"Berhenti!" seru seseorang dengan suara menggelegar, meredam semua suara bising di sana.Semua orang menoleh ke belakang dengan terkejut. Terlihat sesosok tubuh tinggi berjalan masuk dengan niat membunuh yang kentara. Suhu di ruangan pesta yang awalnya panas langsung turun. Beberapa orang yang mengenakan pakaian minim langsung bergidik kedinginan."Luther?" gumam Bianca. Setelah melihat wajah orang yang baru datang itu dengan jelas, Bianca langsung senang, seolah-olah dia baru melihat penyelamatnya.Gianna yang telah melihat sosok Luther sontak mencibir dan berkata, "Rupanya kamu. Kamu cari masalah sendiri dengan datang ke sini. Hari ini, aku akan membuatmu menyaksikan wanitamu dipermalukan!""Kalian ... kalian pantas mati!" geram Luther.Begitu melihat Bianca yang digantung dengan wajah penuh bekas luka, Luther langsung mengepalkan tinjunya. Raut wajahnya muram dan tubuhnya dipenuhi aura membunuh. Amarah dalam dadanya hampir membuatnya hilang akal."Luther, kamu marah? Nggak senang?
"Pria ini harusnya bangga bisa mati di tangan Pengawal Serigala!"Begitu Pengawal Serigala muncul, semua orang menjadi sangat bersemangat. Wajah mereka antusias seolah-olah sedang menonton pertunjukan."Gawat!" Ekspresi Bianca berubah drastis saat berkata, "Luther! Jangan khawatirkan aku, cepat pergi dan minta bantuan dari Keluarga Caonata!" Dia tahu bahwa Luther sangat kuat, tetapi Pengawal Serigala Keluarga Sunaryo adalah master kelas satu. Luther pasti akan sangat kesulitan membawanya pergi dari sini."Jangan bodoh, aku nggak mungkin meninggalkanmu sendirian di sini," ujar Luther. Dia pun mengulurkan tangan dan menggenggam tangan ramping Bianca."Tapi, kamu bakal susah kabur kalau membawaku," kata Bianca sambil mengernyit. Dia tidak ingin Luther mempertaruhkan nyawanya dan mati sia-sia."Kabur? Siapa bilang aku mau kabur?" Luther melihat ke sekeliling dengan sorot mata tajam sambil berkata, "Malam ini, aku akan membunuh mereka semua!""Sombong betul! Memangnya kamu sanggup menyingki
Hening. Suasana pesta tiba-tiba menjadi sunyi senyap. Begitu melihat para Pengawal Serigala dibunuh, semua orang langsung terdiam. Mereka semua terkejut dan ketakutan setengah mati. Hanya dengan satu tendangan, Luther membunuh sembilan Pengawal Serigala. Apa dia benar-benar manusia?"Be ... berani-beraninya kamu membunuh Pengawal Serigalaku!" seru Gianna dengan geram.Setelah tertegun sejenak, Gianna akhirnya meledakkan amarahnya. Pengawal Serigala adalah orang-orang yang dibina dengan cermat oleh Keluarga Sunaryo. Gianna tentu saja tidak bisa menerima kenyataan bahwa sepuluh pengawal ini tiba-tiba mati dibunuh."Nggak cuma Pengawal Serigala, aku juga akan mencabut nyawamu!" ujar Luther dengan sorot mata dingin sambil melangkah mendekati Gianna."Ma ... mau apa kamu? Jangan macam-macam, ya!" seru Gianna sambil mundur beberapa langkah ketakutan.Gianna mendadak merasa sedikit malu, jadi dia segera berhenti mundur. Dia membusungkan dadanya dan melempar tatapan angkuh. Dirinya adalah putr
"Luther, kamu ini orang luar. Kamu nggak punya hak untuk mengkritik kami!" ujar Billy dengan marah.Luther berkata, "Karena kalian nggak mau membela Bianca, biar aku saja. Kalian nggak berani menyinggung Keluarga Sunaryo, bukan? Tapi, aku berani!" Luther mengambil sebilah pisau dan melanjutkan, "Hari ini, aku bakal memberi ganjaran setimpal bagi wanita ini. Nggak ada gunanya kalian memohon belas kasihan padaku!" Usai berkata begitu, Luther mengayunkan pisaunya dan membuat sayatan dalam di wajah Gianna."Akh!" jerit Gianna dengan suaranya melengking."Beraninya kamu!""Bangsat! Cepat berhenti!"Billy dan sekelompok orang Keluarga Caonata langsung berteriak dengan marah. Namun, Luther seolah-olah tidak mendengar mereka. Dia terus menyayat Gianna dengan pisau hingga luka di wajahnya membentuk tanda "X" besar."Luther, apa kamu sadar dengan yang kamu lakukan? Setelah menyakiti Nona Gianna, dewa pun nggak bisa menyelamatkanmu!" seru Billy.Luther tidak menanggapi Billy. Pisau di tangannya
"Jangan, Luther!""Bangsat! Beraninya kamu!"Saat Luther mengangkat pisaunya, semua orang terus berteriak marah. Namun, Luther menutup telinga dan memotong leher Gianna dengan tegas."Ugh!" Tawa liar Gianna tiba-tiba berhenti. Detik berikutnya, kepalanya jatuh dari leher dan berguling di lantai beberapa kali sebelum akhirnya berhenti. Matanya masih terbelalak penuh rasa tidak percaya. Sampai mati pun, dia tidak menyangka Luther benar-benar berani membunuhnya. Apalagi, Luther melakukannya di depan semua orang.Saat ini, kekuasaan dan status Gianna tidak ada artinya lagi. Setelah seseorang meninggal, segala hal duniawi yang melekat padanya pun luntur."Ma ... mati?"Melihat kepala Gianna yang terjatuh, semua orang ketakutan setengah mati. Putri Keluarga Sunaryo yang bermartabat, adik kandung Jenderal Harry dibunuh seperti ini?"Gawat!" gumam Bianca dengan wajah pucat. Jika Luther hanya membunuh Pengawal Serigala, segalanya masih bisa diperbaiki. Namun, pria itu sudah memenggal kepala Gia
Sepuluh menit kemudian, kekacauan di sana akhirnya berakhir. Murid Faksi Draco berhasil menghabisi semua elite Keluarga Sunaryo, tetapi puluhan orang dari kelompok mereka sendiri menjadi korban."Ketua! Kami berhasil menjalankan misi membunuh semua penjahat ini!" lapor Ronald. Dia dan beberapa orang kepercayaannya bergegas menemui Luther untuk menyampaikan pencapaian mereka."Lumayan, terima kasih sudah bekerja keras," ujar Luther sambil mengangguk."Tidak masalah, bisa bekerja untuk Ketua adalah kehormatan bagi kami!" kata Ronald sambil tersenyum."Bersihkan tempat ini, jangan tinggalkan jejak sedikit pun," perintah Luther."Baik!" Ronald lantas berseru pada rekan-rekannya, "Semuanya, bersihkan tempat ini!" Setelah mengatakan itu, dia mulai sibuk bersih-bersih bersama yang lainnya."Aku nggak nyangka kamu jadi Ketua Faksi Draco," ujar Bianca cukup terkejut, tetapi dia segera mengernyit lagi. "Tapi, Faksi Draco nggak sanggup melawan Keluarga Sunaryo. Kali ini, kita dalam masalah besar.
Saat ini, di dalam Kediaman Sunaryo.Harry sedang melatih ketajamannya dengan bermain meja maket sendirian di ruang kerjanya. Dia sudah berbakat sejak kecil dan selalu menjadi nomor satu dalam apa pun yang dia lakukan. Bahkan, tidak ada yang bisa melawannya dalam bermain meja maket. Lantaran tidak ada lawan, dia pun bertarung melawan dirinya sendiri.Saat ini, kepala pelayan tiba-tiba berlari masuk ke ruang kerja dan berseru dengan panik, "Gawat, Tuan!""Keluar!" perintah Harry dengan dingin. Dia bahkan tidak menoleh saat mengucapkan kata itu."Tapi ...," ujar kepala pelayan. Si kepala pelayan hendak menjelaskan, tetapi saat Harry meliriknya dengan dingin, dia langsung ketakutan dan menelan kembali kata-katanya. Akhirnya, dia hanya berdiri di depan pintu dan menunggu dengan tenang.Setelah selesai dengan meja maketnya, akhirnya Harry bertanya dengan datar, "Ada apa?""Tuan, saya baru mendapat kabar kalau Nona Gianna dibunuh!" kata kepala pelayan dengan ekspresi pahit.Harry mengernyit
Di sisi lain, di dalam vila Kediaman Caonata."Oke, aku sudah mengobatimu. Dalam beberapa hari, kamu bakal baik-baik saja," ujar Luther sambil membalut luka Bianca yang sudah dioles obat dengan hati-hati. Meski luka Bianca tidak dalam, letaknya cukup sensitif."Kamu yakin luka di wajahku ini nggak bakal berbekas?" tanya Bianca sambil mengamati sosoknya dalam pantulan cermin. Dia terlihat sangat khawatir."Kenapa? Kamu nggak percaya dengan keterampilan medisku?" ujar Luther berpura-pura kesal."Aku cuma khawatir, gimana kalau lukanya berbekas dan aku jadi jelek? Apa kamu bakal membenciku?" tanya Bianca dengan ekspresi serius.Luther berkata dengan sedikit geli, "Jangan bodoh! Aku jamin, luka di wajahmu nggak akan berbekas. Lagian, kalaupun ada bekas luka, di mataku kamu tetap cantik!""Huh! Kamu cukup jago menghibur orang," ucap Bianca sambil memanyunkan bibirnya. Bianca akhirnya menghela napas lega. Meskipun dia bukan tipe orang yang terlalu memedulikan penampilan, dia juga tidak ingin