Saat ini, di dalam Kediaman Sunaryo.Harry sedang melatih ketajamannya dengan bermain meja maket sendirian di ruang kerjanya. Dia sudah berbakat sejak kecil dan selalu menjadi nomor satu dalam apa pun yang dia lakukan. Bahkan, tidak ada yang bisa melawannya dalam bermain meja maket. Lantaran tidak ada lawan, dia pun bertarung melawan dirinya sendiri.Saat ini, kepala pelayan tiba-tiba berlari masuk ke ruang kerja dan berseru dengan panik, "Gawat, Tuan!""Keluar!" perintah Harry dengan dingin. Dia bahkan tidak menoleh saat mengucapkan kata itu."Tapi ...," ujar kepala pelayan. Si kepala pelayan hendak menjelaskan, tetapi saat Harry meliriknya dengan dingin, dia langsung ketakutan dan menelan kembali kata-katanya. Akhirnya, dia hanya berdiri di depan pintu dan menunggu dengan tenang.Setelah selesai dengan meja maketnya, akhirnya Harry bertanya dengan datar, "Ada apa?""Tuan, saya baru mendapat kabar kalau Nona Gianna dibunuh!" kata kepala pelayan dengan ekspresi pahit.Harry mengernyit
Di sisi lain, di dalam vila Kediaman Caonata."Oke, aku sudah mengobatimu. Dalam beberapa hari, kamu bakal baik-baik saja," ujar Luther sambil membalut luka Bianca yang sudah dioles obat dengan hati-hati. Meski luka Bianca tidak dalam, letaknya cukup sensitif."Kamu yakin luka di wajahku ini nggak bakal berbekas?" tanya Bianca sambil mengamati sosoknya dalam pantulan cermin. Dia terlihat sangat khawatir."Kenapa? Kamu nggak percaya dengan keterampilan medisku?" ujar Luther berpura-pura kesal."Aku cuma khawatir, gimana kalau lukanya berbekas dan aku jadi jelek? Apa kamu bakal membenciku?" tanya Bianca dengan ekspresi serius.Luther berkata dengan sedikit geli, "Jangan bodoh! Aku jamin, luka di wajahmu nggak akan berbekas. Lagian, kalaupun ada bekas luka, di mataku kamu tetap cantik!""Huh! Kamu cukup jago menghibur orang," ucap Bianca sambil memanyunkan bibirnya. Bianca akhirnya menghela napas lega. Meskipun dia bukan tipe orang yang terlalu memedulikan penampilan, dia juga tidak ingin
Dor! Seiring terdengarnya suara tembakan, sebuah peluru melesat ke dekat kaki Billy. Hal ini membuatnya terkejut hingga segera berhenti dan berkeringat dingin."Ka, ka, kamu ... kamu benar-benar berani menembak?" seru Billy yang terkejut dan emosi. Dia benar-benar tidak menyangka bahwa Bianca ternyata begitu kejam. Wanita itu beraninya menyerang pamannya sendiri. Jika peluru tadi sedikit meleset, kaki Billy kemungkinan telah patah."Paman Billy, lebih baik kamu jangan bertindak sembarangan," ancam Bianca dengan ekspresi dingin. Juno yang kesal sontak berseru, "Kurang ajar! Bianca, Billy adalah pamanmu. Kalau kamu melukainya tadi, itu benar-benar tindakan yang nggak beretika!""Aku nggak ingin melukai siapa pun, tapi kalian semua sebaiknya jangan memaksaku," ucap Bianca yang tak gentar. Juno yang tak bisa menahan amarahnya pun bertanya, "Kamu ... dasar anak durhaka! Apa kamu akan mengkhianati seluruh keluarga demi seorang gigolo?"Keluarga Caonata memiliki aturan keluarga, di mana kepen
"Ayah, jangan berkata seperti itu, kamu tetap yang paling berkuasa di Keluarga Caonata," ucap Juno sambil tersenyum.Jericho menatap sekeliling, lalu berkata, "Oke, karena kalian masih menganggapku, aku akan menyampaikan beberapa hal di sini. Luther sudah menyelamatkan nyawaku dan membantu Keluarga Caonata berulang kali. Dia adalah penyelamat Keluarga Caonata. Kalau ada yang berani menangkapnya hari ini, itu sama saja dengan melawanku!""Hah?" Setelah perkataan ini dilontarkan, semua orang saling memandang. Tidak ada yang menyangka bahwa Jericho akan mendukung Luther pada momen genting ini. Akan tetapi, Juno segera berkata dengan ekspresi serius, "Ayah! Pria ini sudah membunuh Nona Muda Keluarga Sunaryo. Kalau nggak menangkapnya, itu bisa merugikan keluarga kita!"Billy juga menimpali, "Benar, Ayah! Kami melakukan ini demi kepentingan keluarga!" Jericho sama sekali tidak setuju sehingga menyindir, "Hmph! Perkataan kalian terdengar berwibawa, tapi menurutku kalian hanya takut!"Setelah
Sebelum mengetahui kebenaran, para anggota Keluarga Caonata masih menyimpan harapan. Namun, setelah mengetahuinya, mereka menyadari bahwa tidak ada gunanya menghindar dan merasa takut. Keluarga Sunaryo bahkan berani mencelakai kepala keluarga mereka. Lantas, bagaimana mungkin mereka akan peduli dengan nasib Keluarga Caonata?Melihat situasi ini, Jericho pun menegur, "Kalian nggak tahu harus berkata apa, 'kan? Ingatlah untuk berpikir lebih bijak ke depannya!" Setelah memberi mereka pelajaran, Jericho pun menatap Luther dan berkata, "Luther, mohon maaf sekali, aku gagal mendidik mereka. Maaf karena membuatmu nggak nyaman barusan.""Tuan Jericho terlalu sungkan. Terima kasih sudah muncul tepat waktu dan menegakkan keadilan untukku," ucap Luther sambil tersenyum. Memang ada beberapa orang di Keluarga Caonata yang tidak tahu balas budi, tetapi ada juga orang-orang yang masih berakal sehat.Jericho menghela napas seraya berkata, "Ini benar-benar memalukan ... kalau bukan karena bantuanmu yan
Malam kemarin memang banyak masalah, tetapi kebenaran telah terungkap sekarang. Kini, semua masalah sudah berlalu. Saat itu, Kevin sepertinya melihat sesuatu yang tidak biasa. Dia berhenti tersenyum, lalu bertanya, "Bianca, wajahmu ....""Oh, hanya sedikit luka. Aku baik-baik saja," jawab Bianca yang tidak begitu mempermasalahkannya. Akan tetapi, Kevin malah bertanya seraya mengernyit, "Apa yang sebenarnya terjadi?""Kak Kevin, selama kamu dipenjara, ada banyak hal yang terjadi ...," ucap Susan. Kemudian, dia mendekat dan membisikkan sesuatu ke telinga Kevin. Usai mendengar perkataannya, Kevin tiba-tiba murka dan berkata, "Keluarga Sunaryo lagi? Mereka benar-benar sudah keterlaluan!"Tidak masalah jika Keluarga Sunaryo hanya mencelakai dirinya, tetapi beraninya mereka melukai Bianca. Ini adalah tindakan yang tidak dapat ditoleransi! Bianca mencoba untuk menenangkan ayahnya dengan berkata, "Ayah, jangan khawatir, aku nggak apa-apa.""Bianca, ini adalah salah Ayah karena nggak bisa melin
Pagi hari, di kantor Ketua Grup Warsono, Ariana sedang meminum kopi sambil melihat laporan keuangan. Tok, tok, tok ....Pada saat itu, terdengar suara ketukan pintu. "Silakan masuk," ucap Ariana sambil meletakkan cangkir kopinya. "Bu Ariana, ada yang bisa kubantu?" tanya Luther sambil berjalan masuk. Sebagai Kepala Departemen Keamanan, Luther harus datang ke perusahaan setiap hari. Ariana bertanya dengan penasaran, "Kamu pergi ke mana kemarin? Aku nggak bisa menghubungimu.""Temanku mengalami masalah, jadi aku pergi membantunya," jawab Luther sambil tersenyum. Ariana mengangkat alis dengan curiga, lalu bertanya, "Teman? Apakah itu Bianca? Pantas saja kamu begitu bersemangat, ternyata kamu pergi berkencan dengan wanita cantik.""Uhuk, uhuk. Bu Ariana, apa kamu memanggilku hanya untuk menanyakan hal ini?" tanya Luther yang segera mengalihkan topik pembicaraan. Jika ini berlanjut, Ariana pasti akan cemburu lagi nanti.Ariana sontak memutar matanya dan membantah, "Hmph! Memangnya aku kuran
Tatapan Maple terlihat ambigu, tetapi Luther tidak menghindari tatapannya dan menatap ke arah Maple dengan tegas. Dia merasa Maple sangat familier, sepertinya pernah bertemu dengan wanita ini sebelumnya. Namun, Luther tidak bisa mengingat di mana mereka pernah bertemu. Perasaan yang benar-benar aneh."Kamu masih saja menatapnya!" Ariana segera menyadari ada yang aneh dan menginjak salah satu kaki Luther dengan kuat sebagai peringatan.Sekali tidak apa-apa, Luther malah masih menatap untuk kedua kalinya. Baru tidak bertemu beberapa hari saja Luther sudah jadi seperti ini."Bu Ariana, ada beberapa hal yang tidak kumengerti, bisakah kamu menjelaskannya?" Maple meletakkan dokumennya di meja dan menunjuk ke beberapa hal yang rumit itu."Oh, begitu ...."Ariana tersenyum, lalu menjelaskan dengan serius kepada Maple. Namun, Maple tidak sepenuhnya memperhatikan penjelasan Ariana. Sebaliknya, pikirannya malah melayang ke mana-mana. Maple diam-diam melepas sepatu hak tingginya, lalu merentangkan