Tangannya menyentuh jemari Daniel dan mereka saling menatap satu sama lain. Saling pandang-memandang membuat Inara semakin sebal. Perempuan itu langsung bangkit dari duduknya untuk berpamitan menuju ke toilet. Namun, langkahnya terhenti ketika Daniel berkata,"Kamu jangan terlalu lama ya, Ra! Sebentar lagi kita akan pulang.""Iya," jawab Inara mengangguk. Perempuan berambut panjang itu langsung melangkah menuju kamar mandi dan meninggalkan ruangan tersebut seraya berjalan menuju toilet tidak lupa Inara terus menggerutu kesal karena melihat Daniel tak memerdulikannya dan lebih mementingkan perempuan bernama Caca itu."Perhatian banget sih sama Si Caca daripada aku! Sebenarnya dia itu mau mengajak aku liburan apa tidak sih,"gerutunya sebal seraya terus mencuci mukanya. Tiba-tiba terdengar derap langkah seseorang mendekatinya perempuan itu mencuci tangannya seraya menoleh ke arah Inara, ia tidak menyangka jika Daniel akan memiliki sekretaris seorang wanita karena yang ia tahu. Da
Daniel tak tahan menahan birahinya yang semakin kuat dan kini pangutan itu semaki1n gusar sehingga membuat Inara terbangun dan langsung mendorong tubuh Daniel."Apa yang telah kamu lakukan? Dasar pria me--" Inara mengatupkan bibirnya ketika merasakan bibir Daniel menempel di bibirnya. Inara ingin memberontak dan mendorong tubuh Daniel,namun tangan pria itu mengunci pergerakan Inara sehingga dengan sangat terpaksa Inara harus merelakan bibirnya disentuh Daniel malam itu."Apa yang telah kamu lakukan, El! Kenapa kamu menciumku?" cercanya tak senang."Bukankah kamu menginginkan itu," celetuknya tersenyum."Apa kamu pikir aku ini wanita murahan, hah." Inara terus menggerutu kesal karena tanpa izinnya pria itu menyentuh bibirnya. Ingin marah percuma karena sejujurnya Inara menikmati pangutan Daniel, sentuhan itu membuatnya linglung dan kini otaknya tak sejalan dengan hatinya. Berkali-kali Inara ingin melupakan kiss pada malam itu hingga membuatnya tak bisa tertidur."Sial
Setelah pesawat lepas landas, Inara dan Daniel berjalan menuruni anak tangga lalu menuju ke bandara. Terlihat seorang pria berkacamata tengah melambaikan tangannya, pria itu tak lain adalah Joe. Sudah sejak tadi dia menunggu kedatangan atasannya itu, merasa tidak ada jawaban dari Daniel maka Inara mencoba bertanya kepada Joe."Jadi siapa pelakunya, Joe?" tanya Inara sangat penasaran."Sebaiknya Nona Inara mendengarnya sendiri dari polisi nanti." Sungguh hal itu membuat Inara makin kesal karena jawaban pria berkacamata tersebut hampir sama dengan jawaban Daniel. Hal itu membuat Inara menggelengkan kepalanya. Merasa terintimidasi oleh dua pria itu Inara langsung saja berjalan lebih dulu."Apa yang mereka sembunyikan dariku! Kalau saja jawaban polisi itu membuatku kaget, jangan salahkan aku bila dua pria itu aku acuhkan," tegas Inara kesal. Mereka ikut menyusul ke mobil dan melihat Inara yang duduk santai di depan pintu mobil, mengedarkan pandangan matanya ke arah sisi sampin
Entah mengapa, Daniel terus yakin dengan instingnya karena ada sesuatu hal yang mencurigakan dari pria itu. Melihat Inara keluar dari sel tahanan dengan begitu lunglai. Daniel begitu prihatin melihat Inara dengan raut wajah sedihnya terus meremas dress yang dikenakannya. Pria itu berjalan mendekati Kanza dan mengenggam tangannya ketika Inara hampir saja terjatuh. "Tenangkan dirimu, Ra," ucap Daniel langsung mengenggam erat tangan Inara dan merangkulnya. Membawa Inara pergi dari kantor polisi tersebut, dia tahu bahwa saat ini kondisi Inara sangat kacau. Selama ini dia tahu bahwa Rika adalah dalang di balik kecelakaan itu namun ternyata ada orang lain?"Bagaimana aku bisa tenang, El! Ternyata Gio yang menyebabkan kecelakaan itu, dia adalah satu-satunya orang yang aku percayai kini telah berkhianat." Cairan bening terus menetes membasahi pipi Inara, ia tak dapat lagi membendung air matanya. Bukan hanya kepercayaan Inara yang kandas, tetapi satu hal yang membuatnya kecewa adala
"Lebih baik kamu menyelidiki Gio dulu karena aku merasa pria itu menyembunyikan sesuatu," tandasnya menoleh ke arah Inara."Apa maksudmu??""Apa kamu sedikitpun tidak curiga padanya? Aku yakin memang ada sesuatu hal yang disembunyikan oleh Gio, sebaiknya kau selidiki saja pria itu," ujar Daniel sangat yakin."Apa yang kamu katakan memang benar karena aku pun merasa jikalau Gio tak mungkin bisa melakukan hal itu pada Bagas."" Inara meminta Daniel ikut membantunya menyelidiki tentang masalah Gio. Pria tampan itu tak lupa mengerahkan semua anak buahnya untuk mencari informasi tentang Gio, sejak bertemu dengan pria itu Daniel merasa ada sesuatu yang aneh dan nampak mencurigakan. Daniel beranjak dari duduknya dan menarik tangan Inara, dia menyuruh perempuan itu untuk beristirahat. Perjalanan yang sempat tertunda karena tersangka telah ditemukan polisi. Membuat Inara harus mengurungkan niatnya untuk berkunjung ke tempat yang ingin dikunjunginya. Semua Inara lakukan demi menghila
"Tidak kok! Hanya saja moodku sedang tidak baik hari ini," jawabnya ketus. Tak lama Inara melirik Daniel lagi, "Mending, kamu temani Kanza saja," timpalnya langsung meminta Daniel melepaskan genggaman tangannya."Baiklah, kalau memang kamu tidak ingin bergabung dengan kami." Daniel langsung melepaskan genggaman tangannya lalu memutar tubuhnya. Pria itu bergegas pergi meninggalkan Inara. Sedangkan perempuan itu terus mengumpat dirinya seraya terus berjalan menaiki anak tangga."Daniel, apa kamu tak sadar sih! Kamu kalau sama Kanza, suka lupa diri," ketusnya sebal. Di dalam kamar atas, Inara mondar-mandi di depan pintu kamarnya. Ia merasa ada rasa kekecewaan yang muncul di dalam hatinya. Bagaimana tidak, kehadiran Kanza sungguh membuat dirinya geram melihat kedekatan Daniel dengan perempuan itu. Inara mulai merasa resah dan juga gelisah, ia benar-benar tidak tenang saat itu. Sudah merebahkan tubuhnya di tempat tidur, malah matanya enggan untuk terpejam. Terdengar sua
Sontak saja Bagas menoleh ke arah Rika dengan sorot mata tajam. Tanpa berdalih apa pun, Bagas langsung melepaskan pegangan tangan Rika dengan kasar dan angkat kaki dari hadapan perempuan itu. Rika terus mengepalkan jemarinya dan ada yang membuatnya semakin penasaran lagi adalah kenapa Inara dan Bagas bertemu berduaan. Dia terduduk lemah."Apa mungkin merek--? Rasanya itu tidak mungkin," tepis perempuan tua itu."Aku harus menyuruh seseorang untuk memata-matai Bagas lagi," timpalnya lagi dan langsung mengobrak-abrik isi di dalam tasnya. Tiba-tiba saja terdengar derap langkah kaki seseorang, suara sepatu highells tinggi terdengar jelas di telinga Rika dan membuat perempuan itu menoleh ke sumber suara."Apakah kamu mengkhawatirkanku, Rika?" Seorang perempuan dengan berjalan gontai ke arah Rika menatapnya begitu lekat."Kamu!! Bukankah kamu sudah pulang tadi." Rika balik bertanya dan menatap perempuan itu dengan tatapan tajam. Perempuan itu tersenyum seraya bertepuk
Daniel memarkirkan mobilnya di depan area parkiran lalu berjalan mengitari mobil seraya membukakan pintu mobil untuknya. Tak lupa juga Daniel menyentuh jemari Inara dan mengenggam erat tangan perempuan itu. Menunjukkan kemesraannya di depan Bagas karena Daniel tidak ingin memberi ruang kepada Bagas. Ada sedikit kekhawatiran yang mengusik pikirannya, bagaimana bila Bagas balik menyukai Inara lagi."Ayo," ajak Daniel langsung menarik kursi dan mempersilakannya duduk. Melihat tatapan Bagas yang terus saja memandang wajah Inara, membuat Daniel tak senang dan mulai menerka. Sepertinya Bagas memiliki perasaan kepada Inara apalagi tatapan pria itu terus saja tertuju pada mantan istrinya itu. Inara dan Bagas terlihat begitu serius berbicara tentang masalah kecelakaan yang terjadi dan yang membuat Inara sedikit terkejut adalah pria itu menyebut nama Rosa."Apakah kamu mengenal Rosa?" tanya Inara ingin tahu. Bagas spontan saja menatap dengan tatapan yang tajam karena ia merasa nama
Dia merapikan riasannya agar tak terlalu norak, si wanita yang menghiasnya tadi pun memberikan sepatu berwarna senada dengan gaun yang dikenakannya. Tidak lama kemudian, suara ketukan terdengar dari balik pintu. "Masuk saja," ucap Inara mengetahui bahwa itu adalah suara Daniel. Ketika tangan Daniel membuka pintu tersebut, matanya terbelalak kaget ketika mendapati Inara yang begitu cantik dengan gaun yang dikenakannya. Mulutnnya hingga ternganga membulat dan berbentuk huruf o. "Kamu cantik seka--" Daniel tak melanjutkan kalimatnya namun bibirnya langsung saja menyambar bibir ranum perempuan itu, tanpa penolakan dari Inara. Beruntungnya si perias tadi sudah dipersilahkannya keluar lebih dulu. Sentuhan lembut itu mampu memancing hasrat Inara yang juga menggebu hingga terjadi pangutan yang begitu lama, "Kamu cantik sekali, Ra," bisik Daniel baru menyadari orang-orang telah menunggunya di bawah."Terima kasih, El.""Apa kamu yakin dengan pernikahan ini, Ra?" "Apa maksudmu?
Daniel meminta Joe untuk menemukqn Inara secepatnya."Bagaimana bisa sudah satu minggu lamanya kalian tak menemukan Inara.""Kami akan berusaha menemukannya, Pak." Di sidang pada hari berikutnya, Rika lagi-lagi terus berkelit.“Nona Rika, kami minta tolong untuk Anda berkata jujur dan tidak berkelit,” ucap sang hakim agung.“Maaf, Yang Mulia. Tapi begitulah kenyataannya. Aku sama sekali tidak mengerti tentang kejadian yang Anda maksudkan atau yang kalian tuduhkan kepadaku. Aku benar-benar tidak bersalah dalam kasus ini,” ucap Rika.“Tapi, kenapa semua saksi berkata jika Anda juga terlibat kalau memang Anda tidak terlibat, Nona?"“I-itu pasti karena mereka sudah bersekongkol untuk menjebloskan aku ke dalam penjara!” kelit Rika sambil menyilangkan tangan di depan dada. Terdengar derit pintu terbuka membuat semua orang menoleh ke sumber suara."Tentu saja yqng salah harus dihukum. Aku datang sebagai korban atas pembunuhan yang telah kamu rencanakan, Rika. Bukan hanya aku yang men
Inara langsung meremas tangan Daniel dengan kuat hingga ia tidak menyadari jika kuku panjangnya itu membuat jemari Daniel terluka."Yang benar saja kamu melukai jariku," gumam Daniel merasakan perih di punggung tangannya. Tidak cukup di situ saja, Inara langsung memeluk Daniel karena takutan dengan kegelapan. Perempuan itu baru membuka matanya ketika Daniel sudah mengatakan bahwa lampu sudah menyala."Yang benar saja villa semegah ini bis--" Inara mengatupkan bibirnya karena melihat ruangan kamar itu dipenuhi dengan bunga-bunga dihiasi dengan sebuah kata-kata yang membuatnya terbelalak kaget."Apa maksudnya ini, El?" tanya Inara langsung menoleh ke arah Daniel."Maukah kamu menikah denganku?" Daniel dengan duduk berjongkok lalu menyodorkan sepasang cincin ke arah Inara."Benarkah kamu ingin menikah denganku?" tanya Inara benar-benar tidak percaya."Bukankah kamu harus menjawab pertanyaanku tadi? Mengapa nalah balik bertanya." Tanpa berpikir panjang lagi Daniel langs
Langsung saja perempuan itu menarik tangan Daniel dan memintanya untuk menjauh dari seorang gadis yang menjaga toko tersebut."Apakah itu tidak terlalu mahal?" protes Inara sembari membujuk Daniel untuk memikir ulang membeli cincin tersebut."Tidak apa-apa, Ra! Kan jarang banget aku membeli barang seperti ini dan aku tidak pernah menilai sesuatu dari harganya," balas Daniel meminta pelayan untuk membungkusnya."Apakah kamu ingin membeli yang lain? Pilih saja, nanti aku yang akan bayar," tawar Daniel melirik Inara yang terus saja mengomelinya. Hipotesa negatif mulai bersarang di dalam otaknya, melihat Daniel yang membeli barang tanpa memikirkan nilai harganya dantidak tahu untuk siap cincin tersebut maka membuat jiwa Inara bergejolak dan ingin membeli sesuatu yang sama nilainya dngan cincin tersebut."Baiklah, aku ingin membeli gelang, tetapi kalau harganya mahal, kamu tidak akan protes kan?" Inara sontak menoleh ke arah Daniel yang sedang duduk santai di atas sofa. Daniel t
Inara yang menatap dua orang itu saling beradu pandang pun merasa jengkel. Ia terus meneguk habis minumannya hingga membuatnya tersendak.Uhuukk... Uhuuk.."Minumlah." Daniel menyodorkan segelas air mineral ke arahnya. Melihat tindakan Daniel yang begitu sigap membantunya, membuat Inara sering bertanya-tanya apa yang sebenarnya Daniel pikirkan. Bagaimana bisa dia memberi perhatian kepada dua perempuan sekaligus. Hubungannya yang begitu dekat dengan Kanza benar-benar membuat Inara harus extra sabar menyaksikan hal itu."Mengapa aku jadi cemburu sih." Bagaimana tidak cemburu, Kanza pun terkadang bersikap manja dengan seorang pria blasteran itu di depan Daniel dan dirinya. Bahkan mereka saling menatap penuh makna satu sama lain. Ketika makanan sudah dihidangkan di atas meja, Kanza pun menyodorkan makanan kesukaan sang bule itu ke arahnya lalu memaksa sang pria bermanik mata hijau itu memakan satu suapan untuknya. Bukan hanya cantik saja, tetapi Kanza juga begitu handal m
"Iya, El." Inara menjawab terbata-bata karena jarak mereka yang hanya beberapa senti meter saja membuat Inara sedikit ketakutan. Daniel menelisik tajam ke arah Inara dan menatap sepasang bola mata perempuan cantik itu lalu ia membisikkan sesuatu hal yang membuat Inara berteriak. "Apa kamu sudah tak waras, El! Aku mana mungkin melakukan itu, hal yang terjadi kepada kita itu karena ketidaksengajaan." Inara mengingatkan Daniel apa yang pernah mereka lewati ketika malam nahas itu. Pria itu masih mengunci pergerakannya dan menatap Inara dengan sangat dalam, dia tahu bahwa saat ini Inara sedikit ketakutan dengannya. Namun, Daniel ingin membuat Inara sadar, lalu dia membisikan sesuatu lagi."Itupun jika kamu mau menikah denganku, jika tidak ya terserah padamu," ucapnya sedikit mengancam dengan senyuman yang mengembang di sudut bibirnya."Tidak akan! Aku tidak akan melakukan itu." Inara protes tidak menyetujui keinginan pria tersebut. Kemudian Daniel menatap lagi k
Mendengar itu sontak saja Inara mendekati Daniel dan hendak memukulnya, tetapi sayangnya kaki terpeleset dan membuat tubuhnya tak seimbang lalu hendak jatuh, beruntungnya tangan kekar itu langsung menarik tubuhnya sehingga masuk dalam pelukannya, tetapi tanpa sengaja karena ingin menolong Inara, malah handuk yang dipakainya jatuh ke lantai membuat tubuh pria itu terlihat polos hanya mengenakan alat pelindung untuk menutupi juniornya saja."Ambil handukmu, El." Sontak saja Inara Langsung memejamkan matanya seraya membenarkan posisinya."Lalu aku harus apa jika aku tidak menolongmu maka kamu akan jatuh," cibir Daniel merasa serba salah."Tetapi tidak begitu juga, El!" protes Inara."Kenapa kamu malu melihatnya, bukankah sudah sering melihatnya.""Iya, tapi aku tidak nafsu kok." Mendengar itu, Daniel mengambil handuk tersebut dan menutupi juniornya lalu keluar dari kamar Inara dan menutup pintu kamar dengan keras. "Apa dia benar-benar serius? Tidak nafsu denganku lalu kenapa
Daniel mengamati raut wajah Inara dan sepertinya perempuan itu benar-benar yakin dengan rencananya tersebut. Daniel jadi bingung dibuatnya."Apakah Inara yakin ingin merencanakan pernikahan itu?" gumam Daniel sedikit menggerutu. Semilir angin malam itu menyentuh kulit dan membuatnya terus memeluk ledua tangannya sehingga membuat Daniel melangkah masuk ke ruang kerjanya dan mengambil jasnya."Apakah kamu masih mencintai Bagas?" tanya Dankel menoleh ke arah istrinya.. Mendengar pertanyaan itu, Inara balik menoleh ke arah Daniel dan menjawab pertanyaannya."Bohong bila aku tidak mencintainya? Bagaimanapun pria itu pernah tersimpan indah di dalam lubuk hatiku, tetapi untuk kembali padanya dan mengulang masa lalu, aku rasa itu tidak mungkin meski.." Inara menjeda kata-katanya, seolah tidak sanggup untuk melanjutkannya."Meski kenapa" tanya Daniel ingin tahu isi hati perempuan itu. Memandangi wajah Inara, pria tampan itu tahu apa yang ada di dalam isi hatinya sama hal s
Daniel semakin erat memeluknya dan terus menyemangati Inara dan menasehatinya bahwa yang bisa menentukan pilihan itu adalah dirinya sendiri. Usai perempuan itu merasa lega, Daniel menyuruh Inara untuk meminum teh hangat agar tubuhnya merasa lebih baik lagi. Tak disangka perempuan itu menuruti kata-katanya dan Inara pun meminta Daniel membawanya ke balkon atas dan menikmati udara malam itu spontan saja Daniel langsung menolaknya mengingat bahwa tubuh perempuan itu masih begitu lemah."Please, ikuti perintahku! Jika kamu sehat aku tidak akan melarangmu," ketusnya tak senang. Dengan sangat terpaksa dan tidak ingin berdebat karena tubuhnya memang masih sedikit lemah maka Inara pun mengangguk, perempuan itu lantas menyuruh Daniel untuk membersihkan diri karena baju pria tampan itu juga sangat basah. Setelah pergi meninggalkan Inara dan masuk ke dalam.kamarnya, entah mengapa Daniel merasa tak tenang. Ada sedikit kegundahan yang menimpa dirinya kenapa bisa Bagas berkata seperti i