"Uhhh ... " "Aarggh ... " Kedua mata Alina yang semula terpejam, langsung terbuka perlahan, begitu dia mendengar suara-suara aneh dari luar kamarnya. Wanita itu benar-benar terbangun, bertepatan dengan kerongkongannya yang kering dan perlu di basahi. Alina melangkah keluar dari kamarnya, sambil membawa botol minuman kosong, lalu dia berjalan menuju ke arah dapur. Semakin dia melangkah mendekati dapur, suara-suara aneh itu semakin terdengar keras. Namun, suara itu terdengar tidak asing di telinganya. Dia familiar dengan suara tersebut. Alangkah terkejutnya Alina, saat dia melihat dua insan manusia yang tengah memadu kasih, di atas meja dapur dengan sangat intim. Sontak saja, Alina menghentikan langkah dan memalingkan wajahnya, guna menghindari pemandangan tersebut. Niatnya, mengambil air pun menjadi urung. Dia kembali melangkahkan kakinya, menuju ke arah kamar dengan perasaan yang berkecamuk. Hatinya bak dihantam godam berat, sampai dadanya terasa sesak. Sebelum masuk ke dala
Perkataan Alina itu, sukses membuat suami dan madunya bungkam untuk sesaat. Raut wajah mereka semakin terlihat merasa bersalah. Lily menghampiri kakak madu sekaligus sahabatnya itu dengan wajah melas. Dia mengenggam tangan Alina, matanya berkaca-kaca. "Alina, maafin aku. Ini semua salah aku ... kamu jangan salahkan Mas Reno. Seharusnya aku dan Mas Reno bisa menahan diri dan tidak melakukannya di sana. Tapi kamu tenang aja, mulai malam ini dan seterusnya, Mas Reno akan tidur sama kamu!" Kata-kata yang dilontarkan oleh Lily, seperti sebuah pemberitahuan pada Alina jika mereka semakin mesra dan intim. Setelah 2 bulan ini terus mendiamkan mereka bersikap sesukanya, kini wanita berambut panjang itu pun akhirnya bereaksi. "Aku tahu kok, kalau hubungan kamu sama Mas Reno sangat mesra dan semakin lengket. Udah, nggak usah diperjelas lagi. Aku udah lihat dengan JELAS." Alina tersenyum tipis, dengan atensi tajam tertuju pada madunya itu. Raut wajah Lily langsung berubah, seolah dia ditin
Semua orang terkejut, begitu mereka melihat Lily jatuh tak sadarkan diri. Perdebatan Reno dan Alina, terpaksa harus berhenti karena Lily yang pingsan. Reno dan Weni panik melihatnya, mereka bergerak lebih dulu menghampiri Lily yang sudah tergeletak di atas lantai. Sedangkan Alina dan Abimana, masih berdiri di tempat mereka sambil melihat ke arah Lily."Lily! Sayang! Kamu kenapa?" Reno menepuk-nepuk pelan pipi Lily dan matanya memancarkan kekhawatiran pada istri keduanya itu."Lily ... kamu kenapa, Nak?"Tidak hanya Reno, Weni juga panik, karena sangat mengkhawatirkan menantunya. Padahal masih ada menantunya yang lain, yang harus dia perhatikan juga.Hati Alina hancur, saat dia melihat suaminya sangat mengkhawatirkan istri keduanya. Rasa cemburu itu semakin menggebu, sampai air matanya berdesakan ingin segera keluar dari tempatnya. Namun, sebisa mungkin Alina menahannya agar tidak terlihat menyedihkan di sana."Reno, cepat kamu bawa istri kamu ke rumah sakit!" Titah Weni pada putra ked
Tubuh Alina membeku, jantungnya seakan berhenti berdetak saat itu juga, manakala dia mendengar kabar tentang kehamilan madunya. Seharusnya ini adalah kabar baik yang bisa membuatnya bahagia, karena suaminya akan memiliki keturunan setelah 5 tahun menunggu. Akan tetapi, hati Alina tidak merasa bahagia dengan kabar ini.Perkataan ibu mertuanya, bagaikan hujan petir yang datang di siang bolong. Mampu meluluhlantakkan perasaannya."Iya, Lily sedang hamil anak Reno. Tadi dokter memeriksanya di rumah sakit dan ternyata dia hamil. Terbukti kan, sekarang? Kalau kamu itu memang mandul?" Sarkas Weni kepada menantu pertamanya itu dan tanpa mempedulikan perasaan Alina sama sekali.Wajah pucat Alina, kedua mata wanita itu yang tampak mengembun, sama sekali tidak membuat Weni bersimpati kepadanya. Dia malah terlihat senang menyudutkan Alina tentang kemandulan."Ma, udah cukup." Reno meminta ibunya untuk tidak bicara lagi, karena sebenarnya hati Reno juga sakit mendengar Alina dihina dan disudutkan
Alih-alih membujuk suaminya agar tidak marah, Alina malah mengucapkan kata-kata yang membuat suaminya semakin marah. Ya, Reno marah, saat mendengar Alina malah mengusirnya. Seharusnya, hari ini menjadi hari yang bahagia untuk Reno dan Alina, karena kehamilan Lily. Akan tetapi, sikap Alina malah mengacaukan segalanya. Reno pun mulai membenarkan apa yang dikatakan oleh ibunya, bahwa sebenarnya Alina memang tidak senang dia bahagia. "Keluar Mas, aku lelah. Aku mau istirahat." Alina mengusir suaminya untuk kedua kalinya, sambil memalingkan wajah dari pria itu. Dia tidak mau kamu sampai Reno melihatnya menangis. Tapi, jika pria itu cukup peka akan perasaannya, mungkin Reno akan bertanya bagaimana perasaan istri pertamanya saat ini. "Keterlaluan kamu Alina! Apa kamu benar-benar nggak suka lihat aku sama Lily bahagia? Bisa-bisanya kamu sikap kayak gini, saat tahu Lily hamil?" Reno mencecar istrinya sambil marah-marah. Dia kecewa karena Alina tidak menunjukkan kebahagiaan atas kabar ini. "
Kali ini Alina tidak mau mengalah, dia harus bisa membuat Reno bisa tinggal dengannya malam ini. Reno juga sudah berjanji padanya dan bukankah sudah seharusnya Reno menjaga janjinya pada Alina?Selalu aja ada alasan, yang membuat Reno harus bersama Lily. Sampai-sampai Alina tidak punya waktu untuk bersama suaminya sendiri. Alina paham, kalau Lily juga istri suaminya, tapi wanita itu terlalu menguasai waktu Reno. Sehingga Alina tidak mendapatkan waktu bersama Reno."Aku tidak mengizinkanmu pergi, Mas. Malam ini kamu harus bersamaku, itu janji kamu!" ujar Alina tegas. Dia menekankan pada Reno, tentang janji pria itu kepadanya.Melihat suaminya diam saja, Alina kembali berkata. "Kemarin-kemarin seharusnya waktu kamu bermalam denganku, Mas. Tapi lagi-lagi Lily sakit, Lily pengen ditemenin kamu, Lily ngidam lah. Kamu nggak jadi bermalam sama aku. Sekarang aku mau kamu di sini Mas, karena ini waktu aku sama kamu."Wanita itu mengutarakan keluhannya pada suaminya, dia hanya ingin keadilan ya
Kedua mata Abimana menatap Alina dengan sendu dari kejauhan. Kamarnya yang kebetulan bersebrangan dengan kamar Alina, membuat Abimana tanpa sengaja melihat adik iparnya itu di sana.Pintu kamar Alina masih terbuka, menampilkan sosok Alina yang masih berdiri mematung di sana dengan kedua matanya yang berkaca-kaca. Kepalanya sesekali menunduk, jari-jarinya sesekali mengusap sesuatu di pipinya. Abimana tahu apa yang diusap oleh Alina, pasti masih hal yang sama, yaitu air mata."Kasihan sekali kamu, Al." Abimana berucap dengan lirih, merasa iba pada adik iparnya itu.Dia sudah bisa menebak bahwa malam ini, pasti Alina akan menangis lagi seorang diri di kamarnya dan terlihat sembab di pagi hari. Bukan hanya sekali, dua kali, Abimana melihat Alina seperti itu. Selama dua bulan ini, Abimana sering melihat adik iparnya bersedih dan murung. Sejak pernikahan kedua suaminya, wanita itu hampir tak pernah tersenyum. Belum lagi tekanan dari ibunya yang selalu merecoki rumah tangga Alina dan Reno.A
"Nanti kamu harus buatin aku pancake keju cokelat!"Alina menatap kakak iparnya dengan kedua alis yang terangkat dan kening yang berkerut. Ya, Alina bingung. Pasalnya ia tahu, bahwa kakak iparnya ini tidak terlalu menyukai makanan yang manis-manis."Lho? Kenapa ngeliatin Abang kayak gitu, Al? Ada yang salah ya?" tanya Abimana pada adik iparnya itu, lantaran ia dapat melihat kebingungan di raut wajah Alina."Aneh aja. Kenapa Abang minta dibuatin makanan yang manis-manis? Abang kan nggak suka yang manis-manis," tutur Alina sambil mengambil air minum yang ada di atas meja dapur.Kali ini giliran Abimana yang memuji Alina yang pandai membuat cake. "Kalau kamu yang buatnya, Abang pasti suka. Soalnya, cake buatan kamu kan enak.""Ya udah, nanti Alina buatin ya, Bang. Ngomong-ngomong makasih lho, nasi gorengnya. Pasti, yang nanti jadi istri Abang, akan merasa sangat beruntung.""Kenapa?" tanya Abimana sambil memperhatikan raut wajah Alina yang sudah tampak lebih baik dari sebelumnya. Jujur d
Benar dugaan Abimana, ini adalah green light dari keluarganya. Alina disambut baik oleh paman, ayah dan juga kakak pertamanya. Ya, wanita yang berada di sana adalah kakak pertama Abimana yang bernama Riana."Saya dan Galih sudah mencari kamu. Saat itu saya belum sempat mengucapkan terimakasih sama kamu, Nak Alina." Pria paruh baya itu tersenyum ramah dan bicara dengan hangat pada Alina. Walaupun wajahnya terlihat tegas dan galak, tapi sebenarnya Wirya memilki hati yang baik dan lembut."Saya ikhlas menolong Bapak. Saya senang bisa kembali bertemu' dengan bapak. Dan sepertinya bapak sudah baik-baik saja.""Alhamdulillah, seperti yang kamu lihat. Saya sudah baik-baik saja," ucap Wirya dengan senyuman hangatnya pada Alina. Ia menunjukkan ketertarikannya pada wanita yang diperkenalkan sebagai kekasih putranya itu."Kamu nggak salah pilih calon istri, Bi. Alina sangat cantik dan baik. Dia juga yang sudah menolong Papa," kata Riana yang juga memuji Alina dan memberikan dukungan pada Abimana
Abimana datang menjemput Alina, tepat pukul 19.15. Laki-laki itu terlihat tampan dengan kemeja berwarna merah maroon yang ia kenakan dan celana jeans berwarna hitam. Entah kebetulan atau direncanakan, tapi warna pakaian Abimana sangat serasi dengan warna pakaian yang dikenakan Alina saat ini. Hingga mereka terlihat seperti couple."Ini tandanya udah jodoh sih. Baju aja warnanya samaan gini," goda Tira pada kedua orang itu.Alina dan Abimana saling melihat satu sama lain, memperhatikan warna pakaian mereka berdua. Kemudian Alina tersipu malu saat menyadari, warna pakaian mereka sama. Sedangkan Abimana, pemuda itu tersenyum lembut dan terlihat bahagia."Iya dong, kita memang jodoh. Cuma waktunya agak telat aja," sahut Abimana yang membuat pipi Alina semakin merona. Setiap kata-kata dari pemuda itu selalu berhasil membuat hati Alina berbunga-bunga."Ciye ciye ... huhuy. Cepetan halalin ya, biar lebih mantap," ucap Tira yang sekaligus mendoakannya kebahagiaan Alina dan Abimana."Aamiin.
Akhirnya waktu yang telah dijanjikan pun tiba, tapi Alina masih terlihat belum siap-siap. Bahkan ia terlihat bingung dan malah bengong di dalam kamarnya sambil melihat-lihat pakaian di dalam lemarinya berulang kali."Al! Ngapain bengong gitu?" Suara Tira dari ambang pintu itu mengagetkan Alina, sekaligus membawa Alina kembali ke dalam kesadarannya.Wanita itu menoleh ke arah Tira yang sedang berjalan menghampirinya. Tatapan Tira bertanya-tanya padanya. "Tira?""Hey, bukannya si bang Abi mau jemput lo jam 7? Ini udah mau jam 7 loh. Kenapa lo belum siap? Lo masih pake baju yang tadi?" kata Tira sambil melihat Alina dari atas sampai ke bawah. Sahabatnya itu masih memakai pakaian rumah seperti tadi."Hah? Udah mau jam tujuh?" Alina panik usai mendengar Tira memberitahunya kalau ini sudah mau jam 7 malam."Ya ampun ... dari tadi lo ngapain aja Al? Lo di kamar hampir 3 jam. Gue kira lo lagi siap-siap dandan cantik, mandi atau gimana. Eh tahunya lo malah bengong. Estoge, gue gak habis pikir
Reno berusaha untuk fokus pada pekerjaannya, walaupun saat ini ada Lily bersamanya. Ia berusaha untuk tetap tenang, supaya tidak menimbulkan kecurigaan Lily setelah pertengkaran mereka tadi pagi. Tidak ada obrolan yang hangat diantara mereka, yang ada saling curiga dan saling mengawasi."Sepertinya aku tidak bisa ketemu Salsa hari ini."Pria itu menghela napas gusar, ia melihat istrinya yang sedang duduk di sofa sambil memakan camilan. Tapi pikirannya mengarah pada Salsa.***Siang itu, Abimana pergi dari kantornya untuk makan siang bersama dengan Alina dan melihat kerja kelompok kekasihnya itu. Tepat saat Abimana pergi, pimpinan perusahaan dan Bella mencarinya. Akhirnya mereka pun tidak bertemu.Di sebuah rumah makan lesehan, Alina dan empat anggota kelompoknya akan makan siang sambil kerja kelompok di sana. Kebetulan, salah satu teman kelompok Alina adalah pemilik rumah makan lesehan itu. Suasana rumah makan itu terlihat asri, dengan udara yang sejuk dan pemandangan indah."Wow ...
Abimana tampak tak nyaman dengan sentuhan, tatapan dan kata-kata wanita itu kepadanya. Ia langsung menepis tangan wanita itu dan menatapnya sengit. Ia selalu bersikap dingin, pada seseorang yang tidak dikenalnya."Siapa kamu? Kenapa kamu pegang-pegang tangan saya?" tanya Abimana jutek. Ia merasa tidak kenal pada wanita ini, tapi wanita ini bersikap dan menatapnya seolah mereka sudah saling kenal sebelumnya."Abi ... kamu lupa sama aku?" tanya wanita itu yang terlihat kecewa, karena sikap Abimana yang seperti orang asing padanya."Saya tidak kenal kamu. Jadi bagaimana saya bisa lupa?" kata Abimana lagi dengan dingin. Kemudian ia melangkah pergi menuju ke dalam lift, tanpa berpamitan dulu pada wanita itu.Namun, wanita itu tidak membiarkan Abimana pergi begitu saja. Ia menghadang jalannya, sebelum Abimana masuk ke dalam lift."Tunggu Abi! Apa karena kita udah putus, terus kamu jadi bersikap kayak gini sama aku?" ucap wanita itu dengan nada kecewa.Abimana tercekat, saat ia teringat sesu
"Jadi ini yang membuat Alina gelisah dari tadi," kata Abimana dalam hati. Ketika ia sudah paham apa yang dikhawatirkan Alina."Keluargaku baik, aku udah cerita tentang kamu sama mereka."Mata Alina menatap Abimana dengan melebar, ia terkejut dengan pernyataan pemuda itu."Jangan khawatir. Mereka udah tau gimana keadaan kamu, status kamu. Dan mereka akan menerima pilihan aku. Selama pilihan aku itu seorang wanita," ucap Abimana sambil tersenyum."Mas, jangan bercanda.""Hey, siapa yang bercanda? Aku serius!" sanggah Abimana. Ia tidak bercanda sama sekali. Abimana memang sudah menceritakan tentang Alina kepada keluarganya, ayahnya dan kakak-kakaknya merespon dengan baik keinginan Abimana untuk menikahi seorang wanita. Selama wanita itu adalah wanita baik dan dicintai olehnya. Mereka tidak akan melarang, apa yang menjadi keinginan Abimana."Keluargaku bukan keluarga yang patriarki. Kamu akan melihat betapa baiknya mereka, Al. Mereka pasti akan menerima kamu," ucap Abimana yang berusaha m
Malam itu Reno tidur di rumah Salsa, dia ketiduran di sana setelah pulang bekerja. Tadinya dia ke sana hanya untuk mengecek keadaan Salsa dan membelikan wanita itu makanan. Tapi malah berujung ketiduran di sana."Aku udah bangunin Mas dari semalam. Tapi Mas masih tidur, malah sampai ngorok!" seru Salsa yang marah-marah pada Reno. Ia sudah membangunkan Reno berulang kali, tapi Reno terus saja tidur. Untung saja mereka tidak tidur bersama."Maaf, aku juga nggak tahu kalau bakal ketiduran di sini. Tapi kenapa kamu semarah ini sih? Aku kan suami kamu, jadi nggak apa-apa kalau aku tidur di rumah ini sama kamu." Reno terheran-heran, mengapa Salsa marah-marah padanya karena ia tidur di sini? Ia kan suaminya dan memiliki hak untuk bersama Salsa."Bagaimana bisa aku nyaman tinggal bersama dengan cowok yang sudah memperkosaku?" ucap Salsa tanpa filter. Lagi-lagi kata-kata pedas Salsa membuat hati Reno tak nyaman. Bahkan sekarang ia harus membiasakan diri dengan kata-kata Salsa."Oke, aku yang s
"Kenapa saya harus menundukkan kepala saya di depan kamu? Saya tidak membunuh ibu kamu! Jangan sembarangan bicara ya! Saya bisa tuntut kamu," ujar Weni yang balik marah dan mengancam Alina, kalau ia akan menuntutnya."Silahkan saja. Saya juga bisa menuntut ibu, karena ibu sudah menyembunyikan keadaan Lily yang sedang hamil dan berbohong pada saya waktu itu!" kata Alina membalas ancaman Weni tanpa rasa takut. Weni terlihat kesal pada Alina, tapi ia tidak mengatakan apa-apa lagi pada Alina."Saya harap anda selalu sehat, Bu Weni. Agar anda bisa menyaksikan betapa bahagianya pernikahan anak anda dan menantu kesayangan anda itu," ucap Alina sarkas."Sialan kamu!" umpat Weni yang sama sekali tidak dipedulikan oleh Alina yang sudah melangkah pergi dari sana.Sedangkan Abimana diam saja dan mengikuti Alina dari belakang, tanpa berkomentar apa-apa. Alina benar-benar kesal, moodnya kacau setiap kali bertemu dengan masa lalunya itu. Terutama Weni, mantan ibu mertuanya.Bahkan ketika Alina dan
Setelah pernikahan itu terjadi, Salsa dan Reno langsung diberikan buku nikah masing-masing. Reno juga menyiapkan rumah untuk ditinggali oleh Salsa, ATM serta kebutuhan lainnya untuk istri sahnya itu. Status Salsa juga lebih kuat di mata hukum agama dan negara, dibandingkan Lily. Jadi, Salsa adalah istri sah dan Lily tetaplah istri siri. Meskipun Reno menikah dengan Lily lebih dulu dibandingkan dengan Salsa."Saya tidak perlu rumah, Mas. Saya masih bisa tinggal di kosan saya."Reno langsung menatap tajam ke arah ah Salsa. Ia tidak setuju dengan perkataan wanita itu yang menolak rumah pemberiannya. "Mana mungkin saya membiarkan kamu tetap tinggal di sana? Kamu sedang mengandung anak saya, Salsa. Saya tidak mungkin membiarkan wanita yang mengandung anak saya, serba kekurangan.""Tapi Mas, orang-orang akan curiga kalau saya pindah. Apa lagi kalau istri Mas Reno tahu, kalau saya menempati rumah ini!" kata Salsa yang tidak mau tinggal di rumah yang dibelikan Reno untuknya."Lily tidak tahu