Luther bingung dan tidak tahu harus bagaimana bereaksi saat melihat Bahran yang tiba-tiba menyerangnya. Dia tahu ada pengkhianat dan juga mencurigai banyak orang, termasuk Jordan, Ghufran, dan yang lainnya. Namun, Bahran adalah satu-satunya orang yang tidak dicurigainya karena Bahran pernah mempertaruhkan nyawa untuknya dan banyak berkorban untuk kediaman Raja Atlandia juga.Dia selalu merasa berutang budi pada Bahran, sehingga tadi dia memilih untuk menyembuhkan Bahran dengan tanpa ragu-ragu. Meskipun harus keracunan dan terluka, dia juga tetap akan menyelamatkan Bahran. Namun, dia tidak menyangka Bahran yang pernah menjadi prajurit rela mati kediaman Raja Atlandia dan sudah dianggap seperti keluarga sendiri ini akan menusuknya dari belakang. Apa yang sebenarnya telah terjadi? Mengapa bisa seperti ini?"Paman Bahran, apa ... yang sedang kamu lakukan?" tanya Luther dengan suara yang bergetar. Sampai sekarang pun, dia masih tidak percaya dengan apa yang telah dilihatnya.Ekspresi Bahran
Sekarang yang bisa dilakukan Luther adalah berusaha membawa Bahran mati bersamanya."Eh?" Menghadapi tinju besi Luther yang cepat, Bahran menyipitkan matanya dan secara refleks mengangkat lengannya untuk menangkis."Bang!" Terdengar suara ledakan.Kedua lengan Bahran langsung patah dan tubuhnya terlempar hingga sepuluh meter, lalu terjatuh ke tanah dengan keras dan memuntahkan darah."Pengkhianat!" kata Luther dengan tatapan penuh amarah dan bersiap untuk lanjut menyerang lagi.Melihat situasinya buruk, Bahran membuat segel dengan kedua tangannya dan mengentakkan kakinya dengan kuat. Dia langsung menghilang dan hanya meninggalkan setumpuk pakaian. Itu adalah teknik melarikan diri yang misterius."Hoek!" Begitu Bahran melarikan diri, Luther mulai memuntahkan banyak darah dan tubuhnya terhuyung-huyung. Luka lamanya masih belum pulih, sekarang dia malah keracunan dan dadanya ditusuk dengan pisau. Saat ini, dia sudah berada di ambang kematian dan tenaganya habis."Pangeran!" teriak Sutomo
Tiga menit kemudian. Semua pembunuh dari Paviliun Lingga sudah tergeletak di genangan darah. Sementara itu, Luther yang seluruh tubuhnya penuh dengan darah juga sudah terhuyung-huyung dan sulit untuk tetap berdiri. Tanda-tanda kehidupannya makin melemah dan energi sejati di seluruh tubuhnya sudah habis, seluruh tubuhnya sudah sekarat. Pemandangan di depannya sudah menjadi makin kabur dan jantungnya hampir berhenti berdetak."Nggak disangka. Setelah mengalami begitu banyak badai, pada akhirnya mati di tangan rekan sendiri. Sungguh konyol!" kata Luther sambil tersenyum mengejek diri sendiri. Setelah itu, dia menundukkan kepala untuk melihat pisau di dadanya, lalu memegangnya dengan kedua tangan dan tiba-tiba mencabutnya. Dalam sekejap, darah menyembur ke segala arah. Dia sudah akan mati, tidak enak dilihat jika pisau itu terus menancap di dadanya.Setelah mencabut pisau itu, Luther merasa pemandangan di depannya berputar-putar, lalu terjatuh ke tanah dengan keras. Kesadarannya menghilang
Orang itu ternyata adalah Bahran yang terluka parah karena Luther."Tetua Bahran, kamu terluka ya?" kata pria bertopeng di kursi naga itu tiba-tiba dengan suara yang rendah dan serak."Hanya luka kecil saja, nggak akan mati," kata Bahran dengan napas yang terengah-engah dan memuntahkan darah."Sepertinya lukamu cukup parah. Makanlah obat ini." Pria bertopeng itu tiba-tiba mengayunkan tangannya dan mengeluarkan sebuah pil hitam."Terima kasih." Bahran langsung mengambil pil itu dan menelannya tanpa ragu-ragu. Pil ajaib dari Paviliun Lingga sangat langka dan berharga, sehingga luka parah pun bisa segera sembuh. Pil ini tentu saja hanya bisa dinikmati oleh para eksekutif paviliun itu."Tuan Kenji ...."Saat Bahran hendak mengatakan sesuatu, pria bertopeng itu mengangkat tangannya untuk menghentikan Bahran. "Sekarang namaku adalah Yusuf, kamu boleh memanggilku Tuan Wiyasa atau Tuan Kenji. Jangan menyebut identitas yang lama lagi.""Baik, Tuan Yusuf," kata Bahran sambil membungkuk dan menga
Entah sudah berapa lama berlalu, Luther perlahan-lahan sadar dari pingsannya. Tubuh bagian atasnya diperban dengan tebal, keempat anggota tubuhnya tidak bertenaga, dan napasnya sangat lemah."Aku ... belum mati?" kata Luther sambil melihat tangannya sendiri, lalu melihat ke sekeliling. Tempat ini agak familier, sepertinya pernah datang ke sini sebelumnya.Pada saat itu, Misandari perlahan-lahan berjalan masuk ke dalam kamar sambil membawa semangkuk bubur. "Kamu sudah sadar? Kamu terluka parah, untungnya dasar tubuhmu kuat. Kalau nggak, akan sangat sulit untuk menyelamatkanmu.""Kamu yang menyelamatkanku?" tanya Luther dengan terkejut.Misandari berkata dengan tenang, "Jadi? Jimat pelindung yang kuberikan padamu sebelumnya sudah melindungi jantungmu di saat kritis dan menyuntikkan energi kehidupan yang kuat ke dalam tubuhmu. Jadi, kamu akhirnya berhasil ditarik kembali dari pintu kematian.""Nggak disangka jimat pelindung itu bisa menghidupkan kembali orang yang hampir mati. Kamu masih
Luther lebih merasa pukulan dalam bidang emosional."Gerald, aku harus memperingatkanmu. Meskipun Paviliun Lingga sudah hancur, masih ada sisa-sisanya yang tetap sangat kuat. Kamu harus sangat berhati-hati," kata Misandari dengan nada serius.Luther menganggukkan kepala. "Aku mengerti. Setelah pengalaman ini, aku nggak akan membiarkan hal yang sama terjadi lagi.""Sebaiknya begitu," jawab Misandari."Apa ada kejadian penting yang terjadi selama aku pingsan tiga hari ini?" tanya Luther lagi.Seolah-olah teringat sesuatu, Misandari tiba-tiba berkata, "Pertanyaanmu ini mengingatkanku pada sesuatu. Menurut intelijen keluarga raja, belakangan ini sisa-sisa Paviliun Lingga sudah meninggalkan Midyar. Beberapa properti rahasia mereka sudah ditutup.""Meninggalkan Midyar? Mereka pergi ke mana?" tanya Luther."Nggak ada informasi pastinya. Tapi, berdasarkan beberapa petunjuk, sisa-sisa Paviliun Lingga itu harusnya pergi ke Atlandia," kata Misandari.Luther mengernyitkan alis. "Atlandia? Apa mere
"Kamu?"Mendengar perkataan itu, Luther tertegun sejenak. Setelah melihat Misandari dari atas ke bawah, dia berkata, "Putri, kamu adalah wanita dengan status terhormat, nggak cocok untuk hal berbahaya seperti ini. Aku nggak ingin melibatkanmu.""Kenapa? Kamu meremehkanku?" kata Misandari sambil tersenyum, lalu mengayunkan satu tangannya. Sebuah energi astral putih tiba-tiba memelesat melewati jendela dengan cepat dan langsung menghantam batu buatan di halaman."Bang!" Terdengar suara ledakan.Seluruh batu buatan itu langsung hancur berkeping-keping dan menjadi debu.Luther menyipitkan matanya. "Master energi astral? Ternyata kamu adalah seorang ahli tingkat master."Wanita lebih sulit untuk berlatih ilmu bela diri dibandingkan pria karena alasan fisik, sehingga ahli wanita tingkat master sangat langka. Dia tidak menyangka Misandari yang terlihat lemah lembut ini telah mencapai tingkat master. Yang paling pentingnya adalah dia malah tidak menyadari hal ini padahal dia sudah berinteraksi
"Posisi ke-4 yaitu Pedang Blizzard milik Logan, posisi ke-5 yaitu Pedang Infinit milik Yusril, posisi ke-6 yaitu Pedang Antariksa milik Frost, posisi ke-7 yaitu Pedang Halilintar milik Koa, posisi ke-8 yaitu Pedang Akhirat milik Hasta, posisi ke-9 yaitu Pedang Cakrawala milik Gerald, dan posisi ke-10 yaitu Jarum Stratus milik Kiehl," ucap Misandari sambil menatap daftar itu.Bukan hanya nama senjata ilahi, tetapi juga ada informasi tentang pemilik. Semua tertulis dengan sangat jelas."Aku nggak sangka kedua senjataku bisa masuk 10 besar Peringkat Senjata Ilahi. Entah ini kabar baik atau kabar buruk." Luther menggeleng setelah mendengarnya.Meskipun masuk ke Peringkat Senjata Ilahi terlihat hebat, sebenarnya ada banyak bahaya yang tersembunyi di dalamnya. Memiliki senjata ilahi saja tidak cukup, seseorang juga harus memiliki kemampuan untuk menjaganya. Jika tidak, semua orang akan datang untuk merebut senjata ilahi itu."Aku tahu kamu sebenarnya merasa senang." Misandari tersenyum tipis