Alina berjalan dengan cepat, keluar dari cafe desert itu. Moodnya langsung hancur, setelah apa yang dialaminya di sana. Gara-gara wanita yang mengaku-ngaku kalau kehormatannya sudah diambil oleh Abimana. Alina juga malu, karena tatapan orang-orang terhadapnya di dalam cafe tadi. Seolah-olah ia adalah pelakor dalam sebuah drama.Tadinya, Alina masih terlihat kuat saat berhadapan dengan Bella. Tapi begitu melangkah keluar dari cafe, Alina tidak bisa menahan air matanya lagi. Ia tidak sekuat itu, terlebih lagi ada prasangka di dalam hatinya tentang kata-kata Bella yang cukup mempengaruhinya."Sayang! Tunggu!"Wanita itu mendengar jelas panggilan Abimana padanya. Tapi Alina tetap berjalan, tanpa ada niat menghentikan langkahnya, seolah menulikan pendengarannya. "ALINA!"Suara Abimana yang terdengar semakin keras, menandakan bahwa pria itu semakin dekat dengannya. Alina pun bergegas mempercepat laju kakinya, hingga akhirnya ada taksi yang kebetulan lewat di depannya. Alina memberhentikan t
Dada Lily bergemuruh saat mengetahui suaminya punya dua hp dan berkirim pesan dengan seorang wanita. Terlebih lagi, isi pesannya membuat Lily sangat overthinking."Sialan! Siapa jalang yang sudah berani menggoda suamiku?" geramnya sambil berusaha untuk membuka kode ponsel suaminya. Dari mulai tanggal pernikahan mereka, tanggal ulang tahun mereka berdua, gagal terus."Aku harus bisa membuka ponsel Mas Reno, sebelum Mas Reno bangun.""Tapi ... pin ponselnya apa?" gumam Lily bingung.Setelah 4 kali percobaan, akhirnya ponsel itu tak bisa dibuka. Lily geram dan tak tahu bagaimana apa kata sandinya. Ia lalu memutuskan untuk mengembalikan ponsel Reno ke tempatnya semula, sebelum Reno menyadari ponselnya hilang.Perasaan Lily masih belum tenang, sebelum ia tahu siapa wanita yang sudah mengirimkan pesan seperti itu pada suaminya. Mengapa juga suaminya punya dua hp? Untuk apa? Ya, pasti untuk berselingkuh."Kamu sudah punya aku, Mas. Apa aku masih belum cukup buat kamu, hah? Beraninya kamu mai
Rey terpesona melihat wajah Tira dari dekat, wanita tomboy itu terlihat cantik sekarang. Bahkan bibir merahnya yang alami, seolah melambai-lambai seperti minta dicium. Rey menelan salivanya sendiri, berusaha menahan perasaan aneh yang bergelanyar dihatinya."Cantik? Kenapa gue pikir dia cantik? Bahkan gue mau nyium dia ... rasanya gue udah gak waras."Pemuda itu berusaha menekan dan menahan sesuatu di dalam dirinya yang aneh. Tiba-tiba saja keringat bercucuran di wajahnya. Kedua telapak tangannya juga keringatan, hingga ia yakin kalau ada yang salah dengan jantungnya."Bocil, ayo! Kok diem aja?" tanya Tira yang bingung, mengapa Rey belum menyentil keningnya sesuai perjanjian mereka dalam permainan ini. Tira juga masih memejamkan mata, menunggu Rey.Plak!Rey hanya memukul pelan kening Tira, yang bahkan sama sekali tidak membuat Tira merasa dipukul. Sontak saja Tira membuka matanya dan tampak bingung."Kenapa cuma disentuh doang? Lu kan mau sentil gue, Cil?""Itu udah dipukul kok."Tir
Sudah dari pagi buta, Abimana berada di depan rumah Alina. Ia hanya pergi sebentar ke mesjid untuk melaksanakan salat subuh dan kembali lagi ke sana.Abimana melihat Alina yang tampak terkejut dengan kehadirannya. Namun, pria itu tersenyum dan mengucapkan kata-kata sederhana yang bisa membuat wajah Alina memerah."Assalamualaikum calon makmumku."Alina terlihat gugup saat melihat Abimana. Tapi Abimana terlihat menikmati wajah Alina yang seperti ini."Wa-waalaikumsalam, Mas Abi? Ngapain Mas di sini?" tanya Alina terheran-heran pada Abimana. Mau apa pria ini, sepagi ini di depan rumahnya?"Menurut kamu ... kenapa aku ada disini?" Bukannya menjawab pertanyaan Alina, Abimana malah bertanya balik pada wanita itu.Ia mengendikkan bahunya seraya memalingkan wajahnya dari pria itu, seolah ia memang tidak tahu apa tujuan Abimana datang kemari. "Mana aku tahu.""Kamu mau nyapu ya? Sini biar aku yang sapu-sapu!" kata Abimana sambil mengambil sapu dari tangan Alina. Wanita itu mendelik tajam, tak
Saat suaminya sudah pergi, Lily bersiap-siap untuk menemui Alina di rumahnya. Ia akan menanyakan pesan ini padanya dan sangat yakin kalau Alina adalah wanita yang sudah lancang mengirim pesan pada suaminya."Kamu mau ke mana pagi-pagi begini Ly?" tanya Weni yang sedang duduk di kursi roda dan dibelakangnya ada seorang asisten rumah tangga yang mengurus Weni serta seisi rumah ini.Ia diperkerjakan dengan gaji yang sangat besar, sebanding dengan pekerjaannya."Lily ada urusan, Ma," sahut Lily sambil mengambil tasnya yang ada di atas sofa. Wanita dengan perut buncit itu terlihat menawan, meskipun sedang hamil."Ya ... kemana?" tanya Weni yang penasaran dengan kepergian Lily pagi-pagi begini."Mama nggak usah banyak nanya deh. Mending urusin urusan Mama sendiri!" ujar Lily ketus ,tanpa melihat ke arah ibu mertuanya sama sekali. Ia pun melangkah pergi, tanpa pamit pada Weni dan Inah.Weni terlihat sedih melihat sikap menantunya yang semakin hari, semakin terlihat aslinya. Padahal Alina tid
Jika Lily yang biasanya bisa membalas perkataan Alina, kali ini ia tidak berkutik dengan kata-kata wanita itu. Hatinya terlalu sakit, usai mendengar kalimat ejekan dari Alina dan memikirkan segala kemungkinan yang mungkin terjadi. Benarkah suaminya memiliki wanita idaman lain di belakangnya? Melihat Lily yang terdiam membeku dengan mata yang tidak berkedip, membuat Alina meresah khawatir. "Kenapa dia? Kenapa dia diam seperti itu?" "Ly, kamu nggak apa-apa?" Tidak ada respon dari Lily, wanita itu masih membeku. Hingga Alina terpaksa menepuk-nepuk bahunya, untuk menyadarkan Lily. "Lily! Hey!" Alina lega, saat melihat kedua mata Lily mulai berkedip. Namun, dari raut wajahnya, Lily terlihat seperti wanita linglung. Meskipun Alina tidak menyukai Lily, tapi ia masih terlihat mengkhawatirkannya. Bagaimana pun juga mereka pernah bersahabat dekat? "Kamu nggak apa-apa?" tanya Alina. Lily masih diam sambil memegang keningnya yang berdenyut nyeri. Tak lama kemudian, tubuh Lily terhuyung
Usai berbicara dengan Alina di rumahnya, Lily tak langsung pulang ke rumahnya. Ia malah pergi ke rumah Toni. Di mana ia selalu berkeluh kesah kepadanya dan datang disaat-saat seperti ini. Ia memiliki kunci rumah Toni dan bebas memasukinya kapan saja.Toni sedang bekerja dan saat ini Lily berada sendirian di rumahnya.Wanita itu belum berhenti meneteskan air matanya, setelah pembicaraan yang menyesakkan dadanya bersama Alina tadi."Jika benar Mas Reno peduli padaku, seharusnya dia bisa lebih peka terhadapku yang sering keluar rumah diam-diam seperti ini. Harusnya dia perhatian kepadaku. Tapi Mas Reno sama sekali tidak peduli? Dia berbeda dengan mas Reno yang dulu selalu memperhatikanku. Apa semua pria seperti ini, setelah mendapatkan apa yang mereka mau?" gumam Lily sedih.Ia teringat dengan perselingkuhannya bersama Reno yang sangat nikmat dan indah. Lily merasa dicintai, diinginkan oleh Reno, ada perhatian pria itu yang tiada tarah kepadanya. Akan tetapi, setelah mereka menikah, perh
Setelah menelpon papanya untuk meminta bantuan, karena ia sudah sangat geram. Abimana pergi ke butik tempat Alina berada. Saat ini, hanya pelukan kekasihnya itu yang bisa meredakan emosi dan menenangkannya.Sesampainya di butik itu, ia melihat Alina sedang duduk di atas kursi ruang kerjanya. Wanita cantik itu tampak sibuk melihat beberapa catatan di buku dan sesekali menulis di sana.Abimana tidak tega menganggunya dan hanya melihat kekasihnya dari balik pintu kaca itu. Sesekali bibirnya tersenyum melihat Alina begitu fokus dan tetap cantik walaupun sedang bekerja. Terkadang ia merutuki Reno yang membuang Berlian seperti Alina. Wanita setia yang tidak pernah berkhianat dan selalu menurut pada suaminya."Pak Abimana. Loh? Kenapa bapak masih ada di sini? Bapak belum masuk dari tadi?" tanya karyawan lainnya yang ada di butik itu, ia heran karena Abimana masih ada di sana. "Saya akan panggil bu Alina ya, dan kasih tahu kalau bapak ada disini.""Nggak apa-apa. Alina lagi sibuk, jadi saya n
Alina dibawa ke rumah sakit setelah dirasa air ketubannya sudah pecah, dibantu oleh orang-orang yang ada di butik. Mereka naik ambulance agar lebih cepat sampai dan bisa menghindari kemacetan. Alina ditemani oleh Tira, sementara bayinya dititipkan pada ibu mertuanya lebih dulu. Disaat-saat seperti ini, Tira harus ada bersama dengan Alina. Bahkan saat Tira melahirkan putranya yang bernama Aksa, Alina ada di sana bersamanya."Bu, apa sudah dihubungi suaminya?" tanya seorang perawat pada Tira."Iya, ini mau saya telpon, Sus." Tira mengambil ponselnya yang ada di dalam tas. Dia bergegas menghubungi Abimana untuk memberitahukan kondisi istrinya.3 kali ditelpon, tapi Abimana tidak kunjung mengangkat telponnya. "Aduh, si pak Abi gimana sih? Biasanya juga gercep angkat telpon. Kok ini mendadak lemot."Hingga akhirnya dia menelpon suaminya, karena dia baru ingat kalau suaminya mungkin saat ini sedang bersama dengan Abimana untuk membahas masalah pekerjaan."Halo Mas Rey!""Ada apa yang?" tan
Apa yang sudah diputuskan Abimana harus terlaksana, apalagi jika itu mengenai istrinya. Siang itu, Abimana sudah berada di depan butik untuk menjemput istrinya. Meski istrinya sudah mengatakan padanya, kalau dia tidak mau pergi ke dokter."Mas, aku kan udah bilang sama Mas. Aku nggak mau periksa ke dokter. Ini cuma asam lambung doang," ucap Alina kesal.Abimana menggeleng-gelengkan kepalanya, wajahnya terlihat datar dan tatapan matanya menunjukkan kalau dia tidak menerima penolakan."Pokoknya kalau aku bilang pergi ke dokter, harus ke dokter.""Aku kan nggak kenapa-napa Mas.""Pokonya ke rumah sakit!" ujar Abimana tegas.Bibir Alina mencebik saat mendengar keras kepala suaminya. Abimana memang sulit diubah pikiran dan tekadnya. Jangan lupa, bahwa pria itu adalah pejuang yang keras kepala. Dia keras kepala dan bersikeras mendapatkan Alina. Dari awal sampai akhir, dia terus berusaha sampai dia bisa mendapatkannya. Inilah dia dan keras kepalanya yang tak bisa diganggu gugat.Dengan terpa
"Mas berangkat duluan ya Sayang." Pria itu memberikan kecupan mesra di kening istrinya seraya berpamitan."Kita barengan aja Mas. Aku juga kan mau ke butik," kata Alina sambil menyimpan gelas air minum yang sudah kosong ke atas meja. Dia juga sudah bersiap-siap untuk pergi ke butik.Abimana malah kembali membuatnya duduk di atas kursi. Padahal Alina sudah berdiri dan siap-siap pergi ke butik. "Kamu berangkatnya agak siangan aja Sayang. Semalam kan kita habis anu, kamu pasti masih capek."Lagi-lagi Abimana mengingatkan mereka akan malam panas mereka semalam. Meski sudah berkali-kali melakukannya dan membahas ini, Alina tetap merasa malu. "Mas...""Kenapa sih? Orang cuma ada kita berdua aja di sini. Kamu masih malu?" goda Abimana seraya memegang dagu sang istri.Matanya menatap istrinya dengan penuh cinta seperti biasa. Dia tidak pernah bosan melihat istrinya setiap hari dan hampir setiap detik, cintanya bertambah terus menerus seakan tak akan pernah habis dan selalu diisi ulang.Inikah
Rey melihat istrinya sedang jongkok sambil memegangi perutnya. Tak hanya itu, kedua mata istrinya berurai oleh cairan bening yang hangat. Suara tangisannya terdengar menyakitkan, sampai ke ulu hati Rey."Sayang? Kamu kenapa di sini?" tanya Rey yang tak kunjung membuat sang istri berhenti menangis dan mau melihat ke arahnya. Tira malah semakin menyembunyikan dirinya dari Rey."Maafin aku ya, Sayang." Pria yang akan segera jadi ayah itu, ikut berjongkok bersama istrinya dan disamping istrinya. Dengan tulus dia meminta maaf, tapi Tira sepertinya tidak mempercayai permintaan maafnya dan malah berkata lain-lain."Ngapain kamu ke sini? Pasti kamu mau marahin aku lagi kan? Sana pergi! Jangan ganggu aku sama bayiku," ujar Tira mengusir suaminya pergi dari sana dengan wajah bad mood."Eh? Kok gitu sih? Bayi kita ya, bukan bayi kamu aja. Orang aku kok yang nanam benihnya," celetuk Rey yang sontak saja mendapatkan pelototan maut dari istrinya. "Kenapa? Aku bicara benar kan? Benihnya dari aku loh
Ketika ibu dan ayah mertuanya menanyakan keadaannya, Tira hanya bisa menangis sambil mengatakan maaf. Mereka jadi kebingungan melihat Tira seperti ini. Hingga akhirnya Rey yang masih setengah sadar, tiba di dapur dan melihat asap mengepul di sana."Ada apa sih? Siapa orang yang masak malam-malam dan bikin dapur kebakar kayak gini?" tanya Rey pada semua orang yang sudah ada di sana.Papa Rey terlihat kesal dengan perkataan putranya. Dia terlihat santai, padahal istrinya bisa saja terluka saat berada di dapur. "Rey! Kamu ini gimana sih? Kenapa kamu biarkan istri kamu ke dapur sendiri hah?""Hah? Istriku ke dapur sendirian?" kata Rey dengan polosnya."Iya, sepertinya dia lagi masak nasi goreng tapi gosong nasinya. Kenapa sih kamu nggak perhatian sama istri kamu?" ucap mamanya kali ini dengan galak."Ma, tolong jangan marah-marah sama Mas Rey. Aku sendiri yang mau ke dapur, ini bukan salah dia." Tira membela suaminya, karena memang dia sendiri yang ingin pergi ke dapur dan membuat makanan
Ketika Alina dan Abimana sedang menikmati masa bulan madu mereka yang indah. Rey dan Tira sedang menikmati masa sebelum mereka menjadi orang tua. Kandungan Tira sudah menginjak bulan ketiga ,dia sudah tidak mengalami mual-mual lagi seperti sebelumnya. Tapi sekarang sikapnya sangat membuat Rey kebingungan. Setiap hari Rey dibuat sibuk dan Tira tidak bisa melihat suaminya diam."Rey, bangun. Rey." Tira menggoyang-goyangkan tubuh suaminya dengan kedua tangannya.Dia mencoba membangunkan suaminya itu. Namun, Rey masih tertidur lelap dan belum ada tanda-tanda mau bangun. Tira semakin jengkel dan akhirnya dia pun mengambil peluit yang ada di dalam lemari nakas. Kemudian dia meniup peluit itu tak jauh dari telinga Rey.Prit... Prit...Suara peluit itu terdengar kencang dan kontan saja membuat kedua mata Rey terbuka lebar. Pemuda itu benar-benar terbangun. "Astaghfirullah! Sayang!" pekik Rey kaget, seraya mengorek-ngorek telinganya yang terasa sakit setelah apa yang dilakukan istrinya barusan
Seakan tidak pernah puas dengan istrinya, Abimana kembali lanjutkan aktivitas suami istri itu pada pagi hari. Hingga mereka berdua baru bisa bersantai pada sore hari. Ketika perut keduanya sama-sama lapar dan ketika Alina ingin pergi jalan-jalan keluar. Dia bosan di dalam kamar, bisa-bisa suaminya terus melakukan ini seharian."Kamu mau jalan-jalan? Memang nggak capek heum?" ucap Abimana seraya mengelus dagu istrinya dengan lembut. Abimana tersenyum pada istrinya itu yang merengek ingin jalan-jalan."Gak. Aku lebih capek kalau terus-terusan berada di kamar ini. Kamu pasti bakal mesum terus sama aku, Mas." Alina mengucapkannya dengan blak-blakan. Kedua tangannya menyilang di dada dan matanya menunjukkan kekesalan."Baiklah. Kita akan keluar. Tapi gantilah dulu bajumu Sayang. Jangan sampai kamu memakai pakaian terbuka saat kita keluar nanti," ucap Abimana yang akhirnya menuruti rengekan istrinya.Seulas senyum manis nan indah, terlihat di bibir Alina dan membuat Abimana turut bahagia."T
Seketika tubuh Alina meremang, kala Abimana memeluknya dan bibir lelaki itu menyentuh tengkuknya dengan lembut, penuh perasaan. Gelayar aneh mulai muncul di dalam dirinya, seakan-akan meledak. Sentuhan Abimana membuat Alina geli, tapi juga merasa bahagia.Kini mereka adalah suami istri dan mereka sudah sah secara hukum negara maupun agama. Bukankah ini saatnya mereka untuk melakukan malam pertama?"Kamu wangi banget, Yang." Suara Abimana terdengar mendesah dan bibirnya masih terus mengecupi leher Alina.Wanita itu terkekeh mendengar perkataan Abimana yang terdengar seperti gombalan. "Mana ada wangi, Mas? Yang ada aku bau keringat, karena seharian di tempat acara resepsi pernikahan kita.""Keringatmu tetap wangi Sayang. Apa lagi saat kita melakukan kegiatan positif di atas ranjang itu yang membuat kita semakin berkeringat, pasti rasanya akan nikmat," ucap Abimana menggoda. Sontak saja Alina terkejut mendengar ucapan suaminya yang ternyata bisa vulgar seperti ini."Mas ..." desah Alina
Suasana di gedung hotel mewah itu menjadi saksi pernikahan Abimana dan Alina. Semuanya sudah disiapkan dengan sebaik-baiknya dan sesempurna mungkin. Pernikahan kedua Alina ini, jelas jauh lebih mewah dari pernikahan sebelumnya yang sederhana. Kalah jauh. Abimana lah yang menginginkan pernikahan ini menjadi pernikahan yang mewah. Ia ingin meratukan wanita yang ia cintai dengan gemerlap kemewahan dan kasih sayang. Apa yang ia lakukan ini menunjukkan betapa besarnya kasih sayang pria itu kepadanya. Semua wanita akan iri kepadanya hari ini, karena ia mendapatkan mempelai pria yang sangat mencintainya. Orang-orang juga akan banyak yang mendoakan agar keduanya bahagia. Sakinah, mawadah warahmah. Angga yang terharu dengan pernikahan kakaknya, tak bisa menahan tangis. Air matanya terus saja keluar, tak terkendali. Tira yang melihat itu pun mencoba membuat Angga berhenti menangis. "Masa kamu nangis sih? Ini hari bahagia kakak kamu loh. Ayo senyum ah! Jelek tahu!" tukas Tira gemas melihat