"Apakah aku salah ngomong ya? Kenapa Daniel jadi cemberut gitu," ulas Inara bingung. Kanza pun ikut bangun dari duduknya karena perutnya masih saja tidak mau diajak kompromi, ia masuk ke dalam kamarnya dan terus memuntahkan isi di dalam perutnya."Apa benar aku sedang hamil!" Sejujurnya, perempuan itu merasa tidak yakin jikalau dirinya hamil, tetapi sudah fakta yang membuktikan bahwa dirinya hamil. Tubuhnya terasa lemas sekali, Inara pun langsung menuju tempat tidurnya sambil merebahkan tubuhnya di sana. Tak lama perempuan itu pun tertidur. Berbanding tebalik dengan Daniel, pria beriris mata biriitu malah tak bisa tidur. Ucapan Inara yang hanya menganggapnya sebagai sahabat sungguh menepis sebuah rasa yang kini telah mekar, seolah layu sebelum berkembang."Kenapa Tuhan menakdirkan sebuah rasa yang sangat menyesakkan dada bila akhirnya harus membuatku patah hati untuk kedua kalinya," tandas Daniel merasa galau. Daniel menarik nafasnya dalam-dalam memberikan ruang di
Inara langsung menarik tangan Daniel dan menawarkannya segelas teh, perempuan itu tidak ingin melihat Daniel bersedih. Pria beriris mata biru itu langsung saja menghempaskan pantatnya tanpa disuruh, sesekali Daniel memandang Inara yang tengah meletakkan dua gelas teh hangat. Matanya menatap begitu lekat, kali ini pria itu telah gagal memiliki keturunan dari Inara, mulai terbesit sebuah perasaan bimbang dalam hati Daniel. Apakah pengobatan yang selama ini dijalaninya sukses ataukah gagal."Mungkin aku memang tidak akan bisa mendapatkan keturunan," keluhnya dengan mata yang berkaca-kaca."Bukankah dokter sudah menyatakan kamu sembuh, El," ucap Inara malah balik bertanya."Iya, tetapi setelah mendengar berita tentangmu yang tidak hamil, rasanya aku kecewa pada diriku sendiri dan aku mulai berkeinginan mencari seorang perempuan yang mau menikah denganku tanpa melihat kekuranganku," tandasnya langsung menyeruput teh hangat tersebut. Pria tampan itu menaruh kembali gelas tersebut, me
"Lepaskan dia!" Suara bariton tersebut terdengar tidak asing dan kini pria tampan dengan manik mata biru itu menatap sinis ke arah pria yang mencengkram tangan istrinya. Dia menarik tangan Inara dan langsung mendekap perempuan itu dalam pelukannya. Dia melayangkan satu tinjunya ke arah pria itu."Berani sekali kamu menyentuhnya! Aku adalah suaminya Inara jadi jangan pernah sekali-kali kamu mengatakan hal yang tak pantas pada wanitaku," bentaknya tak terima. Pria itu ternyalang kaget melihat Daniel meninju wajahnya hingga bibirnya mengeluarkan darah segar. Dia tidak menyangka bila Daniel bisa semarah ini padanya padahal dahulu Daniel bukanlah pria yang suka melayangkan tinjunya ke sembarang orang."Kamh sudah keterlaluan Daniel," gertaknya tak suka."Kamu yang lebih keterlaluan." Daniel menatapnya tajam, bak mata elang yang ingin menangkap mangsanya. Kanza yang mendengar ada keributan itu pun langsung saja melerai dua pria itu."Apa yang kamu lakukan Rangga? Aku d
Kemudian, Inara kembali lagi dalam pelukan Daniel. Sejak tadi memang pria bermanik mata biru itu terus saja memperhatikan gelagat istrinya, dia merasa ada yang aneh dengan perempuan itu."El, bisakah kita pulang sekarang," bisik Inara pelan."Pulang! Tunggulah sebentar lagi, Ra." Daniel berusaha membujuk Inara, mengingat janjinya dengan Kanza tadi bahwa dia akan pulang setelah acara dansa selesai."Aku sudah tidak tahan, El," bisik Inara pelan."Tak tahan! Apa maksudmu?" Daniel menatap wajah Inara begitu dalam, rasa resah terlihat jelas di binar mata indahnya. Perempuan itu lantas terus memeluk tubuh Daniel tanpa permisi, rasanya Inara tak kuat lagi menahan panas yang terus membakar."Kamu tidak mungkin!" Daniel langsung memeluk tubuh Inara balik, dia mulai mengerti mengapa sejak tadi Inara mengajaknya pulang. Dia mengajak perempuan itu menjauh dari area dansa dan menghilang secepat kilat dari kerumunan. Daniel masih merangkul tubuh Inara agar tak ada orang yang curig
Setelah mengganti sprei, Daniel memindahkan Inara kembali untuk tidur dengan nyaman dan menyelimuti tubuhnya dengan selimut tebal. Daniel menatap wajah Inara yang tanpa polesan itu, kenapa takdir harus membuat mereka melakukan hubungan ini untuk kedua kalinya. "Apakah Tuhan memang menakdirkanmu untukku, Ra," ucap Daniel sambil membelai rambut Inara lembut. Tidak lama kemudian, Daniel pun tertidur di samping Inara padahal niatnya pria itu hanya ingin menyelimuti Inara saja namun dia kebablasan dan tertidur di sampingnya. Hujan dini hari itu malah membuat dua orang itu saling berdekatan dan tanpa disadari Inara memeluk Daniel. Tak terasa malam pun berlalu, matahari pun mulai menampakkan wajahnya sehingga membuat Inara tersadar bahwa hari sudah pagi. Inara membuka matanya perlahan dan mendapati Daniel tidur di sampingnya. Perempuan itu menyentuh luka di bibir Daniel dengan lembut, sungguh Inara tersipu malu bila mengingat kejadian semalam. Bagaimana bisa ia bisa seganas itu me
Tetapi ada sedikit kebahagiaan yang tersimpan di hati Daniel karena untuk sejenak dia bisa melihat Inara melupakan sedikit balas dendamnya. Meskipun sebenarnya saat ini, Daniel sedang menemukan sesuatu hal yang mengarah kepada Rika. Namun, pria bermanik mata biru itu hanya bungkam dan terus menyembunyikannya dari Inara."Untuk sementara aku harus bungkam atas masalah ini! Lebih baik aku mengajaknya liburan saja," ucap Daniel dalam hati. Inara terus tersenyum seraya menatap layar ponselnya dan dia mencari semua informasi tentang negara Jerman dan menanyakan hal itu pada Daniel sehingga membuat pria tersebut pusing karena Inara terlalu banyak tanya. Bagaimana tidak, hal itu adalah pertama kalinya Inara jalan-jalan ke Negara Jerman."Lusa nanti aku pasti akan mengajakmu berkeliling di Jerman, tetapi setelah urusanku selesai," balasnya tersenyum."Apakah urusan bisnis begitu penting?""Tentu, Ra! Aku harus menandatangani dokumen tersebut karena memang dokumen itu perlu tanda tanga
Beberapa menit kemudian, sebuah mobil berwarna hitam memasuki pekarangan rumah Inara. Perempuan itu langsung bangun dari duduknya dan menghampiri Daniel yang baru saja keluar dari mobilnya."Kenapa kamu lama sekali sih, El," gerutunya sebal."Sorry! Aku tadi ada kerjaan sedikit," jawabnya. Pria tampan itu lekas mengambil koper yang sedang dipegang oleh Inara. Memasukkan koper tersebut ke dalam bagasi mobilnya mereka pun langsung pergi menuju ke bandara. Daniel melirik ke arah perempuan yang terlihat sangat kesal karena menunggunya. "Apa kamu marah padaku?" Inara tak menanggapi apa yang dikatakan Daniel, hanya terus menggerutu kesal. Perempuan itu mengalihkan pandangannya ke luar jendela, saat itu ia benar-benar marah kepada Daniel. Pria tampan itu membukakan pintu mobilnya untuk Inara, tetapi di saat Inara ingin keluar dari mobil, roknya tersangkut dan membuat rok panjang yang dipakainya sedikit robek, sungguh hari itu membuat Inara sangat kesal lagi."Bagaimana kalau kit
Menatap Inara yang sedang tertidur dengan pulas membuat pria itu sadar bahwa apa yang dilakukannya adalah salah. Ketika sampai di sebuah bandara, Daniel menyentuh pipi Ianra pelan lalu membangunkannya. Setelah keluar dari bandara, Daniel mengajak Inata beristirahat sejenak di sana karena dia tahu bahwa perempuan itu saat ini mungkin merasa pusing kepalanya karena belum pernah naik pesawat selama ini. Setelah melihat Inara segar seperti biasa maka Daniel pun langsung menarik tangan perempuan itu dan membawanya masuk ke dalam mobil yang telah dibukakan oleh Joe. Ternyata sejak tadi pria berkacamata itu terus saja menunggunya. "Apa kabarmu, Joe?" sapa Inara ramah."Aku baik-baik saja, Nona," jawab Joe tersenyum. Daniel melirik Kanza yang terus saja berbicara pada Joe begitu serius, selain menanyakan kabar. Perempuan itu juga banyak sekali bertanya tentang negara Jerman dan ingin sekali berkeliling di sana."Apa kamu sanggup kalau hari ini berkeliling?" sambung Daniel ikut nimbru
Dia merapikan riasannya agar tak terlalu norak, si wanita yang menghiasnya tadi pun memberikan sepatu berwarna senada dengan gaun yang dikenakannya. Tidak lama kemudian, suara ketukan terdengar dari balik pintu. "Masuk saja," ucap Inara mengetahui bahwa itu adalah suara Daniel. Ketika tangan Daniel membuka pintu tersebut, matanya terbelalak kaget ketika mendapati Inara yang begitu cantik dengan gaun yang dikenakannya. Mulutnnya hingga ternganga membulat dan berbentuk huruf o. "Kamu cantik seka--" Daniel tak melanjutkan kalimatnya namun bibirnya langsung saja menyambar bibir ranum perempuan itu, tanpa penolakan dari Inara. Beruntungnya si perias tadi sudah dipersilahkannya keluar lebih dulu. Sentuhan lembut itu mampu memancing hasrat Inara yang juga menggebu hingga terjadi pangutan yang begitu lama, "Kamu cantik sekali, Ra," bisik Daniel baru menyadari orang-orang telah menunggunya di bawah."Terima kasih, El.""Apa kamu yakin dengan pernikahan ini, Ra?" "Apa maksudmu?
Daniel meminta Joe untuk menemukqn Inara secepatnya."Bagaimana bisa sudah satu minggu lamanya kalian tak menemukan Inara.""Kami akan berusaha menemukannya, Pak." Di sidang pada hari berikutnya, Rika lagi-lagi terus berkelit.“Nona Rika, kami minta tolong untuk Anda berkata jujur dan tidak berkelit,” ucap sang hakim agung.“Maaf, Yang Mulia. Tapi begitulah kenyataannya. Aku sama sekali tidak mengerti tentang kejadian yang Anda maksudkan atau yang kalian tuduhkan kepadaku. Aku benar-benar tidak bersalah dalam kasus ini,” ucap Rika.“Tapi, kenapa semua saksi berkata jika Anda juga terlibat kalau memang Anda tidak terlibat, Nona?"“I-itu pasti karena mereka sudah bersekongkol untuk menjebloskan aku ke dalam penjara!” kelit Rika sambil menyilangkan tangan di depan dada. Terdengar derit pintu terbuka membuat semua orang menoleh ke sumber suara."Tentu saja yqng salah harus dihukum. Aku datang sebagai korban atas pembunuhan yang telah kamu rencanakan, Rika. Bukan hanya aku yang men
Inara langsung meremas tangan Daniel dengan kuat hingga ia tidak menyadari jika kuku panjangnya itu membuat jemari Daniel terluka."Yang benar saja kamu melukai jariku," gumam Daniel merasakan perih di punggung tangannya. Tidak cukup di situ saja, Inara langsung memeluk Daniel karena takutan dengan kegelapan. Perempuan itu baru membuka matanya ketika Daniel sudah mengatakan bahwa lampu sudah menyala."Yang benar saja villa semegah ini bis--" Inara mengatupkan bibirnya karena melihat ruangan kamar itu dipenuhi dengan bunga-bunga dihiasi dengan sebuah kata-kata yang membuatnya terbelalak kaget."Apa maksudnya ini, El?" tanya Inara langsung menoleh ke arah Daniel."Maukah kamu menikah denganku?" Daniel dengan duduk berjongkok lalu menyodorkan sepasang cincin ke arah Inara."Benarkah kamu ingin menikah denganku?" tanya Inara benar-benar tidak percaya."Bukankah kamu harus menjawab pertanyaanku tadi? Mengapa nalah balik bertanya." Tanpa berpikir panjang lagi Daniel langs
Langsung saja perempuan itu menarik tangan Daniel dan memintanya untuk menjauh dari seorang gadis yang menjaga toko tersebut."Apakah itu tidak terlalu mahal?" protes Inara sembari membujuk Daniel untuk memikir ulang membeli cincin tersebut."Tidak apa-apa, Ra! Kan jarang banget aku membeli barang seperti ini dan aku tidak pernah menilai sesuatu dari harganya," balas Daniel meminta pelayan untuk membungkusnya."Apakah kamu ingin membeli yang lain? Pilih saja, nanti aku yang akan bayar," tawar Daniel melirik Inara yang terus saja mengomelinya. Hipotesa negatif mulai bersarang di dalam otaknya, melihat Daniel yang membeli barang tanpa memikirkan nilai harganya dantidak tahu untuk siap cincin tersebut maka membuat jiwa Inara bergejolak dan ingin membeli sesuatu yang sama nilainya dngan cincin tersebut."Baiklah, aku ingin membeli gelang, tetapi kalau harganya mahal, kamu tidak akan protes kan?" Inara sontak menoleh ke arah Daniel yang sedang duduk santai di atas sofa. Daniel t
Inara yang menatap dua orang itu saling beradu pandang pun merasa jengkel. Ia terus meneguk habis minumannya hingga membuatnya tersendak.Uhuukk... Uhuuk.."Minumlah." Daniel menyodorkan segelas air mineral ke arahnya. Melihat tindakan Daniel yang begitu sigap membantunya, membuat Inara sering bertanya-tanya apa yang sebenarnya Daniel pikirkan. Bagaimana bisa dia memberi perhatian kepada dua perempuan sekaligus. Hubungannya yang begitu dekat dengan Kanza benar-benar membuat Inara harus extra sabar menyaksikan hal itu."Mengapa aku jadi cemburu sih." Bagaimana tidak cemburu, Kanza pun terkadang bersikap manja dengan seorang pria blasteran itu di depan Daniel dan dirinya. Bahkan mereka saling menatap penuh makna satu sama lain. Ketika makanan sudah dihidangkan di atas meja, Kanza pun menyodorkan makanan kesukaan sang bule itu ke arahnya lalu memaksa sang pria bermanik mata hijau itu memakan satu suapan untuknya. Bukan hanya cantik saja, tetapi Kanza juga begitu handal m
"Iya, El." Inara menjawab terbata-bata karena jarak mereka yang hanya beberapa senti meter saja membuat Inara sedikit ketakutan. Daniel menelisik tajam ke arah Inara dan menatap sepasang bola mata perempuan cantik itu lalu ia membisikkan sesuatu hal yang membuat Inara berteriak. "Apa kamu sudah tak waras, El! Aku mana mungkin melakukan itu, hal yang terjadi kepada kita itu karena ketidaksengajaan." Inara mengingatkan Daniel apa yang pernah mereka lewati ketika malam nahas itu. Pria itu masih mengunci pergerakannya dan menatap Inara dengan sangat dalam, dia tahu bahwa saat ini Inara sedikit ketakutan dengannya. Namun, Daniel ingin membuat Inara sadar, lalu dia membisikan sesuatu lagi."Itupun jika kamu mau menikah denganku, jika tidak ya terserah padamu," ucapnya sedikit mengancam dengan senyuman yang mengembang di sudut bibirnya."Tidak akan! Aku tidak akan melakukan itu." Inara protes tidak menyetujui keinginan pria tersebut. Kemudian Daniel menatap lagi k
Mendengar itu sontak saja Inara mendekati Daniel dan hendak memukulnya, tetapi sayangnya kaki terpeleset dan membuat tubuhnya tak seimbang lalu hendak jatuh, beruntungnya tangan kekar itu langsung menarik tubuhnya sehingga masuk dalam pelukannya, tetapi tanpa sengaja karena ingin menolong Inara, malah handuk yang dipakainya jatuh ke lantai membuat tubuh pria itu terlihat polos hanya mengenakan alat pelindung untuk menutupi juniornya saja."Ambil handukmu, El." Sontak saja Inara Langsung memejamkan matanya seraya membenarkan posisinya."Lalu aku harus apa jika aku tidak menolongmu maka kamu akan jatuh," cibir Daniel merasa serba salah."Tetapi tidak begitu juga, El!" protes Inara."Kenapa kamu malu melihatnya, bukankah sudah sering melihatnya.""Iya, tapi aku tidak nafsu kok." Mendengar itu, Daniel mengambil handuk tersebut dan menutupi juniornya lalu keluar dari kamar Inara dan menutup pintu kamar dengan keras. "Apa dia benar-benar serius? Tidak nafsu denganku lalu kenapa
Daniel mengamati raut wajah Inara dan sepertinya perempuan itu benar-benar yakin dengan rencananya tersebut. Daniel jadi bingung dibuatnya."Apakah Inara yakin ingin merencanakan pernikahan itu?" gumam Daniel sedikit menggerutu. Semilir angin malam itu menyentuh kulit dan membuatnya terus memeluk ledua tangannya sehingga membuat Daniel melangkah masuk ke ruang kerjanya dan mengambil jasnya."Apakah kamu masih mencintai Bagas?" tanya Dankel menoleh ke arah istrinya.. Mendengar pertanyaan itu, Inara balik menoleh ke arah Daniel dan menjawab pertanyaannya."Bohong bila aku tidak mencintainya? Bagaimanapun pria itu pernah tersimpan indah di dalam lubuk hatiku, tetapi untuk kembali padanya dan mengulang masa lalu, aku rasa itu tidak mungkin meski.." Inara menjeda kata-katanya, seolah tidak sanggup untuk melanjutkannya."Meski kenapa" tanya Daniel ingin tahu isi hati perempuan itu. Memandangi wajah Inara, pria tampan itu tahu apa yang ada di dalam isi hatinya sama hal s
Daniel semakin erat memeluknya dan terus menyemangati Inara dan menasehatinya bahwa yang bisa menentukan pilihan itu adalah dirinya sendiri. Usai perempuan itu merasa lega, Daniel menyuruh Inara untuk meminum teh hangat agar tubuhnya merasa lebih baik lagi. Tak disangka perempuan itu menuruti kata-katanya dan Inara pun meminta Daniel membawanya ke balkon atas dan menikmati udara malam itu spontan saja Daniel langsung menolaknya mengingat bahwa tubuh perempuan itu masih begitu lemah."Please, ikuti perintahku! Jika kamu sehat aku tidak akan melarangmu," ketusnya tak senang. Dengan sangat terpaksa dan tidak ingin berdebat karena tubuhnya memang masih sedikit lemah maka Inara pun mengangguk, perempuan itu lantas menyuruh Daniel untuk membersihkan diri karena baju pria tampan itu juga sangat basah. Setelah pergi meninggalkan Inara dan masuk ke dalam.kamarnya, entah mengapa Daniel merasa tak tenang. Ada sedikit kegundahan yang menimpa dirinya kenapa bisa Bagas berkata seperti i