Sebuah penawaran dari ayah Sofie yang sangat tidak disangka oleh Ardian, membuat dirinya terkejut sehingga tidak dapat berkata apa. Bahkan ibunya pun sama terkejutnya dengan Ardian.
"Mas rela, Sofie dipoligami?!""Poligami itu Sunnah, Rasulallah telah mencontohkannya untuk menghindari fitnah. Bukankah itu lebih baik, agar Rafa tidak kehilangan ayahnya," jawab sang ayah.Sementara itu, Ardian masih belum menemukan kata-kata yang tepat untuk menjawab pertanyaan mertuanya. Bahkan kini pikirannya menjadi bercabang, setelah usulan poligami dari ayah Sofie.Di satu sisi, ia masih berat untuk melepaskan Sofie karena kebaikan dan perhatian yang Sofie berikan selama lima tahun pernikahannya, bukan itu saja, Sofie juga turut andil dalam perekonomian keluarga dengan bekerja secara remote sebagai ilustrator sebuah buku cerita anak-anak."Pak, saya coba bicarakan dulu dengan Sofie. Saya tidak ingin mengambil keputusan yang akan berakhir dengan pertengkaran yang lebih dalam," acap Adrian yang berusaha untuk terlihat bijaksana."Silahkan kalian diskusikan bersama. Ayah ingatkan, pernikahan adalah ibadah terlama dan terberat. Dibutuhkan keikhlasan dan kesabaran yang tiada batas, jadi semua keputusan ada di tangan kalian berdua," ucap ayah menasehati."Baik, Yah. Yah, boleh permisi dulu. Saya mau nyari Sofie di belakang," ucap Adrian.Ayah dan ibu Sofie pun memberikan tempat dan waktunya untuk Adrian dan Sofie saling bicara.Adrian yang telah hafal benar dengan kebiasaan Sofie, wanita yang telah ia nikahi selama tujuh tahun ini, jika ia mengalami perubahan emosi. Tanpa membutuhkan waktu lama, Adrian menemui Sofie yang sedang duduk di posisi pinggir kolam ikan."Hon," panggil Adrian, tetapi Sofie sama sekali tidak menjawab ataupun menoleh ke arah pria yang masih menjadi suaminya.Adrian berdiri di samping Sofie lalu menggenggam tangannya, tetapi dengan cepat Sofie menampiknya."Ngapain pegang-pegang!" hardik Sofie.Adrian pun menarik tangannya kembali dan segera meminta maaf kepada Sofie."Yang, maafin Mas, ya," mohon Adrian dengan sungguh-sungguh."Maafin aku juga," ucap Sofie datar."Yang, ayah tadi ngasih usul, hmm masukan untuk masalah kita. Ayah bilang bagaimana kalau statusnya poligami saja, jadi tidak ada perceraian. Aku masih menjadi suamimu, tetapi kamu harus berbagi cinta dengan Karina. Gimana?"Dengan cepat Sofie menjawabnya, "Nggak mau, aku sangat mengenalmu. Kamu nggak akan bisa adil. Hukum poligami itu berat, apa kamu yakin bisa mempertanggungjawabkan dunia-akhirat?""Yan, aku nggak akan bisa melihatmu seperti dulu lagi, aku nggak akan bisa menghormatimu seperti seharusnya. Jangan paksakan yang sudah tidak bisa," lanjut Sofie yang membuat Adrian terdiam karena apa yang dilontarkan oleh Sofie adalah benar adanya."Aku juga tahu, kamu sudah tidak mencintaiku seperti yang seharusnya. Aku tidak menuntutmu untuk kembali mencintaiku seperti saat awal pernikahan kita, tidak. Karena aku tahu itu tidaklah mungkin. Biarlah cerita kita berakhir disini, aku tidak ingin memulainya kembali dengan orang yang sama, karena aku merasa menggali di lubang yang sama."Sofie pun menghadapkan tubuhnya ke Adrian, lalu ia melihat dengan lekat wajah suami yang telah menemani hidupnya selama hampir tujuh tahun."Yan, cinta kita mungkin memang harus berakhir disini, di tujuh tahun usia pernikahan kita."Kalimat Sofie berhasil membuat Adrian terperanjat, ia tidak menyangka jika Sofie dengan mudah melepaskannya begitu saja. Sementara ia telah bersiap dengan drama yang biasa ia dengar dari rekan kerjanya akan kemarahan istri mereka.Sofie pun melanjutkan kalimatnya lagi, "Aku nggak mau urusan kita berlarut-larut, aku nggak pingin ada drama, aku hanya ingin semua pihak merasa legowo dengan keputusan ini. So, selamat atas pernikahanmu dengan Karina, semoga pernikahan yang kedua ini mengantarkanmu ke jannah."Lalu, Sofie mengulurkan tangannya sembari berkata, "Genggaman tangan ini, akan menjadi terakhir kalinya aku halal bagimu. Setelah ini, kita berdua tidak memiliki keterikatan apapun, kecuali Raffa. Kamu tetaplah ayah dari Raffa. Jadi, sempatkan waktumu untuknya."Dengan berat hati, Adrian menerima erat genggaman tangan dari wanita yang sempat menemani hidupnya. Tetapi setelah beberapa saat, Adrian menarik genggamannya sehingga tubuh Sofie nyaris ambruk di depannya.Adrian memeluk erat-erat Sofie yang membeku, sambil berucap, "Sof, kenapa harus diakhiri, aku bisa dan sanggup untuk ...""Nggak, Yan. Aku yang nggak sanggup, aku yang nggak sanggup berbagi cinta dengan yang lain, walaupun aku tahu jika aku ikhlas, surga adalah balasannya. Selain itu, karena hubungan kalian diawali dengan ketidakjujuran, diawali dengan perselingkuhan, maka aku memilih mundur. Aku sudah memutuskan untuk tidak kembali lagi. Semoga kamu memahami keputusanku," potong Sofie sambil melepaskan dirinya dari pelukan Adrian.Lalu, Sofie kembali melanjutkan kalimatnya,"Aku akan mencari surgaku yang lain dan aku harap kamu berbahagia dengan istri barumu."Adrian pun kembali dibuat tak berdaya dengan ucapan Sofie dan batinnya pun berkata, kamu memang wanita yang kuat, aku nggak pernah mengenal wanita yang benar-benar dingin seperti kamu. Semoga suatu saat, kamu akan menemukan pria yang membuatmu hangat."Yan, terima kasih atas tujuh tahunnya yang telah mendampingi hidupku, menjadi imamku. Maafkan aku, jika selama menjadi istrimu, aku telah banyak merepotkanmu dan melakukan hal-hal yang membuatmu keberatan. Terima kasih atas kenangan yang indah dan penuh warna, semoga kebahagiaan dan keberkahan selalu menyertamu," ucap Sofie sebagai kalimat perpisahannya dengan Adrian.Adrian pun menarik badan Sofie ke dalam pelukannya kembali, dengan rasa yang tidak karuan di dalam batinnya, perang antara melepaskan Sofie atau Karina tiba-tiba merasukinya."Sof, maafkan aku, maafkan aku dan tolong ingat satu hal, aku tidak pernah tidak mencintaimu, kamu tetap cinta pertamaku dan tidak akan ada yang dapat menggantikan rasa cinta yang kumiliki untukmu," bisik Adrian di telinga Sofie.Katakan itu pada istri barumu, batin Sofie berkata dan Sofie tetap saja dingin, tidak membalas pelukan Adrian sama sekali.Cintanya kepada Adrian telah menguap dan tidak menyisakan sedikit pun kecuali rasa iba. Rasa iba kepada Adrian karena telah memilih wanita lain yang ia sangat pahami niatan dan tujuannya."Sof, apakah kamu benar-benar sudah pada keputusan ini?""In syaa Allah ini yang terbaik untuk kita berdua. Ketika kamu telah mengakui hubungan gelapmu dengan wanita lain, disaat itulah rasa cintaku, rasa perduliku padamu menghilang dalam sekejap. Jangan jadikan aku onak dalam pernikahan keduamu, cukup jadikan aku sebagai kenangan indahmu," ucap Sofie yang membuat Adrian seakan ditampar dengan kerasnya.Adrian hanya dapat memandang wanita yang kini tidak lagi melihatnya, lalu ia bertanya, "Jadi kamu sudah pada keputusanmu untuk bercerai?"Sofie menjawab dengan menganggukkan kepalanya."Talak tiga?" tanya Adrian lagi untuk memastikan jawaban Sofie."Iya, langsung talak tiga. Aku tidak ingin kembali padamu. Kamu sudah mengenalku selama lebih dari sepuluh tahun dan kita sudah menikah selama tujuh tahun, seharusnya kamu memahami aku lebih dari yang lain. Aku tidak pernah akan kembali kepada sesuatu yang pernah menyakitiku, sekalipun aku pernah mencintainya. Mulai saat ini, kamu adalah masa laluku," jawab Sofie dan kemudian ia pergi meninggalkan Adrian yang terpaku.Sepulang dari rumah orang tua Sofie, di dalam perjalanan menuju tempat tinggalnya bersama Karina, Ardian mengajukan gugatan cerainya terlebih dahulu di pengadilan agama Jakarta Utara. Walaupun ada setitik keraguan di dalam hatinya akan keputusan untuk benar-benar mengakhiri pernikahannya dengan Sofie, tetapi setiap ia teringat akan Karina yang manja dan selalu bergantung padanya, maka banyangan Sofie menghilang dengan seketika.Tetapi, disaat ia harus menuliskan gugatan cerainya terhadap Sofie, ia pun kembali membeku, seolah ada sisi dari dirinya yang terdalam, yang menolak keputusan itu. Keraguan pun kembali menyelimuti, tangannya tidak dapat menuliskan alasan dirinya menggugat cerai Sofie. "Apa gugatannya? Apa alasannya? Duh, kok jadi bingung?!" lirih Adrian yang kebingungan akan tuntutan yang harus ia tuliskan, karena selama pernikahannya dengan Sofie, tidak pernah sekalipun Sofie melepaskan kewajibannya untuk menghormati dan melayaninya.Semua kebutuhannya selalu disediakan oleh S
Senin pagi yang cerah tetapi tidak dengan hati Sofie yang kelam, karena ia harus menghadiri sidang perdana perceraiannya dengan Adrian. Dengan berbekal bukti perselingkuhan berupa salinan percakapan antara Adrian dan Karina dari media sosial dan juga keterangan beberapa teman dan kerabat, Sofie ditemani sang ayah berangkat menghadiri sidang perdananya.Ketika sedang menunggu sidang dimulai, ayah Sofie mengajak putrinya untuk bercakap-cakap guna mengurangi ketegangan."Sof, bismillah, ada Allah yang selalu menyertai setiap langkah kita, percayalah Allah tidak akan melupakan hamba-Nya."Sofie pun menggenggam erat tangan pria yang telah bersusah payah membesarkannya dan mendidiknya hingga dewasa itu, dengan rasa penuh syukur karena kesabaran ayahnya membuat ia kuat menghadapi sebuah babak baru dalam hidupnya yang tak pernah ia impikan sebelumnya."Bismillah, bersama Allah kita bisa. Semoga persidangan ini cepat selesai, jadi nggak bikin stres berkepanjangan. Aaaminn."Beberapa saat kemud
Setelah Sofie menunjukkan bukti berupa rekapan rekening bank sebelum dan sesudah menikah dengan Adrian, tuduhan Ardian akan Sofie yang materialistis terbantahkan dengan sendirinya.Sidang dilanjutkan dengan gugatan ke-dua, yaitu perginya Sofie dari Adrian."Baiklah, sidang kami lanjutkan dengan gugatan ke-dua, yaitu perginya Saudari Sofie tanpa ijin dengan membawa serta putra tunggalnya dan beberapa barang termasuk kendaraan pribadi milik penggugat.""Apakah dapat dijelaskan kejadiannya, hingga ibu Sofie memutuskan meninggalkan bapak Adrian dengan status tujuh tahun usia pernikahan?" tanya hakim ketua."Saya meninggalkan Adrian bukan tanpa sebab dan tanpa alasan. Saya meninggalkan Adrian karena ia telah mengakui perselingkuhannya dan pernikahan sirinya dengan seorang janda," jawab Sofie yang membuat majelis hakim mengernyitkan dahi mereka serta memberikan pandangan penuh tanya ke arah Adrian, yang tampak gugup."Tolong Anda jelaskan lagi, kami menjadi tidak mengerti dengan duduk perka
Adrian pun mulai tertantang untuk menaklukkan hati Sofie, dengan mengumpulkan data-data akan aktivitas kegemaran, makanan hingga segala hal yang tidak disukai oleh Sofie, dengan bertanya kepada orang-orang yang ia anggap dekat dengan Sofie."Rin, Lu kan deket ama Sofie, boleh ...""Boleh apa? Lu mau ngedeketin Sofie? Lu yakin sudah punya nyali?" potong Rina."Lu jangan nakutin gue dong! Emang segitu seremnya si Sofie?""Eh Yan, gue kasih tau ya, Lu jangan main-main sama perasaan orang, kalau Lu emang tulus mau deket sama Sofie, bukan pakai embel-embel taruhan, gue bakalan kasih semuanya. Gue juga seneng kalau temen gue seneng, tapi gue nggak mau kalau ada niatan lain. Sofie itu bukan barang taruhan, cewek itu berharga, Bro!"Adrian pun terdiam sesaat, karena niatannya telah terbaca oleh Rina, tetapi ia berkilah, bahwa perasaan yang ia miliki adalah tulus."Rin, gue bukan cowok brengsek, gue juga punya hati. Kalau Sofie nggak menarik dan nggak bikin gue penasaran, gue juga nggak bakala
Berita kehamilan Sofie menyebar dengan cepat hingga sampai ke telinga rekan masa sekolahnya terdahulu dan ucapan selamat tak henti ditujukan kepada Adrian, saat mereka berkumpul bersama di sebuah cafe."Beuu, mantap banget Lo, Yan. Baru nikah, udah langsung ngisi aja Lo!"Adrian pun hanya merespon dengan senyuman. Tetapi, kemudian salah satu temannya mulai mengingatkan akan taruhan yang mereka buat beberapa bulan yang lalu."Hei Yan, kita harus bayar berapa nih?"Mendengar pertanyaan itu, Adrian memicingkan matanya, sembari berucap, "Hmm gue nggak cuma berhasil nikahin tapi juga berhasil ngamilin. Kalian semua hutang besar sama gue!""Oke-oke! Perorang lima ratus ribu, kan?"Adrian menjawabnya dengan anggukan kepala dan posisi telapak tangannya ke atas.Kesepuluh rekannya segera mengeluarkan lembaran uang dari dalam dompet mereka untuk diberikan kepada Adrian. Seketika itu juga, ekspresi kemenangan dan kesombongannya pun terlihat."Eh Yan, trus gimana setelah nikah sama si miss jutek
Hari-hari berlalu, kandungan Sofie telah berusia dua belas pekan, yang membuat tubuhnya terlihat lebih berisi dan keluhan akan morning sickness tidak lagi ia rasakan. Aktivitas hariannya pun kembali normal, dimana ia masih tetap bekerja sebagai konsultan desain interior."Yang, emangnya kamu nggak capek, kalau harus kembali lembur? Tetap harus jaga kondisi badan, ingat sekarang ada yang tumbuh di sini," ucap Ardian sambil mengusap perut Sofie yang sedikit lebih berisi."In syaa Allah nggak papa, Mas. Kalau aku capek, aku akan istirahat. Lagian aku sudah nggak banyak ke proyek, urusan lapangan sudah aku serahkan semuanya sama supervisor lapangan," jawab Sofie."Aku juga nggak akan lembur setiap hari, hanya kalau memang sangat dibutuhkan saja," lanjut Sofie sambil tersenyum ke arah Ardian."Pokoknya harus diingat, kalau sekarang ada yang tumbuh di dalam sini. Jangan memaksakan diri, kalau bisa malah berhenti kerja, gimana?""Mas minta aku resign?""Bukan minta sekarang, tetapi untuk pe
Bulan madu singkat di Malang, dengan menikmati keindahan matahari terbit di gunung Bromo, meninggalkan sebuah energi baru bagi Sofie. Terlebih, selama tiga hari berbulan madu, Sofie merasakan curahan cinta dan kasih sayang dari Adrian.Hal ini berefek hingga keduanya kembali ke rutinitas harian mereka di ibukota dan tanpa terasa dua tahun sudah dilewati, bayi yang dinantikan akhirnya lahir. Bayi laki-laki buang diberi nama Raffa Attila, membawa suasana baru dalam kehidupan berumahtangga Sofie dan Ardian. Sofie memutuskan untuk menjadi seorang ibu full time karena ia tidak ingin kehilangan momen-momen kebersamaan dengan bayinya. Tetapi, hadirnya bayi di tengah-tengah Sofie dan Ardian, membuat Ardian mulai kembali kepada selingkuhannya."Ngapain Bang, aku sekarang sudah nikah. Ngapain datang lagi?! Dulu Abang yang ninggalin aku secara tiba-tiba, kenapa sekarang datang? Bukannya istri Abang baru melahirkan?""Itulah masalahnya, Sofie jadi sibuk sama Raffa. Waktu untukku sudah tinggal si
Jantung Sofie berdegup dengan kencang, seakan hampir keluar untuk mencari penyebabnya. Kemarahan dan rasa malunya sudah tidak dapat diungkapkan lagi. Hanya ada satu cara terbaik yang terpikirkan oleh Sofie, yaitu mengakhiri pernikahannya dengan Andrian. Untuk itu, ia menemui kedua orangtuanya terlebih dahulu, untuk menceritakan permasalahan pelik yang ia hadapi."Lho Sof, tumben kamu pulang sore-sore?" tanya sang bunda.Belum sempat Sofie menjawabnya, sang bunda kembali bertanya, "Lho kok cuma sama Raffa, Adrian mana?" "Yah, Bu, aku mau bicara," ucap Sofie dengan mimik yang serius, tanpa menjawab pertanyaan yang terlebih dahulu ditujukan padanya."Ada apa, Sof? Kok, sepertinya ada masalah yang sangat besar?" tanya ibu Sofie."Lebih baik kita duduk terlebih dahulu," sahut sang ayah.Sebelum Sofie berbicara dengan kedua orangtuanya, ia meminta agar Raffa bermain di halaman belakang dan setelah Raffa tak terlihat, Sofie mulai berbicara."Yah, Ibu, aku nggak mau panjang lebar, tapi sebai
"Mbak, ingat Rain nggak?" tanya Shafa.Sambil mengernyitkan keningnya, Sofie balik bertanya, "Rain Korea suaminya Kim Tae Hae?""Mbaaaak, sejak kapan aku kenal sama Rain yang ono? Rain, temen SMP aku itu lho, yang blasteran ...""Oh yang ganteng itu! Yang kamu suka tapi dianya jual mahal itu, kan?" goda Sofie sambil terkekeh."Idih, bener," sahut Shafa yang membuat Sofie terbahak."Keknya puas banget nih kakak satu," tambah Shafa."Sorry, sorry. Anyway, ada apa sama Rain ganteng?" goda Sofie lagi."He's a lawyer, mungkin mbak Sof butuh jasanya, maybe someday gitu?""Hmmm dia sudah nikah belum, kamu lamar gih, biar kamu segera pindah dari sini," goda Sofie lagi sambil terbahak."Sungguh menyesal aku bertanya," sungut Shafa.Shafa pun beranjak dari hadapan Sofie untuk kembali ke kamarnya, tetapi Sofie menahan pintunya sambil berucap, "Iya deh, maaf. Jangan ngambek dong, duduk lagi sini, sok cerita.""Udah nggak mood," sahut Shafa datar."Aduh, adik manis jadi ngambek. Cini-cini, mbak m
Matahari pagi menjelang siang di kota Bogor telah bersinar terang, tetapi udara dinginnya masih terasa menerpa kulit. Keheningan di salah satu sudut kota, dimanfaatkan oleh Rain dan Shafa untuk menikmati hidangan ringan khas kota Bogor. Keduanya pun larut dalam perbincangan yang telah lama tidak mereka lakukan. "Jilbab kamu tambah panjang aja, Shaf and you look great," puji Rain. "Kamu tambah makmur ..." "Hei, aku cuma nambah beberapa kilo ..." "Aku nggak bilang kamu gendutan, cuma bilang tambah makmur, it's compliment," jelas Shafa. Sambil menyeruput kopi hangatnya, Rain bertanya, "Well thanks, but anyway, kamu ngapin disini?" "Belanja," jawab singkat Shafa, sambil menunjukkan tas belanjaannya. "I can see that, tapi kok disini? Sejak kapan kamu pindah ke sini?" "Pingin tenang aja, capek di Jakarta. Macet, panas, apa-apa mahal, dimana-mana belanja harus pakai kris," jawab Shafa. "Padahal kalau pakai pisau dikira mau ngerampok ..." "Shafaaa! Aku tuh serius, eh k
Dua puluh empat jam setelah Ryuji sadar, ia telah dijadwalkan untuk menjalani serangkaian pemeriksaan di rumah sakit oleh tim dokter yang menanganinya. Pemeriksaan MRI kepala, darah lengkap dan prosedur pemeriksaan kesehatan lengkap lainnya dilakukan secara bertahap dan menyeluruh. Sementara itu, Harumi dan Ryuzaki menunggu dengan penuh harap akan hasilnya. Keduanya mendampingi Ryuji dalam setiap pemeriksaan, termasuk saat pemindaian otak menggunakan MRI yang memakan waktu sekitar empat puluh lima menit. Setelahnya, mereka masih harus menunggu sekitar setengah jam untuk mendapatkan hasilnya. Dokter radiologi harus membacanya dengan seksama, sebelum memberikan kesimpulan atas apa yang terpindai pada otak Ryuji. Jauh di bagian timur bumi, angin dingin berhembus perlahan di kaki gunung Salak, Jawa Barat. Gemericik air terdengar jelas dari aliran curug Ngumpet dengan kolam alami di bawahnya. Langit lembayung senja, tampak syahdu dengan kehadiran burung-burung yang berterbangan dan
Hari berganti, pekan pun dilalui, Ryuzaki belum mendapatkan titik terang akan keberadaan Sofie dan keluarganya, yang seakan hilang ditelan bumi.Tetapi, hilangnya Sofie kemudian tergantikan dengan berita baik mengenai Ryuji, dimana tanda-tanda akan kesadarannya mulai tampak. Dokter pun meminta agar Ryuzaki dan Harumi untuk lebih intensif dalam mengajaknya berbicara dan memberikan semangat untuk pulih, karena pasien dalam kondisi tidak sadar, masih tetap dapat mendengar suara-suara di sekelilingnya."Ryu, bangunlah. Coba buka matamu, papa dan mama ada disini. Ayo nak, buka matamu. Kamu akan kehilangan momen turunnya salju, jika kamu tidak bangun juga," ujar Harumi.Tetapi, tetap tidak ada sedikitpun gerakan dari Ryuji. Hal ini membuat Harumi kembali terduduk pasrah. Kesedihan dan kelelahan hati tampak jelas di wajah Harumi. Wanita di usianya telah lebih dari separuh abad itu biasanya masih nampak segar dan ayu, tetapi dengan cobaan yang menimpa keluarganya, sinar wajahnya perlahan men
"Maaf Tuan, Sofie dan keluarganya melarikan diri, dia menghilang. Semua kamera cctv yang terpasang di teras rumahnya sudah tidak aktif. Kami rasa ia telah mematikannya. Maafkan kelalaian kami!" ujar Ken.Kening Ryuzaki berkerut dan tangannya mengepal kuat. Kemudian ia menarik nafas panjang sambil menutup kedua matanya, seolah ia menahan sebuah emosi yang dalam.Lalu, ia bertanya, "Bagaimana dengan alat detektor yang terpasang di mobilnya?""Itu juga tidak aktif. Maafkan kami!""Hmm ternyata benar dugaanku, dia sangat cerdas, tapi aku tahu satu hal, dia orang baik dan begitu juga dengan keluarganya. Aku percaya dia menghilang karena apa yang Ryuji dan kita semua telah perbuat kepadanya. Biarkan dia menghilang, aku yakin itu tidak akan lama. Kalaupun iya, biarkanlah. Sepanjang Ryuji tidak mencarinya, buat apa kita pusing memikirkannya," ucap Ryuzaki."Kalau begitu, kalian bisa kembali ke Tokyo. Ken, urusi semua kepindahan kalian. Sampai di Tokyo, hubungi Tanaka, dia akan memberikan peke
Suatu pagi di kota London, di dalam sebuah rumah mewah, di kamar yang dilengkapi dengan peralatan kesehatan, terdengar suara mesin yang menunjukkan denyut jantung Ryuji per menit. Sementara pemandangan di luar, dipenuhi dengan daun-daun mulai berguguran, menunjukkan telah memasuki musim gugur, dimana suhu udara mulai perlahan menurun ke angka belasan derajat celsius. Perubahan suhu, tidak membuat perubahan dalam kondisi Ryuji, yang masih belum menampakkan perkembangannya. Kekhawatiran Harumi akan kondisi putra tunggalnya membuat dirinya murung dan tak jarang menitikkan airmata. Segala do'a ia panjatkan di sepertiga malam terakhir. Tetapi sepertinya Yang Maha Perencana masih mempunyai rencana lain Ryuji. "Ryu, bangunlah Nak. Kenapa kamu tidur terus? Bukalah matamu sebentar saja, ibu ingin kamu melihat ibu. Ibu ingin kamu melihat kamu tersenyum, bukan diam seperti patung. Ayolah Nak, bangunlah! Apa kamu nggak kangen sama Sofie? Kamu nggak kangen motormu?" Tak peduli berapa kalimat
Seluruh emosi pun bercampur menjadi satu, kemarahan, ketidakpahaman akan apa yang sebenarnya terjadi, membuat Sofie mencari jawaban melalui sang pengawal."Abe! Abe, cepat kesini!" panggil Sofie setengah berteriak.Mendengar namanya dipanggil, dengan berjalan tergopoh-gopoh, Abe menghampiri Sofie dan bertanya, "Ada apa, Mbak?""Kamu lihat ini! Lihat ini semua!" seru Sofie penuh emosi.Lalu, dengan suara dan tangan yang gemetar, Sofie menunjukkan foto-foto yang tersimpan di dalam laptop Ryuji sembari bertanya, "Ini apa, Be? Kenapa Ryu melakukan ini? Ini kan sama saja dengan menguntit?"Abe tidak segera menjawabnya karena ia tidak menyangka jika Sofie dapat membuka kode rahasia laptop Ryuji. "Be, cepat jawab! Kalian semua pasti tahu akan ini semua, kan? Kalian sendiri yang bilang kalau Ryuji dipantau selama dua puluh empat jam setiap hari. Jadi kalian pasti tahu ini apa?!" Rasa serba bersalah meliputi Abe dan dengan suara yang lirih ia menjawab, "Maaf Mbak, tapi ...""Oke, cukup, cu
Seluruh emosi pun bercampur menjadi satu, kemarahan, ketidakpahaman akan apa yang sebenarnya terjadi, membuat Sofie mencari jawaban melalui sang pengawal."Abe! Abe, cepat kesini!" panggil Sofie setengah berteriak.Mendengar namanya dipanggil, dengan berjalan tergopoh-gopoh, Abe menghampiri Sofie dan bertanya, "Ada apa, Mbak?""Kamu lihat ini! Lihat ini semua!" seru Sofie penuh emosi.Lalu, dengan suara dan tangan yang gemetar, Sofie menunjukkan foto-foto yang tersimpan di dalam laptop Ryuji sembari bertanya, "Ini apa, Be? Kenapa Ryu melakukan ini? Ini kan sama saja dengan menguntit?"Abe tidak segera menjawabnya karena ia tidak menyangka jika Sofie dapat membuka kode rahasia laptop Ryuji. "Be, cepat jawab! Kalian semua pasti tahu akan ini semua, kan? Kalian sendiri yang bilang kalau Ryuji dipantau selama dua puluh empat jam setiap hari. Jadi kalian pasti tahu ini apa?!" Rasa serba bersalah meliputi Abe dan dengan suara yang lirih ia menjawab, "Maaf Mbak, tapi ...""Oke, cukup, cu
Hari berganti, pekan pun dilewati. Setelah berlibur selama sepuluh hari di Danau Toba dan juga ke berbagai daerah di Sumatera Utara, tiba saatnya untuk kembali ke Jakarta.Sementara itu, kedua orangtua Ryuji juga telah menyelesaikan ibadah umrohnya dan tak lupa untuk membeli buah tangan untuk Sofie dan putranya.Tetapi, dari semua itu, tetap ada satu yang tidak berubah, yaitu kondisi Ryuji yang masih tetap dalam keadaan tidak sadarkan diri. "Selama kami pergi, apakah ada sedikit perkembangan dari kondisi Ryuji?" tanya Ryuzaki kepada dokter yang merawat Ryuji."Maaf, tetapi kondisi Ryuji masih tetap seperti saat ia sampai disini," jawab dr. Smith."Apa tidak ada cara untuk membangunkannya?" tanya Harumi."Sampai saat ini, kami belum mempunyai kemampuan untuk itu. Dari beberapa kasus sadarnya pasien yang mengalami koma, belum ada satupun yang merupakan hasil dari keilmuan kedokteran ini. Hanya benar-benar kuasa Sang Pencipta," jawab dr. Smith."Tetapi jangan patah semangat untuk member