"Kak Gerald, kenapa kamu terluka hingga seperti ini? Siapa yang melakukannya? Aku pasti akan membunuhnya," kata Hani sambil bergegas berlari mendekat.Setelah melihat tubuh Luther yang penuh dengan darah dan ekspresi lesu, Hani menjadi makin marah dan tatapannya penuh dengan niat membunuh. Sejak tahu Luther dalam bahaya, dia langsung memimpin pasukannya untuk bergegas datang. Meskipun dia juga dihalangi di perjalanan menuju di sini dan tertunda sebentar, dia berhasil mengalahkan orang-orang itu dengan mudah. Dia sudah siap untuk membasmi semua orang yang berani melukai Luther, meskipun akan berhadapan dengan negara."Aku baik-baik saja, jangan khawatir. Lagi pula, orang yang melukaiku sudah mati," kata Luther sambil memaksakan senyumannya."Kak Gerald, kamu berbaring dan beristirahatlah dulu. Aku akan segera membawamu ke rumah sakit," kata Hani yang tetap merasa khawatir."Gadis kecil, nggak perlu repot, lukaku masih nggak parah. Sebenarnya, ada hal yang lebih penting yang perlu kamu b
"Justru karena hebat, pengaruhnya akan sangat besar setelah Paviliun Lingga hancur. Apa yang akan terjadi, nggak ada yang bisa memastikannya. Aku hanya berharap kalian jangan terlibat ke dalam masalah ini," kata Luther memperingatkan."Sebagai penghuni Midyar dan juga salah satu dari Empat Keluarga Kerajaan, bagaimana mungkin kita bisa tetap netral? Sepertinya kita nggak akan bisa menghindari badai ini," kata Yogi sambil menggelengkan kepala. Paviliun Lingga memegang kekuasaan sebesar itu, pasti akan membuat kekacauan di seluruh negeri begitu hancur. Tanpa pemimpin yang jelas, kemungkinan besar ada berbagai kekuatan dan panglima perang akan mengambil alih dan membuat kekacauan. Pada saat itu, Keluarga Devano yang sebagai keluarga kerajaan tentu saja tidak bisa tinggal diam."Apa pun yang berpisah lama pasti akan bersatu, sedangkan apa pun yang bersatu lama pasti akan berpisah. Setelah berkuasa selama bertahun-tahun, Paviliun Lingga sudah merugikan banyak penjabat dan pahlawan setia. Si
Setelah malam, Luther akhirnya kembali vila di kota selatan Midyar. Yogi, Hani, dan Charlotte juga kembali ke tempat mereka masing-masing untuk bersiap menghadapi kekacauan selanjutnya. Banyak hal yang telah terjadi hari ini di perjalanannya ke Gunung Talaka.Meskipun sudah mengetahui kebenarannya dan berhasil memusnahkan Paviliun Lingga, kematian Azka membuat Luther tidak bisa tenang. Saat ini, tubuh dan pikirannya merasa sangat kelelahan. Dia sangat ingin tidur dengan nyenyak dan bangun secara alami tanpa memikirkan ataupun memedulikan apa pun. Mungkin besok akan lebih baik."Wush!"Setelah mobil berhenti di depan pintu vila, Luther keluar dari mobil dengan tubuh dan pikiran yang lelah. Begitu membuka pintu, dia melihat seorang wanita berpakaian putih, memakai tudung, dan wajahnya ditutupi cadar sedang duduk di ruang tamu. Wanita itu memiliki tubuh yang anggun dengan aroma tubuh yang khas. Wajahnya tidak terlihat jelas, tetapi memberi kesan sangat anggun."Misandari?" Luther langsung
"Tokoh besar? Siapa?" tanya Luther kembali."Raja saat ini!" kata Misandari yang mengejutkan orang."Eh?" Luther mengernyitkan alis karena merasa aneh. Bukankah raja saat ini sedang sakit parah dan berbaring di tempat tidur? Mengapa wajah masih berniat untuk menemuinya? Apakah semua ini karena Paviliun Lingga atau nadi naga? Apakah perjalanan ini akan berbahaya? Apakah ada jebakan di dalam kota terlarang?Misandari seolah-olah bisa membaca pikiran Luther dan berkata dengan tenang, "Nggak perlu berspekulasi. Kalau Raja ingin mencelakaimu, dia nggak akan mengutusku ke sini. Dia akan langsung mengutus ahli di istana dan bahkan pasukan pengawal. Apa kamu masih bisa melawan dengan kondisi tubuhmu saat ini?"Mendengar perkataan itu, Luther menghela napas. Harus diakui, apa yang dikatakan Misandari masuk akal. Jika raja berniat mencelakainya, tidak akan hanya mengutus seorang wanita ke sini saja. Selain itu, jika tidak bodoh, raja tidak akan memperparah situasi saat ini. Bagaimanapun juga, Pa
Larut malam di Aula Semedi di Kota Terlarang. Seorang pria tua beruban dan tubuh bungkuk sedang membaca dan menandatangani berkas-berkas dengan hati-hati. Pria tua itu terlihat lesu, wajahnya pucat, dan sesekali akan batu dengan keras. Setiap kali selesai batuk, akan terlihat noda darah di saputangannya. Pria tua itu adalah raja saat ini, Edgar."Raja, penyakit Anda masih belum sembuh. Sebaiknya Anda beristirahat dengan baik, jaga kesehatan tubuh Anda lebih penting," kata salah seorang kasim yang melayani di samping yang akhirnya tidak tahan lagi.Edgar jatuh sakit karena terlalu kelelahan dan menyebabkan tubuhnya sakit. Pada akhirnya, dia berbaring di tempat tidur selama beberapa hari. Setelah agak pulih, dia kembali mulai membaca berkas-berkasnya selama semalaman lagi. Dia terus menangani berbagai masalah hingga tidak tidur ataupun istirahat. Jika terus seperti ini, bagaimana mungkin tubuhnya bisa bertahan?"Nggak apa-apa, sebentar lagi juga selesai," kata Edgar sambil meneguk teh, l
Edgar di depan tampak sangat berbeda. Sepuluh tahun yang lalu, dia adalah seorang pemimpin yang berwibawa, penuh ambisi, dan bersemangat. Namun sekarang, dia terlihat lemah, lesu, dan sangat tua, seolah-olah sudah mendekati ajalnya. Masalahnya adalah dia baru berusia lima puluhan tahun. Di usia ini, dia seharusnya masih kuat, mengapa dia bisa menjadi begitu tua?Edgar tertawa terbahak-bahak. "Sejak kapan kamu belajar memuji seperti ini? Tapi, bagus juga. Ketajaman sedikit berkurang dan lebih tenang, terlihat lebih dewasa."Luther menundukkan kepala dan tidak berbicara. Sebelum tragedi tahun itu terjadi, hubungan kedua keluarga sangat baik. Ayahnya dan Edgar adalah saudara yang dekat dan sangat akrab. Namun sekarang, semuanya telah berubah. Meskipun serangan waktu itu diatur oleh Paviliun Lingga, bukan berarti keluarga raja tidak terlibat. Sekarang, sikapnya terhadap Edgar sangat ambigu. Jika Edgar bersedia untuk jujur, mereka masih bisa berbicara. Jika tidak, pertemuan malam ini tidak
Luther berkata dengan tenang, "Terima kasih atas peringatannya, Raja. Aku sudah siap dengan masalah ini. Meskipun Paviliun Lingga nggak datang mencariku, aku juga akan pergi mencari mereka. Intinya, selama Paviliun Lingga nggak musnah, aku nggak akan berhenti.""Sangat bagus kalau kamu punya tekad ini. Aku akan mendukungmu sepenuhnya dalam hal ini dan memberikan semua yang kamu butuh," kata Edgar dengan ekspresi serius."Terima kasih, Raja." Luther menganggukkan kepala dan tidak menolaknya. Tidak peduli apa yang terjadi dahulu, setidaknya sekarang keduanya memiliki musuh yang sama dan bisa bekerja sama untuk sementara. Setelah semua berakhir, mereka akan kembali ke jalan masing-masing."Gerald, aku tahu masih ada beberapa pertanyaan di hatimu yang belum terjawab. Tanyakan saja, malam ini aku akan menjawab sesuai yang aku tahu," kata Edgar.Luther seolah-olah teringat sesuatu dan tiba-tiba berkata, "Aku memang punya satu pertanyaan yang ingin kutanyakan pada Raja. Apa Raja tahu keberada
"Baguslah kalau masih hidup. Dengan begitu, aku bisa balas dendam dengan menangkap Kenji dan sisa-sisa Paviliun Lingga dengan tanganku sendiri," kata Luther dengan nada membunuh yang melonjak."Hal ini nggak boleh terburu-buru, harus direncanakan dengan matang. Kenji adalah orang yang cerdas dan licik. Kalau nggak hati-hati, akan sangat mudah terperangkap dalam jebakannya," kata Edgar dengan serius.Mendengar perkataan itu, Luther menarik napas dalam-dalam dan segera menahan amarah di hatinya. Dia tentu saja mengerti marah tidak akan menyelesaikan masalah apa pun. Bukan hal yang mudah untuk menangkap orang yang licik dan pandai bersembunyi seperti Kenji."Gerald, aku akan membantumu memantau informasi tentang Kenji dan Paviliun Lingga. Kalau ada kabarnya, aku akan langsung memberitahumu," janji Edgar."Terima kasih, Raja," kata Luther sambil membungkuk dengan hormat. Edgar sudah mempersiapkan diri selama sepuluh tahun, pasti telah mengumpulkan kekuatan yang besar. Terutama, setelah Pav