Sumpit Luther memelesat keluar seperti anak panah dan langsung menembus lengan Supri."Argh!" Supri menjerit kesakitan dan keringat dingin langsung bercucuran."Ingat, kalau lain kali datang lagi, bukan hanya satu tangan lagi," kata Luther mengingatkan."Kamu ... berani sekali!" Supri memegang lengannya yang terus berdarah dan segera melarikan diri. Dia yang sebelumnya begitu bergengsi, sekarang terlihat sangat memalukan."Luther, apa yang tadi kamu keluarkan? Mengapa orang itu langsung bersujud saat melihatnya?"Setelah Supri pergi, Ariana akhirnya tidak tahan lagi dan bertanya dengan penasaran. Yang lainnya memang diam, tetapi ekspresi mereka juga terlihat terkejut."Oh, dua hari yang lalu, aku menyelamatkan seseorang, lalu orang itu memberikanku sebuah token. Dia bilang token ini bisa menyelamatkanku saat dalam masalah, nggak disangka benar-benar berguna," kata Luther sambil tersenyum."Oh? Ternyata ada hal baik seperti ini!" kata Ariana dengan terkejut. Ariana tadi berpikir bahwa L
"Ariana, kamu tahu sendiri kalau aku cuma bisa bertarung. Aku belum pernah menjadi kepala departemen keamanan dan sejenisnya sebelum ini. Kurang pantas kalau kamu menyerahkan jabatan itu padaku," ujar Luther sedikit dilematik.Luther tidak keberatan bertarung dan menyembuhkan orang. Namun, menurutnya menjadi eksekutif perusahaan berada di luar ranah kekuasaannya.Ariana tersenyum tipis dan berujar, "Yang penting kamu bisa bertarung. Nggak perlu melakukan apa pun, kamu cukup bertanggung jawab atas masalah keamanan, sekaligus melindungiku.""Anu ...," ujar Luther ragu-ragu."Huh! Kalau kamu nggak mau ya sudah!" Ariana sengaja memasang wajah datar saat berkata, "Pokoknya, kalau ada orang yang ingin menyakitiku di masa depan, aku akan pasrah saja menerima kematian. Itu bukan masalah besar.""Nggak mungkin seserius itu, 'kan?" ujar Luther.Ariana langsung berkata dengan sarkastis, "Ya, memang nggak seserius itu! Grup Warsono punya aset puluhan triliun, banyak orang yang mengincarnya. Sebaga
"Tuan Luther Bennett," jawab Harsa."Luther Bennett? Aku belum pernah dengar nama itu. Cepat pergi, jangan membuat masalah di sini!" tegur pengawal itu.Setiap hari, selalu ada banyak orang yang datang ke Kediaman Hutomo untuk mengantar hadiah. Situasi seperti ini sudah tidak aneh lagi.Harsa berkata tanpa daya, "Tapi, Tuan Luther bilang kalau anggur ini harus diserahkan pada Tuan Joshua.""Hei! Kamu ngerti bahasa manusia nggak? Aku menyuruhmu pergi!" hardik pengawal itu sedikit tidak sabar."Gimana kalau kamu masuk dan melapor dulu?" saran Harsa takut-takut."Kamu pikir kamu siapa? Berani sekali kamu memerintahku! Cepat pergi dari sini. Kalau nggak, jangan salahkan aku karena kasar padamu!" kata pengawal itu dengan ekspresi dingin."Ada apa ribut-ribut?"Saat ini, seorang pria bertubuh gemuk berjalan keluar. Ketika pengawal yang barusan marah-marah itu melihatnya, dia langsung menyapa sambil tersenyum."Bukan masalah serius, Tuan Jaden. Ada seorang pengemis yang bilang kalau dia ingin
Petang itu, Luther kembali ke rumah Harsa, tetapi dia tidak menemukan Harsa. Biasanya, pada waktu seperti ini, Harsa sudah menyiapkan makanan. Meskipun Luther sedang di luar, Harsa pasti akan menelepon dan bertanya karena pria itu memang sangat perhatian. Namun, kali ini bukan hanya tidak ada makanan, bahkan Harsa pun tidak ada di sana. Ini sungguh aneh.Saat Luther sedang kebingungan, ponselnya tiba-tiba berdering. Charlotte yang meneleponnya."Gawat, Paman! Ayahku kena masalah!" seru Charlotte dengan nada panik."Kena masalah? Apa yang terjadi?" tanya Luther dengan raut serius."Aku baru dapat telepon dari rumah sakit, katanya ayahku dipukuli orang hingga terluka parah dan hampir meninggal!" kata Charlotte."Harsa selalu baik pada semua orang, kenapa dia bisa dipukuli?" tanya Luther sambil mengernyit.Harsa selalu menjaga sikap dan ramah pada semua orang. Secara logika, orang seperti Harsa seharusnya tidak punya musuh."Aku juga nggak tahu cerita detailnya. Aku lagi dalam perjalanan
Luther mengernyit dan berkata, "Jadi pelakunya itu orang Keluarga Hutomo?"Luther sudah berbaik hati meminta Harsa mengantarkan anggur untuk mengobati penyakit Larry. Tapi, bukannya berterima kasih, Keluarga Hutomo bahkan berani memukuli Harsa. Apa pun alasan pelakunya, masalah ini tidak bisa dibiarkan begitu saja!Luther berkata dengan penuh sesal, "Paman Harsa, maafkan aku sudah mencelakaimu. Kalau aku nggak meminta Paman mengantarkan anggur, Paman nggak akan jadi begini.""Nggak, itu bukan salahmu. Aku cuma sedang sial," ujar Harsa sambil memaksakan senyum."Tenanglah, Paman Harsa. Aku akan membalaskan dendammu. Nggak peduli siapa yang melukaimu, aku bersumpah akan membuatnya menerima ganjaran setimpal!" kata Luther.Harsa tiba-tiba berkata dengan cemas, "Tuan Luther, Keluarga Hutomo ini keluarga kaya dengan bisnis besar. Mereka bukan lawan kita. Tolong jangan bertindak gegabah!" Harsa tidak masalah dipukuli, tetapi jika Luther sampai terlibat, dia akan merasa bersalah selamanya."J
"Hah?"Melihat rekannya mati karena satu pukulan, para pengawal lainnya langsung tertegun. Mereka tidak menyangka Luther begitu kejam. Lantaran berselisih dengannya, Luther langsung membunuh rekan mereka. Dia benar-benar meremehkan Keluarga Hutomo."Nekat!""Nyalimu besar sekali!""Kamu sudah bosan hidup? Berani betul kamu membunuh orang Keluarga Hutomo!"Setelah terdiam beberapa saat, para pengawal segera menghunus pedang mereka ke arah Luther sambil berteriak marah.Luther berdiri dengan tenang, lalu melempar tatapan tajam pada para pengawal itu seraya berkata, "Apa kalian juga memukuli Paman Harsa?"Para pengawal ini memicingkan mata dan tanpa sadar mundur dua langkah, merasa seolah-olah mereka sedang menjadi target binatang buas. Namun, mereka segera tersadar. Ini adalah Kediaman Hutomo, sementara Luther hanya sendirian. Jadi, apa yang perlu mereka takutkan?"Bocah! Kalau nggak mau mati, lebih baik kamu menyerah saja. Jangan salahkan kami kalau kasar padamu!" ujar seorang pengawal
Ketika jarak pengawal elite kurang dari beberapa meter, Luther menekuk sedikit lututnya dan menendang dengan kuat. Duar! Sebuah lubang seketika terbentuk di tanah. Luther lalu menyerang sekelompok orang itu sekaligus. Ke mana pun dia lewat, selalu ada jeritan kesakitan dan darah yang tertumpah.Dengan dukungan energi sejati yang melindungi tubuhnya, para pengawal elite itu langsung terlempar satu per satu sebelum mereka sempat menyentuh Luther. Ada yang patah tangan dan kaki, ada pula yang langsung mati. Tidak ada satu pun yang sanggup melawan.Saat ini, Luther bak seekor harimau ganas yang melompat ke dalam kawanan domba. Dia tak terkalahkan dan tak terhentikan. Hanya dalam waktu beberapa menit, sebagian besar dari ratusan pengawal elite itu telah dirobohkan.Melihat Luther membantai para pengawal itu, Jaden hanya bisa mengernyit dan berkata, "Sial! Anak ini cukup jago bertarung!" Semua pengawal elite Keluarga Hutomo adalah orang-orang pilihan. Jaden masih sulit menerima fakta bahwa m
Luther melihat ke sekeliling dan mendapati dirinya sudah benar-benar terkepung. Kerumunan orang ini terdiri dari para elite Keluarga Hutomo. Di antaranya, ada beberapa wajah yang familier, yakni Joshua dan Kin."Luther?" ucap Joshua dengan heran. Dia sontak tertegun.Waktu Joshua mendengar bahwa seseorang membuat masalah di kediaman, dia mengira itu adalah orang yang tidak waras. Tak disangka, orang itu adalah Luther.Setelah melihat wajah Luther dengan jelas, Kin langsung berseru dengan raut muram, "Bocah berengsek, rupanya kamu orangnya! Berani-beraninya kamu menyakiti putraku! Cepat lepaskan dia!""Lepaskan Jaden!""Cepat lepaskan Jaden!"Semua elite Keluarga Hutomo mulai menuntut. Semua orang melempar tatapan tajam pada Luther dan aura membunuh keluar dari tubuh mereka.Melihat bala bantuan datang, Jaden yang tadinya masih panik segera menegakkan punggungnya dan berkata dengan angkuh, "Bocah, bukannya kamu sangat sombong tadi? Kenapa jadi diam sekarang? Kamu nggak mungkin ketakutan
"Rigen, Rigen ... aku benar-benar nggak bisa membedakan kamu ini sengaja pura-pura bodoh atau memang bodoh?"Huston tertawa, tetapi tatapannya penuh dengan ketidakpedulian. "Kamu minta bukti fisik, aku sudah memberikannya. Kamu minta saksi, aku juga sudah menyediakannya. Sekarang bukti dan saksi sudah ada, bahkan pelaku sendiri sudah mengaku. Lalu, apa lagi yang kamu inginkan?""Hmph! Dunia politik ini penuh kegelapan. Aku cuma menuntut keadilan agar kamu nggak membunuh orang yang tak bersalah!" Rigen tetap berdiri tegak dengan sikap penuh keadilan.Beberapa pejabat yang tadi mendukungnya kini memilih diam. Mereka sadar bahwa Huston benar-benar marah. Tak ada yang berani terus menantangnya. Yang lebih penting, mereka kehilangan keyakinan mereka.Seperti yang Huston katakan, bukti-bukti kuat telah diletakkan di depan mereka. Tak ada lagi alasan untuk meragukannya.Rigen adalah bagian dari Keluarga Bennett, paman dari Huston. Dia bisa berbicara sesuka hati tanpa rasa takut. Namun, mereka
"Tuan Weker? Tuan Trisno?" Begitu melihat wajah kedua orang itu, Rigen langsung membelalakkan mata, tampak sangat terkejut. "Ka ... kalian? Gimana bisa jadi seperti ini?"Saat ini, dia benar-benar terkejut. Bagaimana mungkin? Kedua orang ini adalah tokoh besar di Atlandia yang biasanya dihormati ke mana pun mereka pergi. Bahkan, dia sendiri harus memberi hormat kepada mereka.Namun, hanya dalam satu malam, dua pejabat berkuasa yang begitu terhormat telah berubah menjadi tahanan dengan rambut berantakan dan pakaian lusuh."Huston! Ini sudah keterlaluan!" Setelah terkejut, Rigen langsung meledak marah, bahkan cara dia memanggil Huston pun berubah. "Kamu sadar nggak apa yang kamu lakukan? Mereka berdua adalah pilar utama Atlandia!""Mereka adalah tangan kanan Raja! Bahkan juga gurumu dan orang yang lebih tua darimu! Kamu malah memperlakukan mereka seperti ini. Apa kamu masih manusia?""Benar sekali! Mereka telah mengabdi dengan setia pada negara dan rakyat. Kesalahan apa yang mereka lakuk
"Pangeran Huston, jangan bicara sembarangan!" Rigen memasang ekspresi serius. "Aku selalu berjalan di jalan yang benar dan nggak pernah melakukan sesuatu yang melanggar moral. Aku pantas mendapatkan kepercayaan darimu, pantas mendapatkan kepercayaan rakyat. Aku nggak pernah mengecewakan siapa pun!""Kata-katamu terdengar sangat mulia. Kalau kamu memang bersih, kenapa nggak membiarkan Tim Penegak Hukum melakukan penyelidikan?" tanya Huston dengan suara dingin.Begitu ucapan itu dilontarkan, ekspresi Rigen sedikit berubah dan menunjukkan sedikit rasa gelisah. Siapa pejabat yang tidak punya noda di masa lalunya? Jika benar-benar diselidiki, pasti akan ditemukan beberapa kesalahan. Meskipun kesalahan itu tidak terlalu serius, tetap saja akan mencemari reputasi.Namun, di hadapan begitu banyak rekan sejawat, dia tidak bisa menunjukkan kelemahan. Kalau tidak, bagaimana dia bisa terus berdiri di dunia politik dan mengaku sebagai pejabat yang bersih?"Silakan periksa!" Rigen mengangkat dagunya
Huston yang duduk di kursi mengamati para penasihat yang berpura-pura berwibawa itu dengan tenang dan tidak memberikan tanggapan sedikit pun. Dia bahkan menikmati tehnya dengan santai, seolah-olah tidak peduli dengan tuduhan mereka.Namun, sikap Huston yang cuek ini membuat Rigen dan yang lainnya mengernyitkan alis dan perlahan-lahan berhenti memprotes secara refleks. Mereka sudah berbicara dengan penuh semangat, tetapi Huston malah sama sekali tidak menanggapinya. Bukankah semua ini hanya sia-sia saja?Begitu protesnya perlahan-lahan mereda, Huston akhirnya berkata, "Sudah selesai? Kalau belum, silakan lanjutkan sampai kalian puas.""Pangeran Huston, kami sedang membahas masalah serius denganmu, sikap santaimu ini benar-benar sangat mengecewakan," kata Rigen dengan muram."Masalah serius? Heh ...."Huston mendengus. "Kalian bahkan nggak tahu mana yang benar dan salah pun sudah berani lantang dan menuduhku semena-mena. Bagiku, kalian sama saja sedang melawak.""Kamu ... sombong sekali!
"Apa kamu pantas duduk dan berbicara denganku?" kata Huston dengan tegas dan menusuk hati sampai Rigen langsung terdiam.Dalam sekejap, Rigen duduk kaku di tempatnya dan tidak mengatakan sepatah kata pun. Dia benar-benar tidak menyangka Huston yang masih begitu muda ternyata memiliki lidah yang begitu tajam.Rigen tahu harga dirinya akan terjaga jika dia mengaku datang untuk urusan pribadi, tetapi dia akan kehilangan hak berbicara. Semua kata-kata yang sudah disiapkannya sebelumnya untuk menyerang Huston pun akan sia-sia. Namun, jika mengaku untuk urusan resmi, dia harus sopan dan memberi hormat pada Huston. Tidak peduli memilih yang mana pun, dia tidak mendapatkan keuntungan."Aku tanya sekali lagi, kalian datang untuk membahas urusan resmi atau pribadi?" tanya Huston dengan dingin."Urusan ... resmi," jawab Rigen akhirnya dengan terpaksa setelah berada dalam posisi sulit."Jadi? Apa begini sikapmu sebagai seorang penasihat?" tanya Huston.Mendengar perkataan itu, Rigen terpaksa berdi
Setelah satu malam penuh gejolak, Pasukan Api Merah ada yang mati, ada yang dipenjara, hingga akhirnya seluruh pasukan benar-benar lenyap.Bukan hanya itu, kediaman Jenderal Loland juga mengalami pembersihan besar-besaran. Semua harta hasil korupsi disita, sementara para pelaku kejahatan dijebloskan ke dalam penjara.Siapa pun yang memiliki keterkaitan dengan kediaman jenderal langsung ditempatkan dalam tahanan rumah dan diperiksa satu per satu. Sementara itu, orang yang menyebabkan semua ini, yakni Loland, kini menjadi buronan nomor satu.Selama dia belum tertangkap, Atlandia tetap dalam keadaan siaga penuh. Semua jalur transportasi utama diblokir, sementara regu patroli terus melakukan pencarian untuk menangkapnya.Banyak pejabat senior yang tidak mengetahui kebenaran di balik peristiwa ini merasa tidak puas dengan tindakan Huston yang mengerahkan pasukan besar-besaran untuk melakukan perburuan. Beberapa yang lebih radikal bahkan berkumpul di depan istana untuk melakukan protes keras
Dua kalimat ringan dari Huston terdengar seperti petir yang menyambar jantung ketiga orang itu.Jika mereka menjawab pertanyaan, mungkin masih ada secercah harapan untuk hidup. Namun, jika mereka tetap diam, satu-satunya jalan yang tersisa adalah kematian.Setelah bertahan hingga mencapai kejayaan dan kemakmuran saat ini, siapa yang rela mati jika masih bisa hidup? Namun, demi harga diri dan kehormatan, mereka enggan menanggung hinaan sebagai pengkhianat. Itu sebabnya, mereka tampak ragu.Mana yang lebih penting? Kehormatan dan nama baik, atau nyawa mereka? Ini adalah pilihan yang sulit."Waktu kalian hanya tersisa belasan detik. Kalau masih nggak mau bicara, kalian nggak akan punya kesempatan lagi." Suara Huston terdengar datar tanpa sedikit pun emosi, tetapi bagai belati yang menembus hati, membuat ketiga pemimpin Pasukan Api Merah itu berkeringat deras.Melihat waktu yang hampir habis, jenderal yang berada di sisi kiri akhirnya tidak bisa menahan diri lagi. "Pangeran! Aku akan bicar
Wirya hanya bisa menelan ludah dengan ekspresi yang sangat terkejut. Dia tahu Pasukan Naga Terbang sangat hebat, tetapi dia tidak menyangka mereka akan sehebat ini. Tadi dia sudah mengeluarkan seluruh kekuatannya untuk melawan Kitto dan Damian, pada akhirnya dia sendiri yang terluka parah.Namun, begitu Pasukan Naga Terbang turun tangan, Kitto dan Damian beserta puluhan Pasukan Api Merah langsung musnah. Yang paling mengerikannya adalah tidak ada satu pun korban dari pihak mereka. Jika tidak melihatnya sendiri, Wirya tidak akan percaya para elite Pasukan Api Merah ternyata begitu rapuh.Lebih tepatnya lagi, kekuatan dari Pasukan Naga Terbang ini sudah jauh melampaui dugaan mereka. Bahkan anggota biasa dalam unit ini pun sudah cukup kuat untuk menjadi seorang jenderal tangguh, apalagi komandan mereka pasti jauh lebih kuat daripada Wirya. Unit yang terbentuk dari sekelompok master ini, daya hancurnya pasti sudah tidak akan tertahankan lagi."Jenderal Wirya, tolong urus pembersihan tempat
"Sialan! Orang ini benar-benar tangguh. Kalau terus bertarung seperti ini, situasinya akan buruk," kata Kitto sambil terus mengayunkan kedua pedangnya dan setiap serangannya langsung mengincar titik vital Wirya. Namun, Wirya bergerak dengan lincah di antara kerumunan, jelas tidak ingin bertarung dengannya dan hanya ingin mengulur waktu."Jenderal Loland pasti sudah pergi jauh. Kita nggak perlu melawannya lagi, langsung mundur saja," kata Damian yang berniat untuk mundur saat melihat serangannya tidak berpengaruh. Meskipun dia tidak takut mati, dia juga tidak ingin mempertaruhkan nyawanya dengan sia-sia. Sekarang Loland juga sudah berhasil melarikan diri, tugas mereka untuk menghalangi musuh pun termasuk sudah selesai."Kalian tahan dia, yang lainnya ikut aku mundur," kata Kitto yang segera membuat keputusan. Menyadari pertempuran ini tidak akan membuahkan hasil, dia segera memimpin pasukannya untuk melarikan diri. Hanya beberapa orang saja yang ditinggalkannya di sana sebagai tumbal un