Entah berapa lama kemudian, Luther membuka matanya, lalu mendapati dirinya sudah berada di rumah sakit. Racun dalam tubuhnya berhasil distabilkan untuk sementara waktu, tetapi kondisinya masih buruk."Sayang, akhirnya kamu siuman!" Terdengar seruan kaget dari samping. Begitu menoleh, Luther pun melihat Bianca yang duduk di samping ranjangnya dengan ekspresi cemas."Bianca, kenapa kamu di sini?" tanya Luther yang tertegun melihat kemunculan wanita ini."Ronald bilang kamu jatuh pingsan, aku tentu harus datang. Gimana? Mana yang sakit?" tanya Bianca dengan penuh perhatian."Aku baik-baik saja, hanya kecapekan dan butuh tidur," jawab Luther dengan nada santai."Kecapekan apanya? Jelas-jelas Tuan keracunan," gumam Ronald yang berdiri di samping dengan lirih."Diam!" tegur Luther sambil memelotot dengan galak."Apa? Keracunan? Kok bisa?" tanya Bianca sembari mengerutkan dahinya."Hanya racun kecil, bukan masalah. Aku akan sembuh habis makan obat," ucap Luther yang tersenyum."Kamu yakin?" B
"Hore! Aku akan pergi bermain besok!" Begitu mendapatkan persetujuan dari Luther, Becca sontak berseru kegirangan. Dia pun tidak lupa untuk mengucapkan terima kasih kepada Luther, "Terima kasih, Paman. Aku doakan Paman panjang umur dan sakit selamanya!""Sakit selamanya?" Bianca termangu mendengarnya, lalu tertawa terbahak-bahak. Anak ini sungguh menarik."Hei, sembarangan saja! Yang benar adalah sehat selamanya!" tegur Ronald sambil memelotot."Tuan, maaf sekali. Putriku masih kecil, belum terlalu pintar bicara. Tolong jangan dimasukkan ke hati, ya." Junifer buru-buru meminta maaf. Luther sedang sakit, tetapi putrinya malah berbicara seperti itu. Kesannya terlalu lancang."Nggak apa-apa, namanya juga anak-anak." Luther tersenyum dan tidak terlalu peduli."Paman, besok aku ulang tahun. Kamu mau merayakannya bersamaku nggak?" tanya Becca sembari memiringkan kepalanya."Oke, Paman akan datang besok," jawab Luther sambil mengelus kepala kecil Becca."Hore!" Becca langsung melompat kegiran
"Sudah, Becca, jangan menyulitkan Paman Luther lagi. Lihat, keningnya sampai seperti air mancur," ucap Bianca yang tidak bisa menahan tawa. Hanya Luther yang bisa dipersulit oleh anak kecil sampai seperti ini."Paman keringatan? Aku akan membantumu menyekanya," tanya Becca dengan penuh perhatian. Dia mengambil tisu, lalu membantu Luther mengelapnya."Becca, hari sudah malam. Kamu dan ibumu pulang dulu," ujar Ronald."Tapi, aku masih ingin mengobrol dengan Paman Luther," sahut Becca yang enggan pulang."Besok hari ulang tahunmu, Paman akan menemanimu ngobrol lagi nanti," ujar Luther segera."Serius?" Becca tampak sangat gembira mendengarnya."Tentu saja." Luther menganggukkan kepalanya dengan sungguh-sungguh."Kalau begitu, kita janji kelingking dulu," kata Becca sambil mengulurkan jari kelingkingnya. Luther pun tersenyum, lalu mengaitkan jari kelingkingnya dan diikuti dengan ibu jari."Paman, ada rahasia yang ingin kuberi tahu." Becca mendekati telinga Luther untuk berbisik, "Ayahku se
"Aku sudah gegabah karena menamparmu malam itu. Aku ingin meminta maaf padamu." Ariana menggigit bibirnya, lalu meneruskan, "Tapi, aku melakukan itu demi kebaikanmu. Jenderal Andrew punya latar belakang yang terhormat. Kamu akan mendapatkan masalah kalau melukainya.""Latar belakang Andrew memang cukup hebat, tapi belum tentu aku takut padanya," sahut Luther dengan tidak acuh."Luther, Andrew bukan orang sembarangan. Kamu nggak bisa menyinggung tokoh besar seperti dia," ujar Ariana untuk memperingatkan.Andrew masih muda, tetapi sudah begitu berprestasi. Dia memiliki status tinggi, juga memiliki banyak pasukan. Hanya dengan satu perintah, Andrew sudah bisa mengerahkan pasukannya. Menyinggung orang seperti ini sama saja dengan mencari mati."Terserah kamu mau gimana. Ya sudah kalau kamu merasa aku nggak boleh menyinggungnya." Luther malas menjelaskan panjang lebar. Dia tahu bahwa Ariana tidak akan memercayainya."Kenapa? Kamu masih marah?" tanya Ariana sambil mengernyit."Untuk apa mara
"Sudah ketemu? Siapa pelakunya?" tanya Luther dengan ekspresi serius."Anggota Sekte Assassin. Dia sudah lama bersembunyi di kediaman Keluarga Hutomo. Dia membakar dupa untuk membuat Tuan Larry jatuh pingsan dan membunuhnya!" jelas Welton."Sekte Assassin lagi?" Luther mengernyit sambil bertanya, "Di mana pelakunya sekarang? Apa sudah ditemukan?""Menurut hasil penyelidikan, dia sedang bersembunyi di rumah yang terletak di kaki Gunung Akua," jawab Welton."Segera kumpulkan elite Faksi Kirin! Jangan sampai dia kabur!" perintah Luther."Baik!" Welton mengiakan, lalu segera berbalik dan keluar.Dua puluh menit kemudian, Luther memimpin ratusan elite Faksi Kirin untuk pergi ke Gunung Akua. Supaya musuh tidak berwaspada, mereka tidak memberi tahu siapa pun dan bertindak dengan sangat hati-hati.Ketika sekelompok orang itu tiba di Gunung Akua, langit sudah malam. Kemarin, Gunung Akua sangat ramai karena kompetisi seni bela diri. Namun, malam ini justru sangat sunyi.Dilihat dari kejauhan, se
"Cepat naik ke mobil! Bawa Bianca pergi dari sini!" seru Luther langsung."Gimana denganmu?" tanya Bianca sambil mengernyit."Mereka nggak akan bisa melukaiku. Kalian pergi dulu, aku akan melindungi kalian," desak Luther.Sembari berbicara, Luther melemparkan jarum perak di tangannya untuk membunuh para penembak runduk yang bersembunyi. Namun, musuh yang hendak mengepung terlalu banyak sehingga Luther sulit untuk mengendalikan situasi."Jaga dirimu baik-baik!" Bianca mengangguk dan tidak berbasa-basi lagi. Dia bergegas naik ke mobil karena tahu kehadirannya hanya akan membuat Luther sulit berkonsentrasi."Ronald, lindungi Bianca dengan baik!" pesan Luther sambil menoleh menatap Ronald dengan serius."Tuan tenang saja, aku nggak akan membiarkan siapa pun melukai Nona Bianca!" Ronald memanggil beberapa orang kepercayaannya, "Kalian naik ke mobil, ikut aku menerobos kepungan musuh!""Baik!" Setelah mengiakan, beberapa orang itu segera mengemudikan mobil untuk mengawal Ronald. Sebelum bena
Saat ini, di Vila Embun, beberapa mobil yang dipenuhi bekas tembakan dan asap hitam berhenti di depan. Begitu pintu mobil dibuka, Bianca, Ronald, dan lainnya segera keluar."Nona, kamu baik-baik saja, 'kan?" tanya Ronald dengan cemas. Entah berapa banyak peluru yang menembak mobil mereka saat menerobos kepungan barusan."Aku baik-baik saja, cepat utus orang untuk membantu Luther," desak Bianca."Oh, Nona benar." Ronald buru-buru berteriak, "Kerahkan semua anggota Faksi Kirin. Ambil senjata kalian masing-masing. Kalian harus selamatkan Tuan Luther!""Baik!" Anggota kepercayaan Ronald segera mengiakan, lalu berlari masuk untuk memanggil orang. Tidak berselang lama, sekelompok anggota Faksi Kirin langsung menyerbu ke Gunung Akua."Nona, Tuan Luther sangat kuat, apalagi ada begitu banyak orang yang membantunya. Dia pasti akan baik-baik saja. Kamu istirahat dulu di vila ini." Ronald menyeka keringat, lalu membawa Bianca masuk ke ruang rapat."Ronald, sebenarnya Luther sudah menyinggung siap
"Nona Bianca, cepat lari!" Ronald menggertakkan giginya sambil menghunuskan pedangnya untuk membuka jalan demi Bianca. Bianca juga tidak berani ragu-ragu, dia langsung berlari keluar dari ruang rapat. Saat berbalik melihat situasinya lagi, Ronald dan beberapa orang lainnya telah terbaring dalam genangan darah."Tangkap wanita itu, jangan biarkan dia lolos!" teriak Welton. Dalam hatinya sangat mengerti bahwa Bianca adalah kelemahan Luther. Kalaupun Luther tidak meninggal, dia masih menggunakan Bianca sebagai sandera."Kejar!" teriak sekelompok murid Aula Puma saat mengejarnya. Ronald yang tubuhnya telah bersimbah darah, tiba-tiba bangkit. Dia menerobos beberapa orang itu dan berlari hingga ke paling depan untuk menutup pintu ruang rapat."Nona Bianca, cepat lari!" teriak Ronald seraya menutup pintu."Sialan, cari mati kamu!" Welton sangat murka. Dia merebut pisau dari bawahannya, lalu menebas Ronald berulang kali. Namun, Ronald tetap bersikeras menutup pintu. Dia tidak mau melepaskan ta