Sehat Mental dan Fisik, suatu hal yang harus kita syukuri...
“Antar aku ke rumah Darel,” Doni melirik ke arah kaca spion, tatapan matanya tertuju pada Edgar yang terlihat mengangguk mengiyakan. tidak ingin tahu, alasannya kenapa mengajak ke rumah pria itu, tanpa berkomentar Doni bergegas untuk tancap gas menuju ke tempat tujuan Zola.“Apa yang akan kau lakukan?”Zola menggeleng pelan, berusaha untuk meyakinkan diri bahwa yang dilakukannya saat ini adalah hal yang benar. menemui Rosa untuk terakhir kalinya agar tidak ada lagi rasa bersalahnya jika benar nanti Darel akan mendekam di penjara. “Zola!” Darel mengguncang tubuh Zola, ia merasa wanita yang duduk disebelahnya itu sedang tidak dalam keadaan baik. Zola terlihat tersenyum, matanya terpejam dan mengeluarkan air mata. belum sempat Edgar kembali menyebutkan namanya, Zola sudah jatuh pingsan. “Ke rumah sakit, sekarang!” teriak Edgar sedikit panik melihat Zola yang sudah tidak sadarkan diri.***Rosa mondar-mandir seperti induk ayam yang kehilangan anaknya. beberapa kali ia menghubungi nomor
Perkataan Edgar tidak pernah sekalipun bisa dibantah. pria berlesung pipi itu, menggunakan kekuasaannya untuk menekan siapa pun yang berani membantu Darel untuk bisa lolos dari jeratan hukum. hal itu terbukti, saat Darel sudah tak mampu lagi memikirkan siapa orang yang bisa membantu dirinya. setiap pengacara yang ia hubungi, langsung menolak tanpa mendengarkan penjelasan Darel terlebih dahulu. Darel hanya bisa terduduk pasrah,rasa putus asa mulai menggerogoti isi kepalanya.***Semalaman Rosa menunggu Darel, namun pria itu tidak kunjung pulang ke rumah. berkali-kali ia mencoba menghubungi nomor ponsel Darel, tapi ponselnya sudah tidak aktif. Surti yang melihat keganjilan ini, segera menghubungi nomor seseorang. Ia memberikan informasi bagaimana keadaan Rosa yang terlihat begitu mengenaskan. “Apa dia sudah kembali ke dalam pelukan istrinya?” ucap Rosa, senyumnya dipaksakan. Ia kembali duduk di sofa ruang tamu, tanpa berinisiatif untuk sarapan atau mandi.Saat Surti ingin menawarkan ce
Rosa tidak ingin menutupi luka yang berada pada bibirnya. semalam saja, ia merasa kesakitan saat memaksakan diri untuk memoles bibirnya dengan lipstik. lagi pula, orang yang ingin temui adalah dokter, tidak perlu menyembunyikan lukanya. cukup memoleskan bedak padat dan bergegas untuk keluar kamar dan kembali menemui pria yang sejak tadi sudah menunggunya. Pria yang tidak Rosa ketahui namanya itu, memperlakukannya dengan sangat baik. membukakan pintu mobil, dan tidak protes sedikitpun karena mandi Rosa yang dapat dibilang cukup lama. Surti yang melihat selingkuhan majikannya itu pergi dengan seorang pria, kembali menelepon seseorang untuk memberikan kabar. dalam hati, Surti berharap agar Zola cepat kembali dan menerangkan padanya, apa yang sebenarnya terjadi. semalaman Darel tidak pulang dan kini, ganti Rosa pergi dengan pria lain. sungguh, hal yang diluar nalar semua. *** Dalam perjalanan menuju ke klinik, Rosa kembali membayangkan bagaimana dirinya bertemu pertama kali dengan Dare
“Berita baiknya, kita mengetahui perihal hamil Sifilis ini sebelum usia kandungan anda enam belas Minggu. jadi, kita bisa mengobati penyakit ini sebelum tertular pada janin.” penjelasan dokter spesialis kandungan itu tidak terlalu sampai di kepala Rosa. wanita berambut pendek itu tenggelam dalam pikirannya sendiri. “Saya sarankan anda untuk suntik antibiotik. ya, walaupun terkadang akan bermacam-macam reaksinya. terkadang ada juga yang merasa sakit kepala sampai demam. itu hal yang biasa ditimbulkan setelah melakukan suntik antibiotik, hal itu akan berlangsung selama lima sampai satu mingguan,” Rosa masih belum merespon ucapan dokter Tania. Rosa masih tenggelam dalam pikirannya, wajah Zola kembali terbayang dan pasti wanita itu akan senang jika mengetahui penyakit yang saat ini dideritanya. sumpah Zola seperti dikabulkan oleh pencipta alam ini, sampai Tuhan memberikan dua hal sekaligus dalam perutnya. Janin sekaligus penyakitnya. dunia Rosa seolah-olah runtuh dan hidupnya tidak dapat
Dengan hati-hati Edgar membantu Zola agar bisa duduk bersandar di kepala ranjang yang ia tempati. wanita dengan manik cokelat itu tampak memandang sekeliling ruangan.“Aku di rumah sakit?” tanya Zola sesaat Edgar menyodorkan sebuah gelas berisi air putih. tanpa menunggu jawaban Edgar, Zola menerima gelas itu lalu meminumnya sampai habis. tenggorokannya terasa begitu kering.“Semalam kau pingsan, kata dokter karena terlalu lelah dan banyak pikiran.” Sahut Edgar, pria itu kini duduk di tepi ranjang. tidak peduli jika Zola merasa tidak nyaman, yang jelas ia begitu lega karena Zola sudah bangun kembali.“Lapar?” Zola mengangguk, malu sebenarnya. tapi, perutnya benar-benar butuh makanan dan ia tidak ingin sampai asam lambungnya kambuh lagi.tanpa menunggu perintah dari Edgar, Doni bergegas untuk keluar untuk mencari makanan.“Bagaimana dengan-”“Kenapa kau keras kepala sekali, Zola? sudah aku katakan, setelah ini mereka adalah tanggung jawab ku. jangan terlalu banyak berpikir.”Zola menge
Rosa tidak mampu lagi untuk mengangkat wajah, menatap orang yang saat ini tengah menatapnya dengan ekspresi wajah dingin dan tak terbaca. setelah selesai memeriksakan kesehatan kandungannya yang dalam keadaan baik-baik saja, Rosa kembali dihadapkan dengan kehadiran Zola yang sudah menunggu dirinya. dan disinilah saat ini mereka berada, di sebuah taman yang masih sepi pengunjung.“Darel sudah tidak bisa melindungi mu, lagi. pria itu sudah berada di dalam penjara dan entah sampai kapan ia akan mendekam dalam tahanan.” Zola membuka pembicaraan, sepertinya Rosa sudah tak mampu lagi untuk mendebat Zola. pikirannya sudah kacau sejak awal, ditambah kabar buruk yang Zola ucapkan. “Sekarang, kita impas dan aku harap tidak ada lagi dendam yang masih tersimpan dalam dirimu,”Rosa kembali meneteskan air matanya, hatinya benar-benar hancur dan merasa sudah tak sanggup lagi untuk melangkah menempuh perjalanan hidup ini. walaupun video semalam tidak di posting, nyatanya hampir semua temannya menget
Zola dan Edgar tiba disebuah butik yang tidak jauh dari taman. Zola sempat mengernyit heran, saat semua pegawai butik memberikan hormat pada Edgar. namun, seperti biasa Edgar akan memasang wajah datar dan terkesan tidak peduli.“Tuan Edgar, Bu Rabia menunggu anda di ruangannya.” Salah seorang dari mereka menegur Edgar yang akan mengantarkan Zola ke arah etalase kaca tempat baju atasan wanita terjejer rapi.“Apa kalian mengatakan kedatanganku?” tatapan Edgar membuat wanita itu nampak salah tingkah.“Ti-tidak, Tuan. Bu Rabia melihat kedatangan anda dari cctv.” “Ikut aku,” belum sempat Zola mencerna perkataan Edgar, tangannya sudah ditarik oleh Edgar agar mengikuti langkah pria itu. ingin berontak, namun Zola tak ingin membuat keributan di dalam Butik.“Ibu, mencariku?”Zola mencoba melepaskan genggaman tangan Edgar, namun pria itu sepertinya tidak mengizinkan Zola untuk lepas dari genggamannya. hal itu tidak lepas dari pandangan mata Rabia. wanita itu hanya membuang napas panjang.“Dud
Zola menautkan kedua tangannya, perasaan tak nyaman kembali muncul saat Rabia mulai mengusik rasa yang sebenarnya Zola sendiri belum memahaminya. Kehadiran Edgar yang tiba-tiba, pertengkaran, kejujuran Edgar soal penyelamatan yang pernah ia lakukan dan juga bagaimana Edgar bersikeras untuk menjadikan Zola sebagai istrinya. belum lagi, perjanjian dengan ayahnya soa hubungannya dengan Edgar.“Maaf, jika aku terlalu menuntut dirimu, Zola.” Permintaan maaf Rabia sedikit melegakan hati Zola. “Kau terlihat begitu gugup,” lanjut Rabia sambil tersenyum hangat menatap wajah Zola. “aku juga minta maaf soal perkataan suamiku, semalam. asal kau tahu, Zola…ayahnya Edgar menikahi diriku saat statusku sudah menjadi janda.”Zola menatap tak percaya perkataan yang baru keluar dari bibir wanita yang seumuran dengan ibunya itu. kalaupun benar yang dikatakan oleh Rabia, lantas mengapa semalam ayah Edgar menyinggungnya dengan perkataan seperti itu? bukankah hal itu dapat menyinggung perasaan istrinya sen