Rahayu sedang mengikuti meeting bersama Pak Darmawan team lainya untuk membahas mengenai pencapaian perusahaan dan menyusun strategi menghadapi bulan berikutnya. Namun fokusnya mulai terganggu akibat kondisi badanya yang kurang nyaman.
Awalnya Rahayu hanya merasa tidak enak badan sejak bangun tidur pagi tadi, namun ia mengabaikanya. Kini sepertinya kondisi kesehatanya semakin memburuk. Ia merasa kepalanya mulai pusing dan pandanganya kabur. Suara pak Darmawan yang sedang berbicara tiba-tiba tak dapat Rahayu dengar dengan jelas.
Pandangan Rahayu pun mulai berkunang-kunang. Awalnya hanya satu dua kunang-kunang yang berterbangan hingga lama kelamaan semakin banyak dan kencang kunang-kunang tersebut berterbangan dalam pandangan Rahayu.
Bruk! Rahayu terjatuh dari kursi di ruang meeting.
"Rahayu?!" Pekik Cintya yang kaget sekaligus panik melihat teman sekerjanya terjatuh. Pak Darmawan, Rafi dan Hartanti tak kalah paniknya. Mereka segera membawa Rahayu ke ruang unit kesehatan.
Rahayu segera dibaringkan di sebuah sofa yang terletak di ruang kesehatan yang sekaligus menjadi ruang laktasi bagi karyawan yang perempuan yang memiliki bayi. Hartanti memanggil OB untuk membuatkan teh hangat, sementara Cintya mencari minyak kayu putih untuk dibalurkan ke tubuh Rahayu yang mengeluarkan keringat dingin.
"Sebaiknya bawa Rahayu ke rumah sakit, aku khawatir dengan kesehatanya" Ucap Pak Darmawan melihat kondisi Rahayu yang terlihat pucat dengan keringat dingin membasahi wajahnya.
"Apakah Pak Sakir boleh mengantarkan Rahayu ke dokter Pak?" Tanya Hartanti sambil menerima teh hangat yang dibawakan oleh OB. Pak Sakir adalah supir pribadi Pak Darmawan, itu sebabnya Hartanti meminta ijin terlebih dahulu.
"Tentu saja, suruh Sakir mengantar Rahayu ke dokter Hartanti" Ucap Pak Darmawan. Lelaki paruh baya yang sangat menyayangi Rahayu itu tentu tak mau karyawan andalanya sakit.
Aroma minyak kayu putih di hidung Rahayu berhasil menyadarkanya dari pinsan. "Maaf, aku pusing sekali" Ucap Rahayu berusaha bangun dari sofa tempat dia berbaring.
"Sudah, tiduran dulu saja nanti kalo sudah baikan biarkan Pak Sakir mengantarmu" Ucap Cintya, wanita cantik itu masih sibuk menggosokan minyak kayu putih di kaki Rahayu.
Rahayu kembali tiduran di sofa seperti apa yang dikatakan Cintya. Kepalanya masih terasa pusing dan badanya sangat lemas. Ia baru ingat bahwa dirinya memang belum makan semenjak kemarin, ditambah kurang tidur karena harus menyelesaikan pekerjaan rumah setelah pulang kerja larut malam.
***
"Pak, saya rasa tidak perlu ke dokter, deh! Saya hanya ingin istirahat dan tidur di rumah" Ucap Rahayu kepada Pak Sakir ketika dirinya di dalam mobil.
Tadinya ia hendak ke dokter, namun Rahayu malas sekali jika harus mengantri dokter. Sedangkan dirinya tahu persis bahwa sumber penyakit yang saat ini dia rasakan adalah akibat dari kurang tidur dan terlambat makan.
"Tapi, apakah Ibu Rahayu yakin tidak apa-apa? Saya takut dimarahin Pak Bos loh Bu?!" Ucap Pak Sakir dengan logat Jawanya. Pak Sakir memang sering memanggil Pak Darmawan dengan julukan Pak Bos.
"Tidak apa-apa Pak, lagian saya males antrinya kalo ke dokter, mendingan buat tidur di rumah Pak" Ucap Rahayu meyakinkan.
"Baik Bu, saya antar ke rumah saja yah" Ucap Pak Sakir, lelaki itu kemudian membelokan mobilnya ke arah rumah Rahayu.
Rahayu mengangguk lalu memejamkan matanya, untuk mengurangi rasa pusing yang menderanya. Tadi ia sempat memakan roti di kantor untuk mengganjal perutnya yang belum terisi makanan sejak kemarin, kali ini rasa lemas di tubuhnya sudah sedikit berkurang. Namun rasa pusingnya sama sekali belum berkurang bahkan ia merasa sedikit mual akibat naik mobil.
"Bu, sudah sampai" Ucap Pak Sakir sopan, ia terlihat ragu membangunkan Rahayu yang tertidur.
"Oh sudah yah Pak, saya turun dulu Pak, makasih yah" Ucap Rahayu, ia berusaha turun dari mobil sambil memegangi kepalanya yang terasa pusing.
Rahayu memasuki rumahnya yang terasa sepi, gerbangnya ternyata tak di kunci. Ia tak melihat motor Sarah, adik iparnya itu pasti sedang kuliah. Tetapi terlihat sandal mba Fitri dan sandal Sadewo, artiya mereka ada di rumah. Saat Rahayu memegang gagang pintu untuk membukanya, ternyata pintunya terkunci.
Tok Tok Tok!
"Assalamualaikum Mas Dewo, Mba Fitri" Ucap Rahayu dengan suara kencang, namun pintu tak segera di buka. Rahayu yang merasa pusing akhirnya menekan bel rumah kemudian duduk di kursi teras demi menenangkan dirinya yang merasa sangat pusing.
"Lama sekali sih Mas Sadewo dan Mba Fitri" Ucap Rahayu, ia hendak menekan bel sekali lagi, namun tiba-tiba Sadewo membuka pintu rumahnya dengan bertelanjang dada.
Wajah Sadewo terlihat pucat dengan rambut acak-acakan membuat Rahayu heran. "Kamu sakit Mas?" Tanya Rahayu memastikan kondisi suaminya.
"Emm,, ini Yu, aku cuma sedikit lelah saja" Ucap Sadewo grogi.
"Makanya jangan main game terus dong Mas!" Ucap Rahayu jengkel sambil berjalan memasuki rumahnya. Rahayu menduga Sadewo asik-asikan bermain game hingga ia pucat begitu.
Rahayu celingukan memasuki rumah yang terasa sepi tak seperti biasanya.
"Ibu kemana Mas?" Tanya Rahayu ingin tahu.
"Ibu Arisan, Sarah kuliah" Ucap Sadewo, lelaki itu mengikuti Rahayu dengan salah tingkah.
"Athala kemana?" Tanya Rahayu sambil mengerutkan keningnya, ia lalu berjalan menuju kamar Arkana dan Athala
"Athala tidur siang di kamar sama mbak Fitri" Ucap Sadewo masih membuntuti kemana langkah Rahayu.
Rahayu membuka kamar Arkana dan Athala, terlihat Athala yang sedang tidur sementara mba Fitri sedang sibuk mengganti seprai dir ranjang Arkana. Kondisi mbak Fitri juga terlihat kacau dengan muka pucat dan rambut di ikat ke atas ala kadarnya yang terlihat berantakan. Lagi-lagi Rahayu heran.
"Bukankah tadi pagi ia sudah membereskan tempat tidur kedua anaknya, kenapa sekarang berantakan lagi?" Batin Rahayu
Pikiran buruk mulai singgah di kepala Rahayu, namun karena dirinya merasa sangat pusing, ia mencoba untuk mengabaikanya. Rahayu lalu berjalan ke kamarnya, ia berniat untuk istirahat sejenak sebelum kembali bekerja. Ia tahu, rasa pusing di kepalanya diakibatkan oleh kurang tidur.
Ardhiansyah yang baru saja putus dari pacar bulenya akhirnya pulang ke Jakarta. Awalnya, ia bersikeras untuk tinggal di Inggris dan enggan kembali ke Indonesia. Namun kandasnya cinta kasih Ardhiansyah dengan pacar bulenya membuat ia ingin meninggalkan Inggris memulai hidup baru di Indonesia."Papa senang kamu akhirnya pulang ke rumah, Nak!" Ucap Pak Darmawan pada putra semata wayangnya. Mereka berdua sedang menikmati makan malam."Apakah itu artinya Papa senang karena aku putuh dengan Clowy?" Tanya Ardhiansyah, ia tahu Papanya tak pernah setuju dirinya menjalin hubungan dengan perempuan bule."Papa hanya tidak ingin kamu jauh, Nak! Kau tau kan Papa tingga sendiri di Jakarta? Papa kesepian" Ucap lelaki tua itu dengan suara lemah. Sungguh berbeda dengan Pak Darmawan saat berada di kantor yang tegas dan berwibawa.Pak Darmawan hanya mempunyai seorang putra yaitu Ardhiansyah. Sementara istrinya telah lima tahun meninggalkanya karena suatu penyakit."Maafkan Ardhi Pah, Ardhi terlalu egois
"Bu Rahayu, sebagai perkenalan dan ungkapan terimakasih karena sudah dikenalkan ke seluruh karyawan di perusahaan ini, saya mau traktir Ibu makan siang, bagaimana?" Ucap Ardhi ketika mereka berada di lift untuk naik ke lantai atas. Rencananya Rahayu akan mengantarkan Ardhi menuju ruang kerjanya dan memperkenalkan pada teamnya."Makan siang? Wah apa tidak merepotkan Pak Ardhi?" Tanya Rahayu, ia sebenarnya ragu menerima tawaran makan siang dari Ardhi, apalagi dirinya juga sudah membawa bekal. Namun Rahayu juga tak enak jika menolaknya."Enggaklah, namanya juga ucapan terimakasih masa merepotkan!" Ardhi tersenyum, membuat jantung Rahayu ingin melompat keluar karena menatap wajah ganteng Ardhi. Sebenarnya bukan hanya Rahayu, siapapun wanita yang melihat Ardhi pasti akan terpesona.Betapa tidak, sebagai seorang pria, Ardhi bisa dibilang sebagai sosok pria sempurna. Ia memiliki wajah tampan, postur badan yang atletis dengan tinggi badan mencapai 175cm. Ardhi juga memiliki sifat yang ramah,
Seperti biasa, setelah pulang kerja Rahayu harus mengerjakan pekerjaan rumah seperti mencuci piring, membereskan mainan anaknya, menyapu hingga mengepel lantai. Meskipun kemarin ia sempat pinsan di kantor karena kelelahan dan telat makan, tetapi siapa lagi yang akan mengerjakan pekerjaan rumah jika bukan dirinya.Tak ada orang lain yang peduli dengan kerepotan Rahayu di rumah ini. Suaminya tak bisa diandalkan untuk mengerjakan pekerjaan rumah. Rahayu terlalu lelah jika harus bertengkar dengan suaminya untuk meributkan masalah pekerjaan rumah. Sementara Ibu mertuanya jelas tak mau tau urusan rumah tangga di rumah Rahayu, dia bahkan menganggap Rahayu menantu durhaka jika sampai meminta tolong untuk mengerjakan pekerjaan rumah. Satu-satunya orang yang mau membantu mengerjakan pekerjaan rumah adalah Sarah, tetapi dia hanya mengerjakan urusannya sendiri saja, misalnya mencuci bajunya sendiri dan menyapu kamarnya sendiri. Walaupun begitu, Rahayu sudah bersyukur dengan sikap adik iparnya ya
[Selamat pagi Bu, maaf hari ini Fitri ijin tidak masuk kerja yah, Fitri kurang enak badan, nih!] Sebuah pesan singkat masuk ke Hanphone Rahayu. Rahayu membacanya dan tersenyum sinis.Awalnya Rahayu ingin menginterogasi Fitri tentang penemuan antingnya. Sayangnya Fitri malah tidak masuk kerja. Rahayu kemudian mengetikan sebuah pesan singkat [ok] lalu mengirimkanya ke nomor Fitri sebagai balasan atas pesan yang ia terima. Hatinya yang masih sakit membuatnya tak mampu berbasa-basi untuk sekedar mendoakan agar Fitri cepat sembuh.Fitri yang menerima pesan merasa heran. Tidak biasanya Rahayu menjawab pesan nya dengan sesingkat itu. Biasanya ia akan mendoakan agar dirinya cepat sembuh.Rahayu kemudian beranjak dari kasurnya berniat untuk menunaikan kewajibannya beribadah setelah itu memasak seperti biasanya. Namun tiba-tiba suaminya ikut bangun dari ranjang dan mendahului Rahayu ke kamar mandi.Sadewo terlihat habis mencuci mukanya pagi-pagi sekali lalu mengakan setelan baju koko dan peci.
"Hari ini tolong temani aku meeting dengan klien!" Ucap Ardhiansyah pada Rahayu yang terlihat sedang asyik mengotak-atik handphone nya. Rahayu cukup kaget karena tidak tahu kapan datangnya Ardhi hingga tiba-tiba sudah berada di dekatnya. "Saya Pak?" Tanya Rahayu memastikan. "Tidak ada orang lain di sini kan? ya jelas kamu lah!" Jawab Ardhiansyah sedikit membentak. Rahayu baru tahu ternyata Ardhi tak seramah yang ia kira. Waktu memang belum menunjukan pukul delapan pagi, artinya belum memasuki jam kerja. Wajar jika belum banyak karyawan yang datang. Itu sebabnya Rahayu berada di ruang kerjanya sendirian. "Bapak tidak salah ajak saya bertemu klien? saya ini manager HRD bukan marketing?!" Protes Rahayu. Dia memang tak pernah menemui klien selama ini. Tugasnya lebih banyak mengurus masalah kepegawaian dan urusan internal perusahaan. "Tapi papa bilang kamu yang paling tahu tentang seluk-beluk perusahaan ini. Tak ada salahnya kamu mempelajari semuanya. Sekarang cepatlah bersiap-siap,
Lalu Rahayu beralih ke kamera cctv lainya yang terletak di ruang keluarga, di sana terlihat tak ada siapa-siapa. Kamar Ibu mertuanya juga terlihat tertutup. Mungkin Ibu sedang di kamar atau pergi bersama geng sosialitanya. Rahayu tak begitu memusingkan hal tersebut. "Ekhem" Ardhi yang merasa dicueki berdehem sambil menyetir saat melihat Rahayu serius menatap layar handphone sementara dirinya menyetir. Rahayu reflek segera menghentikan aktivitasnya memantau cctv rumah, lalu memasukan handphone nya ke dalam saku. Ia paham perilakunya kurang sopan karena Ardhi sebagai bosnya sedang menyetir sementara dirinya malah asyik pada handphonenya. "Maaf Pak" ucap Rahayu merasa bersalah. "Nontonin apa'an sih, seru banget!" Sindir Ardhi, membuat Rahayu merasa semakin tak enak hati. "Eh enggak Pak, bukan apa-apa!" Ucap Rahayu berbohong. "Sebentar lagi kita sampai di klien. Kamu harus bisa membantuku presentasi tentang perusahaan kita, ma
Rahayu segera memasuki mobil bersama Ardhian setelah acara presentasi selesai. Hari sudah cukup siang dan waktu makan siang pun sudah terlewat karena tadi terlalu asyik mengobrol dengan calon customer.Tak sabar, Rahayu segera mengeluarkan handphone yang ia simpan di dalam tasnya. Entah kenapa perasaanya mengarahkan Rahayu untuk selalu memantau cctv yang baru dia pasang secara sembunyi-sembunyi tadi malam.Ardhi melirik kelakuan Rahayu yang memainkan handphone sementara dia sebagai pemilik perusahaan mala menyetir mobil. "Enak banget yah disupirin sama bos!" Ucap Ardhi menyindir Rahayu."Bapak mau saya yang bawa mobil?" Jawab Rahayu, tanganya masih memegang handphone karena belum berniat menghentikan aktivitasnya memantau cctv sebelum melihat keadaan rumah."Tidak, kau pikir aku lelaki lemah!" Ucap Ardhian kesal. Bagaimana mungkin ia akan membiarkan Rahayu yang seorang wanita untuk menyetir sementara dia duduk santai di belakangnya.Rahayu tak begitu memperhatikan Ardhian, matanya fok
Rahayu menunggu di depan ruang UGD dengan kalut. Ia terduduk lemas karena terlalu cemas memikirkan kondisi anaknya. Ia hanya duduk menunduk sambil menutupi wajahnya dengan kedua tanganya yang bertumpu pada lutut.Perasaanya saat ini benar-benar kacau. Setelah mendapati suaminya selingkuh di depan matanya, kini putranya berada di rumah sakit dalam keadaan kritis. Rahayu terus menangis mengkhawatrikan Athala hingga matanya terlihat sembab karena terlalu banyak mengeluarkan air mata. "Rahayu, tenanglah semua akan baik-baik saja" Ucap Ardhi berusaha menenangkan Rahayu, meskipun i tahu bagaimana mungkin Rahayu bisa tenang dengan apa yang sedang dialami saat ini. Ardhiansyah baru sempat mendekati Rahayu setelah sedari dari tadi sibuk mengurus keperluan administrasi rumah sakit untuk Athala."Terimakasih banyak telah membantu saya Pak Ardhi, maafkan karena Bapak jadi ikut repot dengan semua permasalahan saya. Pak Ardhi bisa pulang saya bisa mengatasi semuanya" Ucap Rahayu lemah. Ia merasa t
Setelah sampai di kantornya, Ardhi buru-buru menemui Luna yang sedang menunggu di ruang tunggu lobi tak jauh dari meja resepsionis. Wanita itu terlihat kesal hingga wajah cantiknya cemberut. Ia merasa tak seharusnya Rahayu dan petugas resepsionis melarangnya masuk. Dia adalah calon istri Ardhi, kedua orangtua Luna dan Ardhi sudah menjodohkan mereka berdua."Luna sorry aku sedikit terlambat karena melewati macet" Ucap Ardhi segera meminta maaf, wajah Luna yang terlihat ditekuk membuat Ardhi merasa tak nyaman. Mungkin gadis cantik itu merasa bosan karena terlalu lama menunggu."Aku merasa muak dengan karyawanmu yang bernama Rahayu!" Ucap Luna langsung menumpahkan kekesalanya.Ardhi malah terkekeh, menanggapinya."Kau tak boleh muak padanya, sudah kubilang berkali-kali dia adalah karyawan kepercayaan papaku!" Ucap Ardhi kembali mengingatkan Luna."Dia sangat norak dan kuno, bisa-bisanya dia melarangku masuk kantor hanya karena aku belum terdaftar sebagai karyawan di sini! Sangat tidak ma
"Selamat pagi Bu Rahayu" ucap seorang petugas sekuriti ramah saat Rahayu baru saja keluar dari mobilnya. "Selamat pagi Pak" Ucap Rahayu tersenyum, lalu menjawabnya sambil mengangguk. Rahayu kemudian berjalan menuju ke lobi kantornya, di sana sudah berdiri seorang resepsionis. "Selamat pagi Bu Rahayu" Ucap resepsionis tersebut. Rahayu pun tersenyum dan membalas salam dari resepsionis tersebut. Semua pegawai di kantornya terlihat ramah dan sangat menghormati Rahayu. Rahayu hendak menempelkan jari di mesin absensi, ketika seorang perempuan mendorong pintu di samping mesin absensi. Rahayu kaget, karena ternyata perempuan tersebut adalah Luna, yang kemarin sempat bersikap buruk padanya. Rahayu mundur, ia tak jadi menempelkan jarinya pada mesin absensi dan memilih untuk memperhatikan Luna.Luna terlihat kesulitan membuka pintu kaca yang ternyata terhubung dengan mesin finger print. Hal ini terjadi karena Luna yang tidak mempunyai akses masuk ke kantor tersebut, dirinya belum terdaftar s
Rahayu menjemput anaknya menggunakan mobil baru yang merupakan inventaris dari perusahaan atas kenaikan jabatanya menjadi manajer HRD. Ia bersyukur kini anaknya lebih aman saat harus dia antar-jemput dari daycare. Kini ia bisa membawa banyak barang bawaan keperluan anaknya tanpa harus kerepotan.Rahayu sampai di rumahnya, ia turun dari mobil tepat di depan rumahnya, lalu membuka gerbang rumahnya kemudian masuk kembali ke mobil untuk memarkir mobilnya di garasi. Yanti memicingkan matanya melihat Rahayu keluar dari mobil bersama Athala."Hm, sedang banyak uang rupanya Rahayu! Dia gak mau kasih aku uang belanja, ternyata uangnya ia belikan mobil. Dasar menantu gak tahu diri!" Ucap Yanti pada dirinya sendiri. Hatinya terasa panas mendidih melihat Rahayu pulang kerja mengendarai mobil yang terlihat sangat mulus."Assalamualaikum" Ucap Rahayu memasuki rumah"Walaikumsalam, mobil baru?" Tanya Yanti, langsung menodong Rahayu dengan pertanyaan. Yanti merasa kesal karena Rahayu tak lagi memberi
"Selamat pagi Rahayu, bagaimana keadaan Athala?" Ucap Pak Darmawan saat Rahayu menghadap ke ruangan bosnya di hari pertama datang ke kantor."Alhamdulilah saat ini sudah pulih Pak, maafkan saya karena banyak merepotkan dan tidak maksimal bekerja selama lebih dari dua minggu ini" Ucap Rahayu, ia menyadari bahwa performa kerjanya menurun akibat permasalahan dalam rumah tangganya dan kondisi anaknya yang sakit. "It's oke Rahayu, aku bisa memahami kondisimu, yang penting sekarang sudah terlewati" Ucap Darmawan, ia memperhatikan penampilan Rahayu pagi itu yang tampak lebih modis lalu tersenyum senang. "Pak, sebelumnya mohon maaf saya ingin menanyakan kembali terkait dengan inventaris mobil yang kemarin Bapak tawarkan untuk saya, apakah masih berlaku?" Tanya Rahayu sedikit tidak enak, pasalnya sebelumnya Rahayu menolak inventaris mobil dari perusahaanya. "Kamu sudah berubah pikiran rupanya?" Ledek Darmawan. Sebelumnya Rahayu berfikir belum membutuhkan mobil karena lebih nyaman menggunakan
Sudah lebih dari dua minggu Rahayu bekerja dari rumah karena mengurus Athala yang sakit. Kini, Athala sudah benar-benar sembuh sehingga Rahayu pun kembali ke kantornya.Rahayu kembali melakukan rutinitasnya sebelum berangkat kerja, ia menyiapkan untuk bekal Arkana ke sekolah dan bekal Athala di daycare. Bedanya, sekarang Rahayu enggan menyiapkan makanan untuk suami dan keluarga suaminya. Rahayu juga tak membawa bekal makan siang, biarlah nanti dia membeli makan siang di kantor.Setelah Arkana berangkat sekolah menggunakan mobil jemputan dari sekolahnya, Rahayu bergegas untuk berangkat kerja sekaligus membawa Athala untuk di titipkan di daycare."Rahayu, pagi-pagi sudah rapi begini, mau mulai berangkat ke kantor, ya?" Tanya Yanti dengan nada rama yang dibuat-buat, melihat menantunya berpenampilan fashionable ala wanita karir. Yanti menatap Rahayu dari ujung rambut sampai ujung kaki, penampilan Rahayu benar-benar berbeda tak seperti biasanya. Rambut pendek Rahayu yang kemarin hanya dia
Malam hari Sudah dua minggu Rahayu tidak datang ke kantor untuk bekerja. Beruntung bagi Rahayu karena Pak Darmawan memberikan dia keringanan untuk bisa bekerja dari rumah sambil menjaga anak-anaknya. Rahayu melihat Athala sudah pulih, anak itu sudah kembali ceria seperti biasanya. Berdasarkan hasil pemeriksaan dokter, tidak ada kondisi serius pada kesehatan Athala, membuat Rahayu sangat bersyukur meski traumanya belum sepenuhnya hilang. Sudah waktunya Rahayu untuk masuk kembali ke kantornya. Meskipun masih memiliki rasa takut ketika ingin meninggalkan anak-anaknya, namun rasanya tak mungkin ia berhenti bekerja. Rahayu adalah tulang punggung untuk keluarganya, tak bekerja artinya tak bisa makan. Anak-anaknya langsung tidur tak lama setelah Rahayu memberikan makan malam. Rahayu tak masak, ia memesan makanan secara online khusus untuk kedua anaknya saja. Rahayu mulai mencari informasi tentang daycare yang aman dan terpercaya untuk Athala. Ia mencari fasilitas yang ada cctv nya serta be
"Kalau begitu, lahirkan anak itu dan besarkan dia sendiri. Kami tak mau mengakuinya!" Yanti kembali berucap dengan bengis. Membuat Sarah kembali membelalakan matanya mendengar ucapan ibunya. Sementara Rahayu tetap datar tak berkespresi karena sudah terbiasa menghadapi sikap Ibu mertuanya yang tak berdab. Sartinah melirik ke arah Yanti dengan penuh emosi, sejak awal Yanti selalu bersikap tak ramah pada Sartinah dan keluarganya. Ibu kandung Fitri pun mulai merasa tak suka pada sikap Yanti. "Nak Rahayu?" Ucap Sartinah dengan tatapan penuh harapan. Ia berharap ada solusi yang adil untuk anaknya. "Tunggu Bu, saya tidak dapat memutuskan apapun. Saya juga korban di sini! Bagaimana kalo kita tanyakan pada pelakunya, apakah dia mau bertanggung jawab?" Ucap Rahayu masih dengan ekspresi datar sambil menatap Sadewo. Rahayu merasa tak nyaman dengan posisi Sartinah yang terus memohon di kakinya. Rahayu kemudian menuntun Sartinah agar kembali ke tempat duduknya semu
"Jika suami saya tak mau menikahi anak Bapak, bagaimana Pak?" Tanya Rahayu, membuat Kartono membelalakan matanya. "Terpaksa, saya akan membawa masalah ini ke ranah hukum" Ucap Kartono mantap. Ia berpikir akan meminta bantuan seseorang di desanya untuk membawa permasalahan anaknya ke ranah hukum jika tak dapat diselesaikan secara kekeluargaan. "Membawa ke ranah hukum? Kamu yakin kamu yang akan menang? Tahu apa kalian tentang masalah hukum?" Yanti yang merasa tak terima menyahut dengan meremehkan keluarga Kartono membuat suasana memanas. "Anak kami masih di bawah umur, kami bisa laporkan dengan tuduhan pelecehan seksual" Ucap Kartono dengan mantap. Kartono menatap Yanti dengan tatapan yang penuh ancaman membuat Yanti bergidik ngeri. Rahayu kembali menghela nafasnya. Rahayu berpikir ia harus memberitahukan apa yang dilakukan Fitri pada putranya. Ia ingin semua orang tahu apa yang sebenarnya terjadi. "Sebelum membawa ke ranah hukum, sebaiknya kita semua tahu dulu apa permasalahan yan
Yanti menatap tiga orang yang asing yang berada di teras rumahnya dengan tak suka. Mereka tampak berpakaian sederhana, layaknya orang yang baru datang dari desa."Pasti orang miskin yang meminta-minta" Batin Yanti menyimpulkan berdasarkan pakaian yang dikenakan.Seorang lelaki paruh baya menyodorkan tanganya hendak bersalaman, tetapi Yanti tak menyambutnya. Tiba-tiba Yanti membelalakkan matanya ketika mengenali salah satu dari tiga orang asing yang datang adalah Fitri."Beraninya kamu datang lagi kesini?" Ucap Yanti pada Fitri yang datang dengan kedua orangtuanya.Fitri hanya menunduk, ia takut pada Yanti. Sebenarnya sudah sejak awal Fitri melarang kedua orangtuanya untuk datang ke kota menemui Sadewo agar bertanggung jawab. Namun ayahnya terus memaksa sehingga membuat Fitri akhirnya menuruti kemauan ayahnya."Kami ingin bertemu dengan Sadewo, dia harus mempertanggung jawabkan perbuatannya pada anak kami" Ucap Kartono dengan suara tegas. Tak ada rasa takut sedikitpun pada diri Kartono