakan mobil jemputan dari sekolahnya, Rahayu bergegas untuk berangkat kerja sekaligus membawa Athala untuk di titipkan di daycare."Rahayu, pagi-pagi sudah rapi begini, mau mulai berangkat ke kantor, ya?" Tanya Yanti dengan nada rama yang dibuat-buat, melihat menantunya berpenampilan fashionable ala wanita karir. Yanti menatap Rahayu dari ujung rambut sampai ujung kaki, penampilan Rahayu benar-benar berbeda tak seperti biasanya. Rambut pendek Rahayu yang kemarin hanya dia
Malam hari Sudah dua minggu Rahayu tidak datang ke kantor untuk bekerja. Beruntung bagi Rahayu karena Pak Darmawan memberikan dia keringanan untuk bisa bekerja dari rumah sambil menjaga anak-anaknya. Rahayu melihat Athala sudah pulih, anak itu sudah kembali ceria seperti biasanya. Berdasarkan hasil pemeriksaan dokter, tidak ada kondisi serius pada kesehatan Athala, membuat Rahayu sangat bersyukur meski traumanya belum sepenuhnya hilang. Sudah waktunya Rahayu untuk masuk kembali ke kantornya. Meskipun masih memiliki rasa takut ketika ingin meninggalkan anak-anaknya, namun rasanya tak mungkin ia berhenti bekerja. Rahayu adalah tulang punggung untuk keluarganya, tak bekerja artinya tak bisa makan. Anak-anaknya langsung tidur tak lama setelah Rahayu memberikan makan malam. Rahayu tak masak, ia memesan makanan secara online khusus untuk kedua anaknya saja. Rahayu mulai mencari informasi tentang daycare yang aman dan terpercaya untuk Athala. Ia mencari fasilitas yang ada cctv nya serta be
"Kalau begitu, lahirkan anak itu dan besarkan dia sendiri. Kami tak mau mengakuinya!" Yanti kembali berucap dengan bengis. Membuat Sarah kembali membelalakan matanya mendengar ucapan ibunya. Sementara Rahayu tetap datar tak berkespresi karena sudah terbiasa menghadapi sikap Ibu mertuanya yang tak berdab. Sartinah melirik ke arah Yanti dengan penuh emosi, sejak awal Yanti selalu bersikap tak ramah pada Sartinah dan keluarganya. Ibu kandung Fitri pun mulai merasa tak suka pada sikap Yanti. "Nak Rahayu?" Ucap Sartinah dengan tatapan penuh harapan. Ia berharap ada solusi yang adil untuk anaknya. "Tunggu Bu, saya tidak dapat memutuskan apapun. Saya juga korban di sini! Bagaimana kalo kita tanyakan pada pelakunya, apakah dia mau bertanggung jawab?" Ucap Rahayu masih dengan ekspresi datar sambil menatap Sadewo. Rahayu merasa tak nyaman dengan posisi Sartinah yang terus memohon di kakinya. Rahayu kemudian menuntun Sartinah agar kembali ke tempat duduknya semu
"Jika suami saya tak mau menikahi anak Bapak, bagaimana Pak?" Tanya Rahayu, membuat Kartono membelalakan matanya. "Terpaksa, saya akan membawa masalah ini ke ranah hukum" Ucap Kartono mantap. Ia berpikir akan meminta bantuan seseorang di desanya untuk membawa permasalahan anaknya ke ranah hukum jika tak dapat diselesaikan secara kekeluargaan. "Membawa ke ranah hukum? Kamu yakin kamu yang akan menang? Tahu apa kalian tentang masalah hukum?" Yanti yang merasa tak terima menyahut dengan meremehkan keluarga Kartono membuat suasana memanas. "Anak kami masih di bawah umur, kami bisa laporkan dengan tuduhan pelecehan seksual" Ucap Kartono dengan mantap. Kartono menatap Yanti dengan tatapan yang penuh ancaman membuat Yanti bergidik ngeri. Rahayu kembali menghela nafasnya. Rahayu berpikir ia harus memberitahukan apa yang dilakukan Fitri pada putranya. Ia ingin semua orang tahu apa yang sebenarnya terjadi. "Sebelum membawa ke ranah hukum, sebaiknya kita semua tahu dulu apa permasalahan yan
Yanti menatap tiga orang yang asing yang berada di teras rumahnya dengan tak suka. Mereka tampak berpakaian sederhana, layaknya orang yang baru datang dari desa."Pasti orang miskin yang meminta-minta" Batin Yanti menyimpulkan berdasarkan pakaian yang dikenakan.Seorang lelaki paruh baya menyodorkan tanganya hendak bersalaman, tetapi Yanti tak menyambutnya. Tiba-tiba Yanti membelalakkan matanya ketika mengenali salah satu dari tiga orang asing yang datang adalah Fitri."Beraninya kamu datang lagi kesini?" Ucap Yanti pada Fitri yang datang dengan kedua orangtuanya.Fitri hanya menunduk, ia takut pada Yanti. Sebenarnya sudah sejak awal Fitri melarang kedua orangtuanya untuk datang ke kota menemui Sadewo agar bertanggung jawab. Namun ayahnya terus memaksa sehingga membuat Fitri akhirnya menuruti kemauan ayahnya."Kami ingin bertemu dengan Sadewo, dia harus mempertanggung jawabkan perbuatannya pada anak kami" Ucap Kartono dengan suara tegas. Tak ada rasa takut sedikitpun pada diri Kartono