Sekujur tubuh Daniel sontak gemetaran. Senyumannya membeku. Cahaya putih itu terlalu cepat, sampai-sampai dia tidak sempat bereaksi."Apa yang terjadi?" tanya Daniel dengan panik. Jantungnya berdetak kencang. Dia merasakan hawa dingin di lehernya. Ketika merabanya, seluruh tangannya dipenuhi darah."Kok bisa ada darah?" Begitu memikirkan ini, Daniel tiba-tiba merasa pemandangan di hadapannya berputar. Saat berikutnya, sepertinya ada sesuatu yang terjatuh. Dia mengangkat pandangannya, lalu melihat tubuhnya yang memakai jas. Namun, tidak terlihat kepalanya lagi.'Di mana kepalaku?' Daniel ingin berteriak, tetapi tidak bisa mengeluarkan suara lagi. Pada akhirnya, dia hanya bisa membelalakkan matanya dan pandangannya berangsur menggelap. Daniel pun tewas karena kepalanya dipenggal Luther.Kecepatan Luther terlalu tinggi, sampai-sampai Daniel tidak menyangka kehidupannya akan berakhir seperti ini. Siapa suruh dia begitu sombong? Jika terus bersembunyi di belakang Roman, mungkin dia tidak ak
Luther ingin menjadikan kepala ini sebagai persembahan untuk Berry. Sikap Luther yang tak kenal takut ini pun membuat Roman naik pitam. Pria itu membentak, "Kamu benar-benar cari mati!"Tanpa berbasa-basi lagi, Roman sontak maju dan melancarkan tinju kepada Luther. Cahaya emas yang panas terpancar dari permukaan tinju Roman. Serangan itu bak meriam yang memelesat ke dada Luther.Luther sama sekali tidak menghindar. Dia mengangkat tangannya untuk melancarkan serangan, lalu segumpal cahaya putih pun meledak.Duar! Cahaya emas dan cahaya putih bertabrakan hingga mengeluarkan suara ledakan yang dahsyat. Pada saat yang sama, gelombang udara yang kuat menyapu ke sekitar. Semua orang yang menyaksikan pertarungan ini pun ditiup angin kencang hingga kesulitan untuk membuka mata dan berdiri stabil.Bagaimanapun, manusia biasa tidak akan bisa menahan gelombang energi sekuat ini. Mereka yang menyadari situasi bahaya ini pun menjauh demi keselamatan masing-masing."Ternyata kamu memang sudah mencap
Setelah suasana kembali tenang, terlihat sebuah lubang besar pada pusat ledakan. Kedalamannya sekitar 10 meter, persis dengan sebuah kolam.Sementara itu, Luther dan Roman bertatapan di pinggir lubang tersebut. Luther masih memasang ekspresi datar sambil memegang kepala Daniel, sedangkan Roman memasang ekspresi serius seperti sedang berhadapan dengan musuh kuat. Tidak ada seorang pun yang bergerak."Ini serius? Bocah ini berhasil menahan serangan dahsyat yang dilancarkan Dewa Perang?""Dia bukan hanya menahannya, tapi sama sekali nggak terluka.""Astaga! Sejak kapan ada genius sehebat ini di Midyar? Kemampuannya sampai setara dengan Dewa Perang! Luar baisa sekali!"Para senior Keluarga Luandi bertatapan dengan terkejut. Mereka tahu betapa hebatnya Roman. Di seluruh Negara Drago, hanya beberapa orang yang bisa bersanding dengannya dan mereka semua adalah genius tak tertandingi.Siapa sangka, seseorang yang tidak dikenal justru memperlihatkan kemampuan yang setara dengan Roman hari ini.
Ketika melihat Roman memelotot, pria botak itu pun bergidik. Dia buru-buru meminta maaf dan berpamitan. Dia hanya ingin menarik perhatian Roman, tetapi malah menggusarkannya. Benar-benar sial!Saat ini, Roman melambaikan tangannya. Kedua pengawal pribadinya bergegas berlari menghampiri dan bertanya, "Apa yang bisa kami bantu, Tuan?""Kerahkan seluruh koneksi untuk menyelidiki pria bernama Luther. Aku ingin tahu latar belakangnya," perintah Roman dengan suara rendah."Baik!" Kedua pengawal pribadi mengiakan, lalu langsung pergi."Berani sekali kamu bertindak semena-mena di wilayahku. Mari kita lihat, siapa sebenarnya kamu," gumam Roman dengan ekspresi dingin.Memahami musuh adalah suatu bagian penting dalam pertempuran. Begitu mengetahui identitas musuhnya, Roman tentu punya cara untuk melawan.....Dengan demikian, Luther meninggalkan Vila Dewarom dengan mengangkat kepala Daniel. Dia tahu bahwa tindakan ini akan mendatangkan banyak kerepotan untuknya, tetapi dia tidak peduli lagi. Dia
"Apa katamu?" Ejekan Gretel dan Julia sontak membuat Sabian naik pitam.Ketika melihat situasi memburuk, kedua pria di samping Sabian segera menahannya dan membujuk, "Kak, mereka dari keluarga kaya. Kita nggak boleh sembarangan. Bersabarlah.""Benar. Kalau terjadi sesuatu pada mereka di sini, keluarga kita yang akan terkena masalah."Setelah mendengarnya, Sabian menarik napas dalam-dalam dan memilih untuk menenangkan diri. Sementara itu, Julia menyunggingkan bibirnya dan memprovokasi, "Tuan Sabian, jangan emosional begitu. Nanti kamu jatuh sakit lho."Julia datang dengan persiapan hari ini sehingga tidak akan takut pada Keluarga Chuwardi. Sabian pun bertanya dengan kesal, "Apa tujuan kalian kemari? Putriku sudah meninggal. Kalian hanya datang untuk mentertawakannya?""Hei, hei, jangan bicara sembarangan. Kami menganggap Berry sebagai saudara. Kami tentu sedih kalau dia meninggal," sahut Julia yang berpura-pura bersimpati."Benar. Kami mendengar tentang kabar duka ini, makanya segera ke
Semua anggota Keluarga Chuwardi sibuk berbisik. Mereka merasa khawatir. Keluarga Chuwardi hanya keluarga kelas dua, bagaimana mungkin melawan Keluarga Luandi yang begitu berkuasa? Bahkan, tidak berlebihan untuk mengatakan Keluarga Luandi bisa melenyapkan Keluarga Chuwardi dalam semalam!"Apa sebenarnya tujuan kalian?" tanya Sabian dengan ekspresi masam. Meskipun tidak ingin mengakuinya, Keluarga Chuwardi memang masih belum terlepas dari bahaya. Mereka belum memenuhi janji mereka kepada Daniel. Kematian Berry tidak akan memengaruhi apa pun."Jangan panik begini. Kami datang untuk membantu kalian melewati krisis ini," balas Julia sembari tersenyum."Benar. Kami punya hubungan dekat dengan Keluarga Luandi. Asalkan kami memohon, Keluarga Chuwardi pasti akan terbebas dari bahaya ini," tambah Gretel. Dengan hubungannya dengan Ariana, mudah saja baginya untuk membantu Keluarga Chuwardi."Kita nggak punya hubungan apa-apa. Kenapa kalian tiba-tiba ingin membantu kami?" tanya Sabian dengan suara
"Luther? Kenapa kamu bisa di sini?" Julia tak kuasa mengernyit saat melihat Luther. Ekspresinya seketika menjadi dingin. Hubungan keduanya benar-benar sudah hancur sekarang."Luther, kenapa kamu selalu muncul di mana pun? Dasar pembawa sial!" maki Gretel dengan wajah yang dipenuhi kekesalan. Sebelumnya di Perusahaan Farmasi Chuwardi, dia bukan hanya tidak mendapatkan keuntungan, tetapi juga diberi pelajaran oleh Luther. Hal ini membuat kebenciannya terhadap Luther telah merasuki jiwanya."Kalau kalian datang untuk formula Salep Halimun, kusarankan kalian untuk menyerah," ujar Luther dengan dingin."Huh! Apa urusannya denganmu? Sebaiknya kamu pikirkan keselamatanmu sendiri." Ekspresi Julia tampak masam."Benar. Keselamatanmu saja sudah nggak terjamin, tapi masih ikut campur urusan orang. Kamu mau cepat mati, ya?" tanya Gretel yang memelotot.Mereka tahu bahwa kematian Berry berkaitan dengan Daniel sehingga sengaja datang kemari untuk mengambil keuntungan. Adapun Luther, pria ini pasti a
Begitu mendengar permintaan anggota Keluarga Chuwardi, ekspresi Julia membaik. Dia berkata dengan tidak acuh, "Aku bisa menuruti permintaan kalian, bahkan membantu kalian melewati krisis ini. Tapi, syaratnya masih sama, yaitu menyerahkan formula Salep Halimun.""Nggak masalah, kami akan menyerahkannya," sahut Alfon sambil mengangguk. Kehidupan mereka cukup baik sekarang. Mereka tidak perlu mempertaruhkan nyawa demi sebuah formula."Tuan Sabian, apa pendapatmu?" tanya Julia yang mengalihkan pandangannya kepada Sabian. Sabian pun menggertakkan giginya. Setelah ragu-ragu sejenak, dia akhirnya mengangguk. Keluarga Ghanim dan Keluarga Fabiano datang dengan persiapan sehingga Keluarga Chuwardi tidak punya pilihan lain. Sabian pun tidak menyangka dirinya akan mengalami kejadian seperti ini."Bagus, orang bijaksana memang pintar menilai situasi. Kalian membuat keputusan tepat," ujar Julia sambil tersenyum puas."Kenapa diam saja? Cepat serahkan formula itu kepada kami," desak Gretel."Ya, ya .