"Kalaupun aku nggak bisa menang dari mereka, masih ada Raja Atlandia yang membantu, 'kan? Nggak mungkin kemampuan orang-orang itu melampaui Raja Atlandia," ucap Luther."Sobat, masalah ini nggak sesimpel yang kamu pikirkan. Ayah para penjahat itu adalah pejabat yang berkuasa. Mereka punya hubungan dekat dengan Raja Atlandia. Nggak bakal ada yang berani mengambil tindakan," balas Christo dengan ekspresi masam."Masa Raja Atlandia mengabaikan para penjahat itu begitu saja? Mereka hanya akan merusak masyarakat!" Luther mengernyit. Dengan karakter Walter, pria itu tidak mungkin menoleransi hal seperti ini terjadi."Hais ... Raja sangat sibuk, mana mungkin punya waktu untuk mengurus masalah seperti ini? Lagian, para pejabat itu kerjaannya hanya menipu. Mereka menutup erat-erat kejahatan mereka. Raja mungkin nggak bakal tahu untuk selamanya, apalagi memberi kami keadilan." Christo menggeleng."Aku nggak sangka Atlandia menjadi seburuk ini." Ekspresi Luther tampak agak masam. Sebagai Pangeran
Begitu mendengar janji Luther, Christo langsung meneteskan air mata saking terharunya. Dia pun berkata, "Kalau kamu bisa membantuku menolong adikku dan membalaskan dendam ibuku, aku bersedia menjadi bawahanmu!"Usai mengatakan itu, Christo hendak berlutut untuk berterima kasih. Luther segera menahannya dan berujar dengan serius, "Jangan sungkan begini. Siapa pun yang merupakan rakyat Atlandia nggak mungkin menoleransi kejahatan seperti ini.""Tempat ini kurang cocok untuk mengobrol. Ada kedai teh di depan makam. Kita duduk di sana saja untuk membahas rencana selanjutnya," usul Misandari."Oke." Christo mengangguk. Sambil menopang tubuhnya dengan tongkat, dia mengikuti Luther dan Misandari ke Kedai Teh Aroma.Kedai teh ini punya 2 lantai. Lantai pertama untuk minum teh dan menonton pertunjukan. Banyak orang yang duduk di sini. Sementara itu, terdapat ruang privat di lantai dua. Bukan hanya bisa menikmati teh dan menonton pertunjukan, tetapi juga punya privasi yang lebih baik dan lingkun
"Baiklah." Christo akhirnya mengangguk mengiakan karena dirinya memang tidak bisa bergerak dengan leluasa. Dia bukan hanya tidak bisa membantu, tetapi juga akan menjadi beban."Oh ya, kamu punya foto adikmu nggak? Biar kulihat dulu. Jangan sampai kami salah orang," ucap Luther."Ada." Christo segera mengeluarkan ponselnya untuk memperlihatkan foto adiknya. Luther pun melirik sekilas, lalu mengangguk.Harus diakui bahwa adik Christo memang cantik, putih, dan senyumannya manis. Dia terlihat seperti gadis yang lincah dan riang. Mungkin ini yang menyebabkan dirinya diincar oleh Preston dan lainnya."Bawahan Preston sangat kejam. Kalian harus hati-hati, ya!" pesan Christo dengan sungguh-sungguh. Sebagai keturunan jenderal, dia belajar ilmu bela diri sejak kecil. Kemampuannya tentu cukup untuk melawan orang biasa, bahkan 100 orang bukan masalah baginya. Akan tetapi, dia malah kewalahan menghadapi bawahan Preston. Kesenjangan kekuatan mereka terlalu besar."Tenang saja, aku tahu apa yang haru
Setengah jam kemudian, sebuah mobil MPV akhirnya berhenti di depan Bar Orion. Luther dan Misandari sama-sama turun. Keduanya telah melakukan penyamaran sehingga tidak perlu takut identitas mereka terbongkar.Bar Orion sangat luas. Banyak yang mengantre untuk masuk. Untungnya, mereka dibantu oleh agen rahasia sehingga bisa langsung masuk.Di dalam sana sangat bising dan menyilaukan. Sekelompok pria dan wanita menari dengan liar mengikuti alunan musik untuk melepaskan gairah mereka.Luther mengernyit. Dia paling tidak suka tempat bising seperti ini. Misandari tersenyum sambil bertanya, "Kenapa? Kamu jarang datang ke bar, ya?""Aku cuma bisa bilang tempat ini nggak cocok untukmu," timpal Luther. Dia lebih senang membaca buku di rumah daripada menyiksa diri sendiri di sini."Kalau ada kesempatan, kamu boleh mencobanya. Lihat, mereka menari dengan sangat gembira," ucap Misandari sambil tersenyum."Berpesta nggak ada faedahnya. Kalau semua orang seperti ini, negara hanya akan hancur," sahut
Tanpa berbicara, Luther langsung naik ke lantai atas dan duduk di hadapan Preston sambil menyilangkan kakinya. Sikapnya yang lancang ini sontak membuat Preston gusar."Hei! Siapa kamu? Siapa yang menyuruhmu duduk di sana?" tanya Preston sambil membelalakkan matanya."Kamu Preston?" tanya Luther balik sambil menuangkan anggur dengan santai."Lancang sekali! Beraninya kamu bersikap kurang ajar seperti ini! Kamu sudah bosan hidup, ya?" Sebelum Preston berbicara, teman-temannya itu sudah berteriak dengan kesal.Mereka adalah anak pejabat. Tidak ada yang berani mengusik mereka selama ini. Siapa pun yang berani bersikap lancang sama saja dengan mencari mati."Aku tanya, kamu Preston bukan?" Luther mengulang pertanyaannya setelah menyesap anggurnya."Berengsek ...." Teman-teman Preston hendak mengamuk, tetapi Preston mengangkat tangan untuk menghentikan.Preston terkekeh-kekeh dingin dan bertanya, "Bocah, kamu tahu dengan siapa kamu berbicara? Beraninya kamu bersikap nggak sopan seperti ini.
Bam! Dalam sekejap, meja kaca hancur dan kepala Preston ditekan kuat-kuat oleh Luther. Darah mengalir. Preston berteriak ketakutan.Semua orang terkejut dengan perubahan situasi yang mendadak ini. Untuk seketika, tidak ada yang bisa bereaksi.Situasi macam apa ini? Pria ini berani menyerang Preston? Apa dia sudah bosan hidup? Harus tahu bahwa Preston adalah anak orang kaya. Keluarga Kosasih punya kekuasaan besar. Siapa pun yang berani macam-macam hanya akan hancur."Biar kutanya sekali lagi, di mana Karin?" tanya Luther sambil menekan kepala Preston dengan kuat. Sekujur tubuhnya memancarkan niat membunuh.Wajah Preston tertancap pecahan kaca. Dia merintih kesakitan, lalu memaki, "Berengsek! Berani sekali kamu melukaiku! Kamu tahu aku siapa? Kamu tahu siapa orang tuaku?""Dasar bajingan! Kuperingatkan kamu untuk segera melepaskan tanganmu atau aku akan membinasakan seluruh keluargamu!" pekik Preston dengan geram."Membinasakan keluargaku?" Luther mendengus, lalu melayangkan tamparan kua
"Berisik!" Luther lagi-lagi melayangkan tamparan, membuat teman Preston itu langsung terpental beberapa meter dan menabrak dinding dengan kuat. Saat berikutnya, pria itu tidak bereaksi, entah masih hidup atau sudah mati ....Kini, mereka semua sudah tahu betapa hebatnya Luther. Pria sejati pintar menilai situasi. Lantaran tidak bisa menang, mereka terpaksa menahan diri untuk sementara waktu. Beberapa teman Preston yang pintar pun segera mengeluarkan ponsel untuk meminta bala bantuan. Begitu bala bantuan tiba, Luther pasti akan mati."Keparat! Beraninya kamu mematahkan tanganku! Mampuslah kamu! Seluruh keluargamu bakal mati!" pekik Preston dengan wajah memberengut."Bukan cuma tanganmu, aku juga akan mematahkan kakimu!" Tanpa ragu sedikit pun, Luther sontak mengangkat kakinya dan menginjak lutut Preston dengan kuat.Krek! Lagi-lagi terdengar suara tulang yang nyaring. Lutut Preston diinjak hingga tulangnya menjadi berlawanan dengan posisi yang seharusnya."Argh!" Preston berteriak seper
"Baldy! Tolong aku!" Preston segera berteriak saat melihat bala bantuannya telah tiba.Begitu melihat dengan saksama, Baldy pun terkesiap. Dia bertanya, "Tuan Preston, kenapa kamu terluka sampai seperti ini?""Semua gara-gara bocah ini!" Preston menunjuk Luther, lalu menyahut dengan ekspresi dipenuhi kebencian, "Dia telah mematahkan tangan dan kakiku! Apa pun yang terjadi hari ini, kamu harus membantuku membalas dendam!""Tenang saja, Tuan. Siapa pun yang berani melukaimu nggak akan bisa lolos dari pintu ini," ujar Baldy dengan ekspresi serius."Berengsek! Bala bantuan Keluarga Kosasih sudah datang! Jangan harap kamu bisa lolos hari ini! Tentunya, kalau kamu nggak ingin mati, aku bisa memberimu kesempatan. Kamu cukup berlutut dan memohon ampun kepadaku." Preston menyunggingkan senyuman jahat.Detik ketika Luther menyerang Preston, pria ini sudah ditakdirkan untuk mati. Namun, sebelum membunuhnya, Preston ingin mempermalukannya habis-habisan untuk melampiaskan amarahnya."Di mana orang