Larut malam di Aula Semedi di Kota Terlarang. Seorang pria tua beruban dan tubuh bungkuk sedang membaca dan menandatangani berkas-berkas dengan hati-hati. Pria tua itu terlihat lesu, wajahnya pucat, dan sesekali akan batu dengan keras. Setiap kali selesai batuk, akan terlihat noda darah di saputangannya. Pria tua itu adalah raja saat ini, Edgar."Raja, penyakit Anda masih belum sembuh. Sebaiknya Anda beristirahat dengan baik, jaga kesehatan tubuh Anda lebih penting," kata salah seorang kasim yang melayani di samping yang akhirnya tidak tahan lagi.Edgar jatuh sakit karena terlalu kelelahan dan menyebabkan tubuhnya sakit. Pada akhirnya, dia berbaring di tempat tidur selama beberapa hari. Setelah agak pulih, dia kembali mulai membaca berkas-berkasnya selama semalaman lagi. Dia terus menangani berbagai masalah hingga tidak tidur ataupun istirahat. Jika terus seperti ini, bagaimana mungkin tubuhnya bisa bertahan?"Nggak apa-apa, sebentar lagi juga selesai," kata Edgar sambil meneguk teh, l
Edgar di depan tampak sangat berbeda. Sepuluh tahun yang lalu, dia adalah seorang pemimpin yang berwibawa, penuh ambisi, dan bersemangat. Namun sekarang, dia terlihat lemah, lesu, dan sangat tua, seolah-olah sudah mendekati ajalnya. Masalahnya adalah dia baru berusia lima puluhan tahun. Di usia ini, dia seharusnya masih kuat, mengapa dia bisa menjadi begitu tua?Edgar tertawa terbahak-bahak. "Sejak kapan kamu belajar memuji seperti ini? Tapi, bagus juga. Ketajaman sedikit berkurang dan lebih tenang, terlihat lebih dewasa."Luther menundukkan kepala dan tidak berbicara. Sebelum tragedi tahun itu terjadi, hubungan kedua keluarga sangat baik. Ayahnya dan Edgar adalah saudara yang dekat dan sangat akrab. Namun sekarang, semuanya telah berubah. Meskipun serangan waktu itu diatur oleh Paviliun Lingga, bukan berarti keluarga raja tidak terlibat. Sekarang, sikapnya terhadap Edgar sangat ambigu. Jika Edgar bersedia untuk jujur, mereka masih bisa berbicara. Jika tidak, pertemuan malam ini tidak
Luther berkata dengan tenang, "Terima kasih atas peringatannya, Raja. Aku sudah siap dengan masalah ini. Meskipun Paviliun Lingga nggak datang mencariku, aku juga akan pergi mencari mereka. Intinya, selama Paviliun Lingga nggak musnah, aku nggak akan berhenti.""Sangat bagus kalau kamu punya tekad ini. Aku akan mendukungmu sepenuhnya dalam hal ini dan memberikan semua yang kamu butuh," kata Edgar dengan ekspresi serius."Terima kasih, Raja." Luther menganggukkan kepala dan tidak menolaknya. Tidak peduli apa yang terjadi dahulu, setidaknya sekarang keduanya memiliki musuh yang sama dan bisa bekerja sama untuk sementara. Setelah semua berakhir, mereka akan kembali ke jalan masing-masing."Gerald, aku tahu masih ada beberapa pertanyaan di hatimu yang belum terjawab. Tanyakan saja, malam ini aku akan menjawab sesuai yang aku tahu," kata Edgar.Luther seolah-olah teringat sesuatu dan tiba-tiba berkata, "Aku memang punya satu pertanyaan yang ingin kutanyakan pada Raja. Apa Raja tahu keberada
"Baguslah kalau masih hidup. Dengan begitu, aku bisa balas dendam dengan menangkap Kenji dan sisa-sisa Paviliun Lingga dengan tanganku sendiri," kata Luther dengan nada membunuh yang melonjak."Hal ini nggak boleh terburu-buru, harus direncanakan dengan matang. Kenji adalah orang yang cerdas dan licik. Kalau nggak hati-hati, akan sangat mudah terperangkap dalam jebakannya," kata Edgar dengan serius.Mendengar perkataan itu, Luther menarik napas dalam-dalam dan segera menahan amarah di hatinya. Dia tentu saja mengerti marah tidak akan menyelesaikan masalah apa pun. Bukan hal yang mudah untuk menangkap orang yang licik dan pandai bersembunyi seperti Kenji."Gerald, aku akan membantumu memantau informasi tentang Kenji dan Paviliun Lingga. Kalau ada kabarnya, aku akan langsung memberitahumu," janji Edgar."Terima kasih, Raja," kata Luther sambil membungkuk dengan hormat. Edgar sudah mempersiapkan diri selama sepuluh tahun, pasti telah mengumpulkan kekuatan yang besar. Terutama, setelah Pav
Luther menenangkan dirinya dan segera menjawab, "Raja, aku belum pernah bertemu dengan para pangeran dan sama sekali nggak mengerti dengan hal ini, jadi aku nggak bisa memberikan penilaian. Mohon maaf."Edgar tidak menyerah dan melanjutkan, "Nggak apa-apa kalau nggak mengerti, aku akan menjelaskannya dengan detail. Putra sulungku memiliki karakter yang stabil dan sudah belajar di sisiku sejak kecil. Dia mungkin nggak bisa memperluas wilayah, tapi mampu mempertahankan kekuasaan. Sayangnya, tubuhnya lemah dan sering sakit, jadi nggak cocok menjadi pemimpin."Setelah mengatakan itu, Edgar menghela napas panjang. Putra sulungnya ini bisa dibilang adalah orang yang bijaksana, tetapi tidak memiliki takdir menjadi raja. Seorang ahli pernah meramal bahwa putra sulungnya ini tidak akan hidup melebihi tiga puluh enam tahun. Jika mewariskan takhta, tanggung jawab pemimpin negara ini mungkin akan memperpendek nyawanya."Kalau putra sulung nggak cocok, bagaimana dengan putra kedua?" tanya Luther ke
Setelah memikirkannya dengan cermat, Luther juga bisa menebak apa yang dipikirkan Edgar. Dengan hancurnya Paviliun Lingga, keluarga raja memegang kekuasaan yang sebenarnya. Namun, fondasi keluarga raja menjadi tidak stabil karena sudah dipengaruhi Paviliun Lingga selama bertahun-tahun dan membutuhkan dukungan yang kuat. Menurut Edgar, kediaman Raja Atlandia jelas adalah pilihan terbaik. Selain memiliki kekuatan militer yang besar dan pengaruh yang luas, kediaman Raja Atlandia juga bermusuhan dengan Paviliun Lingga. Oleh karena itu, kerja sama antara kedua pihak adalah hal yang wajar.Selain itu, kekuasaan keluarga raja pasti akan stabil dengan adanya dukungan dari kediaman Raja Atlandia. Inilah alasannya Edgar meminta Luther untuk memutuskan penerus takhta raja. Meskipun terdengar gila, ini juga untuk menunjukkan ketulusan Edgar. Pria di depannya ini memang berbakat dan berpengalaman."Gerald, jangan merasa tertekan. Pilih saja orang yang menurutmu cocok," kata Edgar sambil tersenyum.
Luther berkata dengan ekspresi serius, "Raja, mohon maaf atas kelancanganku, aku sangat sulit untuk menyetujui pandanganmu. Bagi kalian, punya beberapa istri adalah hal yang sangat wajar. Tapi bagiku, punya satu pasangan saja baru hal yang benar. Lagi pula, pernikahan tanpa cinta hanya sebuah kuburan, aku nggak ingin menyakiti diriku sendiri dan orang lain."Mendengar perkataan itu, ekspresi Misandari menjadi terkejut dan tatapannya pada Luther seolah-olah berubah. Di seluruh Midyar ini, sebagian besar pria yang berkuasa dan berpengaruh akan memiliki banyak wanita. Sisanya, pria itu entah tidak berani sembarangan karena keluarga pihak wanita memiliki kekuasaan yang besar ataupun fisiknya tidak mampu hingga hanya menjadi impian belaka. Pria seperti Gerald yang menjaga diri dan tidak dekat dengan wanita sudah sangat jarang."Gerald, apa kamu nggak menyukai Misandari atau kamu merasa dia nggak pantas untukmu?" tanya Edgar. Putrinya ini adalah pemenang di Daftar Bidadari. Baik dari segi pe
Luther mengernyitkan alis. "Menurutmu, dari semua saudara-saudaramu ini, siapa yang paling cocok untuk menjadi raja?"Misandari tersenyum. "Kenapa? Ingin mencoba mengorek informasi dariku? Ini adalah tugas yang diberikan Ayahanda, harus kamu yang menyelesaikannya sendiri. Aku nggak bisa dan juga nggak mampu membantumu.""Sebagai anggota Departemen Astronomi, kamu ini benar-benar nggak kompeten," kata Luther sambil menggelengkan kepala. Posisi putra mahkota ini menyangkut nasib negara, dia tidak menyangka tanggung jawab besar ini akan jatuh ke tangannya. Yang paling pentingnya adalah tidak peduli siapa pun yang dipilihnya, dia akan menyinggung perasaan pangeran lainnya yang berpengaruh. Pada saat itu, dia pasti akan mendapat masalah."Kamu juga nggak perlu terburu-buru, Ayahanda memberimu waktu untuk mempertimbangkannya. Kamu bisa memeriksa dengan baik pangeran mana yang lebih berpotensi atau sesuai dengan keinginan kediaman Raja Atlandia," kata Misandari."Hah ... benar-benar merepotka