Promosi jabatan yang diberikan pada Rahayu membuatnya memiliki pekerjaan yang lebih banyak sehingga Rahayu harus sering pulang malam. Baginya itu tak masalah meskipun hal ini membuat Rahayu semakin kehilangan banyak waktu bersama kedua putranya. Tak ada hal lain yang dapat ia lakukan selain ikhlas dan bersabar menjalani semuanya.
Hari ini Rahayu pulang malam, ia membuka gerbang rumahnya sebelum memasukan sepeda motor ke dalam garasi. Suara canda dan tawa suami, adik ipar serta Ibu mertuanya terdengar riang oleh Rahayu dari garasi. Ia sedikit terkejut karena ada sepeda motor baru yang bahkan belum ada plat nomornya terparkir di garasi rumahnya. "Motor siapa ini?" Rahayu bertanya dalam hati.
Rahayu memarkir sepeda motornya di samping sepeda motor baru tersebut. Pemandangan kontras pun terlihat, satu buah sepeda motor milik baru dengan model menawan dan warna cat yang masih berkilau berdampingan dengan sepeda motor usang milik Rahayu yang catnya sudah memudar.
Rahayu sebenarnya mendapatkan fasilitas mobil inventaris dari kantornya, namun Rahayu masih belum mau membawanya pulang dengan alasan bahwa jika menggunakan sepeda motor akan lebih cepat sampai. Selain itu, ia tak ingin terlihat seperti orang yang banyak uang di hadapan suami dan ibu mertuanya karena khawatir mereka semakin malas dan banyak permintaan. Rencananya Rahayu akan membeli motor baru jika uangnya sudah cukup untuk mengganti motor lamanya yang telah usang tersebut.
"Assalamualaikum" Ucap Rahayu saat membuka pintu rumahnya.
Suara tawa dan obrolan riang Ibu, Sadewo dan Sarah kompak berhenti. "Walaikumsalam" Jawab Sadewo dan Sarah kompak. Sementara Ibu Yanti memandangi Rahayu dengan wajah sinis yang tak mengenakan hati.
"Malam begini baru pulang?" Tanya Bu Yanti, menunjukan mimik tak suka dengan kedatangan Rahayu.
"Iya Bu, pekerjaanku sedang padat jadi sering pulang malam" Rahayu menjawab seadanya. Ia langsung mengulurkan tanganya untuk salim pada suami dan ibu mertuanya.
Ibu mertuanya mengulurkan tanganya sambil membuang muka. Meski begitu, Rahayu tetap menyalaminya dan mencium tanganya.
Tadi saat Rahayu belum memasuki rumah, mereka bercanda riang sambil tertawa-tawa, namun saat Rahayu masuk suasana berubah menjadi kaku. Hal ini membuat perasaan Rahayu sedikit tak nyaman.
"Apakah anak-anak sudah tidur?" Tanya Rahayu berbasa-basi, berusaha mencari topik pembicaraan agar suasana tak canggung.
"Sudah sayang" Jawab Sadewo.
"Kalau begitu, saya ijin bebersih diri dulu" Ucap Rahayu segera meninggalkan mereka bertiga.
Rahayu memang selalu merasa tak nyaman ketika berada di antara keluarga suaminya, padahal setiap bulan Rahayu tak pernah lupa memberikan uang bulanan untuk Ibu mertua dan adik iparnya, namun entah mengapa Bu Yanti selalu menatapnya dengan tatapan tak mengenakan.
"Rahayu tunggu dulu!" Seru Bu Yanti yang otomatis menghentikan langkah Rahayu yang hendak ke kamar mandi.
"Ada apa Bu?"
"Ibu cuma ingin memberitahukan bahwa motor baru yang ada di garasi itu motor Sarah" Ucap Bu Yanti.
"Motor Sarah?" Rahayu malah mengulangi ucapan mertuanya.
Pernyataan Ibu mertuanya berhasil membayar rasa penasaran yang tadi sempat menghinggapi hati Rahayu, namun justru kini membuat Rahayu heran. Dari mana Sarah mendapatkan uang untuk membeli motor?
"Iya, Sadewo yang membelikanya untuk Sarah" Ucap Bu Yanti
"Mas Sadewo membelikan motor untuk Sarah?" Tanya Rahayu menuntut penjelasan pada suaminya sembari mengernyitkan dahinya karena heran.
Apakah suaminya punya uang untuk membelikan motor baru sebagus itu untuk Sarah? Sedangkan suaminya sudah berbulan-bulan tak berpenghasilan karena menganggur. Seandainya suaminya punya uangpun, tidak seharusnya ia gunakan untuk membelikan motor untuk Sarah melainkan untuk mencukupi kebutuhan hidup sehari-hari yang selalu Rahayu tanggung.
"I,, iya sayang, Mas yang belikan motor untuk Sarah, kasian dia harus naik kendaraan umum ke kampus" Ucap Sadewo dengan nada lembut yang seolah dibuat-buat.
"Mas punya uang?" Tanya Rahayu ingin tahu
"Jadi, kebetulan tadi sedang ada promo DP nol persen dengan cicilan bulanan yang sangat terjangkau jadi yasudah Mas memutuskan untuk ambil saja. Nanti tolong dibantu cicilan setiap bulanya ya sayang" Sadewo berkata seolah tak ada beban.
"Cicilan? Terjangkau?" Ucap Rahayu seolah tak paham dengan apa yang diucapkan oleh suaminya. Tiba-tiba ia bertingkah seperti orang bodoh yang terbengong-bengong keheranan dengan sikap suaminya itu.
Dari mana suaminya bisa menilai bahwa itu terjangkau? Lalu mengapa suaminya berani membeli motor secara kredit tanpa persetujuan Rahayu dan dengan seenaknya meminta Rahayu untuk membayarkan cicilanya setiap bulan.
"Iya ini cukup terjangkau Yu dan kamu tenang saja, kamu tak harus membayar cicilan pertamanya sekarang juga kok! Nanti akhir bulan ketika kamu gajian baru kamu membayarnya" Ucap Sadewo berusaha meyakinkan istrinya.
Sadewo bangkit dari sofa sambil membawa dokumen perjanjian pembelian motor kredit menghampiri Rahayu yang masih berdiri terbengong-bengong mendengar penjelasan suaminya. Sadewo menyerahkan dokumen tersebut ke tangan Rahayu.
"Ini dokumen pembelianya Yu, kamu baca semua keterangan ada di sini. Aku benar-benar beruntung mendapatkan kredit motor tanpa DP dengan bunga rendah" Ucap Sadewo.
Rahayu menatap nanar dokumen yang diserahkan suaminya. Baru saja ia mendapatkan promosi dan kenaikan gaji mulai akhir bulan ini, sudah ada lagi tambahan cicilan yang harus Rahayu tanggung. Padahal Rahayu sendiri mempunyai keinginan yang ingin dia penuhi.
"Sudah gak usah bengong, Ibu tau kamu akhir-akhir ini lembur terus kok! Sudah pasti uangmu banyak kan Yu, jangan pelit sama keluarga sendiri, dosa!" Ibu Yanti yang sedari tadi diam kembali bersuara.
Keluarga, Rahayu yang Yatim Piatu memang belum pernah merasakan memiliki keluarga sebelumnya. Tetapi, beginikah rasanya mempunyai keluarga? Mengapa rasanya sangat berat beban yang harus Rahayu tanggung untuk keluarganya?
Rahayu hanya bisa meremas dokumen pembelian motor kredit itu. Perasaan kecewa, marah, sedih bercampur dalam hatinya namun Rahayu tak kuasa menolak keinginan suami, ibu mertua dan adik iparnya. Sudah pasti mereka tak menerima penolakan apapun dari Rahayu. Mereka bertiga sedangkan Rahayu seorang diri.
Lihatlah kondisi motor Rahayu saja terlihat tak layak untuk seorang karyawan seperti Rahayu. Tetapi bukanya membeli motor untuk dirinya sendiri, Rahayu malah dipaksa untuk membayar cicilan motor adik iparnya.
Menjadi istri seorang suami yang pengangguran memang berat bagi Rahayu. Bukan hanya biaya hidup dirinya sendiri, suami dan anak-anaknya saja yang harus ditanggung Rahayu, tetapi sekaligus biaya hidup mertua dan adik iparnya. Meski begitu, hidup harus tetap dijalani. Tak ada waktu bagi Rahayu untuk meratapi kondisinya dan hidup dalam kesedihan. Rahayu tetap beraktivitas seperti biasanya. Ia bangun pagi untuk menyiapkan masakan bagi anak-anaknya, suami, mertua serta adik iparnya sebelum bekerja. "Rahayu, besok-besok gak usah beli ikan lele lagi yah! Ibu sama Sarah gak suka ikan lele" Ucap Bu Yanti pada Rahayu yang sedang menggoreng ikan lele. Bu Yanti tentu berada di dapur bukan sedang membantu menantunya memasak, melainkan hanya mengawasi dan melihat-lihat saja apa yang di sediakan menantunya untuk dia hari itu. "Baik Bu kalau begitu lelenya biar buat Arkana dan Athala saja, nanti Ibu bisa pake lauk tahu dan tempe" Ucap Rahayu enteng, ia masih fokus pada masakanya agar cepat selesai
Rahayu sedang mengikuti meeting bersama Pak Darmawan team lainya untuk membahas mengenai pencapaian perusahaan dan menyusun strategi menghadapi bulan berikutnya. Namun fokusnya mulai terganggu akibat kondisi badanya yang kurang nyaman.Awalnya Rahayu hanya merasa tidak enak badan sejak bangun tidur pagi tadi, namun ia mengabaikanya. Kini sepertinya kondisi kesehatanya semakin memburuk. Ia merasa kepalanya mulai pusing dan pandanganya kabur. Suara pak Darmawan yang sedang berbicara tiba-tiba tak dapat Rahayu dengar dengan jelas.Pandangan Rahayu pun mulai berkunang-kunang. Awalnya hanya satu dua kunang-kunang yang berterbangan hingga lama kelamaan semakin banyak dan kencang kunang-kunang tersebut berterbangan dalam pandangan Rahayu.Bruk! Rahayu terjatuh dari kursi di ruang meeting."Rahayu?!" Pekik Cintya yang kaget sekaligus panik melihat teman sekerjanya terjatuh. Pak Darmawan, Rafi dan Hartanti tak kalah paniknya. Mereka segera membawa Rahayu ke ruang unit kesehatan.Rahayu segera
Ardhiansyah yang baru saja putus dari pacar bulenya akhirnya pulang ke Jakarta. Awalnya, ia bersikeras untuk tinggal di Inggris dan enggan kembali ke Indonesia. Namun kandasnya cinta kasih Ardhiansyah dengan pacar bulenya membuat ia ingin meninggalkan Inggris memulai hidup baru di Indonesia."Papa senang kamu akhirnya pulang ke rumah, Nak!" Ucap Pak Darmawan pada putra semata wayangnya. Mereka berdua sedang menikmati makan malam."Apakah itu artinya Papa senang karena aku putuh dengan Clowy?" Tanya Ardhiansyah, ia tahu Papanya tak pernah setuju dirinya menjalin hubungan dengan perempuan bule."Papa hanya tidak ingin kamu jauh, Nak! Kau tau kan Papa tingga sendiri di Jakarta? Papa kesepian" Ucap lelaki tua itu dengan suara lemah. Sungguh berbeda dengan Pak Darmawan saat berada di kantor yang tegas dan berwibawa.Pak Darmawan hanya mempunyai seorang putra yaitu Ardhiansyah. Sementara istrinya telah lima tahun meninggalkanya karena suatu penyakit."Maafkan Ardhi Pah, Ardhi terlalu egois
"Bu Rahayu, sebagai perkenalan dan ungkapan terimakasih karena sudah dikenalkan ke seluruh karyawan di perusahaan ini, saya mau traktir Ibu makan siang, bagaimana?" Ucap Ardhi ketika mereka berada di lift untuk naik ke lantai atas. Rencananya Rahayu akan mengantarkan Ardhi menuju ruang kerjanya dan memperkenalkan pada teamnya."Makan siang? Wah apa tidak merepotkan Pak Ardhi?" Tanya Rahayu, ia sebenarnya ragu menerima tawaran makan siang dari Ardhi, apalagi dirinya juga sudah membawa bekal. Namun Rahayu juga tak enak jika menolaknya."Enggaklah, namanya juga ucapan terimakasih masa merepotkan!" Ardhi tersenyum, membuat jantung Rahayu ingin melompat keluar karena menatap wajah ganteng Ardhi. Sebenarnya bukan hanya Rahayu, siapapun wanita yang melihat Ardhi pasti akan terpesona.Betapa tidak, sebagai seorang pria, Ardhi bisa dibilang sebagai sosok pria sempurna. Ia memiliki wajah tampan, postur badan yang atletis dengan tinggi badan mencapai 175cm. Ardhi juga memiliki sifat yang ramah,
Seperti biasa, setelah pulang kerja Rahayu harus mengerjakan pekerjaan rumah seperti mencuci piring, membereskan mainan anaknya, menyapu hingga mengepel lantai. Meskipun kemarin ia sempat pinsan di kantor karena kelelahan dan telat makan, tetapi siapa lagi yang akan mengerjakan pekerjaan rumah jika bukan dirinya.Tak ada orang lain yang peduli dengan kerepotan Rahayu di rumah ini. Suaminya tak bisa diandalkan untuk mengerjakan pekerjaan rumah. Rahayu terlalu lelah jika harus bertengkar dengan suaminya untuk meributkan masalah pekerjaan rumah. Sementara Ibu mertuanya jelas tak mau tau urusan rumah tangga di rumah Rahayu, dia bahkan menganggap Rahayu menantu durhaka jika sampai meminta tolong untuk mengerjakan pekerjaan rumah. Satu-satunya orang yang mau membantu mengerjakan pekerjaan rumah adalah Sarah, tetapi dia hanya mengerjakan urusannya sendiri saja, misalnya mencuci bajunya sendiri dan menyapu kamarnya sendiri. Walaupun begitu, Rahayu sudah bersyukur dengan sikap adik iparnya ya
[Selamat pagi Bu, maaf hari ini Fitri ijin tidak masuk kerja yah, Fitri kurang enak badan, nih!] Sebuah pesan singkat masuk ke Hanphone Rahayu. Rahayu membacanya dan tersenyum sinis.Awalnya Rahayu ingin menginterogasi Fitri tentang penemuan antingnya. Sayangnya Fitri malah tidak masuk kerja. Rahayu kemudian mengetikan sebuah pesan singkat [ok] lalu mengirimkanya ke nomor Fitri sebagai balasan atas pesan yang ia terima. Hatinya yang masih sakit membuatnya tak mampu berbasa-basi untuk sekedar mendoakan agar Fitri cepat sembuh.Fitri yang menerima pesan merasa heran. Tidak biasanya Rahayu menjawab pesan nya dengan sesingkat itu. Biasanya ia akan mendoakan agar dirinya cepat sembuh.Rahayu kemudian beranjak dari kasurnya berniat untuk menunaikan kewajibannya beribadah setelah itu memasak seperti biasanya. Namun tiba-tiba suaminya ikut bangun dari ranjang dan mendahului Rahayu ke kamar mandi.Sadewo terlihat habis mencuci mukanya pagi-pagi sekali lalu mengakan setelan baju koko dan peci.
"Hari ini tolong temani aku meeting dengan klien!" Ucap Ardhiansyah pada Rahayu yang terlihat sedang asyik mengotak-atik handphone nya. Rahayu cukup kaget karena tidak tahu kapan datangnya Ardhi hingga tiba-tiba sudah berada di dekatnya. "Saya Pak?" Tanya Rahayu memastikan. "Tidak ada orang lain di sini kan? ya jelas kamu lah!" Jawab Ardhiansyah sedikit membentak. Rahayu baru tahu ternyata Ardhi tak seramah yang ia kira. Waktu memang belum menunjukan pukul delapan pagi, artinya belum memasuki jam kerja. Wajar jika belum banyak karyawan yang datang. Itu sebabnya Rahayu berada di ruang kerjanya sendirian. "Bapak tidak salah ajak saya bertemu klien? saya ini manager HRD bukan marketing?!" Protes Rahayu. Dia memang tak pernah menemui klien selama ini. Tugasnya lebih banyak mengurus masalah kepegawaian dan urusan internal perusahaan. "Tapi papa bilang kamu yang paling tahu tentang seluk-beluk perusahaan ini. Tak ada salahnya kamu mempelajari semuanya. Sekarang cepatlah bersiap-siap,
Lalu Rahayu beralih ke kamera cctv lainya yang terletak di ruang keluarga, di sana terlihat tak ada siapa-siapa. Kamar Ibu mertuanya juga terlihat tertutup. Mungkin Ibu sedang di kamar atau pergi bersama geng sosialitanya. Rahayu tak begitu memusingkan hal tersebut. "Ekhem" Ardhi yang merasa dicueki berdehem sambil menyetir saat melihat Rahayu serius menatap layar handphone sementara dirinya menyetir. Rahayu reflek segera menghentikan aktivitasnya memantau cctv rumah, lalu memasukan handphone nya ke dalam saku. Ia paham perilakunya kurang sopan karena Ardhi sebagai bosnya sedang menyetir sementara dirinya malah asyik pada handphonenya. "Maaf Pak" ucap Rahayu merasa bersalah. "Nontonin apa'an sih, seru banget!" Sindir Ardhi, membuat Rahayu merasa semakin tak enak hati. "Eh enggak Pak, bukan apa-apa!" Ucap Rahayu berbohong. "Sebentar lagi kita sampai di klien. Kamu harus bisa membantuku presentasi tentang perusahaan kita, ma
Setelah sampai di kantornya, Ardhi buru-buru menemui Luna yang sedang menunggu di ruang tunggu lobi tak jauh dari meja resepsionis. Wanita itu terlihat kesal hingga wajah cantiknya cemberut. Ia merasa tak seharusnya Rahayu dan petugas resepsionis melarangnya masuk. Dia adalah calon istri Ardhi, kedua orangtua Luna dan Ardhi sudah menjodohkan mereka berdua."Luna sorry aku sedikit terlambat karena melewati macet" Ucap Ardhi segera meminta maaf, wajah Luna yang terlihat ditekuk membuat Ardhi merasa tak nyaman. Mungkin gadis cantik itu merasa bosan karena terlalu lama menunggu."Aku merasa muak dengan karyawanmu yang bernama Rahayu!" Ucap Luna langsung menumpahkan kekesalanya.Ardhi malah terkekeh, menanggapinya."Kau tak boleh muak padanya, sudah kubilang berkali-kali dia adalah karyawan kepercayaan papaku!" Ucap Ardhi kembali mengingatkan Luna."Dia sangat norak dan kuno, bisa-bisanya dia melarangku masuk kantor hanya karena aku belum terdaftar sebagai karyawan di sini! Sangat tidak ma
"Selamat pagi Bu Rahayu" ucap seorang petugas sekuriti ramah saat Rahayu baru saja keluar dari mobilnya. "Selamat pagi Pak" Ucap Rahayu tersenyum, lalu menjawabnya sambil mengangguk. Rahayu kemudian berjalan menuju ke lobi kantornya, di sana sudah berdiri seorang resepsionis. "Selamat pagi Bu Rahayu" Ucap resepsionis tersebut. Rahayu pun tersenyum dan membalas salam dari resepsionis tersebut. Semua pegawai di kantornya terlihat ramah dan sangat menghormati Rahayu. Rahayu hendak menempelkan jari di mesin absensi, ketika seorang perempuan mendorong pintu di samping mesin absensi. Rahayu kaget, karena ternyata perempuan tersebut adalah Luna, yang kemarin sempat bersikap buruk padanya. Rahayu mundur, ia tak jadi menempelkan jarinya pada mesin absensi dan memilih untuk memperhatikan Luna.Luna terlihat kesulitan membuka pintu kaca yang ternyata terhubung dengan mesin finger print. Hal ini terjadi karena Luna yang tidak mempunyai akses masuk ke kantor tersebut, dirinya belum terdaftar s
Rahayu menjemput anaknya menggunakan mobil baru yang merupakan inventaris dari perusahaan atas kenaikan jabatanya menjadi manajer HRD. Ia bersyukur kini anaknya lebih aman saat harus dia antar-jemput dari daycare. Kini ia bisa membawa banyak barang bawaan keperluan anaknya tanpa harus kerepotan.Rahayu sampai di rumahnya, ia turun dari mobil tepat di depan rumahnya, lalu membuka gerbang rumahnya kemudian masuk kembali ke mobil untuk memarkir mobilnya di garasi. Yanti memicingkan matanya melihat Rahayu keluar dari mobil bersama Athala."Hm, sedang banyak uang rupanya Rahayu! Dia gak mau kasih aku uang belanja, ternyata uangnya ia belikan mobil. Dasar menantu gak tahu diri!" Ucap Yanti pada dirinya sendiri. Hatinya terasa panas mendidih melihat Rahayu pulang kerja mengendarai mobil yang terlihat sangat mulus."Assalamualaikum" Ucap Rahayu memasuki rumah"Walaikumsalam, mobil baru?" Tanya Yanti, langsung menodong Rahayu dengan pertanyaan. Yanti merasa kesal karena Rahayu tak lagi memberi
"Selamat pagi Rahayu, bagaimana keadaan Athala?" Ucap Pak Darmawan saat Rahayu menghadap ke ruangan bosnya di hari pertama datang ke kantor."Alhamdulilah saat ini sudah pulih Pak, maafkan saya karena banyak merepotkan dan tidak maksimal bekerja selama lebih dari dua minggu ini" Ucap Rahayu, ia menyadari bahwa performa kerjanya menurun akibat permasalahan dalam rumah tangganya dan kondisi anaknya yang sakit. "It's oke Rahayu, aku bisa memahami kondisimu, yang penting sekarang sudah terlewati" Ucap Darmawan, ia memperhatikan penampilan Rahayu pagi itu yang tampak lebih modis lalu tersenyum senang. "Pak, sebelumnya mohon maaf saya ingin menanyakan kembali terkait dengan inventaris mobil yang kemarin Bapak tawarkan untuk saya, apakah masih berlaku?" Tanya Rahayu sedikit tidak enak, pasalnya sebelumnya Rahayu menolak inventaris mobil dari perusahaanya. "Kamu sudah berubah pikiran rupanya?" Ledek Darmawan. Sebelumnya Rahayu berfikir belum membutuhkan mobil karena lebih nyaman menggunakan
Sudah lebih dari dua minggu Rahayu bekerja dari rumah karena mengurus Athala yang sakit. Kini, Athala sudah benar-benar sembuh sehingga Rahayu pun kembali ke kantornya.Rahayu kembali melakukan rutinitasnya sebelum berangkat kerja, ia menyiapkan untuk bekal Arkana ke sekolah dan bekal Athala di daycare. Bedanya, sekarang Rahayu enggan menyiapkan makanan untuk suami dan keluarga suaminya. Rahayu juga tak membawa bekal makan siang, biarlah nanti dia membeli makan siang di kantor.Setelah Arkana berangkat sekolah menggunakan mobil jemputan dari sekolahnya, Rahayu bergegas untuk berangkat kerja sekaligus membawa Athala untuk di titipkan di daycare."Rahayu, pagi-pagi sudah rapi begini, mau mulai berangkat ke kantor, ya?" Tanya Yanti dengan nada rama yang dibuat-buat, melihat menantunya berpenampilan fashionable ala wanita karir. Yanti menatap Rahayu dari ujung rambut sampai ujung kaki, penampilan Rahayu benar-benar berbeda tak seperti biasanya. Rambut pendek Rahayu yang kemarin hanya dia
Malam hari Sudah dua minggu Rahayu tidak datang ke kantor untuk bekerja. Beruntung bagi Rahayu karena Pak Darmawan memberikan dia keringanan untuk bisa bekerja dari rumah sambil menjaga anak-anaknya. Rahayu melihat Athala sudah pulih, anak itu sudah kembali ceria seperti biasanya. Berdasarkan hasil pemeriksaan dokter, tidak ada kondisi serius pada kesehatan Athala, membuat Rahayu sangat bersyukur meski traumanya belum sepenuhnya hilang. Sudah waktunya Rahayu untuk masuk kembali ke kantornya. Meskipun masih memiliki rasa takut ketika ingin meninggalkan anak-anaknya, namun rasanya tak mungkin ia berhenti bekerja. Rahayu adalah tulang punggung untuk keluarganya, tak bekerja artinya tak bisa makan. Anak-anaknya langsung tidur tak lama setelah Rahayu memberikan makan malam. Rahayu tak masak, ia memesan makanan secara online khusus untuk kedua anaknya saja. Rahayu mulai mencari informasi tentang daycare yang aman dan terpercaya untuk Athala. Ia mencari fasilitas yang ada cctv nya serta be
"Kalau begitu, lahirkan anak itu dan besarkan dia sendiri. Kami tak mau mengakuinya!" Yanti kembali berucap dengan bengis. Membuat Sarah kembali membelalakan matanya mendengar ucapan ibunya. Sementara Rahayu tetap datar tak berkespresi karena sudah terbiasa menghadapi sikap Ibu mertuanya yang tak berdab. Sartinah melirik ke arah Yanti dengan penuh emosi, sejak awal Yanti selalu bersikap tak ramah pada Sartinah dan keluarganya. Ibu kandung Fitri pun mulai merasa tak suka pada sikap Yanti. "Nak Rahayu?" Ucap Sartinah dengan tatapan penuh harapan. Ia berharap ada solusi yang adil untuk anaknya. "Tunggu Bu, saya tidak dapat memutuskan apapun. Saya juga korban di sini! Bagaimana kalo kita tanyakan pada pelakunya, apakah dia mau bertanggung jawab?" Ucap Rahayu masih dengan ekspresi datar sambil menatap Sadewo. Rahayu merasa tak nyaman dengan posisi Sartinah yang terus memohon di kakinya. Rahayu kemudian menuntun Sartinah agar kembali ke tempat duduknya semu
"Jika suami saya tak mau menikahi anak Bapak, bagaimana Pak?" Tanya Rahayu, membuat Kartono membelalakan matanya. "Terpaksa, saya akan membawa masalah ini ke ranah hukum" Ucap Kartono mantap. Ia berpikir akan meminta bantuan seseorang di desanya untuk membawa permasalahan anaknya ke ranah hukum jika tak dapat diselesaikan secara kekeluargaan. "Membawa ke ranah hukum? Kamu yakin kamu yang akan menang? Tahu apa kalian tentang masalah hukum?" Yanti yang merasa tak terima menyahut dengan meremehkan keluarga Kartono membuat suasana memanas. "Anak kami masih di bawah umur, kami bisa laporkan dengan tuduhan pelecehan seksual" Ucap Kartono dengan mantap. Kartono menatap Yanti dengan tatapan yang penuh ancaman membuat Yanti bergidik ngeri. Rahayu kembali menghela nafasnya. Rahayu berpikir ia harus memberitahukan apa yang dilakukan Fitri pada putranya. Ia ingin semua orang tahu apa yang sebenarnya terjadi. "Sebelum membawa ke ranah hukum, sebaiknya kita semua tahu dulu apa permasalahan yan
Yanti menatap tiga orang yang asing yang berada di teras rumahnya dengan tak suka. Mereka tampak berpakaian sederhana, layaknya orang yang baru datang dari desa."Pasti orang miskin yang meminta-minta" Batin Yanti menyimpulkan berdasarkan pakaian yang dikenakan.Seorang lelaki paruh baya menyodorkan tanganya hendak bersalaman, tetapi Yanti tak menyambutnya. Tiba-tiba Yanti membelalakkan matanya ketika mengenali salah satu dari tiga orang asing yang datang adalah Fitri."Beraninya kamu datang lagi kesini?" Ucap Yanti pada Fitri yang datang dengan kedua orangtuanya.Fitri hanya menunduk, ia takut pada Yanti. Sebenarnya sudah sejak awal Fitri melarang kedua orangtuanya untuk datang ke kota menemui Sadewo agar bertanggung jawab. Namun ayahnya terus memaksa sehingga membuat Fitri akhirnya menuruti kemauan ayahnya."Kami ingin bertemu dengan Sadewo, dia harus mempertanggung jawabkan perbuatannya pada anak kami" Ucap Kartono dengan suara tegas. Tak ada rasa takut sedikitpun pada diri Kartono