Jika Lily yang biasanya bisa membalas perkataan Alina, kali ini ia tidak berkutik dengan kata-kata wanita itu. Hatinya terlalu sakit, usai mendengar kalimat ejekan dari Alina dan memikirkan segala kemungkinan yang mungkin terjadi. Benarkah suaminya memiliki wanita idaman lain di belakangnya? Melihat Lily yang terdiam membeku dengan mata yang tidak berkedip, membuat Alina meresah khawatir. "Kenapa dia? Kenapa dia diam seperti itu?" "Ly, kamu nggak apa-apa?" Tidak ada respon dari Lily, wanita itu masih membeku. Hingga Alina terpaksa menepuk-nepuk bahunya, untuk menyadarkan Lily. "Lily! Hey!" Alina lega, saat melihat kedua mata Lily mulai berkedip. Namun, dari raut wajahnya, Lily terlihat seperti wanita linglung. Meskipun Alina tidak menyukai Lily, tapi ia masih terlihat mengkhawatirkannya. Bagaimana pun juga mereka pernah bersahabat dekat? "Kamu nggak apa-apa?" tanya Alina. Lily masih diam sambil memegang keningnya yang berdenyut nyeri. Tak lama kemudian, tubuh Lily terhuyung
Usai berbicara dengan Alina di rumahnya, Lily tak langsung pulang ke rumahnya. Ia malah pergi ke rumah Toni. Di mana ia selalu berkeluh kesah kepadanya dan datang disaat-saat seperti ini. Ia memiliki kunci rumah Toni dan bebas memasukinya kapan saja.Toni sedang bekerja dan saat ini Lily berada sendirian di rumahnya.Wanita itu belum berhenti meneteskan air matanya, setelah pembicaraan yang menyesakkan dadanya bersama Alina tadi."Jika benar Mas Reno peduli padaku, seharusnya dia bisa lebih peka terhadapku yang sering keluar rumah diam-diam seperti ini. Harusnya dia perhatian kepadaku. Tapi Mas Reno sama sekali tidak peduli? Dia berbeda dengan mas Reno yang dulu selalu memperhatikanku. Apa semua pria seperti ini, setelah mendapatkan apa yang mereka mau?" gumam Lily sedih.Ia teringat dengan perselingkuhannya bersama Reno yang sangat nikmat dan indah. Lily merasa dicintai, diinginkan oleh Reno, ada perhatian pria itu yang tiada tarah kepadanya. Akan tetapi, setelah mereka menikah, perh
Setelah menelpon papanya untuk meminta bantuan, karena ia sudah sangat geram. Abimana pergi ke butik tempat Alina berada. Saat ini, hanya pelukan kekasihnya itu yang bisa meredakan emosi dan menenangkannya.Sesampainya di butik itu, ia melihat Alina sedang duduk di atas kursi ruang kerjanya. Wanita cantik itu tampak sibuk melihat beberapa catatan di buku dan sesekali menulis di sana.Abimana tidak tega menganggunya dan hanya melihat kekasihnya dari balik pintu kaca itu. Sesekali bibirnya tersenyum melihat Alina begitu fokus dan tetap cantik walaupun sedang bekerja. Terkadang ia merutuki Reno yang membuang Berlian seperti Alina. Wanita setia yang tidak pernah berkhianat dan selalu menurut pada suaminya."Pak Abimana. Loh? Kenapa bapak masih ada di sini? Bapak belum masuk dari tadi?" tanya karyawan lainnya yang ada di butik itu, ia heran karena Abimana masih ada di sana. "Saya akan panggil bu Alina ya, dan kasih tahu kalau bapak ada disini.""Nggak apa-apa. Alina lagi sibuk, jadi saya n
Toni yang selama ini menyuruh orang untuk menyelidiki Reno, akhirnya mendapatkan informasi besar tentang hal yang selama ini membuat Lily gelisah. Rahasia besar yang gila dan Lily tidak mengetahuinya."Ton ... Mas Reno sudah apa? Kenapa kamu ngomong setengah-setengah?" tanya Lily yang menatap Toni dengan perasaan penasaran yang semakin besar saja."Mas Reno beneran selingkuh?" tanya Lily tak percaya.Bagaimana tidak penasaran? Raut wajah Toni, mampu membuatnya tegang saat ini. Pasti Toni mendapatkan informasi yang penting."Maaf Ly, sebenernya Reno ... dia sudah menikah lagi."Mata Lily terbuka lebar, bibirnya menutup rapat, raut wajahnya berubah menjadi serius saat mendengarnya. Jantungnya seakan berhenti berdetak, entah sampai berapa lama."Kamu jangan bercanda, Ton." Tangan Lily terkepal kuat, ia tidak menerima bila perkataan Toni memang benar."Apa aku terlihat seperti sedang bercanda di mata kamu, Ly?" Toni balik bertanya dengan menatap sendu ke arah Lily.Lily langsung menggelen
Sakit hati dan kecewa, membuat Lily gelap mata. Dadanya bergemuruh hebat, sesak sekali rasanya, saat membayangkan suami yang ia cintai sedang berada di dalam rumah itu bersama dengan seorang wanita. Wanita yang tak lain adalah istri kedua suaminya.Lily melempari jendela rumah itu dengan batu yang besar, hingga jendelanya pecah dan mengagetkan dua orang manusia yang sedang berada di dalamnya."KELUAR KALIAN BERDUA!"Suara lantang dan penuh emosi itu, sontak saja membuat Reno dan Salsa terkejut bukan main. Mereka pun langsung keluar dari rumah, telah mendengar suara keras itu.Alangkah terkejutnya mereka berdua saat melihat Lily berada di depan rumah dengan mata memerah dan sorot yang tampak murka. Bisa mereka tebak saat melihat ratu aja Lily saat ini. Bahwasanya Lily memang sudah mengetahui semuanya. Tapi, mereka tidak tahu, sampai mana Lily mengetahuinya.Reno panik, ia menelan salivanya sendiri saat melihat keberadaan istrinya itu. "Sa-sayang?" ucap Reno gelagapan.Lily kemudian men
"Terimakasih ya Al. Kamu sudah mau menemui ibu dan bicara sama ibu. Padahal ibu ini ibunya Lily," kata Sinta pada Alina. Ia sangat berterima kasih kepada wanita itu yang mau menemui dan berbicara dengannya."Kenapa Tante pake bilang makasih segala sih? Lagian Tante nggak punya salah apa-apa sama aku. Aku juga udah maafin Lily, Tante. Itu semua sudah berlalu." Alina sudah berbesar hati memaafkan kesalahan Lily, meskipun sebenarnya dalam hati ia tidak pernah melupakan apa yang pernah terjadi dalam hidupnya. Namun, ia sama sekali tidak menyimpan perasaan dendam terhadap Lily."Kamu memang baik Al." Sinta menatap Alina dengan terharu. Ia tidak menyangka, kalau Lily lebih memilih cinta dibanding persahabatannya yang sudah terjalin lama dengan Alina. Mereka sudah saling mengenal dari kecil. Hanya karena seorang pria, persahabatan mereka hancur dan hubungan yang mereka jalin juga rusak. Mungkin kerusakan itu untuk selamanya.Namun, apa daya? Semuanya sudah terjadi dan tidak mudah untuk diper
1 jam sebelumnya ...Usai menerima telpon dari mantan ibu mertuanya, bahwa Lily berada di rumah sakit. Alina dan Sinta bergegas pergi ke rumah sakit dengan mengendarai taksi. Alina terkejut mendengar kabar Lily jatuh dan akan segera melahirkan di usia kehamilannya yang masih tujuh bulan. Entah kenapa perasaan Alina jadi tidak enak. Sama seperti Sinta yang merasakan firasat tentang Lily, sampai ia jauh-jauh datang kemari dari kampung.Setibanya di lorong ruang UGD. Alina melihat mantan ibu mertuanya, Inah dan seorang wanita muda yang entah siapa, ada disampingnya. Wanita muda dan cantik itu, terlihat sedang menangis."Alina? Kamu datang, nak?" Weni menyambut Alina dengan kedua matanya yang berkaca-kaca. Alina menghampiri Weni dan Weni langsung memeluknya."Tante ....," lirih Alina seraya menepuk punggung wanita itu sebagai bentuk penghiburan. Weni masih menangis, tapi ia merasa tenang karena ada Alina di sini."Bu Weni, bagaimana keadaan Lily dan cucu saya? Kenapa Lily bisa jatuh, bu?"
Semuanya seperti mimpi bagi semua orang yang berada di dalam ruangan ini. Terutama Sinta, ibu kandung dari Lily itu langsung tak sadarkan diri, karena ia tak kuasa menahan perasaannya. Kehilangan anak perempuan satu-satunya, membuatnya sangat berduka dan mungkin lukanya akan tetap menetap di hatinya seumur hidup.Sedangkan Reno, pria itu seakan kehilangan dirinya dan pandangan matanya kosong. Tersirat penyesalan dan kesedihan di dalam matanya."Puas kamu Mas! Anak dan istrimu sudah meninggal. Itu semua gara-gara kamu dan istri barumu. Kamu sangat keterlaluan." Alina memukul-mukul tubuh Reno dengan emosi. Meskipun Lily sudah menyakitinya, tapi Alina sudah memaafkannya dan merasa kasihan pada Lily yang diperlakukan seperti ini oleh Reno."Cukup aku saja yang kamu perlakukan seperti itu, Mas. Kenapa kamu melakukannya juga pada Lily? Lily ... dia sahabatku, Mas. Kenapa Mas? Kenapa!!"Ternyata sebenarnya, Alina tetap menganggap Lily sebagai sahabatnya. Bahkan sampai akhir hayat, Alina tida
Alina dibawa ke rumah sakit setelah dirasa air ketubannya sudah pecah, dibantu oleh orang-orang yang ada di butik. Mereka naik ambulance agar lebih cepat sampai dan bisa menghindari kemacetan. Alina ditemani oleh Tira, sementara bayinya dititipkan pada ibu mertuanya lebih dulu. Disaat-saat seperti ini, Tira harus ada bersama dengan Alina. Bahkan saat Tira melahirkan putranya yang bernama Aksa, Alina ada di sana bersamanya."Bu, apa sudah dihubungi suaminya?" tanya seorang perawat pada Tira."Iya, ini mau saya telpon, Sus." Tira mengambil ponselnya yang ada di dalam tas. Dia bergegas menghubungi Abimana untuk memberitahukan kondisi istrinya.3 kali ditelpon, tapi Abimana tidak kunjung mengangkat telponnya. "Aduh, si pak Abi gimana sih? Biasanya juga gercep angkat telpon. Kok ini mendadak lemot."Hingga akhirnya dia menelpon suaminya, karena dia baru ingat kalau suaminya mungkin saat ini sedang bersama dengan Abimana untuk membahas masalah pekerjaan."Halo Mas Rey!""Ada apa yang?" tan
Apa yang sudah diputuskan Abimana harus terlaksana, apalagi jika itu mengenai istrinya. Siang itu, Abimana sudah berada di depan butik untuk menjemput istrinya. Meski istrinya sudah mengatakan padanya, kalau dia tidak mau pergi ke dokter."Mas, aku kan udah bilang sama Mas. Aku nggak mau periksa ke dokter. Ini cuma asam lambung doang," ucap Alina kesal.Abimana menggeleng-gelengkan kepalanya, wajahnya terlihat datar dan tatapan matanya menunjukkan kalau dia tidak menerima penolakan."Pokoknya kalau aku bilang pergi ke dokter, harus ke dokter.""Aku kan nggak kenapa-napa Mas.""Pokonya ke rumah sakit!" ujar Abimana tegas.Bibir Alina mencebik saat mendengar keras kepala suaminya. Abimana memang sulit diubah pikiran dan tekadnya. Jangan lupa, bahwa pria itu adalah pejuang yang keras kepala. Dia keras kepala dan bersikeras mendapatkan Alina. Dari awal sampai akhir, dia terus berusaha sampai dia bisa mendapatkannya. Inilah dia dan keras kepalanya yang tak bisa diganggu gugat.Dengan terpa
"Mas berangkat duluan ya Sayang." Pria itu memberikan kecupan mesra di kening istrinya seraya berpamitan."Kita barengan aja Mas. Aku juga kan mau ke butik," kata Alina sambil menyimpan gelas air minum yang sudah kosong ke atas meja. Dia juga sudah bersiap-siap untuk pergi ke butik.Abimana malah kembali membuatnya duduk di atas kursi. Padahal Alina sudah berdiri dan siap-siap pergi ke butik. "Kamu berangkatnya agak siangan aja Sayang. Semalam kan kita habis anu, kamu pasti masih capek."Lagi-lagi Abimana mengingatkan mereka akan malam panas mereka semalam. Meski sudah berkali-kali melakukannya dan membahas ini, Alina tetap merasa malu. "Mas...""Kenapa sih? Orang cuma ada kita berdua aja di sini. Kamu masih malu?" goda Abimana seraya memegang dagu sang istri.Matanya menatap istrinya dengan penuh cinta seperti biasa. Dia tidak pernah bosan melihat istrinya setiap hari dan hampir setiap detik, cintanya bertambah terus menerus seakan tak akan pernah habis dan selalu diisi ulang.Inikah
Rey melihat istrinya sedang jongkok sambil memegangi perutnya. Tak hanya itu, kedua mata istrinya berurai oleh cairan bening yang hangat. Suara tangisannya terdengar menyakitkan, sampai ke ulu hati Rey."Sayang? Kamu kenapa di sini?" tanya Rey yang tak kunjung membuat sang istri berhenti menangis dan mau melihat ke arahnya. Tira malah semakin menyembunyikan dirinya dari Rey."Maafin aku ya, Sayang." Pria yang akan segera jadi ayah itu, ikut berjongkok bersama istrinya dan disamping istrinya. Dengan tulus dia meminta maaf, tapi Tira sepertinya tidak mempercayai permintaan maafnya dan malah berkata lain-lain."Ngapain kamu ke sini? Pasti kamu mau marahin aku lagi kan? Sana pergi! Jangan ganggu aku sama bayiku," ujar Tira mengusir suaminya pergi dari sana dengan wajah bad mood."Eh? Kok gitu sih? Bayi kita ya, bukan bayi kamu aja. Orang aku kok yang nanam benihnya," celetuk Rey yang sontak saja mendapatkan pelototan maut dari istrinya. "Kenapa? Aku bicara benar kan? Benihnya dari aku loh
Ketika ibu dan ayah mertuanya menanyakan keadaannya, Tira hanya bisa menangis sambil mengatakan maaf. Mereka jadi kebingungan melihat Tira seperti ini. Hingga akhirnya Rey yang masih setengah sadar, tiba di dapur dan melihat asap mengepul di sana."Ada apa sih? Siapa orang yang masak malam-malam dan bikin dapur kebakar kayak gini?" tanya Rey pada semua orang yang sudah ada di sana.Papa Rey terlihat kesal dengan perkataan putranya. Dia terlihat santai, padahal istrinya bisa saja terluka saat berada di dapur. "Rey! Kamu ini gimana sih? Kenapa kamu biarkan istri kamu ke dapur sendiri hah?""Hah? Istriku ke dapur sendirian?" kata Rey dengan polosnya."Iya, sepertinya dia lagi masak nasi goreng tapi gosong nasinya. Kenapa sih kamu nggak perhatian sama istri kamu?" ucap mamanya kali ini dengan galak."Ma, tolong jangan marah-marah sama Mas Rey. Aku sendiri yang mau ke dapur, ini bukan salah dia." Tira membela suaminya, karena memang dia sendiri yang ingin pergi ke dapur dan membuat makanan
Ketika Alina dan Abimana sedang menikmati masa bulan madu mereka yang indah. Rey dan Tira sedang menikmati masa sebelum mereka menjadi orang tua. Kandungan Tira sudah menginjak bulan ketiga ,dia sudah tidak mengalami mual-mual lagi seperti sebelumnya. Tapi sekarang sikapnya sangat membuat Rey kebingungan. Setiap hari Rey dibuat sibuk dan Tira tidak bisa melihat suaminya diam."Rey, bangun. Rey." Tira menggoyang-goyangkan tubuh suaminya dengan kedua tangannya.Dia mencoba membangunkan suaminya itu. Namun, Rey masih tertidur lelap dan belum ada tanda-tanda mau bangun. Tira semakin jengkel dan akhirnya dia pun mengambil peluit yang ada di dalam lemari nakas. Kemudian dia meniup peluit itu tak jauh dari telinga Rey.Prit... Prit...Suara peluit itu terdengar kencang dan kontan saja membuat kedua mata Rey terbuka lebar. Pemuda itu benar-benar terbangun. "Astaghfirullah! Sayang!" pekik Rey kaget, seraya mengorek-ngorek telinganya yang terasa sakit setelah apa yang dilakukan istrinya barusan
Seakan tidak pernah puas dengan istrinya, Abimana kembali lanjutkan aktivitas suami istri itu pada pagi hari. Hingga mereka berdua baru bisa bersantai pada sore hari. Ketika perut keduanya sama-sama lapar dan ketika Alina ingin pergi jalan-jalan keluar. Dia bosan di dalam kamar, bisa-bisa suaminya terus melakukan ini seharian."Kamu mau jalan-jalan? Memang nggak capek heum?" ucap Abimana seraya mengelus dagu istrinya dengan lembut. Abimana tersenyum pada istrinya itu yang merengek ingin jalan-jalan."Gak. Aku lebih capek kalau terus-terusan berada di kamar ini. Kamu pasti bakal mesum terus sama aku, Mas." Alina mengucapkannya dengan blak-blakan. Kedua tangannya menyilang di dada dan matanya menunjukkan kekesalan."Baiklah. Kita akan keluar. Tapi gantilah dulu bajumu Sayang. Jangan sampai kamu memakai pakaian terbuka saat kita keluar nanti," ucap Abimana yang akhirnya menuruti rengekan istrinya.Seulas senyum manis nan indah, terlihat di bibir Alina dan membuat Abimana turut bahagia."T
Seketika tubuh Alina meremang, kala Abimana memeluknya dan bibir lelaki itu menyentuh tengkuknya dengan lembut, penuh perasaan. Gelayar aneh mulai muncul di dalam dirinya, seakan-akan meledak. Sentuhan Abimana membuat Alina geli, tapi juga merasa bahagia.Kini mereka adalah suami istri dan mereka sudah sah secara hukum negara maupun agama. Bukankah ini saatnya mereka untuk melakukan malam pertama?"Kamu wangi banget, Yang." Suara Abimana terdengar mendesah dan bibirnya masih terus mengecupi leher Alina.Wanita itu terkekeh mendengar perkataan Abimana yang terdengar seperti gombalan. "Mana ada wangi, Mas? Yang ada aku bau keringat, karena seharian di tempat acara resepsi pernikahan kita.""Keringatmu tetap wangi Sayang. Apa lagi saat kita melakukan kegiatan positif di atas ranjang itu yang membuat kita semakin berkeringat, pasti rasanya akan nikmat," ucap Abimana menggoda. Sontak saja Alina terkejut mendengar ucapan suaminya yang ternyata bisa vulgar seperti ini."Mas ..." desah Alina
Suasana di gedung hotel mewah itu menjadi saksi pernikahan Abimana dan Alina. Semuanya sudah disiapkan dengan sebaik-baiknya dan sesempurna mungkin. Pernikahan kedua Alina ini, jelas jauh lebih mewah dari pernikahan sebelumnya yang sederhana. Kalah jauh. Abimana lah yang menginginkan pernikahan ini menjadi pernikahan yang mewah. Ia ingin meratukan wanita yang ia cintai dengan gemerlap kemewahan dan kasih sayang. Apa yang ia lakukan ini menunjukkan betapa besarnya kasih sayang pria itu kepadanya. Semua wanita akan iri kepadanya hari ini, karena ia mendapatkan mempelai pria yang sangat mencintainya. Orang-orang juga akan banyak yang mendoakan agar keduanya bahagia. Sakinah, mawadah warahmah. Angga yang terharu dengan pernikahan kakaknya, tak bisa menahan tangis. Air matanya terus saja keluar, tak terkendali. Tira yang melihat itu pun mencoba membuat Angga berhenti menangis. "Masa kamu nangis sih? Ini hari bahagia kakak kamu loh. Ayo senyum ah! Jelek tahu!" tukas Tira gemas melihat