Vina tersenyum sedikit dan menggeleng pada Dylan. Lelaki itu malah terkekeh.Mereka berkumpul di satu ruang rapat. Vina baru tau bahwa perusahaan ini pun milik Dylan pribadi."Dylano benar-benar memanfaatkan ketenarannya untuk mengembangkan bisnis."Pernyataan itu tidak membuat Dylan tersinggung. Justru, Vina yang memberengut mendengar kalimat itu.Tak tega rasanya mengetahui ada orang-orang yang berpikiran negatif tentang Dylan. Mereka tak tau saja hidup sebagai orang terkenal yang super sibuk."Kenapa sih pekerjaan kamu banyak banget?" Vina mengembuskan napas berat saat melihat update jadwal Dylan.Dylan melirik layar tablet yang sedang diamati Vina. Jarinya menggulir layar ke bawah jadwal yang ada di sana."Ini sudah berkurang, kok."Vina menggeleng mendengar jawaban Dylan. "Kamu mulai kelelahan, Dylan. Harus diatur lebih efisien waktunya.""Ya sudah, kamu atur saja. Nanti tinggal lapor Kak Tama."Tidak ada jawaban dari Vina. Ia masih serius menatap jadwal Dylan. Sementara itu, Dyl
Vina mengerjap-ngerjap. Ia tersentak kaget saat terdengar suara pintu ditutup. Perlahan, membalik tubuh dan menatap pintu.Lalu, Vina terduduk kembali. Memegang dadanya yang berdebar kencang. Detik berikutnya, ia merasa bodoh karena membiarkan Dylan menciumnya.Berusaha mengalihkan perhatian pada apa yang baru saja terjadi, Vina bermain ponsel. Selama berbulan-bulan bekerja dengan Dylan, baru kali ini ia dapat santai. Tetapi, ternyata bayang-bayang perhatian dan sikap manis Dylan tidak juga hilang.“Lebih baik aku jalan-jalan saja di jogging track.” Vina keluar dari kamar sambil tetap menatap layar ponsel.Sambil mengitari jogging track, Vina melihat-lihat toko komputer online. Gaji pertamanya sebagai make up artis cadangan, akan ia gunakan untuk membeli laptop baru untuk Rere.Karena fokus pada ponsel sambil berjalan, Vina tak sadar menabrak seseorang yang melintas.“Bruk.”“Maaf.” Vina langsung berkata dan memungut ponselnya yang terjatuh. Lalu, mendongak menatap orang yang ia tabra
"Dan ternyata kamu lah Vina." Marcel menambahkan sambil tetap mengamati Vina."Salam kenal, Tuan Marcel.""Kamu manggil Tamara dengan Kak, jadi panggil aku Kak Marcel saja."Vina mengangguk. Entah perasaannya saja atau bagaimana, Vina merasa aura yang tidak nyaman saat berada di dekat Marcel.Kepada Dylan dan Tamara, Marcel menceritakan pertemuan pertamanya dengan Vina. Kepala Dylan menggeleng samar lalu menatap Vina.“Ternyata susah sekali menyuruhmu istirahat.”“Itu setelah aku istirahat kok.”Setelahnya berbasa-basi, Vina berpamitan. Saat berjalan melewati Marcel, Vina merasa lelaki itu meliriknya dengan sikap penasaran.Sampai di kamar, Vina langsung mencari informasi tentang Marcel melalui internet. Sambil berbaring, Vina membaca berbagai berita tentang kakak kedua Dylan tersebut.Ternyata yang pertama kali menemukan bakat Dylan adalah Marcel. Lelaki itu juga yang mengantar Dylan mengikuti berbagai lomba hingga sukses. Selama awal karir hingga terkenal, Marcel adalah pendamping b
Tidak pernah Vina merasa begitu kikuk dalam bekerja. Semua karena ada sepasang mata yang terus melirik dan mengamatinya. Siapa lagi kalau bukan, Marcel.Vina sampai berharap lelaki itu cepat pulang ke negaranya. Tetapi, harapannya itu sepertinya sulit terkabul. Marcel ternyata memiliki peran penting dalam lagu-lagu terbaru Dylan saat ini.Otomatis, akhir-akhir ini, Marcel akan ikut ke mana pun Dylan pergi. Seperti saat ini ketika Dylan sedang syuting video untuk lagu terbarunya yang duet dengan seorang rapper.“Kamu tau mengapa judul lagu ini ‘Kalung Berlian’?” Marcel bertanya pada Vina.“Mmm... karena untuk sekalian promosi perhiasan yang akan diluncurkan oleh perusahaan aksesoris Dylan?”Marcel menatap Vina dengan kedua alis terangkat. “Kamu memanggil Lano, Dylan?”“Iya. Saat pertama bertemu, Dylan memperkenalkan diri dengan nama itu.”“Oh, begitu. Dan asal kamu tau, lirik lagu ini bukan sekedar tentang promosi kalung berlian. Tetapi juga tentang wanita yang memakainya.”“Ooh.” Vina
Berkat Dylan yang langsung menyangga tubuh Vina, ia tidak terjatuh. Vina langsung berdiri mengetahui Dylan yang memeganginya.“Kutanya sekali lagi, apa yang barusan kamu lakukan pada Vina?” Dylan mengulangi pertanyaannya pada Genia.Vina melirik Genia yang terlihat berusaha menahan diri. Lalu, wanita yang cukup cantik dan berdandan trendy itu tersenyum pada Dylan.“A – Aku tidak tau, Lano. Sepertinya tadi Vina kesandung dan akan jatuh.” Genia mencoba memberi kode pada Vina untuk membenarkan pernyataannya.Dylan menoleh pada Vina. Keduanya bertatapan sejenak hingga Vina menggeleng samar.“Genia mendorongku karena tidak suka aku beri masukan untuk mengatur jadwalmu.” Vina berkata jujur.Tentu saja, Genia langsung menggeleng dengan wajah polos. “Bukan begitu. Aku hanya mendorongnya pelan saja sambil bercanda. Ternyata tubuhnya lemah dan langsung tidak seimbang.”Alasan Genia tidak diterima Dylan. Satu tangan Dylan menggenggam tangan Vina dan menyembunyikan Vina di belakang tubuhnya. Sebi
“Tetap lah bersamaku. Aku akan bantu kepindahanmu.”Bagi Vina pernyataan itu bukan sebuah permohonan, melainkan perintah. Rayuan maut pun tidak akan menggoyahkannya. Karena ia memiliki Clara yang tidak mungkin ia tinggalkan.“Maaf. Aku lebih nyaman hidup sebagai pegawai butik.”“Kamu bisa melakukannya secara online.”“Aku lebih suka bertemu langsung dengan pelanggan.”“Aku klien tetapmu yang bisa kamu tatap setiap saat.”Vina mengembuskan napas panjang. Ia tidak suka pembicaraan ini. Tepatnya, ia bingung bagaimana menolaknya.Kalau dipikir-pikir, sejak ia menuruti saran Rere untuk bermanis-manis dengan Dylan, mereka memang menjadi cukup akrab. Dylan bahkan mulai tidak seenaknya dan lebih penurut.Tamara benar. Kakak sulung Dylan itu pernah bilang, kerjasama mereka kondusif. Mereka tidak pernah lagi melihat Dylan marah, kecuali hari ini.“Pikirkan permintaanku.”Vina menoleh ke samping, menatap wajah tampan yang menatap lurus ke depan. Kepalanya menggeleng pelan.“Maaf, jika akhirnya a
“Kita... jadi bercerai, kan?”Dylan tidak langsung menjawab. Vina menunggu dengan was-was sambil menatap wajah Dylan.“Seperti kamu bilang. Aku harus berhati-hati. Apalagi, saat ini album baruku akan keluar. Aku belum sempat mengurusi perceraian itu."Vina mengerti. Hanya saja ia butuh kepastian. Dan tampaknya Dylan akan selalu lebih fokus pada karir dibanding perceraian mereka.“Apa kamu tidak bisa memberi kuasa pada pengacara saja?”“Jangan mendesakku. Aku tidak bisa mempercayai orang untuk masalah ini. Bagaimana kalau sampai bocor ke media?"“Bukan begitu. Aku hanya ingin kamu juga terbebas dari masalah ini.”Kedua alis Dylan terangkat tinggi. “Aku atau kamu yang sebenarnya mau bebas?”“Tidak akan berpengaruh banyak untukku. Aku juga tidak terikat dengan lelaki lain.” Vina langsung mengelak.“Aku juga tidak terikat dengan wanita lain."Baru saja akan mengomentari jawaban Dylan, ponsel lelaki itu berbunyi. Dylan meraih alat komunikasinya dan menjauh dari tempat Vina duduk.Dari pemb
“Mempelai pria tidak akan datang. Dia sedang sibuk dengan... wanita lain.”Suasana ballroom yang sejak tadi sunyi kini terdengar suara bisik-bisik. Vina berdehem untuk mendapatkan perhatian kembali.“Pesta tetap berlanjut. Silahkan nikmati makanan yang telah tersedia.”Vina dengan gaun pengantin cantik turun dari panggung dengan senyum di wajah. Bahkan menyapa ramah para tamu undangan yang memberikan ucapan penuh keprihatinan.“Aku nggak papa. Lebih baik tau sebelum pernikahan, bukan?” Kalimat itu yang selalu meluncur dari bibir Vina tiap kali keluarga atau kerabat menanyai keadaannya.Tapi akhirnya, Vina lelah juga. Betul kata orang bijak, pura-pura baik-baik saja itu butuh banyak tenaga.Sahabatnya, Ayla menyeretnya ke meja VIP. Ayla lah yang pertama kali tau bahwa Andreas – mantan tunangannya, selingkuh. Vina tidak percaya begitu saja.Hingga dua hari sebelum pernikahan, ditemani sahabatnya, Vina memergoki sang tunangan di kamar hotel dengan wanita lain. Detik itu juga Vina memutus
“Kita... jadi bercerai, kan?”Dylan tidak langsung menjawab. Vina menunggu dengan was-was sambil menatap wajah Dylan.“Seperti kamu bilang. Aku harus berhati-hati. Apalagi, saat ini album baruku akan keluar. Aku belum sempat mengurusi perceraian itu."Vina mengerti. Hanya saja ia butuh kepastian. Dan tampaknya Dylan akan selalu lebih fokus pada karir dibanding perceraian mereka.“Apa kamu tidak bisa memberi kuasa pada pengacara saja?”“Jangan mendesakku. Aku tidak bisa mempercayai orang untuk masalah ini. Bagaimana kalau sampai bocor ke media?"“Bukan begitu. Aku hanya ingin kamu juga terbebas dari masalah ini.”Kedua alis Dylan terangkat tinggi. “Aku atau kamu yang sebenarnya mau bebas?”“Tidak akan berpengaruh banyak untukku. Aku juga tidak terikat dengan lelaki lain.” Vina langsung mengelak.“Aku juga tidak terikat dengan wanita lain."Baru saja akan mengomentari jawaban Dylan, ponsel lelaki itu berbunyi. Dylan meraih alat komunikasinya dan menjauh dari tempat Vina duduk.Dari pemb
“Tetap lah bersamaku. Aku akan bantu kepindahanmu.”Bagi Vina pernyataan itu bukan sebuah permohonan, melainkan perintah. Rayuan maut pun tidak akan menggoyahkannya. Karena ia memiliki Clara yang tidak mungkin ia tinggalkan.“Maaf. Aku lebih nyaman hidup sebagai pegawai butik.”“Kamu bisa melakukannya secara online.”“Aku lebih suka bertemu langsung dengan pelanggan.”“Aku klien tetapmu yang bisa kamu tatap setiap saat.”Vina mengembuskan napas panjang. Ia tidak suka pembicaraan ini. Tepatnya, ia bingung bagaimana menolaknya.Kalau dipikir-pikir, sejak ia menuruti saran Rere untuk bermanis-manis dengan Dylan, mereka memang menjadi cukup akrab. Dylan bahkan mulai tidak seenaknya dan lebih penurut.Tamara benar. Kakak sulung Dylan itu pernah bilang, kerjasama mereka kondusif. Mereka tidak pernah lagi melihat Dylan marah, kecuali hari ini.“Pikirkan permintaanku.”Vina menoleh ke samping, menatap wajah tampan yang menatap lurus ke depan. Kepalanya menggeleng pelan.“Maaf, jika akhirnya a
Berkat Dylan yang langsung menyangga tubuh Vina, ia tidak terjatuh. Vina langsung berdiri mengetahui Dylan yang memeganginya.“Kutanya sekali lagi, apa yang barusan kamu lakukan pada Vina?” Dylan mengulangi pertanyaannya pada Genia.Vina melirik Genia yang terlihat berusaha menahan diri. Lalu, wanita yang cukup cantik dan berdandan trendy itu tersenyum pada Dylan.“A – Aku tidak tau, Lano. Sepertinya tadi Vina kesandung dan akan jatuh.” Genia mencoba memberi kode pada Vina untuk membenarkan pernyataannya.Dylan menoleh pada Vina. Keduanya bertatapan sejenak hingga Vina menggeleng samar.“Genia mendorongku karena tidak suka aku beri masukan untuk mengatur jadwalmu.” Vina berkata jujur.Tentu saja, Genia langsung menggeleng dengan wajah polos. “Bukan begitu. Aku hanya mendorongnya pelan saja sambil bercanda. Ternyata tubuhnya lemah dan langsung tidak seimbang.”Alasan Genia tidak diterima Dylan. Satu tangan Dylan menggenggam tangan Vina dan menyembunyikan Vina di belakang tubuhnya. Sebi
Tidak pernah Vina merasa begitu kikuk dalam bekerja. Semua karena ada sepasang mata yang terus melirik dan mengamatinya. Siapa lagi kalau bukan, Marcel.Vina sampai berharap lelaki itu cepat pulang ke negaranya. Tetapi, harapannya itu sepertinya sulit terkabul. Marcel ternyata memiliki peran penting dalam lagu-lagu terbaru Dylan saat ini.Otomatis, akhir-akhir ini, Marcel akan ikut ke mana pun Dylan pergi. Seperti saat ini ketika Dylan sedang syuting video untuk lagu terbarunya yang duet dengan seorang rapper.“Kamu tau mengapa judul lagu ini ‘Kalung Berlian’?” Marcel bertanya pada Vina.“Mmm... karena untuk sekalian promosi perhiasan yang akan diluncurkan oleh perusahaan aksesoris Dylan?”Marcel menatap Vina dengan kedua alis terangkat. “Kamu memanggil Lano, Dylan?”“Iya. Saat pertama bertemu, Dylan memperkenalkan diri dengan nama itu.”“Oh, begitu. Dan asal kamu tau, lirik lagu ini bukan sekedar tentang promosi kalung berlian. Tetapi juga tentang wanita yang memakainya.”“Ooh.” Vina
"Dan ternyata kamu lah Vina." Marcel menambahkan sambil tetap mengamati Vina."Salam kenal, Tuan Marcel.""Kamu manggil Tamara dengan Kak, jadi panggil aku Kak Marcel saja."Vina mengangguk. Entah perasaannya saja atau bagaimana, Vina merasa aura yang tidak nyaman saat berada di dekat Marcel.Kepada Dylan dan Tamara, Marcel menceritakan pertemuan pertamanya dengan Vina. Kepala Dylan menggeleng samar lalu menatap Vina.“Ternyata susah sekali menyuruhmu istirahat.”“Itu setelah aku istirahat kok.”Setelahnya berbasa-basi, Vina berpamitan. Saat berjalan melewati Marcel, Vina merasa lelaki itu meliriknya dengan sikap penasaran.Sampai di kamar, Vina langsung mencari informasi tentang Marcel melalui internet. Sambil berbaring, Vina membaca berbagai berita tentang kakak kedua Dylan tersebut.Ternyata yang pertama kali menemukan bakat Dylan adalah Marcel. Lelaki itu juga yang mengantar Dylan mengikuti berbagai lomba hingga sukses. Selama awal karir hingga terkenal, Marcel adalah pendamping b
Vina mengerjap-ngerjap. Ia tersentak kaget saat terdengar suara pintu ditutup. Perlahan, membalik tubuh dan menatap pintu.Lalu, Vina terduduk kembali. Memegang dadanya yang berdebar kencang. Detik berikutnya, ia merasa bodoh karena membiarkan Dylan menciumnya.Berusaha mengalihkan perhatian pada apa yang baru saja terjadi, Vina bermain ponsel. Selama berbulan-bulan bekerja dengan Dylan, baru kali ini ia dapat santai. Tetapi, ternyata bayang-bayang perhatian dan sikap manis Dylan tidak juga hilang.“Lebih baik aku jalan-jalan saja di jogging track.” Vina keluar dari kamar sambil tetap menatap layar ponsel.Sambil mengitari jogging track, Vina melihat-lihat toko komputer online. Gaji pertamanya sebagai make up artis cadangan, akan ia gunakan untuk membeli laptop baru untuk Rere.Karena fokus pada ponsel sambil berjalan, Vina tak sadar menabrak seseorang yang melintas.“Bruk.”“Maaf.” Vina langsung berkata dan memungut ponselnya yang terjatuh. Lalu, mendongak menatap orang yang ia tabra
Vina tersenyum sedikit dan menggeleng pada Dylan. Lelaki itu malah terkekeh.Mereka berkumpul di satu ruang rapat. Vina baru tau bahwa perusahaan ini pun milik Dylan pribadi."Dylano benar-benar memanfaatkan ketenarannya untuk mengembangkan bisnis."Pernyataan itu tidak membuat Dylan tersinggung. Justru, Vina yang memberengut mendengar kalimat itu.Tak tega rasanya mengetahui ada orang-orang yang berpikiran negatif tentang Dylan. Mereka tak tau saja hidup sebagai orang terkenal yang super sibuk."Kenapa sih pekerjaan kamu banyak banget?" Vina mengembuskan napas berat saat melihat update jadwal Dylan.Dylan melirik layar tablet yang sedang diamati Vina. Jarinya menggulir layar ke bawah jadwal yang ada di sana."Ini sudah berkurang, kok."Vina menggeleng mendengar jawaban Dylan. "Kamu mulai kelelahan, Dylan. Harus diatur lebih efisien waktunya.""Ya sudah, kamu atur saja. Nanti tinggal lapor Kak Tama."Tidak ada jawaban dari Vina. Ia masih serius menatap jadwal Dylan. Sementara itu, Dyl
“Aku penasaran. Apa kalian pernah bercinta?”Vina tersentak kaget. Ia yakin saat ini wajahnya pucat pasi mendengar pertanyaan Tamara. Dengan cepat, Vina berusaha menguasai diri.“Bercinta?”Tapi, Tamara mengibaskan tangan. “Lupakan. Kalau dipikir-pikir kapan kalian melakukannya, bukan? Selama ini kalian selalu dalam pantauanku.”Tidak memberi respon apa pun akan lebih baik daripada asal bicara. Vina tersenyum tipis. Hatinya lega mendengar Tamara tidak mendesak jawaban.“Istirahat lah.” Tamara keluar dan menutup pintu.Ruangan ini harum parfum Dylan. Sedikit berantakan dengan pakaian yang menumpuk di meja dan sofa. Akhirnya sebelum tidur, Vina merapikan barang-barang yang berserakan.Tiga jam kemudian, Vina bangun. Ia mencuci wajah dan menyelinap kembali ke kamarnya. Perlahan, Vina membuka pintu.Keningnya berkerut mendengar suara orang berbincang. Dylan sedang meeting online di ranjang. Lelaki itu sudah memakai kemeja dan menatap serius pada layar ponsel.Vina menggeleng samar. Ia men
Vina merasa beruntung karena ia berdandan rapi. Duduk di samping Dylan pastinya menjadi sorotan banyak orang. Namun, perasaan leganya hanya sementara kala melihat Avrie berjalan mendekat.“Sayang.” Avrie langsung menghampiri dan mencium pipi Dylan.Setelah duduk di samping Dylan, Avrie baru sadar Vina ada bersama mereka. Wanita itu terlihat kesal.“Bisakah kamu tinggalkan kami berdua? Ada hal yang.... ““Vina tetap di sini,” potong Dylan datar. “Dia asistenku, jadi harus tau tentang penawaranmu.”“Tapi, biasanya kita memutuskan berdua, bukan?”“Urusanku sekarang sangat banyak, Avrie. Rasanya otakku penuh jika tidak ada yang membantu. Vina di sini untuk membantuku.”Mata Vina melirik sekilas pada Avrie. Wanita itu terlihat tersenyum dan mengusap lembut lengan atas Dylan. Rere benar, Dylan memang terlihat datar saja pada Avrie.Rasanya Vina sulit menelan makanan meski yang terhidang di depannya terlihat sangat lezat. Selama makan, ia mendengar bagaimana Avrie merayu Dylan untuk tetap me