Rosa tidak ingin menutupi luka yang berada pada bibirnya. semalam saja, ia merasa kesakitan saat memaksakan diri untuk memoles bibirnya dengan lipstik. lagi pula, orang yang ingin temui adalah dokter, tidak perlu menyembunyikan lukanya. cukup memoleskan bedak padat dan bergegas untuk keluar kamar dan kembali menemui pria yang sejak tadi sudah menunggunya. Pria yang tidak Rosa ketahui namanya itu, memperlakukannya dengan sangat baik. membukakan pintu mobil, dan tidak protes sedikitpun karena mandi Rosa yang dapat dibilang cukup lama. Surti yang melihat selingkuhan majikannya itu pergi dengan seorang pria, kembali menelepon seseorang untuk memberikan kabar. dalam hati, Surti berharap agar Zola cepat kembali dan menerangkan padanya, apa yang sebenarnya terjadi. semalaman Darel tidak pulang dan kini, ganti Rosa pergi dengan pria lain. sungguh, hal yang diluar nalar semua. *** Dalam perjalanan menuju ke klinik, Rosa kembali membayangkan bagaimana dirinya bertemu pertama kali dengan Dare
“Berita baiknya, kita mengetahui perihal hamil Sifilis ini sebelum usia kandungan anda enam belas Minggu. jadi, kita bisa mengobati penyakit ini sebelum tertular pada janin.” penjelasan dokter spesialis kandungan itu tidak terlalu sampai di kepala Rosa. wanita berambut pendek itu tenggelam dalam pikirannya sendiri. “Saya sarankan anda untuk suntik antibiotik. ya, walaupun terkadang akan bermacam-macam reaksinya. terkadang ada juga yang merasa sakit kepala sampai demam. itu hal yang biasa ditimbulkan setelah melakukan suntik antibiotik, hal itu akan berlangsung selama lima sampai satu mingguan,” Rosa masih belum merespon ucapan dokter Tania. Rosa masih tenggelam dalam pikirannya, wajah Zola kembali terbayang dan pasti wanita itu akan senang jika mengetahui penyakit yang saat ini dideritanya. sumpah Zola seperti dikabulkan oleh pencipta alam ini, sampai Tuhan memberikan dua hal sekaligus dalam perutnya. Janin sekaligus penyakitnya. dunia Rosa seolah-olah runtuh dan hidupnya tidak dapat
Dengan hati-hati Edgar membantu Zola agar bisa duduk bersandar di kepala ranjang yang ia tempati. wanita dengan manik cokelat itu tampak memandang sekeliling ruangan.“Aku di rumah sakit?” tanya Zola sesaat Edgar menyodorkan sebuah gelas berisi air putih. tanpa menunggu jawaban Edgar, Zola menerima gelas itu lalu meminumnya sampai habis. tenggorokannya terasa begitu kering.“Semalam kau pingsan, kata dokter karena terlalu lelah dan banyak pikiran.” Sahut Edgar, pria itu kini duduk di tepi ranjang. tidak peduli jika Zola merasa tidak nyaman, yang jelas ia begitu lega karena Zola sudah bangun kembali.“Lapar?” Zola mengangguk, malu sebenarnya. tapi, perutnya benar-benar butuh makanan dan ia tidak ingin sampai asam lambungnya kambuh lagi.tanpa menunggu perintah dari Edgar, Doni bergegas untuk keluar untuk mencari makanan.“Bagaimana dengan-”“Kenapa kau keras kepala sekali, Zola? sudah aku katakan, setelah ini mereka adalah tanggung jawab ku. jangan terlalu banyak berpikir.”Zola menge
Rosa tidak mampu lagi untuk mengangkat wajah, menatap orang yang saat ini tengah menatapnya dengan ekspresi wajah dingin dan tak terbaca. setelah selesai memeriksakan kesehatan kandungannya yang dalam keadaan baik-baik saja, Rosa kembali dihadapkan dengan kehadiran Zola yang sudah menunggu dirinya. dan disinilah saat ini mereka berada, di sebuah taman yang masih sepi pengunjung.“Darel sudah tidak bisa melindungi mu, lagi. pria itu sudah berada di dalam penjara dan entah sampai kapan ia akan mendekam dalam tahanan.” Zola membuka pembicaraan, sepertinya Rosa sudah tak mampu lagi untuk mendebat Zola. pikirannya sudah kacau sejak awal, ditambah kabar buruk yang Zola ucapkan. “Sekarang, kita impas dan aku harap tidak ada lagi dendam yang masih tersimpan dalam dirimu,”Rosa kembali meneteskan air matanya, hatinya benar-benar hancur dan merasa sudah tak sanggup lagi untuk melangkah menempuh perjalanan hidup ini. walaupun video semalam tidak di posting, nyatanya hampir semua temannya menget
Zola dan Edgar tiba disebuah butik yang tidak jauh dari taman. Zola sempat mengernyit heran, saat semua pegawai butik memberikan hormat pada Edgar. namun, seperti biasa Edgar akan memasang wajah datar dan terkesan tidak peduli.“Tuan Edgar, Bu Rabia menunggu anda di ruangannya.” Salah seorang dari mereka menegur Edgar yang akan mengantarkan Zola ke arah etalase kaca tempat baju atasan wanita terjejer rapi.“Apa kalian mengatakan kedatanganku?” tatapan Edgar membuat wanita itu nampak salah tingkah.“Ti-tidak, Tuan. Bu Rabia melihat kedatangan anda dari cctv.” “Ikut aku,” belum sempat Zola mencerna perkataan Edgar, tangannya sudah ditarik oleh Edgar agar mengikuti langkah pria itu. ingin berontak, namun Zola tak ingin membuat keributan di dalam Butik.“Ibu, mencariku?”Zola mencoba melepaskan genggaman tangan Edgar, namun pria itu sepertinya tidak mengizinkan Zola untuk lepas dari genggamannya. hal itu tidak lepas dari pandangan mata Rabia. wanita itu hanya membuang napas panjang.“Dud
Zola menautkan kedua tangannya, perasaan tak nyaman kembali muncul saat Rabia mulai mengusik rasa yang sebenarnya Zola sendiri belum memahaminya. Kehadiran Edgar yang tiba-tiba, pertengkaran, kejujuran Edgar soal penyelamatan yang pernah ia lakukan dan juga bagaimana Edgar bersikeras untuk menjadikan Zola sebagai istrinya. belum lagi, perjanjian dengan ayahnya soa hubungannya dengan Edgar.“Maaf, jika aku terlalu menuntut dirimu, Zola.” Permintaan maaf Rabia sedikit melegakan hati Zola. “Kau terlihat begitu gugup,” lanjut Rabia sambil tersenyum hangat menatap wajah Zola. “aku juga minta maaf soal perkataan suamiku, semalam. asal kau tahu, Zola…ayahnya Edgar menikahi diriku saat statusku sudah menjadi janda.”Zola menatap tak percaya perkataan yang baru keluar dari bibir wanita yang seumuran dengan ibunya itu. kalaupun benar yang dikatakan oleh Rabia, lantas mengapa semalam ayah Edgar menyinggungnya dengan perkataan seperti itu? bukankah hal itu dapat menyinggung perasaan istrinya sen
Zola sampai di rumah Dessy, tepat saat adzan dhuhur berkumandang. ternyata, wanita paruh baya itu sudah menunggu kedatangan Zola dan juga Edgar. tanpa dijelaskan, kehadiran Doni di rumah ini sudah menjawab semuanya. Pasti Dessy mengetahui duduk persoalannya dari Doni sendiri. Zola memilih duduk di samping Dessy yang kini tengah menatapnya, rindu. "maaf, tidak bisa menemani hari-hari mama di rumah sakit." Ucap Zola, sambil mengelus lembut punggung telapak tangan Dessy. "mama mengerti, jangan dipaksakan jika sudah tidak kuat. mama tidak masalah, jika memang Darel harus menebus kesalahannya di penjara seumur hidupnya. tapi, tolong jangan pernah melarang mama untuk menemuimu," Zola menghambur memeluk tubuh Dessy. begitu berdosa telah memisahkan antara anak dan ibunya, namun bagi Zola itu adalah hal yang terbaik. "apa aku, egois ma?" Zola kian mengeratkan pelukannya. melihat adegan mengharu itu, Edgar dan Doni memutuskan untuk keluar rumah dan berbicara di teras. "maaf, Tuan." Surti d
Tidak ada yang menjamin bahwa pantai menjanjikan hal-hal yang indah.salah satunya, yaitu hal yang dirasa oleh rasa Rossa saat ini. Wanita yang saat ini tengah mengandung anak Darel itu, kini tengah berdiri di bibir pantai, Pandangannya kosong. pantai adalah tempat yang begitu Zola sukai. hal itu Rosa tahu saat mereka masih berteman baik dan dirinya bersama dengan Zola beserta dengan Rumi sering mengunjungi pantai. “Aku membencimu, sama seperti tempat ini. bersiaplah Zola, seumur hidup kau akan merasa bersalah dan akan membenci tempat ini,” Rosa menurunkan kepalanya, menatap pada perutnya. “ Kau akan membenci tempat ini, karena di sini aku akan mati.”***Surti bergegas untuk membaca surat yang ia dapatkan dari laci lemari pakaian Rosa. dengan suara yang sedikit bergetar, ia mulai membaca surat itu dihadapan Zola dan juga Edgar.“sampai akhir hayatku, aku tidak akan pernah merasa puas untuk menyakitimu. sampai akhir pun, jika kematianku adalah jalan satu-satunya untuk membuat hidupmu