Edgar langsung mengantar Zola pulang ke rumahnya. wanita cantik itu masih dalam keadaan tertidur saat Edgar menggendongnya masuk ke dalam kamar. mungkin karena kelelahan dari kejadian semalam, membuat Zola begitu tidak mampu menahan rasa kantuknya. Edgar juga sudah mendapat kabar bahwa identitas orang yang tenggelam di Pantai itu benar adalah Rosa. wanita itu memilih untuk mengakhiri hidupnya dengan cara seperti ini. cara yang ia pikir akan menghancurkan kehidupan Zola, tapi Rosa lupa jika masih ada dirinya yang akan terus berjuang untuk menyembuhkan semua rasa luka yang ada pada diri Zola. setelah memastikan Zola benar-benar nyaman dengan posisi tidurnya, Edgar meninggalkan kamar wanita itu.“Masih tetap tidur?” Dania nampak begitu khawatir dengan keadaannya putrinya itu. Merasa harus berbicara dengan ibu Zola, Edgar memutuskan untuk bergabung duduk di ruang tamu keluarga Joyokusumo.“Seperti yang anda tahu, semuanya sudah berakhir. saya yakin, ayah Zola akan mengurus perceraian Zola
“Kau belum menjawab pertanyaan ku!” Darel nampak begitu tidak sabar dengan jawaban yang ditunggunya. Doni juga terlihat begitu acuh, pria itu melihat ke arah polisi yang mulai kembali ke meja kerjanya yang tidak terlalu jauh dari meja mereka. tempat ini memang sudah diatur agar bisa diawasi, jadi Doni harus berhati-hati dalam bersikap.“Zola akan mencabut laporannya,tapi dengan satu syarat,”Darel menahan diri, ia mencoba untuk mendengarkan perkataan yang nantinya akan keluar dari mulut pria yang kini menemuinya.“Tanda tangani surat perceraian ini dan kau akan bebas. dengan catatan, kau akan pergi jauh dari kehidupan Zola. sebenarnya, sama saja kau berada didalam jeruji besi itu atau pergi jauh artinya pun sama. bedanya, kau tidak dapat menemui orang-orang dimasa lalu mu, termasuk ibumu.”“Kalian sudah merencanakan ini lama, benarkan?” “Aku tidak peduli dengan isi pikiranmu itu, cukup tanda tangani dan semua akan beres. kami juga sudah menyiapkan segalanya, termasuk penerbanganmu ke
Daries Joyokusumo duduk dengan kaki kanan yang menumpu pada kaki kirinya. pria paruh baya itu terlihat tenang, namun siapapun pasti akan paham bagaimana kedua bola matanya menatap tajam pada Zola yang saat ini tengah terbaring lemah diatas kasurnya dengan bantuan selang infus. dokter yang menangani Zola mengatakan bahwa Zola terlalu lelah dan stres, hal itu membuat kesehatannya turun drastis.“Seharusnya langsung ceraikan saja, jadi kejadiannya tidak seperti ini.” Kata Daries saat dokter yang menangani Zola sudah pergi meninggalkan kamar Zola.“Kenapa tidak kita bawa ke rumah sakit, saja?” tanya Dania yang penasaran karena Daries bersikeras agar Zola dirawat di rumah saja.“Apa kau tidak tahu, jika wartawan sudah mulai mengendus kehidupan pribadi Zola termasuk kesehatannya? aku tidak peduli jika mereka memberitakan soal rumah tangga Zola dan Darel. tapi ini, lebih parah dari itu semua.”Dania mengerutkan keningnya, sedikit ragu dengan pernyataan sang suami. “Bicara yang jelas, mas. j
“Kenapa tiba-tiba bertanya soal Isa?” Dania tanpa sadar melepaskan genggaman tangannya pada Zola. hal itu justru membuat Zola semakin yakin, bahwa ada sesuatu yang disembunyikan ibunya. gerak tubuh Dania tanpa sadar membuat Zola berpikir sejauh ini.“Karena dia datang dalam keluarga kita, yatim piatu dan ayah terlihat begitu…” Zola menggigit bibir bawahnya, merasa tidak nyaman untuk mengutarakan pendapatnya.“Tanpa ibu sadari, aku memperhatikan wajah ayah dan Isa yang hampir begitu mirip seperti ayah dan anak.” Zola memperhatikan gerak bola mata ibunya yang nampak bergerak gelisah, tak mampu menatapnya.“Zola, saat ini kondisimu sedang tidak dalam keadaan baik. lebih baik, kau istirahat saj-”Zola mencengkram erat tangan sang ibu, menggeleng pelan berharap agar Dania tidak lagi meninggalkannya dalam keadaan seperti ini. Ia ingin mengakhiri semuanya, dan hal itu dimulai dari jawaban yang akan keluar dari bibir sang ibu.“Aku mohon Bu, katakan yang sebenarnya. aku tidak butuh dikasihani
“Apa maksudmu, Zola?” Daries ingin mendekat, namun Zola memberikannya isyarat agar dirinya tetap berada ditempatnya.“Aku sudah mengingatnya, semua. tentang kecelakaan itu…”Zola melipat kedua bibirnya ke dalam, banyak hal yang ingin ia katakan. namun, dadanya terasa begitu sesak dan rasanya berat untuk mengungkapkan perasaannya. Dania yang tidak sanggup melihat ekspresi wajah Zola yang kian terlihat putus asa itu, langsung mendorong tubuh Daries agar pergi meninggalkan kamar Zola.“Apa kau sudah mencuci otaknya, sampai-sampai ia bertindak sejauh ini?” desis Daries yang nampak begitu kesal. Dania menatap tak percaya, bahwa suaminya berpikiran picik tentang dirinya. Isa tidak bereaksi apa-apa, pria itu hanya fokus untuk menatap Zola tanpa memperdulikan keberadaan Dania ataupun Daries. Isa pikir, setelah banyak waktu yang dilalui oleh pasangan suami istri itu, mereka akan bisa memperbaiki luka hati yang sudah mereka torehkan pada Zola. nyatanya, kematian ibunya tidak juga membuat kehidup
Sudah tiga hari lamanya, Zola memilih untuk mengurung diri di kamarnya. wanita berparas cantik itu, seperti tidak memiliki daya untuk bisa mendapatkan kembali semangat hidupnya. seharian di dalam kamar, ia memilih untuk tiduran saja, tanpa berminat untuk bergabung bersama keluarganya. Dania sudah berusaha untuk meyakinkan Zola agar keluar dari kamar, namun putrinya itu selalu menolak dan protes keras jika Dania menyinggung hal itu. Zola hanya butuh waktu untuk sendiri, bukan bermaksud untuk menghindari dunia luar seperti yang dipikirkan oleh Dania. kedatangan Rumi juga disambut baik oleh Zola, namun ia masih menolak jika diajak keluar dari kamarnya. “Lihatlah, sekarang Zola seperti boneka yang kehilangan semangat hidup. ini semua gara-gara dirimu yang terlalu egois, mas!” Dania tidak mampu lagi menahan diri, tak peduli jika saat ini keduanya berada di meja makan. bagi keluarga Joyokusumo, paling anti jika membicarakan suatu hal di meja makan. “lantas, apa yang harus aku lakukan? bers
“Yang akan menikah-”“Kau dan Zola. tapi, menikah bukan hanya soal kalian berdua, melainkan dua keluarga besar yang saling berhubungan. dulu, keluarga kalian sudah pernah datang dan melamar Zola, tapi anakku lebih memilih untuk menikah dengan buaya darat itu. aku yakin, ayahmu pasti tidak mudah untuk kembali menerima status Zola saat ini.” Potong Daries tak sabar. Ia merasa, ini semua tidak ada ujungnya. Zola juga belum tentu menerima perasaan Edgar, walaupun ia juga dulu pernah membuat janji pada Zola agar anaknya itu menikah dengan Edgar, tentunya untuk melancarkan bisnisnya. namun, melihat kondisi Zola saat ini, Daries merasa tidak tega untuk memaksakan kehendaknya pada putrinya itu.“Untuk ayah, saya jamin tidak akan ada masalah kedepannya. jadi, jika tidak keberatan bolehkah-”“Menemui Zola?” ada rasa kesal karena Daries terus saja memotong perkataannya. tapi, Edgar berusaha untuk lebih bersabar dalam menghadapi Daries. mungkin ini salah satu cara seorang ayah yang tengah melindu
Enam bulan kemudian…Kehidupan Zola masih seperti dulu, tidak ada yang berubah. yang berubah hanyalah statusnya yang masih menjadi janda. Zola masih sibuk mengurusi Hotel yang ia kelola sedangkan untuk Hotel Joyokusumo sendiri sudah sebagian dialihkan pada Isa. Zola sama sekali tidak keberatan, ia sudah berlapang dada dengan keputusan ayahnya. Ia tidak ingin egois, karena pada dasarnya Isa juga merupakan darah daging ayahnya.“Masih sibuk?” Zola mendongak, menatap wajah pria yang tersenyum manis padanya. baru saja berbalas via chat, pria itu kini sudah berada di hadapannya.Zola mengangguk mengiyakan, tanpa dipersilahkan untuk masuk pria berlesung pipi itu melangkahkan kakinya ke dalam ruangan Zola dan duduk di sofa, sengaja ingin memandang wajah cantik kekasihnya itu.“Apa ada yang salah?” Zola takut jika polesan make up-nya terlihat tidak bagus dihadapan Edgar.Edgar menggeleng, lalu berjalan menuju ke arah meja kerja Zola. melihat ekspresi wajah Edgar, membuat Zola merasa ada yang
Hari berlalu begitu saja, tidak ada yang menarik bagi Zola kecuali rasa berkecamuk dalam hatinya. walaupun hari ini adalah hari yang ditunggu-tunggu oleh ayahnya, tetap saja Zola merasa sedikit kecewa. sebentar lagi dunia akan tahu, bahwa ayahnya memiliki wanita lain dan tentu saja, buah hati dengan wanita itu. ya, siapa lagi kalau bukan Isa. pria yang sudah ia anggap sebagai sahabat dan kakaknya itu kini justru berubah statusnya sebagai adiknya. pria itu akan menyandang status sebagai seorang anak Joyokusumo.“Sudah siap, sayang?” Zola mendongak, menatap wajah teduh ibunya yang terlihat begitu cantik dalam balutan kebaya berwarna gold.Zola tersenyum tipis, dadanya masih saja sesak walau ia sudah berusaha untuk meyakinkan diri bahwa ia sudah siap dengan semuanya. tanpa menunggu arahan ibunya, Zola bangkit dari tempat duduknya dan berjalan keluar menuju ke tempat Resepsi Pernikahan Isa dan Rumi. Zola memang sengaja tidak menemani Rumi saat acara akad nikah, bukan tanpa alasan. Ia lebi
Zola bersandar pada kursi depan mobil, tepatnya di samping Edgar yang saat ini tengah menyetir. suasana terasa begitu hening sesaat setelah keduanya sampai detik ini tidak ada yang memulai pembicaraan. Zola memejamkan mata, meresapi kejadian yang tadi terekam jelas dalam otaknya, bagaimna telatennya Edgar saat menyuapkan makanan. tanpa Zola sadari, pria di sampingnya terlihat mencuri pandang dan mendapati Zola tersenyum sendiri.“Apa yang sedang kau lamunkan, sayang? kau tersenyum begitu manis dan rasanya tidak adil jika tak kau bagi padaku,” deretan kalimat yang diucapkan oleh Edgar membuat Zola membuka mata dan langsung menatap sang pujaan hati.“Hanya mengingat kejadian yang lucu.” Sahut Zola berusaha untuk tidak mengatakan yang sebenarnya. malu, rasanya jika ia harus jujur pada Edgar soal hal yang baru saja ia lamunkan. jika sampai kekasihnya itu tahu, dapat dipastikan bagaimna Edgar akan berbangga hati dan besar kepala.“Benarkah? tap-”“Sudahlah, jangan diperpanjang!” sela Zola
Zola hanya dapat memandang penuh dengan banyak pertanyaan di kepalanya. saat ini, Zola tidak dapat mengalihkan pandangannya pada Edgar yang terlihat begitu lahap menyantap makanan yang sudah tersedia diatas meja. sesekali Edgar melirik ke arah Zola yang terlihat diam saja dan belum menyentuh makanannya. Edgar tidak terlalu ambil pusing, ia terus saja menikmati makanannya. "Apa kau sering datang ke tempat seperti ini?" akhirnya Zola memutuskan untuk bertanya. ia sudah tidak tahan lagi melihat ekspresi wajah Edgar yang terlalu menikmati makanan. bukan jijik karena berada ditempat warung lesehan seperti ini, lebih ke rasa penasaran karena Zola sendiri belum Pernah makan ditempat seperti ini. apalagi seorang Edgar Valden, seorang pebisnis kaya raya. "tidak sering, hanya saja orang tuaku pernah sesekali mampir ke tempat seperti ini dan jujur saja, aku merasa lidahku cocok untuk makanan seperti ini. apa ini terlihat aneh?" Zola menggeleng, terlihat dipaksakan dan terkesan aneh dengan sen
Rumi tidak memperpanjang perdebatannya dengan Isa. mungkin untuk saat ini, ia harus sedikit mengalah untuk mengesampingkan kepentingan sahabatnya sendiri. walau Rumi tidak tahu pasti, apa yang membuat Isa merubah sifatnya menjadi lebih membenci Zola. Rumi juga tidak ingin munafik, pernikahannya sudah tinggal menghitung hari dan ia tidak ingin pernikahannya hancur berantakan. katakanlah ia egois, tapi Rumi begitu mencintai Isa. *** Zola menatap layar laptopnya sembari menghela napas kasar. pekerjaan yang menumpuk disertai dengan sekelumit permasalahannya membuat tubuh dan pikirannya seperti diperas habis. ingin sekali rasanya pergi ke suatu tempat yang menenangkan diri, tapi Zola terlalu gengsi jika harus menghubungi terlebih dahulu Edgar. Ia ingin agar pria itu berinisiatif untuk menghubungi dirinya terlebih dahulu. “Hai, apa aku mengganggumu?” Zola mengangkat wajah, menatap tak percaya jika pria yang baru saja menghiasi pikirannya, justru kini berdiri di ruangannya. dengan senyu
Pandangan Zola teralihkan pada ponselnya yang berdering. wanita cantik itu lantas merogoh ponsel yang berada di dalam saku celananya. Zola menatap pada Edgar, seperti meminta izin pada kekasihnya itu untuk mengangkat panggilan telepon tersebut.“Rumi,” ucapnya pelan yang diangguki oleh Edgar.“Hallo,”‘Zola, maafkan aku.’ sahut Rumi tanpa berbasa-basi.‘aku tahu, pernikahanku ini berdampak pada kehidupanmu. tapi, aku sungguh tidak tahu jika keadaannya sampai seperti ini. Isa baru saja menghubungi diriku dan mengatakan akan membatalkan pernikahan ini. bagaimana ini, Zola? undangan sudah terlanjur tersebar dan…aku malu sekali. aku tidak tahu, apa Masalahnya sampai Isa memutuskan hal ini tanpa berbicara padaku. namun,” ada jeda waktu saat Rumi kembali akan melanjutkan perkataannya. ‘aku yakin, ini berhubungan denganmu.’“Kenapa harus aku, Rumi? bukankah kita sahabat, lantas apa yang mendasari dirimu yakin jika Isa membatalkan pernikahan ini gara-gara diriku?” ucap Zola tanpa mengalihkan
“Aku pikir ayah akan sedikit mengasihi kami, sebagai keluarga. namun, nyatanya kami harus kembali di tampar oleh fakta menyedihkan soal pengkhianatan yang ayah lakukan pada ibu.”PRAK!Daries membanting piring yang ada dihadapannya, membuat piring berbahan keramik itu pecah berantakan di lantai. baru kali ini, Zola melihat wajah kemarahan sang ayah. dan itu semua disebabkan oleh Isa. anak kandungnya yang sudah lama ia rahasiakan. “Cukup Daries, kau membuat Zola ketakutan.” “Sebagai seorang ibu, kau tidak bisa mengajari dan mendidik anak kita! lihat kelakuannya sekarang setelah bercerai, berani sekali mengungkapkan isi hatinya dan berencana meninggalkan rumah ini!”Zola menatap wajah ibunya, berharap agar wanita itu bisa sedikit saja tegas pada ucapan Daries. tapi, kenyataannya tidak seperti yang Zola inginkan. Dania hanya dapat menundukkan wajah tanpa berani menatap langsung wajah Daries.‘setidaknya aku tidak selemah ibuku,’ batin Zola lalu pergi meninggalkan ruang makan. Setelah
Semalaman Edgar tidak tidur dengan tenang. pria berlesung pipi itu terus saja terbayang wajah Zola yang dipenuhi oleh air mata. betapa rapuhnya pondasi hati wanita yang dulu ia kenal begitu tegar dan tak gampang untuk menangis. Zola juga merupakan wanita yang tidak mudah untuk menunjukkan kesedihannya. pasti ada sesuatu yang membuat kekasihnya itu begitu terpuruk dan terlihat begitu putus asa. karena waktu telah menunjukkan pukul setengah delapan, Edgar bergegas untuk mandi dan melakukan aktifitas seperti biasanya.“Sebaiknya kau pikir ulang untuk menikahi anak Joyokusumo itu,”Edgar menghentikan sendok yang berisi makanan yang sudah hampir masuk ke dalam mulutnya. pernyataan yang baru saja keluar dari bibir Valden membuat suasana hati dan nafsu makan Edgar seketika hilang begitu saja. bukankah slhal ini sudah dibahas berulang kali dan kesepakatannya adalah ia boleh menikahi Zola, yang penting hal itu tidak berdampak buruk pada bisnis keluarga ini. Melihat ekspresi wajah Edgar yang t
“Aku bilang keluar!” teriak Zola tanpa peduli jika suaranya terdengar sampai keluar. walaupun kamar ini kedap suara, namun saat ini pintu kamar Zola tidak ditutup dan bisa saja suaranya terdengar sampai keluar. melihat ekspresi wajah kesal Zola, tidak membuat Isa tergugah untuk pergi. pria itu justru terlihat menyilangkan kaki, santai sekali.“Aku belum berkata sampai point' pentingnya. menyerah saja, kau tidak akan bisa bersaing denganku. dari dulu, kau tergantung pada kemampuan ku untuk mengelola Hotel.”Zola menghela napas kasarnya, berupaya untuk tidak percaya dengan pendengarannya. namun, telinganya masih berfungsi dengan normal.“Maksudmu?”“Bersaing adil denganku tanpa melibatkan Edgar. aku sudah bicara dengan orang tua itu, kau tidak akan dilibatkan dalam proses pernikahan kami. lebih tepatnya, kau akan menjadi bagian dari tamu penting pernikahanku,”“Sejak kapan kau merencanakan ini semua?” tegas Zola, dalam hatinya berharap ini hanyalah ilusinya.“Sejak aku tahu, siapa jati
Zola menghela napas dalam-dalam, lalu menghembuskan secara perlahan-lahan. bagi Zola, seharusnya ayahnya tidak melakukan ini. ia juga anak Daries, untuk apa melakukan hal yang tak masuk akal begitu. menyuruhnya dan Edgar mengurusi hal-hal yang harusnya sudah di kerjakan oleh anggota wedding organizer, jadi tidak masuk akal untuk memaksakan diri mereka untuk…Zola menggeleng cepat, kesal dengan pemikirannya sendiri dan merasa terbebani dengan permintaan sang ayah. saat akan merebahkan tubuhnya di kasur, suara ketukan pintu membuatnya harus menunda keinginannya untuk beristirahat sejenak. saat membuka pintu kamar, betapa terkejutnya Zola saat melihat Isa berada di depan kamarnya. “Boleh masuk?”Zola menggeleng cepat, tidak mengizinkan Isa masuk ke dalam kamarnya. “Ada yang ingin aku bicarakan, anggap saja ini sebagai kado pernikahanku.” Isa masih berusaha untuk meyakinkan Zola.“tap-” belum sempat Zola mencerna perkataan Isa, pria itu langsung menerobos masuk kedalam kamar Zola. “Kau