Luther termangu melihat situasi ini. Ucapan gadis berpakaian kuning itu sungguh mengejutkan. Luther tidak menyangka para gadis ini masih memikirkan orang lain setelah melewati hal-hal yang begitu mengerikan. Luther sendiri belum tentu memiliki kesadaran seperti ini.Seperti yang dikatakan Misandari, para gadis ini memang sangat langka. Mereka berada di tengah-tengah kegelapan, tetapi cahaya di dalam hati mereka tidak pernah padam. Siapa bilang pria lebih hebat dari wanita? Para wanita ini adalah pahlawan sesungguhnya. Dunia baru akan damai dengan kehadiran mereka."Kak, ayo buat keputusan. Kalau kamu nggak menerima mereka, aku khawatir mereka nggak punya semangat untuk hidup lagi," ucap Misandari."Kalian nggak menyesali keputusan ini?" tanya Luther dengan sungguh-sungguh."Nggak akan! Kami nggak akan menyesal!" sahut para gadis itu secara serempak."Oke, aku akan mengatur orang untuk membina kalian. Kalau kalian sanggup bertahan, aku akan berusaha sebaik mungkin untuk mewujudkan harap
Luther tampak berang dan dipenuhi niat membunuh. Meskipun hubungannya dengan sang ayah sempat buruk, Luther telah memahami keputusan Walter seiring berjalannya waktu.Terutama saat mendengar Walter sakit parah, amarah Luther langsung sirna. Dia hanya berharap Paviliun Lingga bisa segera dibinasakan dan berbakti di hari-hari terakhir Walter.Tanpa diduga, sebelum keduanya bertemu, Walter sudah diserang pembunuh dan tewas. Pukulan ini sungguh besar untuk Luther."Pedang Cakrawala!" teriak Luther tiba-tiba. Kemudian, dia menyerbu ke luar dengan pedangnya. Ini adalah dendam kesumat yang harus dibalaskan."Yang Mulia, tenang sedikit." Ketika melihat Luther begitu emosional, Sutomo segera menahannya. "Paviliun Lingga pasti membuat persiapan matang. Kalau bertindak gegabah, bukan hanya dendam nggak bisa terbalaskan, tapi nyawamu juga bisa melayang.""Minggir!" bentak Luther dengan mata memerah dan meletakkan pedang di leher Sutomo. Seketika, kulit Sutomo tergores dan darah mengalir keluar."Y
"Baiklah, kamu bisa menyamar menjadi pengawal. Tapi sebelum itu, kamu harus merias wajah sedikit supaya nggak ketahuan." Sutomo akhirnya mengalah. Meskipun berisiko, dia tidak punya pilihan lain.Siang hari, di kediaman Raja Atlandia. Meskipun kabar kematian Walter dirahasiakan, pejabat yang datang cukup banyak. Beberapa merasa kehilangan, tetapi ada juga yang merasa senang di atas penderitaan orang.Terlihat 2 pria paruh baya bertubuh kekar dan berzirah berjalan masuk. Masing-masing membawa pasukan. Semua bawahan mereka membawa golok dan tampak galak. Keduanya tidak lain adalah Abram dan Chokri."Kedua jenderal, tolong lepaskan zirah dan senjata kalian sebelum masuk," ujar seorang pengawal sambil memberi hormat."Huh! Aku nggak pernah melepaskan zirah dan senjataku kalau berada di luar! Minggir!" tegur Abram."Jenderal, ini aturan istana. Tolong dituruti," kata pengawal itu lagi."Aturan? Aturan bapakmu!" Abram sontak menampar pengawal itu dan membentak, "Siapa kamu? Beraninya kamu me
Mereka berdua memang datang untuk menunjukkan kehebatan. Tanpa diduga, Haruna malah terlihat begitu mendominasi. Mereka baru bertemu, tetapi Haruna sudah menuduh mereka ingin memberontak. Jika mereka dinyatakan bersalah, bukankah mereka tidak akan bisa meninggalkan istana hari ini?"Ratu, jangan bercanda. Itu adalah dosa besar. Sekalipun bernyali besar, kami nggak akan berani melakukan hal semacam itu!" jelas Chokri."Benar, kami setia pada Raja. Mana mungkin melakukan hal tercela seperti itu?" Abram turut membantah. Meskipun keduanya memiliki ambisi besar, mereka tidak akan menyatakannya secara terang-terangan. Setidaknya, sekarang bukan waktu yang tepat."Kalau bukan ingin memberontak, kenapa masih nggak melepaskan zirah kalian? Kalian nggak tahu aturan istana?" tegur Haruna tanpa rasa sungkan sedikit pun.Mereka hanya jenderal kelas 2, tetapi berani bertindak semena-mena di istana hanya karena punya sedikit kekuasaan? Jika Walter masih hidup, mana mungkin mereka berani bertingkah se
"Raja, semoga kamu bahagia di alam sana!" Chokri tiba-tiba berseru, lalu bersujud 3 kali dengan kuat. Matanya berkaca-kaca, seolah-olah dirinya memang sangat sedih. Meskipun keduanya sama-sama bersandiwara, Chokri terlihat lebih mendalami perannya."Jenderal Kavaleri telah tiba!" Terdengar seruan lantang dari luar aula. Saat berikutnya, terlihat pria paruh baya berzirah emas dan berwajah tampan masuk dengan tergesa-gesa. Dia tidak lain adalah Jayden, jenderal kavaleri sekaligus adik sepupu Walter.Sejak kecil, Jayden sangat berbakat, baik itu dalam hal politik ataupun bertarung. Tanpa kehadiran Walter, dia adalah genius terhebat di Keluarga Bennett. Sayang sekali, di hadapan Walter yang tak tertandingi, genius sehebat apa pun akan kalah dibuatnya."Salam, Jenderal." Begitu melihat Jayden, Abram dan Chokri berhenti bersandiwara dan memberi hormat. Mereka bisa mendapat promosi berkat Jayden. Dengan kata lain, mereka adalah orang kepercayaan Jayden. Hubungan mereka sama seperti Walter den
"Marsekal Atlandia adalah posisi yang sangat penting. Kita bukan hanya harus melakukan pemungutan suara, tapi juga melaporkannya kepada Kaisar. Kita nggak boleh membuat keputusan sendiri karena Kaisar yang menentukan," ujar Haruna dengan waspada.Haruna awalnya mengira Jayden datang karena tulus ingin melayat. Namun, setelah mendengar ucapan Abram dengan Chokri, dia langsung menyadari tujuan kedatangan Jayden tidak setulus itu.Prestise Jayden hanya di bawah Walter. Sebagai jenderal kavaleri, Jayden bukan hanya punya banyak jenderal yang bisa dipercaya, tetapi juga menguasai setengah kekuatan militer Atlandia.Setelah Walter meninggal, yang memperoleh keuntungan terbesar sudah pasti Jayden. Apalagi, sekarang Jayden telah menunjukkan ambisinya.Walter baru meninggal, tetapi Jayden sudah tidak sabar untuk merebut kekuasaan. Haruna mau tak mau mencurigai Jayden. Dia bahkan curiga Jayden bersekongkol dengan anggota Paviliun Lingga yang tersisa. Kalau benar seperti itu, akibatnya akan sanga
Saat semua orang menoleh, terlihat seorang pria muda mengenakan pakaian dari kain linen yang kasar dengan ikat kepala berkabung dan ekspresi dingin berjalan mendekat. Seluruh tubuh pria itu memancarkan aura berwibawa sampai Abram dan Chokri yang sudah berpengalaman di medan perang pun menjadi waspada dan serius saat melihatnya. Pemuda itu adalah putra bungsu Walter, Huston.Huston terlahir sebagai anak dari keluarga kaya yang menerima banyak kasih sayang. Perilakunya dahulu sangat sembrono, sehingga dijuluki sebagai pemuda ternakal di Atlandia. Namun, dalam dua tahun belakangan ini, dia seolah-olah berubah menjadi orang yang berbeda. Dia tidak bermalas-malasan dan bermain-main lagi, melainkan masuk ke militer dan mulai bekerja keras.Awalnya, semua orang berpikir Huston tidak akan bertahan lebih dari tiga hari di kemah militer. Bagaimanapun juga, dia adalah seorang pangeran yang dimanja sejak kecil, tidak mungkin bertahan dengan kerasnya pelatihan militer. Tidak disangka, dia bukan han
"Gerald?"Begitu mendengar kata itu, suasana di sekitar tiba-tiba menjadi hening. Dahulu, Putra Kirin Keluarga Bennett ini sangat bersinar dan terkenal di seluruh negeri. Namun, setelah kekacauan di Kota Terlarang sepuluh tahun yang lalu, Gerald menghilang dan sampai sekarang pun tidak ada kabarnya. Oleh karena itu, semua orang terkejut karena sekarang nama itu tiba-tiba diungkit."Pangeran Huston, kamu sedang bercanda ya? Pangeran Gerald sekarang nggak ada kabarnya, nggak ada yang tahu di mana dia berada. Memintanya menjadi marsekal Atlandia, bukankah Itu sama saja omong kosong?" kata Abram sambil melambaikan tangannya."Benar, Pangeran Huston. Kita harus berpikir realistis. Daripada mengharapkan Pangeran Gerald, lebih baik mengandalkan Jenderal Jayden saja," kata Chokri ikut menyetujuinya. Mereka berpikir orang yang dimaksud Huston adalah dirinya sendiri, tetapi Huston malah menyebut orang yang telah hilang selama sepuluh tahun. Sungguh omong kosong."Ayahku meninggal, kakakku pasti