Dia melirik ke arah Kaedyn. Mereka berdua selalu berselisih. Jika mereka tidak kerja sama, mereka tidak akan duduk bersama untuk bicara.Kaedyn melirik Bourne dengan dingin.Bourne menarik kursi, mendekati Kaedyn. "Apakah Pak Kaedyn keberatan kalau aku mengejarnya?"Bourne tidak memiliki prinsip "tidak berhubungan dengan wanita teman". Hubungan antara laki-laki dan perempuan itu tergantung masing-masing.Kaedyn berkata dengan suara rendah. "Kamu nggak bisa mendapatkannya."Bourne mendengus dingin. "Bagaimana kamu tahu aku nggak bisa mendapatkannya? Aku jauh lebih baik daripada kepribadianmu yang dingin."Bos lain tersenyum, tidak menyela topik pembicaraan.Kaedyn tersenyum tipis. "Dia tahu kamu punya simpanan."Bourne" "..."...Elena kembali dari membeli rokok. Dia mengambil satu untuk Bourne, menekan korek api, kemudian membungkuk untuk menyalakan rokok Bourne.Gaun merah memeluk pinggulnya yang menggoda.Kaedyn bersandar di kursi, memegang sebatang rokok di antara ujung jarinya tanp
Bourne dan Kaedyn memiliki gaya kerja yang berbeda.Kaedyn tidak melakukan apa pun selain bekerja sepanjang hari, sementara Bourne bisa menggabungkan kerja dan istirahat.Elena duduk di sofa sambil bermain gim memotong semangka di ponselnya.Pintu kamar tidur terbuka.Bourne yang tahu menyeimbangkan kerja dan istirahat, sedang bermesraan dengan simpanannya, Minnie.Sebagai sekretarisnya, Elena menunggu Bourne di sofa untuk menghadiri pesta bersama bosnya itu.Dia cukup berdedikasi.Bunyi derit kasur di kamar akhirnya berhenti.Elena tanpa sadar melihat arloji di pergelangan tangannya.Belum terlalu malam.Bourne menjepit rokok di bibirnya. Dia tampak dingin ketika membungkuk untuk mengambil celananya dari lantai, kemudian memakainya.Dua lengan ramping memeluk lengan Bourne. Suaranya lembut ketika bertanya, "Apakah kamu tinggal malam ini?"Minnie memandang tubuh berotot pria itu, lalu mengulurkan tangan untuk menyentuhnya.Bourne mengencangkan ikat pinggangnya, menjauhkan tangan Minnie
Elena tersenyum sembari membalas, "Nona Briana."Bourne dan Brandon duduk, Elena berdiri di belakang sofa, tidak mengganggu obrolan mereka.Di tempat seperti ini, Elena yang hanya merupakan seorang sekretaris, tidak boleh duduk bersama mereka.Brandon melihat kalung yang dipegang Briana. "Kenapa kamu nggak memakainya?""Kalian datang terlalu cepat. Aku hendak meminta Kak Nathan membantuku memakaikannya." Nada Briana terdengar manis dan manja, tetapi tidak menyebalkan. "Sayang sekali."Brandon merasa geli. "Apakah aku punya kehormatan membantu Nona Briana memakaikan kalung itu?""Nggak mau." Briana memutar matanya ke arah Brandon, kemudian menarik lengan baju Nathan. "Kak Nathan, bantu aku pakaikan, oke?"Elena berdiri di belakang sofa. Dia mendengar kata-kata manja Briana, lalu melirik ke arah Nathan.Kerah pria itu sedikit terbuka. Dia meletakkan rokoknya di dalam asbak, kemudian mematikannya. "Aku mau ke kamar mandi."Briana tidak berkecil hati, dia mengangkat bahu. "Kak Nathan benar
Tempat parkir makin sepi.Suara napas pria dan wanita terdengar sangat jelas.Nathan menjauh sedikit, kancing kemeja bagian dadanya telah dibuka.Rautnya tampak dingin dan agak marah.Nathan menunduk, menatap tatapan Elena yang linglung.Tadi Elena memanggil Nathan dengan Kaedyn.Tatapan Nathan tampak dalam.Dia menggendong Elena."Buka pintunya."Suara Nathan terdengar serak dan dingin.Pengawal itu berlari mendekat, kemudian membuka pintu mobil tanpa berani melihat ke arah Nathan dan Elena.Nathan menggendong Elena ke dalam mobil, kemudian duduk."Ke Victoria Residence."Kompleks apartemen yang dihuni Elena bernama Victoria Residence.Mobil menyala, kemudian melaju keluar dari tempat parkir.Lampu jalan di luar menyinari mobil.Terang dan gelap bergantian.Nathan menatap wanita yang ada di dalam pelukannya, kemudian mengusap bibir merah Elena.Mobil tiba di lantai bawah Victoria Residence.Janine baru saja pulang. Dia melihat mobil Nathan dan merasa pelatnya tampak familier. Dia berj
"Sedikit."Janine pergi mencari obat pereda sakit kepala.Setelah Elena selesai mandi, dia berjalan ke ruang tamu lalu duduk. Dia minum obat, kemudian menggosok pelipisnya dengan tidak nyaman.Janine menuangkan segelas air untuknya. "Kak El, apakah kamu merasa nggak nyaman?""Hm, beri aku satu masker wajah." Elena mengambil masker wajah, menempelkannya di wajahnya, kemudian memeluk bantal.Mata Janine tertuju pada cupang di leher putih Elena. "Kak El, apakah kamu tahu siapa yang mengantarmu pulang malam ini?""Hm.""Kalau begitu kamu dan Kak Nathan ...?""Aku salah orang karena minum terlalu banyak.""...""Cepat tidur, ini sudah larut." Elena menyentuh kepala Janine, kemudian berjalan ke kamar tidur dengan masker di wajahnya.Dia menutup pintu kamar tidur, menarik napas dalam-dalam, kemudian membuka laci.Elena mengambil foto Joshua yang berdarah itu.Malam ini hampir saja ....Maaf, Josh, aku salah.Elena menyimpan foto-foto itu, kemudian mengeluarkan ponselnya untuk mengirim pesan k
Pagi harinya pembantu membawa masuk sebuah paket."Tuan, ada paket."Kaedyn melihat tulisan pada catatan di paket serta nama pengirimnya, Elena.Dia membuka paket itu, kemudian melihat boneka di dalamnya. Setelah itu, Kaedyn meminta pembantu untuk menaruhnya di kamar Freya.Doreen turun ke bawah dan kebetulan mendengar apa yang dikatakan Kaedyn.Dia melihat boneka cantik di tangan pelayan itu, kemudian bertanya sambil tersenyum. "Siapa yang memberikan hadiah untuk Freya? Bonekanya cantik sekali.""Hadiah dari Elena untuk Freya."Setelah Kaedyn mengatakan ini, dia mengambil mantel yang diserahkan oleh kepala pelayan, kemudian menggantungkannya di lengannya. "Aku berangkat."Ketika Doreen mendengar nama Elena, dia menahan amarahnya sambil mencium pipi Kaedyn. "Aku akan menghadiri sebuah acara nanti."Dia melihat Kaedyn masuk ke dalam mobil. Setelah mobil melaju, dia berbalik, berjalan ke ruang tamu, lalu naik ke kamar putrinya.Doreen mengambil boneka itu, kemudian mencubit mata boneka.
"Dua-duanya enak," kata Elena sambil tersenyum. "Tapi terlalu sering makan bisa bosan."Bourne mendengus dingin. "Kamu seharusnya mengatakan kalau makanan di Teknologi Jepson lebih enak daripada makanan Grup Burchan."Elena tersenyum lalu berkata, "Hm, makanan di Teknologi Jepson lebih enak.""Begitu, dong!"Mereka mengobrol dengan nada santai dan tampak rukun.Kaedyn mendengarkan dengan ekspresi dingin.Ketika mereka tiba di restoran, ada dua bos di meja yang sama. Elena yang memegang piring ingin duduk di samping Martin di meja sebelah.Bourne memanggil Elena. "Bu Elena, sini makan bersama."Bos sudah memerintah, Elena hanya bisa membawa makanannya ke samping Bourne.Bourne melihat makanan di piring Elena, kemudian bertanya, "Banyak sekali?"Bukankah semua perempuan itu menjalankan diet?Elena melihat Bourne sekilas. "Kebetulan hidangan hari ini adalah kesukaanku."Dia mendorong piringnya ke depan Kaedyn lalu berkata, "Pak Kaedyn, berikan aku bawangnya. Kamu nggak suka bawang, 'kan?"
Elena membuka pintu mobil, kemudian duduk di jok samping pengemudi.Jack menyalakan mobilnya. "Nona Briana dan Tuan Nathan tampak serasi."Elena melihat vila yang perlahan menghilang dari pandangannya melalui kaca spion. Matanya memerah, dia berbisik, "Mereka memang serasi."Jika dua orang ingin bersama untuk waktu yang lama, mereka harus serasi.Lukisan itu telah diantar, Elena perlu memberi tahu Bourne.Di ujung telepon, napas Bourne terengah rendah.Elena tak bisa berkata-kata. "Maaf mengganggu. Lukisannya sudah diantar."Bourne meminta Minnie, yang duduk di atasnya, untuk berhenti dulu, kemudian berkata dengan suara serak. "Hm, besok pagi aku ada urusan, jadi nggak ke kantor.""Oke." Elena menutup telepon.Menjadi sekretaris Bourne sebenarnya tidak sulit.Malam hari.Janine menyeret Elena ke KTV.Kedua wanita itu mengenakan atasan yang memperlihatkan pusar dan celana pendek. Layaknya kakak beradik, mereka memesan ruang privat, kemudian berjoget ria sambil bernyanyi di dalam.Janine