Setelah mencicipi obat tersebut tiga kali, Declan tak kuasa menahan senyumannya. Dia langsung mulai menuliskan bahan-bahan obat itu dalam kertas ujiannya. Setelah menulis beberapa baris, dia kembali mencicipinya untuk memastikan. Declan melanjutkan untuk menulis setelah merasa yakin dengan jawabannya. Waktu yang dibutuhkannya bahkan kurang dari sepertiga waktu yang diberikan."Aku sudah selesai," ujar Declan sambil mengangkat tangan. Suaranya tidak keras, tetapi menarik perhatian semua orang di sana."Serius? Waktunya masih kurang dari setengah jalan, dia sudah selesai?""Huh! Aku nggak percaya dia bisa sehebat itu. Pasti hanya asal-asalan menuliskannya!" Semua orang mulai sibuk membicarakannya. Ada yang merasa kaget, ada juga yang meragukannya."Coba kulihat." Pengawas berbaju hitam maju untuk memeriksa kertasnya. Seketika, matanya berbinar dan memuji Declan, "Hebat juga. Jawabannya benar semua, kamu dapat nilai sempurna!"Mendengar hal itu, suasana mulai riuh. "Sialan, nilai sempurna
"Nilai nol?" Mendengar ucapan itu, semua orang terbengong sesaat, lalu tertawa terbahak-bahak. Semua orang memandang Luther seakan-akan sedang melihat orang bodoh."Hahaha ... lucu sekali. Berani-beraninya dia memamerkan nilai nol? Kenapa bisa tebal muka begini?""Dari gayanya tadi kelihatannya sangat hebat, ternyata cuma berlagak.""Aku tulis asal-asalan saja mungkin masih bisa benar satu atau dua jenis. Kenapa dia bisa sampai nilai nol? Coba bagi tipsnya biar kita bisa tertawa."Semua orang mulai mengejek Luther. Saat melihatnya menulis dengan lancar tadi, semua orang menganggapnya adalah seorang ahli. Namun, apa hasilnya? Nilai nol itu langsung membuat Luther menjadi bahan tertawaan seisi aula."Nak, harus kuakui, kamu benar-benar tebal muka. Sudah nilai nol masih bisa selantang itu, salut!" kata Declan sambil mengacungkan jempol."Bilang saja kalau nggak ada kemampuan, kenapa harus berlagak seperti ini? Buat malu diri sendiri saja," timpal Vania."Nilai nol?" Luther tidak memedulik
"Dia nggak salah, memang ada Aconitum di dalam obat itu," timpal Paulo. Ucapannya ini sekali lagi membuat semua orang terkejut."Apa?!" Pengawas berbaju hitam sontak terperanjat. "Ketua, Anda tidak salah, 'kan? Seingatku, tidak ada Aconitum dalam resep obat ini. Meskipun para tetua di sana tidak mengatakan apa pun, wajah mereka menunjukkan kebingungan. Obat yang direbus ini sesuai dengan resep yang ditentukan, tidak ada yang berani sembarangan mengubahnya. Jadi, mana mungkin ada Aconitum di dalamnya?"Awalnya memang nggak ada, tapi aku tiba-tiba kepikiran untuk menambahkannya," kata Paulo."Tiba-tiba kepikiran?" Mendengar ucapannya, semua orang langsung saling memandang. Bukankah jawaban ini terlalu sembrono?"Ketua, Aconitum sangat kontradiktif dengan bahan di dalam obat ini. Kenapa Anda menambahkannya?" Pengawas berbaju hitam mengerutkan keningnya dan bertanya dengan ucapan yang sama dengan seperti yang dikatakannya pada Luther barusan. Tak disangka, hanya dalam sekejap, dia langsung
"Apa?" Begitu mendengar perkataan itu, ekspresi semua orang sontak berubah. Botol obat di tangan mereka terjatuh ke tanah dan pecah menjadi serpihan. Tidak ada yang menyangka, apa yang mereka cicip tadi adalah racun. Jelas-jelas ini hanya ujian masuk sekte untuk mengidentifikasi komponen obat, kenapa sekarang malah nyawa mereka jadi terancam? Apakah semuanya harus seekstrem itu?"Ketua, apa ini nggak terlalu berlebihan?" kata pengawas berbaju hitam sambil mengernyitkan alisnya. Tanggung jawab utama Lembah Obat adalah untuk menyelamatkan orang, menggunakan racun sebagai ujian tampaknya menjadi ambigu."Obat dan racun tak memiliki batasan yang jelas. Terkadang, racun juga bisa menyelamatkan orang tergantung bagaimana kalian menggunakannya. Asalkan efektif, metodenya tak penting," kata Paulo dengan tenang."Tapi ....""Sudahlah."Pengawas berbaju hitam itu masih ingin mengatakan sesuatu, tetapi Paulo malah mengangkat tangan dan menghentikannya. "Lembah Obat tidak menerima orang yang tak
Pada saat ini, banyak orang mulai mengalami reaksi keracunan. Ada yang pusing, perutnya sakit, tangan dan kakinya kejang. Gejalanya berbeda-beda, tetapi semua itu berdampak besar pada proses meracik pil. Sayangnya, mereka tidak bisa mundur lagi sekarang. Jalan satu-satunya adalah tetap bertahan untuk melanjutkan meracik pil.Saat itu, seorang tetua berjenggot putih tiba-tiba bertanya, "Ketua, menurut Anda, siapa yang akan menjadi peringkat pertama hari ini?""Declan dan Vania cukup bagus. Mereka punya bakat yang mencolok dalam bidang medis, tapi aku lebih tertarik dengan pemuda itu," kata Paulo sambil mengalihkan pandangannya ke Luther."Dia?"Tetua berjenggot putih melirik ke arah Luther dan merasa aneh. "Ketua, pemuda itu hanya orang yang nggak terkenal, tadi dia hanya beruntung bisa menebaknya. Dibandingkan dengan genius seperti Declan dan Vania, dia masih kalah jauh."Baik dari latar belakang keluarga, bakat alami, atau keahlian medis, kedua belah pihak berada pada tingkat yang ber
Duar!Saat tungku pemurnian pil Luther meledak, semua orang secara refleks menoleh ke arahnya. Ada yang terkejut, bingung, dan bahkan ada yang merasa senang melihatnya. Terutama Declan dan Vania yang tertawa terbahak-bahak."Hahaha .... Tungku pemurnianmu meledak, ya? Aku pikir kamu sehebat apa, ternyata hanya begini saja?" sindir Declan.Saat melihat penampilan Luther yang mengesankan sebelumnya, Declan menganggap Luther sebagai saingannya, sehingga dia meracik pil tadi dengan seluruh kemampuannya. Namun sekarang, Declan merasa dirinya terlalu berlebihan. Orang yang tungku pemurniannya meledak tidak pantas menjadi saingannya."Ternyata, sampah tetap sampah. Keberuntungan sesaat tidak akan mengubah apa pun. Menerima sedikit tekanan saja, dia sudah kembali ke bentuk aslinya," kata Vania dengan cuek.Vania berpikir bagaimana seorang dokter desa rendahan seperti ini bisa dibandingkan dengan genius dari Sekte Dokter Sakti sepertinya?"Ketua, selama ini Anda pandai menilai orang, tapi hari
Warna, aroma, dan ukuran pil ini semuanya telah berubah. "Huh! Memangnya kenapa kalau berhasil meracik pil? Kualitasnya terlihat jelek!" kata Vania sambil melipat tangannya dan sikapnya terlihat angkuh."Benar! Penilaian dalam ujian kedua adalah kualitas pil dan hasil pil dari tungku meledak ini jelas barang sampah, sama sekali nggak pantas dibahas!" kata Declan dengan percaya diri lagi.Pil yang dihasilkan Declan adalah pil kelas atas, sedangkan milik Luther mungkin hanya pil kelas rendah. Mereka benar-benar berada dalam kategori yang berbeda."Aneh ...."Setelah memeriksa pil itu sejenak, pengawas berbaju hitam tidak berani mengambil keputusan sendiri. Dia hanya membawa pil penawar racun itu ke depan Paulo dan para tetua, lalu berbisik, "Ketua, para tetua, sepertinya ada masalah dengan pil ini. Aku merasa ragu.""Oh, ya? Coba aku lihat dulu." Tetua berjenggot putih menerima pil itu dan memeriksanya dengan saksama, lalu tertegun sejenak."Ketua, anak ini luar biasa, Anda lihat pil ini
"Apa? Menyesuaikan resepnya?" Perkataan Paulo ini mengejutkan semua orang.Perlu diketahui, setiap pembuatan resep pil membutuhkan ratusan ribu kali percobaan. Entah menambahkan atau mengurangi bahan dalam resep akan mengganggu keseimbangan dan menyebabkan pil tidak bisa terbentuk. Menyesuaikan resep pil seperti ini memerlukan bakat yang sangat tinggi dan juga banyak eksperimen. Orang yang bisa langsung menyesuaikan resep pil di tempat dan berhasil dalam satu percobaan, itu artinya dia memiliki keberuntungan yang luar biasa atau dia adalah seorang genius yang luar biasa dalam ilmu medis."Tidak! Tidak mungkin!"Setelah terkejut sejenak, Declan menyuarakan keraguannya lagi. "Apa menyesuaikan resep pil begitu mudah? Dalam waktu yang begitu singkat, bahkan guruku juga tidak bisa menyesuaikan resep pil kelas atas menjadi resep pil kelas teratas, apalagi bocah tengik ini!""Benar! Dia hanya seorang dokter desa, kenapa dia bisa menyesuaikan resep pil?" kata Vania ikut memprotes.Meskipun Van
Setelah meninggalkan Grup Luca, Luther dan Bianca pergi ke mal terlebih dahulu untuk memberi berbagai hadiah. Mulai dari hadiah untuk para lansia dan anak-anak yang baru belajar berjalan, semua kerabat inti Keluarga Paliama mendapat hadiah. Setelah itu, mereka pergi ke toko barang antik untuk memilih sebuah lukisan kaligrafi yang bagus untuk Ezra.Menjelang senja, Luther yang sudah mempersiapkan semuanya mengunjungi kediaman Adipati Ezra untuk pertama kalinya. Kediaman ini terletak di pusat kota Midyar yang berbentuk kompleks rumah tradisional dengan area yang sangat luas.Ezra memiliki tiga putra dan seorang putri Putra sulung, Gusdur, bekerja di pemerintahan sebagai pejabat pangkat tiga dan statusnya sangat dihormati. Putra kedua, Gandara, bekerja di industri farmasi dengan kekayaan yang mencapai puluhan triliun dan menjadi pengusaha terkenal di Midyar. Putra bungsu, Gema, sukses di dunia militer dan kini menjabat sebagai perwira militer pangkat tiga.Sementara itu, putri kecil Ezra,
Selama Luther pergi, Bianca terus memikirkan dan selalu memperhatikan kabar dari Luther. Namun, meskipun sangat rindu, dia juga tidak pernah mengganggu Luther karena dia tidak ingin membuat fokus Luther terganggu dan memengaruhi urusan negara. Dia sangat memahami kesibukan Luther, sehingga terus menahan gejolak di hatinya dan mengalihkan perhatiannya dengan sibuk bekerja.Namun, setelah sekarang benar-benar bertemu dengan Luther, perasaan Bianca yang sudah lama terpendam akhirnya meledak. Rasa rindu selama berbulan-bulan berubah rasa sayang yang meluap dan air mata pun mengalir deras.Adegan ini membuat asisten wanita di samping Bianca tercengang. Dia tidak menyangka presdir mereka yang cantik ternyata hatinya sudah memiliki pemiliknya. Yang lebih mengejutkannya, Bianca yang biasanya tegas dan sangat berwibawa ternyata begitu lembut dan anggun di depan pria ini.Asisten wanita itu mulai mengamati Luther dengan saksama. Baik dari segi penampilan dan karisma, Luther memang luar biasa dan
Saat ini, Luther sudah duduk di pesawat untuk kembali ke Midyar. Perjalanan ke Gunung Narima kali ini penuh dengan rintangan.Dari kompetisi bela diri hingga invasi Kuil Dewa, prosesnya bisa dibilang sangat berbahaya, tetapi untungnya hasil akhirnya cukup baik.Luter berhasil memenangkan kejuaraan dalam kompetisi bela diri, sekaligus memperoleh tiga energi naga, bahkan berhasil menggagalkan konspirasi Kuil Dewa. Hasil ini sangat sempurna.Setelah mengucapkan selamat tinggal kepada teman-teman yang baru dikenalnya, Luther menemani Misandari naik pesawat pulang.Dari lima energi naga, telah terkumpul empat, yang berarti tinggal satu lagi. Menurut informasi dari Misandari, kekuatan energi naga yang terakhir telah ditemukan dan orang yang menemukannya ada di Midyar.Namun, identitas orang itu masih belum diketahui. Menurut dugaan Misandari, kemungkinan besar itu ada hubungannya dengan tiga pangeran.Posisi calon pewaris masih belum jelas, sementara ketiga pangeran sangat aktif dalam mencar
Angin malam pun segera mereda. Keesokan paginya, saat sinar matahari mulai menyinari bumi, keadaan di Gunung Narima sudah kembali tenang. Hanya saja, bercak-bercak darah masih ada di mana-mana dan bangunan yang hancur masih menjadi saksi kekacauan tadi malam. Para ahli dari Kuil Dewa yang menjadi tawanan juga sudah dibawa pergi oleh pasukan yang dipanggil Misandari.Berbagai rumor pun mulai menyebar ke mana-mana. Berbagai sekte besar di dunia persilatan hanya merespons rumor itu sebagai penonton. Bagaimanapun juga, sejak dahulu sampai sekarang, sangat jarang orang yang berani menyinggung Gunung Narima. Tindakan nekat seperti menyerang secara terang-terangan dan berusaha menghancurkan mereka seperti ini tidak pernah terjadi sebelumnya.Soal hasil dari tindakan ini, seluruh dunia juga sudah menyaksikannya. Setelah bertahun-tahun lamanya, ini pertama kalinya negara-negara lain menyadari betapa mengerikannya Riley. Keberadaan sudah hampir seperti sosok ilahi.Saat ini, semua anggota inti s
Setelah pertempuran berakhir, Riley menghilang seketika dari tempatnya berdiri. Ketika muncul kembali, dia sudah berada di atas wilayah terlarang Gunung Narima.Saat ini, di pintu masuk wilayah terlarang dipenuhi dengan mayat dan darah. Seluruh anggota Kuil Dewa termasuk Tico, semuanya tergeletak di tanah.Sekujur tubuh Luther dan Danice juga dipenuhi darah. Mereka memancarkan aura membunuh yang kuat. Setelah pertempuran sengit, mereka akhirnya berhasil mempertahankan wilayah terlarang Gunung Narima dan menggagalkan rencana Kuil Dewa untuk menghancurkan nadi naga.Saat ini, Luther seperti merasakan sesuatu sehingga tiba-tiba mendongak. Melalui kabut dan kegelapan, dia menemukan Riley yang berada di atas wilayah terlarang.Riley tersenyum tipis dan mengangguk pada Luther, lalu menghilang seketika. Saat berikutnya, Riley melintasi beberapa gunung dan tiba di atas aula utama Gunung Narima.Di sana, para murid Gunung Narima masih bertempur melawan para elite Kuil Dewa. Dengan Atha sebagai
Ketika debu mulai mereda, hanya Riley yang masih berdiri tegak. Pele, Amir, Taro, Welig, tiga pembunuh bayaran terbaik dari Negara Wadarna, dan beberapa dewa utama dari Kuil Dewa, semuanya mati atau terluka parah.Tubuh Amir telah meledak menjadi potongan daging yang tak terhitung jumlahnya, tetapi dia masih merangkak di tanah, berusaha untuk menyatu kembali.Welig bahkan tidak menyisakan tulangnya. Pele dan ketiga pembunuh bayaran itu mengalami patah tangan dan terluka parah. Adapun Taro, meskipun anggota tubuhnya utuh, organ dalamnya sudah hancur. Dia terus memuntahkan darah.Ditambah dengan serangan balik dari pedangnya, Taro terlihat seperti orang tua yang sekarat. Rambutnya memutih dan wajahnya keriput. Jelas, dia tidak akan bertahan lama lagi."Gi ... gimana bisa begini? Nggak ... ini nggak mungkin!" Ketika melihat anggota tubuh yang berserakan di mana-mana, Pele seperti tersambar petir. Ekspresinya penuh ketidakpercayaan.Orang-orang di sekitarnya adalah ahli terkuat dari berbag
Kemunculan mendadak Riley membuat semua orang yang ada di sana tercengang. Mereka semua terbelalak, tidak percaya dengan apa yang mereka lihat.Ada apa ini? Bukankah Riley sudah mati? Bagaimana bisa dia muncul kembali di hadapan mereka dalam keadaan baik-baik saja? Apa mereka melihat hantu?Semua orang saling memandang dengan ekspresi yang dipenuhi ketidakpercayaan. Mereka tidak tahu apa yang terjadi, sama sekali tidak bisa mengerti bagaimana Riley bisa hidup kembali. Ini sungguh di luar pemahaman mereka."Ka ... kamu belum mati? Gimana mungkin?" Yang paling terkejut adalah Amir. Dia telah berusaha keras dan akhirnya mendapat kesempatan emas. Dia menggigit leher Riley dan mengisap seluruh darahnya.Amir yakin bahwa Riley benar-benar sudah mati dan tidak mungkin bisa hidup kembali. Namun, masalahnya jika Riley sudah mati, lalu siapa orang yang ada di hadapan mereka?"Jangan panik! Mayat Riley masih ada di sana, orang ini mungkin hanya menyamar!" ucap Pele tiba-tiba.Setelah mendengarnya
Saat Putri Salju melancarkan serangannya, bayangan dewa gajah di belakang Welig juga tak tinggal diam. Dengan deru panjang, bayangan itu berlari cepat menuju Riley. Dua taringnya yang tajam seperti tombak yang menusuk ke arah dada Riley.Terpengaruh oleh angin salju, Riley tidak bisa mengelak sehingga hanya bisa mengaktifkan Mantra Cahaya Emas untuk melindungi dirinya.Bruk! Kedua taring itu menghantam Mantra Cahaya Emas dengan keras. Gaya dorong yang sangat besar langsung membuat Riley terpental. Saat Riley berada di udara, cahaya emas di sekujur tubuh pecah seperti kaca. Jelas sekali, kekuatan bayangan itu melampaui batas Mantra Cahaya Emas.Melihat Riley terdorong ke udara, iblis berkepala tiga dan berlengan enam bergegas mengambil kesempatan. Setelah melompat, enam senjata dengan bentuk yang berbeda-beda mulai terus menyerang Riley.Riley mengayunkan pedangnya tanpa henti untuk menangkis, tetapi dia terus terdesak. Ketika terdorong ke udara, dia tidak punya tempat berpijak sehingga
Setelah bertarung sengit begitu lama, Taro dan yang lainnya juga mulai menyadari betapa seriusnya situasinya. Riley bukan hanya memiliki teknik pedang yang luar biasa, teknik tubuh Riley juga begitu misterius. Tidak peduli apa pun serangan mereka, mereka tetap tidak bisa menyentuh Riley sedikit pun. Sebaliknya, pedang Riley malah terus menyiksa mereka, hasilnya akan makin buruk jika terus berlanjut.Oleh karena itu, saat mendengar perkataan Pele, Taro dan yang lainnya tahu ini sudah saatnya mempertaruhkan segalanya. Sekarang mereka sudah tidak bisa mundur lagi, Riley atau mereka yang akan mati.Pada saat ini, Taro yang terus menahan dirinya pun akhirnya mengeluarkan teknik pemungkasnya. Dia tiba-tiba menggigit jarinya dan mengoleskan darahnya ke pedang, lalu segera merapalkan mantra."Yuki, keluarlah!" Setelah selesai merapalkan mantranya, Taro mengayunkan pedangnya dengan keras. Sesosok bayangan putih pun tiba-tiba memelesat dari pedangnya.Sosok itu adalah seorang wanita berkulit put