Elena tidak melewatkan tatapan bersalah Zahra.Dia dengan berani menebak, "Dekan yang mengirim foto itu kepadamu, 'kan?"Zahra tidak menjawab pertanyaan Elena. "Jangan pedulikan bagaimana aku mendapatkan foto ini. Intinya, apakah kamu sudah mempertimbangkannya?"Elena terdiam, lalu tersenyum, "Kalau begitu jawab pertanyaanku dulu.""Aku nggak tahu siapa yang mengirimkannya kepadaku," jawab Zahra dengan dingin. "Aku juga lupa tahun berapa foto ini dikirim."Elena melihat ke bawah. "Biarkan aku memikirkannya selama dua hari."Melihat Elena menunjukkan tanda-tanda kompromi, Zahra tersenyum tipis lalu berkata, "Enam triliun sudah cukup untukmu hidup nyaman. Tenang saja, aku nggak akan menyebarkan fotonya.""Kamu pulang dulu, aku harus bekerja." Sikap Elena dingin.Setelah Zahra mendapatkan jawabannya, dia pun membawa tasnya pergi tanpa tinggal lebih lama. Foto itu untuk Elena.Ruang rapat tersisa Elena.Sangat hening.Dia tiba-tiba terkekeh.Sebenarnya Elena punya tebakan lain.Apa pun teb
Mereka berdua tidak terlalu mengenal satu sama lain. Nina agak kesal pada awalnya, tetapi ketika dia membeli sesuatu, lalu Elena pergi untuk menggesek kartu, dia menjadi senang.Doreen tidak menyangka akan bertemu Elena."Bu Elena, aku ingin membeli gaun ini. Pergi bayar."Ketika Elena pergi untuk menggesek kartu, Nina mengambil gaun itu, kemudian bercermin lagi.Doreen melihat rok yang ada di tangan Nina sambil tersenyum padanya. "Gaunnya sangat indah."Nina berbalik, kemudian melihat seorang wanita mengenakan kacamata hitam yang tampak familiar. "Terima kasih.""Apakah kamu teman Elena?""Kamu kenal Bu Elena? Kami bukan teman. Dia adalah sekretarisnya priaku."Mata Doreen sedikit berkedip.Elena benar-benar menyedihkan, bisa-bisanya dia menemani pacar bosnya berbelanja.Elena kembali setelah membayar tagihan. Ketika dia melihat Doreen, dia berpura-pura tidak mengenal Doreen.Dia memandang Nina sembari bertanya, "Nona Lina, apakah kamu masih ingin berbelanja?"Nina masih ingin berbela
Begitu Nathan meletakkan tangannya pada kancing bra Elena, ponsel Elena berdering.Nathan ingin mematikannya.Namun, Elena menghentikannya.Itu adalah panggilan telepon dari Janine.Janine mengajak Elena untuk pergi ke tempat biliar.Teman paling penting.Pria bisa mundur untuk sementara.Elena mengiakan ajakan Janine. Setelah menutup telepon, dia berhasil membujuk Nathan yang memasang ekspresi masam untuk pergi.Dia segera mengganti roknya dan pergi ke ruang biliar untuk menemui Janine."Kak El, di sini."Janine melambaikan tangan kecilnya.Ruang biliar telah dipesan oleh Janine malam ini.Pria dan wanita, semuanya memakai pakaian dan aksesoris bermerek.Orang-orang di tempat itu adalah anak orang kaya dalam lingkaran sosial tersebut.Elena melirik mereka. Dia pernah melihat beberapa orang-orang ini ketika dia menemani Kaedyn ke jamuan makan sebelumnya.Sebenarnya ketika Elena tiba di ruang biliar, ada dua pria menerima kabar tersebut.Salah satunya adalah Nathan yang dibujuk kembali
Kemeja hitam lengan pendek, celana hitam.Mamba hitam di lengannya terlihat.Dia menoleh ke arah Elena.Elena tersenyum lalu berkata, "Tuan Nathan, kamu nakal sekali."Elena jelas membujuk Nathan untuk kembali ke hotel, tetapi pria ini malah datang menjemputnya.Lampu jalan menyinari wajahnya yang cerah.Jantung Kaedyn yang duduk di dalam mobil berdebar kencang. Dia memerintahkan sopir dengan suara serak. "Jalan."Sebuah mobil melaju, melewati pintu masuk tempat biliar.Ada seorang pria yang menggendong seorang wanita di punggungnya.Nathan menahan pantat Elena, menggendongnya dengan mantap. Punggungnya terasa hangat.Punggung Nathan lebar.Napas Elena menerpa telinganya.Nathan menoleh untuk melihat Elena. "Pulang?"Elena tiba-tiba memonyongkan bibir merahnya. "Cium dulu."Nathan mengeluarkan kekehan seksi.Tangannya yang ada di pinggul Elena menegang sejenak, kemudian mengendur. "Jangan cari mati, wanita."Elena menutup mulutnya, lalu tertawa terbahak-bahak.Ucapan taipan yang klasik
Nathan, yang dadanya ditusuk, membuka matanya tanpa daya.Dia terlihat sedikit malas.Dia membangunkan Elena yang ada di dalam pelukannya. "Kamu sudah mau terlambat."Semalam mereka bertarung hingga akhir.Elena benar-benar tidak tahan lagi, jadi dia membuat alasan ada rapat besok pagi agar Nathan berhenti.Elena yang semula ingin lanjut tidur terpaksa bangun karena panggilan telepon Bourne.Bourne mendesaknya untuk pergi ke perusahaan lebih awal hari ini.Orang-orang dari Grup Burchan datang ke perusahaan.Hubungan antara Jepson dan Grup Burchan adalah persaingan sekaligus kerja sama."Kamu nggak mau kerja, ingin aku nafkahi?"Nathan sudah bangun. Dia mengancing kemeja sambil melihat Elena.Elena menyipitkan matanya lalu menguap. "Nggak perlu."Dia bangun sambil memegang selimut.Nathan memakai arlojinya, berjalan mendekat, kemudian menaikkan tali Elena yang melorot dari bahu.Ujung jari Nathan yang sedikit panas menyentuh bahu mulus Elena.Elena gemetar, lalu segera turun dari tempat
Setelah selesai membahas bisnis, dia mulai mengkritik orang.Semua orang tahu bahwa Bourne adalah musuh Kaedyn.Mereka tidak menyukai satu sama lain."Informasi Pak Bourne sangat cepat. Aku sampai curiga ada orang Pak Bourne di Grup Burchan."Kaedyn berkata dengan tenang."Kalau begitu kamu curiga saja." Bourne menyeringai. "Bu Elena, aku lapar. Ayo makan. Apakah Pak Kaedyn mau ikut dengan kami?"Kaedyn mengangguk. "Oke."Bourne mengangkat sebelah alisnya. Dia hanya berbasa-basi.Elena mengirim lokasi restoran itu ke Martin, lalu mereka berkendara ke restoran, Elena dan Bourne naik mobil lain.Elena menelepon restoran untuk melaporkan jumlah orang yang bertambah."Aneh, kenapa Kaedyn tiba-tiba mau makan bersama kita?"Bourne menunggu Elena menutup panggilan telepon sebelum berkomentar.Dia mengunyah permen karet sambil menatap Elena.Elena menjawab dengan malas. "Nggak tahu."Mata Bourne tertuju pada leher Elena, lalu dia tersenyum penuh arti. "Sepertinya Bu Elena mengalami malam yang
Bourne pergi ke Vila De Gaia secara mendadak.Briana memandang perutnya. Gaun yang dia kenakan hari ini lebih longgar."Kak Bourne, kenapa kamu tiba-tiba mendatangiku? Langka sekali."Briana tersenyum hingga alisnya melengkung.Melihat wajah Briana yang kemerahan, Bourne merasa lega. "Kupikir kamu akan sedih, jadi aku datang melihat kondisimu.""Apa?" Briana bingung."Tuan Nathan dan Elena," jawab Bourne.Briana mengatupkan bibirnya lalu menunduk. "Aku baik-baik saja, Kak Bourne."Briana tidak menjelaskan.Bourne berdiri, kemudian menatap Briana. "Kamu bisa meneleponku kalau kamu butuh sesuatu."Briana mengantar Bourne ke depan, melihat mobil itu pergi, lalu masuk ke dalam rumah.Tangan Briana menyentuh perutnya sendiri.Dia sedang memikirkan satu hal dalam pikirannya....Makan malam Keluarga Henzel malam ini sungguh mewah."Suamiku, Elena akan mentransfer uangnya besok."Zahra mengambil hidangan favorit Kairo untuk suaminya itu."Kamu sudah bekerja keras selama ini."Kairo menyukai s
Elena tidak tahu kapan pria itu menutup telepon.Elena menyandarkan punggungnya ke dada Nathan, tubuhnya masih gemetar karena sisa kehangatan."Katakan, kenapa kamu begitu aktif hari ini?"Nathan menyandarkan dagunya di bahu Elena sambil memegang pinggang Elena.Dia menekan Elena ke bawah dirinya."Karena Tuan Nathan sangat tampan ketika bertelepon." Elena menyipitkan mata dan sedikit terengah-engah. Dia tidak mengatakan yang sebenarnya. "Aku ingin mandi."Nathan mencubit dagu Elena, memutar kepala Elena, kemudian menatap wajahnya.Elena langsung memutar matanya. "Mandi. Aku nggak akan aktif lagi lain kali. Kamu berpikir terlalu banyak. Hati-hati, banyak berpikir bisa cepat tua."Nathan tidak melihat apa pun dari wajah Elena.Mereka berdua pergi mandi bersama. Setelah mandi, mereka berdua duduk di sofa sambil menonton film.Lebih tepatnya, Elena menonton, Nathan menemani."Film hantu ini sangat menakutkan."Elena berpura-pura ketakutan dengan wajah tanpa ekspresi, lalu menarik jubah ma