"Bunda, kapan kita pulang ke rumah? Arini rindu ayah," rengek Arini, gadis kecil yang tengah memeluk sang bunda yang sibuk dengan tugas-tugas sekolahnya. "Iya sayang, nanti kita ketemu ayah ya," balas Anna sambil tersenyum lalu membalas pelukan anak kesayangannya, lalu mengecup dahinya. Anna belum bisa menjelaskan perpisahannya dengan Arka, ia khawatir Arini tidak bisa menerima kenyataan itu. Ia mulai bingung harus berbuat apa hingga janji manis saja yang bisa diucapkan. Arini yang tertidur dalam pangkuannya, ia gendong dengan perlahan kemudian menuju kamar tidur mereka. Kamar itu terlihat besar, lengkap dengan lemari, kasur dan meja belajar. Anna mencium dahi kedua anak kembarnya, wujud rasa sayang pada kedua buah hatinya. "Bunda, aku akan mencoba mengatakan hal yang sebenarnya pada Arini," ucap Aruna yang belum tidur, ia ternyata mendengar semua percakapan Arini dan sang bunda. "Jangan nak, Arini mungkin belum siap, ia sangat manja pada ayahnya, bunda nggak mau dia terluka,
"Sudahlah mas, nggak perlu kita terima investasi dari mereka, PT itu abal-abal! aku nggak percaya," ujar Clara yang masih ngotot tidak mau menerima proposal investasi yang diterimanya. "Oke, kalau kamu nggak setuju investasi itu, aku ingin apartemen dan toko bunga atas namaku!" bentak Arka seperti hilang kesabaran, ia merasa gerak geriknya dibatasi oleh istrinya. "Maksud kamu apa mas? semua yang kamu inginkan itu milikku, warisan dari papaku, kenapa kamu malah ingin merebutnya?" balas Clara tak mau kalah, ia merasa Arka telah banyak berubah, tidak lembut dan romantis seperti dulu. "Aku ini laki-laki! Harga diriku ada pada harta! Apa artinya jika kita menikah tapi kamu sama sekali tidak percaya padaku? Apa bedanya aku dengan pembantumu?" desak Arka yang mulai hilang kesabaran, ia terus mendesak istrinya untuk menandatangani surat pengalihan harta kekayaan. "Kita masih belum menikah resmi mas, aku belum bisa mempercayaimu sepenuhnya!" bantah Clara yang terus memegangi perutnya,
Beberapa bulan kemudian ...Clara dan ibunya telah menetap di desa tempat kelahirannya selama tiga bulan. Usaha toko kue sang ibu telah berkembang pesat hingga menyerap beberapa tenaga kerja di sekitar rumahnya. Wanita itu nampak bahagia tengah bermain dengan sang anak yang berada dalam gendongannya sambil memperhatikan ibu-ibu yang sedang asyik membuat adonan kue. Toko Roti Clara hari itu juga ramai dikunjungi oleh warga sekitar yang terdiri dari ibu-ibu dan anak-anak. Rasanya enak dan relatif murah membuat roti itu menjadi favorit warga sekitar.Di apartemen bekas milik Clara, Arka terlihat sedang sibuk membantu sang istri membereskan rumah. Pria itu sedang menggendong anak laki-lakinya sedangkan sang istri sedang sibuk memasak. Kehidupan mereka lebih baik dan mapan sejak Arka berhasil mengambil alih seluruh aset mantan istrinya, Clara."Sayang, besok adalah pembacaan putusan pengadilan tentang perceraianku dengan mantan istri pertamaku," ujar Arka sambil sesekali membetulkan gendo
Tiga bulan pasca putusan cerai ... Anna masih belum bisa menerima kenyataan jika hak asuh Aruna jatuh ke tangan Arka, mantan suaminya. Ia hendak mengajukan banding kala itu tapi momen saat itu belum tepat karena dia harus mengurus mutasinya sebab ia baru saja di angkat menjadi PNS di Sekolah Menengah Atas. Anna yang terlihat bersedih dalam menjalani hari-harinya membuat sang ibu sangat khawatir. Hal yang sama juga terjadi pada Arini, cucunya. Ia sering melamun dan mengunci diri di kamar selepas pulang sekolah, hanya keluar kamar ketika akan mandi atau makan itupun setelah ia dipanggil atau diingatkan. "Ayah, bagaimana kalau kita jodohkan saja Anna dengan Adrian? Mungkin kehadiran Adrian bisa menjadi obat bagi kegelisahan anak dan cucu kita yang seperti kehilangan arah hidup," kata Ibu Anna kepada sang suami, mereka sedang duduk santai di teras rumah sambil menikmati secangkir kopi dan kudapan manis. "Aku setuju, tapi kita harus minta pendapat Anna, dia seperti sangat trauma den
Keharmonisan Arka dan Asih terganggu sejak kehadiran Aruna. Pria itu mulai berjarak dengan sang istri akibat ketahuan tidak berlaku adil pada anak perempuannya. Uang jajan yang menjadi hak si anak diam-diam tak pernah diberikan hingga membuat Aruna harus mencari uang tambahan di sela-sela waktu istirahatnya. Asih terlihat semakin membenci Aruna, ia kerapkali melakukan kekerasan seperti memukul atau mencubit bagian tubuh gadis kecil itu hingga menyebabkan lebam-leban. Gadis kecil itu hanya mampu terdiam, berpasrah diri, sebab ia takut untuk menceritakan semuanya pada sang ayah, takut ibu tirinya akan semakin murka. "Bu, aku sudah membereskan semuanya, aku lapar bu, belum makan sejak siang," rengek Aruna sambil memegangi perutnya. Wajar saja dia kelaparan, sepulang sekolah sudah dipaksa untuk mengerjakan pekerjaan rumah seperti menyetrika dan mencuci baju. Asih berjalan menuju dapur, lalu mengambil piring, meletakkan satu centong nasi dan satu tempe goreng ukuran kecil. Ia berjalan
POV Anna Sudah beberapa bulan aku menjalin kedekatan dengan Mas Adrian, temanku semasa kecil. Tak ada yang berubah darinya sejak dulu, dia selalu perhatian padaku sampai saat ini. Lamarannya tempo hari membuatku malu dan galau. Dia perjaka kenapa harus memilih janda sepertiku? aku benar-benar heran dengan cara pikirnya. Kesabaran Mas Adrian sepertinya berhasil menyentuh hatiku. Dia sangat menyayangi Arini. Bahkan saat Arini di diagnosa depresi, pria itu sangat sabar mengantarku dan Arini berobat ke psikiater. Banyak kemajuan yang ditunjukkan oleh anakku. Dia sudah bisa tersenyum dan bersenda gurau padahal sebelumnya ngomong saja tak pernah. Dalam rangka pembuktian cinta, Mas Adrian memberiku kalung berlian yang sangat mahal. Ia memberikan disaat ulang tahunku yang akupun sudah lupa. Aku merasa diperlakukan seperti Ratu saat sedang bersamanya, sangat berbeda saat aku menikahi Arka. Aku harus sering menahan diri agar kebutuhan keluarga terpenuhi. Dia bahkan mengajak keluargaku makan
POV Arka Tak terasa sudah hampir setahun pernikahanku dengan Asih. Meski ini adalah pernikahan ketigaku, entah mengapa hatiku masih terasa hampa. Gairah muda yang membara seolah sirna disaat aku kian terpuruk. Bisnis toko bunga pemberian Clara bangkrut karena kesalahanku tergiur investasi bodong. Serakah memang awal dari kehancuran. Aku yang sudah jatuh miskin dan tidak punya muka lagi tak mungkin pulang kampung untuk bertemu ibu. Apa nanti katanya? Aku sudah menduda dua kali, gagal jadi orang kaya, malah nikah sama mantan ART. Aku juga nggak sanggup untuk mendengar ocehan kakak perempuan yang pernikahannya juga kandas akibat hobinya suka main serong. Sekarang aku hanyalah pria tua yang bekerja sebagai sopir pengantar ayam potong. Sialnya, Asih sangat berbeda dengan Anna. Ia tak pandai menyimpan uang sehingga membuatku harus bekerja lebih keras lagi. Belum lagi kehadiran bayi dan ibu mertua yang penyakitan, lengkap sudah penderitaanmu harus mengurus semua dengan keterbatasanku s
"Ayah jangan pergi, Arini kangen ayah," rengeknya sambil memeluk sang ayah seolah enggan untuk melepas. "Sayang, ayah harus pergi, Aruna sudah menunggu ayah," tolak Arka secara halus, ia tak mungkin berlama-lama di sana sebab pak bos pasti sedang mencarinya. "Makanlah sebentar bersama kami, Arini pasti merindukanmu," ajak Adrian sambil mempersilahkan Arka untuk bergabung di meja mereka. Anna hanya terdiam sambil menundukkan kepala, ia merasa canggung ketika semeja dengan mantan suami dan calon suaminya. "Bagaimana kabarmu Na?" tanya Arka basa-basi, ia mencoba mencairkan suasana yang terasa kikuk. "Alhamdulillah baik Mas, bagaimana kabar Aruna? aku rindu padanya," sahut Anna dengan lirih, ia berharap bisa bertemu dengan Aruna walau hanya sebentar. "Dia baik-baik saja, dia tumbuh menjadi anak yang cerdas," jawab Arka sambil memandangi makanan yang tersaji. Semuanya terlihat enak, seketika itu Arka merasa malu, seumur-umur dia tak pernah mengajak keluarga kecilnya makan enak
"Ya Tuhan, siapakah pria itu?" guman Aruna, lalu bergegas masuk ke dalam kamar. Jantungnya berdetak tidak karuan, kecemasannya selama ini kini terjawab sudah, artinya benar jika selama ini diikuti oleh pria misterius. Ia segera mengambil ponsel pemberian kakeknya, berulang kali mencoba melakukan panggilan hingga akhirnya sang kakek menjawabnya. "Ada apa, Nak? Tumben malam-malam telepon?" sapa Andrew, kakeknya. "Kek, aku mendapati seseorang yang misterius sedang berdiri di depan pintu, ia berulang kali memencet bel hingga saat ini," sahut Aruna dengan suara bergetar. "Baiklah, kakek akan menelpon pihak keamanan agar mereka segera menangkap orang misterius itu," ujar sang kakek mencoba menenangkan cucunya. Panggilan teleponpun terputus. Aruna memutuskan untuk memejamkan mata lalu menutupi tubuhnya dengan selimut, berharap teror orang misterius itu segera berakhir. Kini ia mulai menyadari bahwa tidak mudah hidup seorang diri, meski ia merasa baik-baik saja tanpa sang ayah, ny
"Mas, nilai Arini semakin turun, aku khawatir dengan kondisinya, dia menjadi sangat pendiam dan sering melamun di kelas," ujar Anna sambil mengelus-elus perutnya yang semakin membuncit. "Apa yang terjadi, Sayang? kenapa kamu baru menceritakan hal ini padaku?" sahut Adrian dengan penuh kecemasan, ia baru saja datang dari seminar yang diselenggarakan di luar negeri "Kamu sedang ada urusan di luar negeri, aku tidak ingin mengacaukan konsentrasimu," balas Anna dengan tatapan penuh kesedihan, tak sanggup lagi menahan beban yang selama ini disembunyikan. Adrian segera memeluk istrinya hendak melepas kerinduan yang selama ini terpisah jarak, sudah seminggu ia berada di luar negeri untuk mengikuti program seminar tentang perkembangan bayi tabung. Anna tinggal bersama Arini dan Ibu mertuanya yang begitu antusias dengan kehamilannya yang selama ini ditunggu-tunggu. "Mama gimana? Apakah kamu nyaman dengan keberadaannya?" tanya Adrian yang sebenarnya cemas dengan perangai sang mama yang
Anneth tak mampu menahan gejolak di hatinya. Perasaan yang sepi pasca dikhianati suami brondongnya, perlahan luluh akan perhatian Arka, pria yang baru saja dikenalnya beberapa hari yang lalu. Meski tak pernah sekalipun terucap kata terima kasih atas dukungan sang pria melalui kiriman bunga mawar yang di kirim setiap hari, hatinya tak bisa berbohong jika naluri akan cinta laki-laki kini bangkit kembali pasca perhatian dari pria itu."Apakah perasaanmu sudah lebih baik? Apakah kamu melihat bunga mawar tak lagi membuat hatimu kesal?" tanya Arka yang menangkap sinyal bahwa wanita itu mulai luluh hatinya."Aku hanya mencoba mencari tahu, siapakah pria yang mengirim bunga mawar padaku setiap hari, jika dulu nama Dimas membuatku muak kini nama Arka membuatku semakin penasaran," sahut Anneth mencoba berkilah, mengingkari perasaannya sendiri."Seperti yang kamu lihat, aku hanyalah seorang pria yang tinggal sendiri di kosan sempit yang jauh dari kata layak, tanpa istri atau anak. Apa sekarang k
Arka hanya bisa menggelengkan kepalanya, hari ketiga mengantar bunga di tempat yang sama, Anneth hanya membuangnya ke lantai dan menginjak dengan sepatu hak tingginya, kebetulan dia akan pergi ke perusahaan untuk mengecek bisnis skincarenya. "Maaf Nona, apakah tidak ada cara lain selain membuang dan merusaknya?" tanya Arka yang awalnya menahan diri kini tak bisa berpura-pura tidak peduli. "Apa urusanmu? Kamu hanyalah kurir pengantar bunga!" balas Anneth dengan ketus, ia hendak melewati Arka, segera menuju mobil mewahnya. "Aku memang tidak tahu masalah apa yang menimpa hidupmu, tapi seorang pria bernama Dimas, setiap hari datang ke toko kami, memesan bunga agar dikirim ke alamat rumah ini, aku bisa melihat ada ekspresi sedih di wajahnya," ungkap Arka yang mencoba menyentuh hati Anneth agar lebih terbuka. "Dia hanyalah pengkhianat yang tega menipuku dan berselingkuh dengan gadis yang masih kuliah! Mendengar namanya saja aku sudah jijik, apalagi melihat bunga mawar itu!" bentak Annet
"Arka, Papa memang bukan orang yang baik bahkan kamu lahir di saat aku tidak pernah peduli pada ibumu. Aku memang egois, merajut kasih dengan ibumu di saat aku sudah menikah dan memiliki dua anak," ujar Andrew yang merasa menyesal atas kesalahan pada masa lalunya. "Sudahlah, tidak ada yang bisa diubah dari takdir. Aku berat memanggilmu ayah tapi kau adalah ayahku. Maaf aku belum terbiasa dengan itu," sahut Arka yang masih merasa canggung dengan kondisi ini. Mereka memutuskan untuk makan di sebuah warung dekat puskesmas. Hal itu terjadi atas permintaan Andrew, ia bekerja sementara di sana sebab dokter jaga sedang cuti, jika situasi normal kembali maka ia akan kembali bekerja di rumah sakit dekat kota. "Terima kasih Nak, setidaknya kamu mulai menganggapku adalah Papamu meski hatimu mungkin belum menerima sepenuhnya," ucap Andrew sambil memegang tangan Arka, setidaknya mereka kini telah berdamai dengan takdir yang tercipta. Dua laki-laki yang terlibat ikatan darah itu mulai memak
"Runa, maafkan ayah yang selalu mementingkan diri sendiri! Ayah memang bukan orang baik," ujar Arka sambil terus berjalan terbata-bata. Arka melihat wajah kemarahan pada putri kesayangannya. Ia menyadari jika belum bisa membahagiakan putrinya, ia malah terus saja berulah. Pria itu hanya diam lalu berpasrah atas segala permasalahan hidup yang menghampirinya. Aruna mengantar ayahnya ke puskesmas agar sang ayah dapat segera terobati. Aruna duduk sambil menunggu di kursi ruang tunggu, tatapannya kosong. Ia kembali teringat perkataan Om Tirta beberapa hari yang lalu. "Aruna, kamu adalah anak yang baik dan pintar. Jangan sampai pengaruh buruk ayahmu mempengaruhimu! Dia adalah pria brengsek yang tidak tahu terima kasih! Ia tega meniduri istri sahabat yang menolongnya bahkan sampai hamil!" ujar Om Tirta, orang yang telah memberinya segepok uang. Aruna menghela nafas panjang, ia berniat untuk meninggalkan ayahnya yang sifatnya ternyata tidak bisa berubah, egois dan mau menang sendiri
"Ma, Dimas tega selingkuhin aku," ujar Anneth pada Mamanya, hatinya hancur saat mengetahui suami brondongnya ternyata tidak lebih dari seorang pengkhianat. "Apa? Sejak kapan? Dasar pria kurang ajar!" sahut mamanya, geram. "Dia tega memberikan apartemen yang aku berikan padanya pada gadis murahan yang masih berkuliah!" ungkap Anneth sambil menangisi segala kebodohannya selama ini. "Ceraikan saja pria tidak tahu diri itu! Kamu fokus saja pada kedua anakmu yang masih kecil! Lebih baik seperti Mama! Sendiri tapi bahagia!" sahut sang mama yang justru terkesan adu nasib. Ibu dari Adrian dan Anneth itu memilih menjanda di usia senja daripada harus sakit hati bersama pria yang tidak setia. Suaminya terbukti berselingkuh dengan perempuan desa hingga memiliki anak bernama Arka. Anak tersebut adalah suami pertama Anna, menantunya yang menikah dengan Adrian, anak lelakinya. Wanita tua itu awalnya berat merestui hubungan Anna dan Adrian karena pilihan Adrian yang seorang janda dan perna
"Mas, aku hamil!" ujar Anna sambil memeluk suaminya, Adrian. Ia menyerahkan tespek yang menunjukkan garis dua! Akhirnya penantian keduanya kini terjawab sudah. Setelah beberapa tahun menikah, keduanya tak langsung dikaruniai momongan hingga membuat Anna sempat stres dan memilih untuk tinggal di rumah yang berbeda dengan mama mertuanya. Adrian yang sabar dan dewasa, memilih untuk menjaga kesehatan mental istrinya daripada harus bertahan di rumah ibunya. Mereka bergegas ke rumah sakit untuk memeriksakan kondisi kandungan Anna. Wanita itu tidak menyadari keterlambatan haidnya sebab kegiatan sekolah yang begitu padat sebab tengah menghadapi ujian kenaikan kelas. Ia sudah di sibukkan dengan membuat soal, kisi, kartu dan persiapan pengisian rapot, sungguh menguras tenaga dan pikirannya. "Selamat Pak Adrian, Ibu Anna tengah hamil usia kandungan 12 minggu, sudah terlihat dua kantung janin dalam perutnya! Artinya kalian akan dianugerahi anak kembar!" ujar Dokter Herry, salah satu teman A
Beberapa bulan kemudian ... "Adrian, Anneth baru saja melahirkan anak keduanya? Kamu kapan nyusul? aku sangat cemas denganmu! Kapan Anna akan hamil?" tanya Mama Adrian yang mulai gelisah mendapati menantu yang tak kunjung hamil setelah beberapa tahun menikah. "Ma, Anna sudah memiliki anak dari pernikahan sebelumnya, apakah itu tidak cukup untukmu? Lagian anak Anna adalah cucu dari papa atau anak dari adikku, Arka. Bukankah itu artinya cucumu juga!" tegas Adrian yang mulai tidak nyaman dengan desakan mamanya. "Cukup! Jangan bahas lelaki brengsek itu! Sampai kapanpun aku tidak akan pernah mengakui anak itu apalagi cucu yang berasal darinya! Anak haram yang sampai kapanpun tidak akan pernah menjadi keluarga kita!" bentak Mama Adrian dengan tatapan tajam, acara makan malam bersama di rumah Adrian terasa sangat menyesakkan, semua mulai merasa tidak nyaman. "Ma, kami sedang mengupayakan, doakan saja kami! Ayo sekarang kita makan dulu, ini semua masakan kesukaan mama," ujar Anna menc