Rahayu sedang mengikuti meeting bersama Pak Darmawan team lainya untuk membahas mengenai pencapaian perusahaan dan menyusun strategi menghadapi bulan berikutnya. Namun fokusnya mulai terganggu akibat kondisi badanya yang kurang nyaman.
Awalnya Rahayu hanya merasa tidak enak badan sejak bangun tidur pagi tadi, namun ia mengabaikanya. Kini sepertinya kondisi kesehatanya semakin memburuk. Ia merasa kepalanya mulai pusing dan pandanganya kabur. Suara pak Darmawan yang sedang berbicara tiba-tiba tak dapat Rahayu dengar dengan jelas.
Pandangan Rahayu pun mulai berkunang-kunang. Awalnya hanya satu dua kunang-kunang yang berterbangan hingga lama kelamaan semakin banyak dan kencang kunang-kunang tersebut berterbangan dalam pandangan Rahayu.
Bruk! Rahayu terjatuh dari kursi di ruang meeting.
"Rahayu?!" Pekik Cintya yang kaget sekaligus panik melihat teman sekerjanya terjatuh. Pak Darmawan, Rafi dan Hartanti tak kalah paniknya. Mereka segera membawa Rahayu ke ruang unit kesehatan.
Rahayu segera dibaringkan di sebuah sofa yang terletak di ruang kesehatan yang sekaligus menjadi ruang laktasi bagi karyawan yang perempuan yang memiliki bayi. Hartanti memanggil OB untuk membuatkan teh hangat, sementara Cintya mencari minyak kayu putih untuk dibalurkan ke tubuh Rahayu yang mengeluarkan keringat dingin.
"Sebaiknya bawa Rahayu ke rumah sakit, aku khawatir dengan kesehatanya" Ucap Pak Darmawan melihat kondisi Rahayu yang terlihat pucat dengan keringat dingin membasahi wajahnya.
"Apakah Pak Sakir boleh mengantarkan Rahayu ke dokter Pak?" Tanya Hartanti sambil menerima teh hangat yang dibawakan oleh OB. Pak Sakir adalah supir pribadi Pak Darmawan, itu sebabnya Hartanti meminta ijin terlebih dahulu.
"Tentu saja, suruh Sakir mengantar Rahayu ke dokter Hartanti" Ucap Pak Darmawan. Lelaki paruh baya yang sangat menyayangi Rahayu itu tentu tak mau karyawan andalanya sakit.
Aroma minyak kayu putih di hidung Rahayu berhasil menyadarkanya dari pinsan. "Maaf, aku pusing sekali" Ucap Rahayu berusaha bangun dari sofa tempat dia berbaring.
"Sudah, tiduran dulu saja nanti kalo sudah baikan biarkan Pak Sakir mengantarmu" Ucap Cintya, wanita cantik itu masih sibuk menggosokan minyak kayu putih di kaki Rahayu.
Rahayu kembali tiduran di sofa seperti apa yang dikatakan Cintya. Kepalanya masih terasa pusing dan badanya sangat lemas. Ia baru ingat bahwa dirinya memang belum makan semenjak kemarin, ditambah kurang tidur karena harus menyelesaikan pekerjaan rumah setelah pulang kerja larut malam.
***
"Pak, saya rasa tidak perlu ke dokter, deh! Saya hanya ingin istirahat dan tidur di rumah" Ucap Rahayu kepada Pak Sakir ketika dirinya di dalam mobil.
Tadinya ia hendak ke dokter, namun Rahayu malas sekali jika harus mengantri dokter. Sedangkan dirinya tahu persis bahwa sumber penyakit yang saat ini dia rasakan adalah akibat dari kurang tidur dan terlambat makan.
"Tapi, apakah Ibu Rahayu yakin tidak apa-apa? Saya takut dimarahin Pak Bos loh Bu?!" Ucap Pak Sakir dengan logat Jawanya. Pak Sakir memang sering memanggil Pak Darmawan dengan julukan Pak Bos.
"Tidak apa-apa Pak, lagian saya males antrinya kalo ke dokter, mendingan buat tidur di rumah Pak" Ucap Rahayu meyakinkan.
"Baik Bu, saya antar ke rumah saja yah" Ucap Pak Sakir, lelaki itu kemudian membelokan mobilnya ke arah rumah Rahayu.
Rahayu mengangguk lalu memejamkan matanya, untuk mengurangi rasa pusing yang menderanya. Tadi ia sempat memakan roti di kantor untuk mengganjal perutnya yang belum terisi makanan sejak kemarin, kali ini rasa lemas di tubuhnya sudah sedikit berkurang. Namun rasa pusingnya sama sekali belum berkurang bahkan ia merasa sedikit mual akibat naik mobil.
"Bu, sudah sampai" Ucap Pak Sakir sopan, ia terlihat ragu membangunkan Rahayu yang tertidur.
"Oh sudah yah Pak, saya turun dulu Pak, makasih yah" Ucap Rahayu, ia berusaha turun dari mobil sambil memegangi kepalanya yang terasa pusing.
Rahayu memasuki rumahnya yang terasa sepi, gerbangnya ternyata tak di kunci. Ia tak melihat motor Sarah, adik iparnya itu pasti sedang kuliah. Tetapi terlihat sandal mba Fitri dan sandal Sadewo, artiya mereka ada di rumah. Saat Rahayu memegang gagang pintu untuk membukanya, ternyata pintunya terkunci.
Tok Tok Tok!
"Assalamualaikum Mas Dewo, Mba Fitri" Ucap Rahayu dengan suara kencang, namun pintu tak segera di buka. Rahayu yang merasa pusing akhirnya menekan bel rumah kemudian duduk di kursi teras demi menenangkan dirinya yang merasa sangat pusing.
"Lama sekali sih Mas Sadewo dan Mba Fitri" Ucap Rahayu, ia hendak menekan bel sekali lagi, namun tiba-tiba Sadewo membuka pintu rumahnya dengan bertelanjang dada.
Wajah Sadewo terlihat pucat dengan rambut acak-acakan membuat Rahayu heran. "Kamu sakit Mas?" Tanya Rahayu memastikan kondisi suaminya.
"Emm,, ini Yu, aku cuma sedikit lelah saja" Ucap Sadewo grogi.
"Makanya jangan main game terus dong Mas!" Ucap Rahayu jengkel sambil berjalan memasuki rumahnya. Rahayu menduga Sadewo asik-asikan bermain game hingga ia pucat begitu.
Rahayu celingukan memasuki rumah yang terasa sepi tak seperti biasanya.
"Ibu kemana Mas?" Tanya Rahayu ingin tahu.
"Ibu Arisan, Sarah kuliah" Ucap Sadewo, lelaki itu mengikuti Rahayu dengan salah tingkah.
"Athala kemana?" Tanya Rahayu sambil mengerutkan keningnya, ia lalu berjalan menuju kamar Arkana dan Athala
"Athala tidur siang di kamar sama mbak Fitri" Ucap Sadewo masih membuntuti kemana langkah Rahayu.
Rahayu membuka kamar Arkana dan Athala, terlihat Athala yang sedang tidur sementara mba Fitri sedang sibuk mengganti seprai dir ranjang Arkana. Kondisi mbak Fitri juga terlihat kacau dengan muka pucat dan rambut di ikat ke atas ala kadarnya yang terlihat berantakan. Lagi-lagi Rahayu heran.
"Bukankah tadi pagi ia sudah membereskan tempat tidur kedua anaknya, kenapa sekarang berantakan lagi?" Batin Rahayu
Pikiran buruk mulai singgah di kepala Rahayu, namun karena dirinya merasa sangat pusing, ia mencoba untuk mengabaikanya. Rahayu lalu berjalan ke kamarnya, ia berniat untuk istirahat sejenak sebelum kembali bekerja. Ia tahu, rasa pusing di kepalanya diakibatkan oleh kurang tidur.
Ardhiansyah yang baru saja putus dari pacar bulenya akhirnya pulang ke Jakarta. Awalnya, ia bersikeras untuk tinggal di Inggris dan enggan kembali ke Indonesia. Namun kandasnya cinta kasih Ardhiansyah dengan pacar bulenya membuat ia ingin meninggalkan Inggris memulai hidup baru di Indonesia."Papa senang kamu akhirnya pulang ke rumah, Nak!" Ucap Pak Darmawan pada putra semata wayangnya. Mereka berdua sedang menikmati makan malam."Apakah itu artinya Papa senang karena aku putuh dengan Clowy?" Tanya Ardhiansyah, ia tahu Papanya tak pernah setuju dirinya menjalin hubungan dengan perempuan bule."Papa hanya tidak ingin kamu jauh, Nak! Kau tau kan Papa tingga sendiri di Jakarta? Papa kesepian" Ucap lelaki tua itu dengan suara lemah. Sungguh berbeda dengan Pak Darmawan saat berada di kantor yang tegas dan berwibawa.Pak Darmawan hanya mempunyai seorang putra yaitu Ardhiansyah. Sementara istrinya telah lima tahun meninggalkanya karena suatu penyakit."Maafkan Ardhi Pah, Ardhi terlalu egois
"Bu Rahayu, sebagai perkenalan dan ungkapan terimakasih karena sudah dikenalkan ke seluruh karyawan di perusahaan ini, saya mau traktir Ibu makan siang, bagaimana?" Ucap Ardhi ketika mereka berada di lift untuk naik ke lantai atas. Rencananya Rahayu akan mengantarkan Ardhi menuju ruang kerjanya dan memperkenalkan pada teamnya."Makan siang? Wah apa tidak merepotkan Pak Ardhi?" Tanya Rahayu, ia sebenarnya ragu menerima tawaran makan siang dari Ardhi, apalagi dirinya juga sudah membawa bekal. Namun Rahayu juga tak enak jika menolaknya."Enggaklah, namanya juga ucapan terimakasih masa merepotkan!" Ardhi tersenyum, membuat jantung Rahayu ingin melompat keluar karena menatap wajah ganteng Ardhi. Sebenarnya bukan hanya Rahayu, siapapun wanita yang melihat Ardhi pasti akan terpesona.Betapa tidak, sebagai seorang pria, Ardhi bisa dibilang sebagai sosok pria sempurna. Ia memiliki wajah tampan, postur badan yang atletis dengan tinggi badan mencapai 175cm. Ardhi juga memiliki sifat yang ramah,
Seperti biasa, setelah pulang kerja Rahayu harus mengerjakan pekerjaan rumah seperti mencuci piring, membereskan mainan anaknya, menyapu hingga mengepel lantai. Meskipun kemarin ia sempat pinsan di kantor karena kelelahan dan telat makan, tetapi siapa lagi yang akan mengerjakan pekerjaan rumah jika bukan dirinya.Tak ada orang lain yang peduli dengan kerepotan Rahayu di rumah ini. Suaminya tak bisa diandalkan untuk mengerjakan pekerjaan rumah. Rahayu terlalu lelah jika harus bertengkar dengan suaminya untuk meributkan masalah pekerjaan rumah. Sementara Ibu mertuanya jelas tak mau tau urusan rumah tangga di rumah Rahayu, dia bahkan menganggap Rahayu menantu durhaka jika sampai meminta tolong untuk mengerjakan pekerjaan rumah. Satu-satunya orang yang mau membantu mengerjakan pekerjaan rumah adalah Sarah, tetapi dia hanya mengerjakan urusannya sendiri saja, misalnya mencuci bajunya sendiri dan menyapu kamarnya sendiri. Walaupun begitu, Rahayu sudah bersyukur dengan sikap adik iparnya ya
[Selamat pagi Bu, maaf hari ini Fitri ijin tidak masuk kerja yah, Fitri kurang enak badan, nih!] Sebuah pesan singkat masuk ke Hanphone Rahayu. Rahayu membacanya dan tersenyum sinis.Awalnya Rahayu ingin menginterogasi Fitri tentang penemuan antingnya. Sayangnya Fitri malah tidak masuk kerja. Rahayu kemudian mengetikan sebuah pesan singkat [ok] lalu mengirimkanya ke nomor Fitri sebagai balasan atas pesan yang ia terima. Hatinya yang masih sakit membuatnya tak mampu berbasa-basi untuk sekedar mendoakan agar Fitri cepat sembuh.Fitri yang menerima pesan merasa heran. Tidak biasanya Rahayu menjawab pesan nya dengan sesingkat itu. Biasanya ia akan mendoakan agar dirinya cepat sembuh.Rahayu kemudian beranjak dari kasurnya berniat untuk menunaikan kewajibannya beribadah setelah itu memasak seperti biasanya. Namun tiba-tiba suaminya ikut bangun dari ranjang dan mendahului Rahayu ke kamar mandi.Sadewo terlihat habis mencuci mukanya pagi-pagi sekali lalu mengakan setelan baju koko dan peci.
"Hari ini tolong temani aku meeting dengan klien!" Ucap Ardhiansyah pada Rahayu yang terlihat sedang asyik mengotak-atik handphone nya. Rahayu cukup kaget karena tidak tahu kapan datangnya Ardhi hingga tiba-tiba sudah berada di dekatnya. "Saya Pak?" Tanya Rahayu memastikan. "Tidak ada orang lain di sini kan? ya jelas kamu lah!" Jawab Ardhiansyah sedikit membentak. Rahayu baru tahu ternyata Ardhi tak seramah yang ia kira. Waktu memang belum menunjukan pukul delapan pagi, artinya belum memasuki jam kerja. Wajar jika belum banyak karyawan yang datang. Itu sebabnya Rahayu berada di ruang kerjanya sendirian. "Bapak tidak salah ajak saya bertemu klien? saya ini manager HRD bukan marketing?!" Protes Rahayu. Dia memang tak pernah menemui klien selama ini. Tugasnya lebih banyak mengurus masalah kepegawaian dan urusan internal perusahaan. "Tapi papa bilang kamu yang paling tahu tentang seluk-beluk perusahaan ini. Tak ada salahnya kamu mempelajari semuanya. Sekarang cepatlah bersiap-siap,
Lalu Rahayu beralih ke kamera cctv lainya yang terletak di ruang keluarga, di sana terlihat tak ada siapa-siapa. Kamar Ibu mertuanya juga terlihat tertutup. Mungkin Ibu sedang di kamar atau pergi bersama geng sosialitanya. Rahayu tak begitu memusingkan hal tersebut. "Ekhem" Ardhi yang merasa dicueki berdehem sambil menyetir saat melihat Rahayu serius menatap layar handphone sementara dirinya menyetir. Rahayu reflek segera menghentikan aktivitasnya memantau cctv rumah, lalu memasukan handphone nya ke dalam saku. Ia paham perilakunya kurang sopan karena Ardhi sebagai bosnya sedang menyetir sementara dirinya malah asyik pada handphonenya. "Maaf Pak" ucap Rahayu merasa bersalah. "Nontonin apa'an sih, seru banget!" Sindir Ardhi, membuat Rahayu merasa semakin tak enak hati. "Eh enggak Pak, bukan apa-apa!" Ucap Rahayu berbohong. "Sebentar lagi kita sampai di klien. Kamu harus bisa membantuku presentasi tentang perusahaan kita, ma
Rahayu segera memasuki mobil bersama Ardhian setelah acara presentasi selesai. Hari sudah cukup siang dan waktu makan siang pun sudah terlewat karena tadi terlalu asyik mengobrol dengan calon customer.Tak sabar, Rahayu segera mengeluarkan handphone yang ia simpan di dalam tasnya. Entah kenapa perasaanya mengarahkan Rahayu untuk selalu memantau cctv yang baru dia pasang secara sembunyi-sembunyi tadi malam.Ardhi melirik kelakuan Rahayu yang memainkan handphone sementara dia sebagai pemilik perusahaan mala menyetir mobil. "Enak banget yah disupirin sama bos!" Ucap Ardhi menyindir Rahayu."Bapak mau saya yang bawa mobil?" Jawab Rahayu, tanganya masih memegang handphone karena belum berniat menghentikan aktivitasnya memantau cctv sebelum melihat keadaan rumah."Tidak, kau pikir aku lelaki lemah!" Ucap Ardhian kesal. Bagaimana mungkin ia akan membiarkan Rahayu yang seorang wanita untuk menyetir sementara dia duduk santai di belakangnya.Rahayu tak begitu memperhatikan Ardhian, matanya fok
Rahayu menunggu di depan ruang UGD dengan kalut. Ia terduduk lemas karena terlalu cemas memikirkan kondisi anaknya. Ia hanya duduk menunduk sambil menutupi wajahnya dengan kedua tanganya yang bertumpu pada lutut.Perasaanya saat ini benar-benar kacau. Setelah mendapati suaminya selingkuh di depan matanya, kini putranya berada di rumah sakit dalam keadaan kritis. Rahayu terus menangis mengkhawatrikan Athala hingga matanya terlihat sembab karena terlalu banyak mengeluarkan air mata. "Rahayu, tenanglah semua akan baik-baik saja" Ucap Ardhi berusaha menenangkan Rahayu, meskipun i tahu bagaimana mungkin Rahayu bisa tenang dengan apa yang sedang dialami saat ini. Ardhiansyah baru sempat mendekati Rahayu setelah sedari dari tadi sibuk mengurus keperluan administrasi rumah sakit untuk Athala."Terimakasih banyak telah membantu saya Pak Ardhi, maafkan karena Bapak jadi ikut repot dengan semua permasalahan saya. Pak Ardhi bisa pulang saya bisa mengatasi semuanya" Ucap Rahayu lemah. Ia merasa t
Brakh!!Pintu rumah reyot itu terdobrak dengan keras, daun pintunya menghantam dinding dengan keras hingga nyaris copot dari engselnya. Suara dentuman itu menggema di seluruh ruangan, membuat Yanti dan Luna tersentak ketakutan."Apa-apaan ini?!" teriak Yanti kaget, wajahnya pucat pasi.Luna langsung berdiri, matanya membelalak saat melihat Ardhi berdiri di ambang pintu, diapit oleh empat bodyguard bertubuh kekar yang mengenakan seragam hitam. Wajahnya dingin, rahangnya mengeras, tatapannya penuh amarah yang membara.Di belakang Ardhi, Rahayu muncul dengan napas memburu. Matanya merah dan basah oleh air mata, tetapi sorot matanya tajam, penuh keberanian."Di mana anak-anakku?!" suara Rahayu bergetar, tapi penuh tekanan.Yanti mundur beberapa langkah, panik. “Ka-Kalian tidak boleh masuk!”Ardhi hanya melirik sekilas ke arah bodyguardnya. Salah satu dari mereka langsung melangkah maju, menyingkirkan Yanti dengan mudah seperti boneka kain.Luna ikut ketakutan, tangannya mencengkeram ujung
Rahayu tiba di sekolah Arkana dan Athala setelah pulang kerja untuk menjemput kedua putranya."Maaf Ibu, tadi anak-anak sudah dijemput oleh Omanya" ucap seorang guru yang terbiasa mengajar Athala."Omanya?" ucap Rahayu heran, seingatnya mertuanya Yanti tak pernah peduli pada kedua putranya. Tumben sekali dia mau menjemputnya. Pikiran buruk mulai melintas di kepala Rahayu.Tiba-tiba, ponselnya bergetar di dalam tas. Dengan tangan gemetar, Rahayu mengangkatnya.Suara di seberang terdengar dingin dan penuh kepuasan.“Kau mencari anak-anakmu, Rahayu?” suara Yanti terdengar tajam.Rahayu langsung menegang. “Di mana mereka?! Apa yang kau lakukan pada anak-anakku, Yanti?!”Terdengar tawa sinis dari seberang. “Jangan panik begitu, Rahayu. Mereka baik-baik saja bersamaku, ingat aku ini neneknya!.”Rahayu merasakan tubuhnya lemas, tapi ia memaksakan diri tetap berdiri. “Jangan macam-macam, Yanti. Kembalikan mereka sekarang juga!”“Kembalikan? Hah! Setelah semua yang kau lakukan padaku dan Sadew
Rahayu duduk di ruang kerja Pak Darmawan, di ruangan tersebut Ardhi dan Pak Darmawan sudah menunggu dengan serius.Rahayu menelan ludah. “Pak Darmawan, Pak Ardhi, maafkan... saya... saya ingin menjelaskan semuanya.” Suaranya bergetar.Ardhi menatapnya lembut. “Kami sudah mendengar gosip itu, tapi kami ingin mendengar langsung dari kamu.”Air mata hampir jatuh di pipi Rahayu. “Saya tidak enak, karena harus membawa-bawa Pak Darmawan dalam masalah pribadi saya, apalagi sampai gosip ini menyebar”“Siapa yang melakukannya?” tanya Pak Darmawan, matanya tajam penuh rasa ingin tahu.Dengan tangan gemetar, Rahayu mengeluarkan ponselnya dan menunjukkan pesan-pesan dari Yanti. Ancaman demi ancaman terpampang jelas di layar.“Ini... mantan mertua saya, Bu Yanti. Dia mengancam akan menyebarkan gosip tentang saya jika saya tidak terus memberinya uang bulanan, meskipun saya sudah bercerai dari Sadewo,” jelas Rahayu dengan suara tercekat.Ardhi memandang bukti-bukti itu dengan rahang mengeras. “Ini k
Di pantry kantor, sekelompok karyawan berkumpul sambil menyeruput kopi pagi mereka. Suara bisikan mereka terdengar jelas, meski mencoba ditutupi dengan tawa kecil.“Kamu tahu nggak? Katanya Rahayu selingkuh sama Pak Darmawan,” bisik Rina, dengan mata berbinar penuh rasa ingin tahu.“Ah tidak mungkin, setahuku Rahayu selalu profesional,” sahut Rudi, staf IT, ia tahu benar bagaimana sifat Rahayu saat kemarin ia bersinggungan langsung denganya tentang kasus Luna yang hampir membuatnya kehilangan pekerjaan."Kamu gak tahu, sih! Foto-fotonya udah banyak kesebar! Pantas saja Pak Darmawan betah menduda, lah wong punya surgar baby“ celetuk Aryo."Kalau udah jadi ‘kesayangan’ bos besar, siapa yang berani sentuh?” Lusi menambahkan dengan nada sinis.“Aku nggak heran. Dari dulu Rahayu kan selalu kelihatan sok sibuk. Mungkin sibuknya bukan cuma kerja, tapi juga ‘melayani’ Pak Darmawan.”Gelak tawa kecil pecah, meskipun beberapa orang tampak tak nyaman. Tapi, rasa penasaran lebih menguasai mereka.
“Apa yang kamu inginkan dariku?” tanya Yanti, menatap Luna tajam.Luna tersenyum licik. “Aku tahu, kamu pasti tak mau kehilangan jatah bulanan dari Rahayu. Saya juga punya masalah dengan dia. Bagaimana kalau kita bekerja sama?”Yanti menyandarkan tubuhnya, mendengarkan dengan seksama.“Kerja sama seperti apa?” tanya Yanti, mulai tertarik dengan penawaran Luna.“Sederhana,” jawab Luna.“Aku mau karier Rahayu di kantor hancur, sementara kamu mau dia tetap tunduk, kan? Jika kita bisa membuatnya jatuh, dia akan datang meminta tolong. Dan saat itu, kamu bisa menekannya untuk tetap memberimu uang.” lanjut Luna, tersenyum licik.Mata Yanti menyipit. “Dan apa untungnya buatmu?”“Aku mau Rahayu pergi dari perusahaan. Kalau dia hancur, maka aku bisa mendapatkan perhatian Ardhiansyah lagi,” kata Luna tanpa ragu.Yanti tersenyum kecil, lalu mengangguk. “Baiklah Luna, mari kita buat hidup Rahayu berantakan.”Dua wanita licik itu bersalaman, membuat kesepakatan berbahaya yang akan menguji keteguhan
Rahayu duduk di mejanya, jantungnya berdebar kencang. Ia tahu jika tidak segera menemukan bukti, reputasinya akan hancur. "Aku harus menemukan siapa yang menjebakku…" pikirnya."Rahayu, apa semua baik-baik saja?" tanya Sintya cemas. Ia melihat ekspresi panik dan bingung di wajah sahabatnya."Sintya, aku difitnah! Tapi, aku tidak tahu bagaimana cara membuktikan bahwa aku tidak melakukanya" ucap Rahayu dengan suara bergetar. Sintya mendekat ke arah Rahayu, "Apa yang bisa ku bantu, Yu?" Rahayu menggeleng, ia sendiri tak tahu dari mana ia akan menyelesaikan masalah ini. Reputasinya bisa hancur dan dia bisa kehilangan pekerjaan jika sampai tak mampu membuktikanya.Sementara itu, di ruanganya Luna sedang tersenyum puas. "Kamu pasti kalah Rahayu, lihat saja sebentar lagi kamu akan dipecat! Hahaha..."***Rahayu akhirnya menemukan sedikit jalan terang untuk menemukan siapa yang telah memfitnahnya. Ia membuka laptop dan mulai memeriksa sistem keuangan. Tangannya gemetar, tetapi pikirannya fo
Rahayu yang sedang bersedih karena ucapan Luna, berusaha menenangkan diri dengan memesan minuman di kantin. Kondisi kantin sudah mulai sepi karena waktu istirahat dan makan siang kayawan sudah usai.Rahayu duduk di sudut kantin, menatap kosong ke depan. Meskipun tak pernah berniat membalas, tetap saja hatinya perih oleh perkataan Luna. Ia telah melalui banyak hal, pengkhianatan suaminya, pernikahanya yang hancur, dan kini penghinaan dari Luna yang dilakukan di hadapan banyak rekan kerjanya di kantor. Rahayu menarik napas dalam, mencoba menahan air matanya agar tak jatuh. Tanpa disadari, Ardhi memperhatikanya dari tadi. Ia tahu Rahayu seorang yang kuat, pantas saja ayahnya selalu membanggakan Rahayu. Namun, Ardhi juga paham kekuatan seorang wanita pasti ada batasnya."Boleh aku duduk di sini?" kata Ardhi yang tiba-tiba sudah muncul di hadapan Rahayu.Rahayu segera mengelap air matanya yang hampir jatuh. Ia sedikit tidak enak karena menggunakan waktu kerja untuk melamun di kantin. "Eh,
"Bu Rahayu, semua dokumen sudah saya siapkan. Kita akan segera mengajukan gugatan cerai. Apakah Anda yakin tidak ingin memberikan kesempatan lagi pada Pak Sadewo?" tanya Rama hati-hati. Saat itu, Rahayu sedang berada di kantor hukum ternama di Jakarta. Rama adalah pengacara yang dipilih Rahayu untuk menyelesaikan urusan perceraianya dengan Sadewo.Rahayu menarik napas panjang. "Tidak, Pak Rama. Ini sudah keputusan bulat. Saya ingin Sadewo keluar dari hidup saya secepatnya."Rama mengangguk, ia sepenunya memahami kondisi klienya. Kesalahan Sadewo memang benar-benar tak layak untuk diberikan maaf."Pastikan hak asuh kedua anaku jatuh padaku Pak Rama" pinta Rahayu.Rahayu memang hanya peduli pada kedua putranya untuk saat ini, masalah harta gono-gini bagi Rahayu tak menjadi masalah. Toh, Rahayu tak punya harta apapun semenjak menikah dengan Sadewo. Hanya rumah yang ditempati bersama, itupun masih kredit.Rahayu menandatangani berkas perceraian dengan mantap. Hatinya lega, meskipun ia ta
Setelah sampai di kantornya, Ardhi buru-buru menemui Luna yang sedang menunggu di ruang tunggu lobi tak jauh dari meja resepsionis. Wanita itu terlihat kesal hingga wajah cantiknya cemberut. Ia merasa tak seharusnya Rahayu dan petugas resepsionis melarangnya masuk. Dia adalah calon istri Ardhi, kedua orangtua Luna dan Ardhi sudah menjodohkan mereka berdua."Luna sorry aku sedikit terlambat karena melewati macet" Ucap Ardhi segera meminta maaf, wajah Luna yang terlihat ditekuk membuat Ardhi merasa tak nyaman. Mungkin gadis cantik itu merasa bosan karena terlalu lama menunggu."Aku merasa muak dengan karyawanmu yang bernama Rahayu!" Ucap Luna langsung menumpahkan kekesalanya.Ardhi malah terkekeh, menanggapinya."Kau tak boleh muak padanya, sudah kubilang berkali-kali dia adalah karyawan kepercayaan papaku!" Ucap Ardhi kembali mengingatkan Luna."Dia sangat norak dan kuno, bisa-bisanya dia melarangku masuk kantor hanya karena aku belum terdaftar sebagai karyawan di sini! Sangat tidak ma