Dua bulan telah berlalu sejak perceraian Alina dan Reno. Sementara kandungan Lily semakin besar dan menginjak usia 7 bulan. Sejak kandungan Lily semakin besar, Reno selalu memperhatikannya dan hubungan mereka semakin membaik. Meskipun tidak ada yang tahu, apa yang ada di dalam lubuk hati terdalam Reno. Masihkah ada nama Alina di sana?Selama dua bulan itu, Alina semakin berkembang dan tidak terpuruk dengan perceraiannya dengan Reno, seperti apa yang diharapkan oleh Lily dan Weni. Alina malah semakin bebas mengekspresikan dirinya dan menjadi dirinya sendiri. Sekarang, Alina melanjutkan kuliahnya yang belum usai di jurusan desain. Alina menjadi mahasiswi kesayangan dosennya, karena rajin dan cepat menangkap pelajaran. Meskipun usianya lebih tua dibandingkan mahasiswi lain di kelasnya.Lalu bagaimana dengan pekerjaan Reno? Sekarang Reno bekerja di bawah kepemimpinan ayah mertuanya dan sebenarnya ia merasa tidak nyaman dengan keadaan ini. Tapi mau bagaimana lagi? Reno sudah melamar kesana
Abimana tidak mengira, kalau Reno akan mudah sekali goyah imannya. Ia jadi bertanya-tanya, apa dulu saat tergoda Lily, ia juga seperti ini? Terserahlah! Yang penting, Abimana sekarang sudah menjalankan rencananya untuk membuat Lily dan Reno merasakan akibatnya karena sudah menyakiti Alina. Abimana sengaja menyuruh seseorang untuk menggoda Reno dan mengikuti Reno ke club malam. Setelah itu, orang suruhannya akan menyebarkan foto itu di saat yang tepat. Di mana rumah tangga Reno dan Lily akan hancur, karenanya. "Enak saja kalian hidup bahagia setelah menyakiti Alina. Kalian harus tahu apa yang namanya hukum tabur tuai," gumam Abimana sambil tersenyum menyeringai saat melihat foto Reno dan wanita club itu yang tampak sangat intim. Sekarang, mudah bagi Abimana untuk menghancurkan seorang Reno. Tapi ia lebih suka cara yang perlahan-lahan, dengan menyakitkan. Daripada terus memikirkan Reno dan Lily, Abimana kembali membuka laptopnya. Namun, bukan untuk melanjutkan pekerjaannya, mel
Setiap ada apa-apa dengan Alina, sekarang Tira selalu melaporkannya pada Abimana, karena Tira tahu kalau Abimana selalu bisa membujuk dan bicara dengan Alina. Pembawaan Abimana yang lembut dan tenang, membuat Alina selalu luluh dan menurut padanya.Wanita itu langsung mengirim pesan pada Abimana dan melaporkan kalau hari ini Alina pergi ke kampus tanpa sarapan terlebih dahulu."Tumben si pak Abi lama balasnya. Biasanya gercep!" Tira heran, karena pesannya belum dibalas dan bahkan belum dibaca. Biasanya kalau masalah Alina, Abimana selalu gerak cepat.***Wanita bertubuh mungil itu bergegas mengendarai motor maticnya. Tak lupa ia memakai helm bulat, berwarna hitam biru. Ia tidak mau kalau sampai terlambat ke kampus."Bismillahirrahmanirrahim."Tak lupa Alina membaca basmallah sebelum menyalakan mesin motornya itu. Kemudian motor pun melaju dengan kecepatan standar, meninggalkan rumah Tira."Ya Allah, semoga gak telat!"Sesekali Alina melihat jam tangannya, berharap ia tidak akan terlam
Suara Abimana yang terdengar panik, membuat Alina ikut terkejut. Padahal ia baik-baik saja. Tapi kata rumah sakit, membuat Abimana sepanik ini. "Abang tenang ya. Aku nggak apa-apa," kata Alina menenangkan Abimana. "Rumah sakit mana, Al? Abang kesitu sekarang juga!" seru Abimana tegas. Suaranya terdengar kesal juga, karena pertanyaannya tadi tak dijawab oleh Alina. Wanita itu malah menenangkannya. "Abang, nggak usah—" "Rumah sakit mana?" tanya Abimana yang langsung memotong perkataan Alina. "Rumah sakit Harapan," jawab Alina. Pada akhirnya, Alina tidak bisa mengalahkan pria hangat yang sedang berada dalam mode khawatir itu. "Jangan kemana-mana. Abang kesana!" "Tapi aku beneran nggak apa-apa, Abang nggak usah ke—" Belum sempat Alina menyelesaikan kata-katanya, Abimana sudah lebih dulu menutup telponnya. "Jangan ke sini!" seru Alina kesal. Setelah telpon itu terputus, Alina kembali ke ruang UGD tempat pria tua yang ditolongnya tadi. Dia melihat pria tua itu sedang berusaha
Rasa penasaran membuat Wirya Gunandya datang ke kota Jakarta seorang diri tanpa pengawalan dari para ajudannya dan tanpa memakai pakaian kebesarannya yang selalu ia kenakan saat di rumahnya. Ia terlihat seperti orang tua biasa. Bukan, seperti orang berdarah biru, alias bangsawan.Wirya penasaran dengan wanita seperti apa yang mampu memikat putra bungsunya sedemikian hebat. Sampai membuat Abimana betah tinggal di Jakarta dan menunda posisinya sebagai penerus. Pastilah wanita itu bukanlah wanita biasa."Galih, bilang sama Mas? Wanita seperti apa yang membuat Abimana tergila-gila? Apa dia cantik? Pintar?" tanya Wirya kepada adiknya itu.Galih menghela napas berat, begitu mendengar pertanyaan sang kakak yang terus diulang-ulang. "Mas, sebaiknya Mas pikirkan kesembuhan Mas dulu.""Bagaimana aku bisa menjelaskannya sama mas Wirya? Kalau wanita yang digilai oleh keponakanku itu ... adalah seorang janda. Apa mas Wirya bisa menerimanya?"Bukan tanpa alasan, mengapa Galih menolak pembahasan ini
Alina merasa kesepian, merasa ada yang hilang darinya, karena Abimana tidak ada kabar sama sekali dan tidak menunjukkan batang hidungnya seperti biasa. Menyapanya di pagi hari, entah itu saat bertatap muka, lewat pesan atau telpon. Abimana hampir tidak pernah absen untuk memberikan perhatian pada Alina. Akan tetapi, selama tiga hari ini, Abimana tak menghubungi Alina atau menemuinya."Apa bang Abi sibuk ya?" gumam Alina yang mencoba berpikiran positif terhadap Abimana.Tanpa Alina sadari, Tira melihat sahabatnya itu dari balik pintu halaman belakang. Alina memang sedang berada di halaman belakang pada sore itu, seorang diri sambil memegang ponselnya dan dari tadi wajahnya tampak gelisah. Sebenarnya tidak dari tadi pagi, tapi sejak Abimana tidak ada kabar."Pak Abi gimana sih? Katanya mau deketin Alina, tapi kok malah ngilang ditelan bumi. Dia niat nggak sih?" gerutu Tira yang kesal dengan Abimana. Katanya pria itu ingin mengejar Alina, tapi malah tidak ada kabar."Kasihan kan, Alina j
Malam itu, Lily sedang menyiapkan makan malam untuk suaminya. Sekarang ia belajar memasak, karena ingin menyenangkan Reno dan membuatnya betah di rumah. Ia sama sekali belum mengecek ponselnya. Sekaligus menebus kesalahannya yang sudah menyakiti hati Reno dengan kata-katanya waktu itu. Reno masih bersikap dingin padanya, hanya perhatian kalau Lily mengeluh tentang anak mereka saja. Selebihnya, Reno cuek dan seperti kehilangan ketertarikannya pada Lily."Semoga mas Reno suka dengan masakanku. Yang ini kayaknya lebih enak dari yang kemarin," ucap Lily setelah mencoba masakannya kali ini. Masakan yang ia buat, hanya masakan sederhana. Seperti telur ceplok, telur dada, tahu bejek, tumis dan ayam goreng. Makanan yang tidak perlu bumbu-bumbu sulit untuk memasaknya."Sini! Biar Mama cobain masakan kamu," ucap Weni yang mengagetkan Lily. Lily sampai memegang dadanya, karena jantungnya hampir copot. Ibu mertuanya datang tanpa ada tanda-tandanya terlebih dahulu."Astaga, Mama!""Kenapa kamu kag
Abimana yang sedang demam tinggi itu, mengira kalau keberadaan Alina hanya mimpi. Ia pun mencium, memeluk dan mengatakan cintanya pada wanita yang berstatus janda adiknya itu. Meski bukan adik kandung, tapi setidaknya Reno dan Abimana sudah hidup sebagai adik kakak dari kecil, sejak lama. Hati dan jantung Alina berdentum hebat, saat bibirnya baru saja bersentuhan dengan bibir Abimana. Mantan kakak iparnya, yang sudah dianggapnya sebagai kakak sendiri. Alina tidak percaya ini dan sekarang ia berada didepan kungkungan tubuh pria itu. "Bang, kamu—" "Sstt ....!" Jari telunjuk Abimana menempel pada bibir Alina yang sedikit basah oleh ciumannya barusan. Seketika Alina pun terdiam, ia menelan salivanya sendiri dengan susah payah. "Diam Al. Aku akan bicara di sini dan kamu harus dengar," kata Abimana sambil memegang kedua bahu wanita itu dengan erat. Tatapan mata Abimana tampak sayu, mungkin karena berada dalam keadaan setengah tak sadar. "Pertama, aku mau dipanggil Mas!" seru Abiman
Bugh!Tira berhasil menendang milik Rey yang masih terbungkus di dalam celananya. Rey meringis kesakitan dan dia membuka matanya perlahan-lahan."Aarggh ....""Udah sadar lo, bajingan!" sentak Tira seraya mendorong tubuh Rey dari atas tubuhnya. Selagi pemuda itu lengah dengan rasa sakitnya. Tira menatap nyalang pada Rey dan wajahnya memerah menunjukkan kemarahannya.Namun, Tira tidak menyadari saat ini bibirnya bengkak, di lehernya ada bekas merah dan pakaiannya sedikit berantakan."Keterlaluan lo!""A-apa yang gue lakuin?" gumam Rey sambil merasakan kepalanya yang berdenyut sakit, karena minuman haram yang ia tenggak.Tok, tok, tok!Terdengar suara ketukan kaca dari luar mobil itu dan mengagetkan Tira. Sedangkan Rey sedang sibuk memegani area selangkangannya yang sakit dan merasakan kepalanya yang berdenyut."Keluar kalian! Atau kami pecahkan kaca mobil ini dan lapor polisi!" seru seorang pria dari luar sana mengancam."Waduh! Emangnya kenapa harus lapor polisi segala? Gue kan nggak
Entah kesialan apa yang menimpa Tira, hingga ia harus bertemu dan menolong Rey yang hampir di keroyok di depan tempat hiburan malam. Pemuda itu terlihat mabuk, ya setengah sadarkan diri. Entah apa yang dilakukannya sehingga ia bermasalah dengan beberapa anak nakal di sana. Jika bukan karena Tira yang mengenal salah satu anak nakal itu dan mengenal petugas keamanan di sana, mungkin Rey sudah habis ditangan mereka."Hey! Bangun nggak lo dan bilang di mana alamat rumah lo. Atau gue lempar lo ke jembatan," ujar Tira pada pemuda yang saat ini berada di sampingnya dalam keadaan tak sadarkan diri."Sialan! Gua nyesel udah nolongin lo, tahu nggak?" gerutu Tira sambil mengusap wajahnya dengan kasar. Ia bingung harus mengantarkan Rey kemana, karena tak tahu menahu tentang dirinya."Apa gua telpon Alina aja ya? Dia mungkin tahu dimana alamat si bocah tengil ini," pikir Tira. Ia menebak, Alina mungkin tahu di mana rumah Rey.Tira pun menepikan mobilnya di pinggir jalan, tak jauh dari sebuah jemba
Melihat istrinya akan mengamuk, Reno bergegas membujuk Lily dan membawanya pergi dari sana. Walaupun tidak mudah membujuknya, tapi Reno berhasil membawa Lily pergi.Di sepanjang perjalanan pulang, Reno terlihat tak begitu fokus pada Lily yang mengomel. Ucapan Lily masuk ke telinga kanannya, tapi keluar dari telinga kirinya.Reno malah memikirkan pertemuannya dengan Alina. Pesona mantan istrinya itu tidak bisa ia abaikan begitu saja. Bahkan sekarang ia merasa kalau Alina jauh lebih dari cantik dari Salsa dan Lily.Wajah Alina terbayang-bayang di benaknya, bahkan aroma tubuh wanita itu juga seolah masih terhirup oleh hidungnya. "Alina ... kenapa dia semakin cantik saja? Kenapa dulu dia tidak terlihat seperti itu?""Tapi ngomong-ngomong, kenapa dia ada disini dan berpakaian seperti itu? Apa dia bertemu dengan seseorang? Apa dia sudah punya kekasih baru?""Ah ... tidak mungkin. Aku yakin Alina masih belum bisa lupain aku. Mana mungkin dia berpaling dari aku semudah itu."Pria itu terus sa
"Mas Reno?"Alangkah terkejutnya Alina, melihat Reno baru saja keluar dari toilet pria yang bersebrangan dengan toilet wanita. Reno berjalan menghampirinya dan tersenyum ramah. Seolah mereka masih berhubungan baik. Padahal Alina sudah menekankan kepadanya sebelumnya, kalau Reno tidak boleh menyapa ataupun bersikap mengenalnya.Reno menatapnya dengan kagum, dari atas sampai ke bawah. Alina terlihat sangat cantik di matanya dan ia terpesona. Dari dulu, Reno juga tahu kalau Alina memang cantik. Tapi setelah bercerai, Alina makin cantik."Apa kabar Al? Kamu ngapain di sini?" tanya Reno dengan senyuman dibibirnya yang membuat Alina malas menanggapi.Alina berdecak, kemudian melangkah pergi mengabaikan Reno. Akan tetapi, Reno tidak membiarkan Alina pergi begitu saja dan menarik tangannya."Alina!"Tubuh wanita itu kehilangan keseimbangannya, kemudian tanpa sengaja jatuh ke dalam pelukan Reno. Saat Alina akan melepaskan diri dari Reno, pria itu malah dengan sengaja memeluk dirinya dan tidak
Benar dugaan Abimana, ini adalah green light dari keluarganya. Alina disambut baik oleh paman, ayah dan juga kakak pertamanya. Ya, wanita yang berada di sana adalah kakak pertama Abimana yang bernama Riana."Saya dan Galih sudah mencari kamu. Saat itu saya belum sempat mengucapkan terimakasih sama kamu, Nak Alina." Pria paruh baya itu tersenyum ramah dan bicara dengan hangat pada Alina. Walaupun wajahnya terlihat tegas dan galak, tapi sebenarnya Wirya memilki hati yang baik dan lembut."Saya ikhlas menolong Bapak. Saya senang bisa kembali bertemu' dengan bapak. Dan sepertinya bapak sudah baik-baik saja.""Alhamdulillah, seperti yang kamu lihat. Saya sudah baik-baik saja," ucap Wirya dengan senyuman hangatnya pada Alina. Ia menunjukkan ketertarikannya pada wanita yang diperkenalkan sebagai kekasih putranya itu."Kamu nggak salah pilih calon istri, Bi. Alina sangat cantik dan baik. Dia juga yang sudah menolong Papa," kata Riana yang juga memuji Alina dan memberikan dukungan pada Abimana
Abimana datang menjemput Alina, tepat pukul 19.15. Laki-laki itu terlihat tampan dengan kemeja berwarna merah maroon yang ia kenakan dan celana jeans berwarna hitam. Entah kebetulan atau direncanakan, tapi warna pakaian Abimana sangat serasi dengan warna pakaian yang dikenakan Alina saat ini. Hingga mereka terlihat seperti couple."Ini tandanya udah jodoh sih. Baju aja warnanya samaan gini," goda Tira pada kedua orang itu.Alina dan Abimana saling melihat satu sama lain, memperhatikan warna pakaian mereka berdua. Kemudian Alina tersipu malu saat menyadari, warna pakaian mereka sama. Sedangkan Abimana, pemuda itu tersenyum lembut dan terlihat bahagia."Iya dong, kita memang jodoh. Cuma waktunya agak telat aja," sahut Abimana yang membuat pipi Alina semakin merona. Setiap kata-kata dari pemuda itu selalu berhasil membuat hati Alina berbunga-bunga."Ciye ciye ... huhuy. Cepetan halalin ya, biar lebih mantap," ucap Tira yang sekaligus mendoakannya kebahagiaan Alina dan Abimana."Aamiin.
Akhirnya waktu yang telah dijanjikan pun tiba, tapi Alina masih terlihat belum siap-siap. Bahkan ia terlihat bingung dan malah bengong di dalam kamarnya sambil melihat-lihat pakaian di dalam lemarinya berulang kali."Al! Ngapain bengong gitu?" Suara Tira dari ambang pintu itu mengagetkan Alina, sekaligus membawa Alina kembali ke dalam kesadarannya.Wanita itu menoleh ke arah Tira yang sedang berjalan menghampirinya. Tatapan Tira bertanya-tanya padanya. "Tira?""Hey, bukannya si bang Abi mau jemput lo jam 7? Ini udah mau jam 7 loh. Kenapa lo belum siap? Lo masih pake baju yang tadi?" kata Tira sambil melihat Alina dari atas sampai ke bawah. Sahabatnya itu masih memakai pakaian rumah seperti tadi."Hah? Udah mau jam tujuh?" Alina panik usai mendengar Tira memberitahunya kalau ini sudah mau jam 7 malam."Ya ampun ... dari tadi lo ngapain aja Al? Lo di kamar hampir 3 jam. Gue kira lo lagi siap-siap dandan cantik, mandi atau gimana. Eh tahunya lo malah bengong. Estoge, gue gak habis pikir
Reno berusaha untuk fokus pada pekerjaannya, walaupun saat ini ada Lily bersamanya. Ia berusaha untuk tetap tenang, supaya tidak menimbulkan kecurigaan Lily setelah pertengkaran mereka tadi pagi. Tidak ada obrolan yang hangat diantara mereka, yang ada saling curiga dan saling mengawasi."Sepertinya aku tidak bisa ketemu Salsa hari ini."Pria itu menghela napas gusar, ia melihat istrinya yang sedang duduk di sofa sambil memakan camilan. Tapi pikirannya mengarah pada Salsa.***Siang itu, Abimana pergi dari kantornya untuk makan siang bersama dengan Alina dan melihat kerja kelompok kekasihnya itu. Tepat saat Abimana pergi, pimpinan perusahaan dan Bella mencarinya. Akhirnya mereka pun tidak bertemu.Di sebuah rumah makan lesehan, Alina dan empat anggota kelompoknya akan makan siang sambil kerja kelompok di sana. Kebetulan, salah satu teman kelompok Alina adalah pemilik rumah makan lesehan itu. Suasana rumah makan itu terlihat asri, dengan udara yang sejuk dan pemandangan indah."Wow ...
Abimana tampak tak nyaman dengan sentuhan, tatapan dan kata-kata wanita itu kepadanya. Ia langsung menepis tangan wanita itu dan menatapnya sengit. Ia selalu bersikap dingin, pada seseorang yang tidak dikenalnya."Siapa kamu? Kenapa kamu pegang-pegang tangan saya?" tanya Abimana jutek. Ia merasa tidak kenal pada wanita ini, tapi wanita ini bersikap dan menatapnya seolah mereka sudah saling kenal sebelumnya."Abi ... kamu lupa sama aku?" tanya wanita itu yang terlihat kecewa, karena sikap Abimana yang seperti orang asing padanya."Saya tidak kenal kamu. Jadi bagaimana saya bisa lupa?" kata Abimana lagi dengan dingin. Kemudian ia melangkah pergi menuju ke dalam lift, tanpa berpamitan dulu pada wanita itu.Namun, wanita itu tidak membiarkan Abimana pergi begitu saja. Ia menghadang jalannya, sebelum Abimana masuk ke dalam lift."Tunggu Abi! Apa karena kita udah putus, terus kamu jadi bersikap kayak gini sama aku?" ucap wanita itu dengan nada kecewa.Abimana tercekat, saat ia teringat sesu